Mushola Al-Islah Jl leces no.7 Sonosari Kab.Malang kumpulan doa rezeki,kumpulan doa tasawuf,makrifat,bahasa arab,sejarah kerajaan islam,sejarah kerajaan indonesia,sejarah kebudayaan islam

Selasa, 05 Agustus 2025

Kisah Nabi Muhammad SAW menjadi yatim ketika berada dalam kandungan

 Kisah Nabi Muhammad SAW menjadi yatim ketika berada dalam kandungan

 Beliau saw adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul   Muthalib,   anak   seorang   wanita   Quraisy.   Beliau   saw   adalah   pemimpin   anak-anak   Nabi Adam as. Beliau saw adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT yang dihadiahkan kepada umat manusia.

 Beliau      saw    lahir   di   tanah    Arab.    Ketika     itu   malam      gelap,    tiba-tiba   Abdul      Muthalib membayangkan   bahwa   matahari   telah   terbit,   lalu   ia   bangun   dan   ternyata   mendapati   dirinya   di pertengahan malam, keheningan yang luar biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu kemah, lalu menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di selimuti dengan   malam.   Ia   kembali   menutup   pintu   kemah   dan   tidur.   Belum   lama   ia   dikuasai   oleh   rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia kembali bermimpi untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak   jela   s   kali   ini,   Sesungguhnya   sesuatu   yang   besar   memerintahnya   untuk   melaksanakan perintah   yang   sangat   penting,   "Galilah   zamzam!"   Dalam   mimpinya   Abdul   Muthalib   bertanya: "Apakah       itu  zamzam?"      Kemudian       untuk    kedua    kalinya    perintah   itu  mengatakan       bahwa     ia diperintahkan       untuk   menggali      zamzam.     Belum     lama    Abdul    Muthalib     melihat    sesuatu    yang bersembunyi   itu,   sehingga   ia   berdiri   di   tempat   tidurnya   dan   hatinya   berdebar   dengan   keras. Abdul   Muthalib   bangkit,   lalu   ia   membuka   pintu   kemah   kemudian   pergi   ke   gurun   yang   luas. Apakah      arti   zamzam?     Tiba-tiba   pikirannya      dipenuhi    dengan     cahaya    yang   datang    dari   jauh, bahwa pasti zamzam adalah sebuah sumur, tetapi apa   yang diinginkan oleh suara   yang datang dalam   tidur   itu   agar   ia   menggali   sumur,   di   sana   tidak   ada   jawaban   selain   satu   jawaban   dari pertanyaan   ini,   yaitu   agar   orang-orang   yang   berhaji   dan   berkeliling   di   sekitar   Ka'bah   dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur itu sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur yang dapat diminum oleh orang-orang yang berhaji. Abdul   Muthalib   duduk   di   tengah-tengah   pasir   gurun   pada   pertengahan   malam,   ia   memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan cerita-cerita kuno yang mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air sebagai akibat dari pukulan kaki Nabi   Ismail as, di sana juga ada cerita yang mengatakan bahwa sumur itu telah binasa sesuai dengan perjalanan zaman. Matahari terbit di   atas   gurun   Jazirah   Arab,   Abdul   Muthalib   keluar   menemui   orang-orang,   dan   menceritakan kepada   mereka   bahwa   ia   akan   menggali   sebuah   sumur   di   tempat   tertentu,   ia   menunjukkan   ke tempat   yang   di   situ   ia   diberitahu   oleh   suara   yang   ada   dalam   mimpinya.   Orang-orang   Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak di antara dua berhala   dari   berhala-berhala   yang   biasa   disembah   oleh   masyarakat   setempat,   yaitu   di   antara berhala yang bernama Ashaf dan NAllah. Abdul Muthalib merasa bahwa usahanya sia-sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk menggali sumur. Mereka mengetahui bahwa Abdul   Muthalib   tidak   mempunyai   sesuatu   selain   hanya   seorang   anak.   Bahwasanya   ia   tidak memiliki   anak-anak   yang   dapat   menolong   dan   memperkuatnya   serta   melaksanakan   keinginan- keinginannya. 

Pada   saat      itu   di  kawasan   negeri   Arab   dipenuhi   dengan     kabilah-kabilah     yang terjalin   uatu   ikatan   fanatisme   atau   kesukuan   yang   kuat   dan   usaha   untuk   melindungi   keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib pergi dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan   Ka'bah   dan   mengungkapkan   suatu   nazar   kepada   Allah   SWT.   Ia   berkata:   "Jika   aku mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa, sehingga mereka mampu melindungiku   saat   aku   menggali   sumur   Zamzam,   maka   aku   akan   menyembelih   salah   seorang dari   mereka   di   sisi   Ka'bah   sebagai   bentuk   korban."   Pintu   langit   pun   terbuka   untuk   doanya. Belum sampai berlangsung satu tahun, istrinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun ia   melahirkan   anak   laki-laki   sampai   pada   tahun   yang   kesembilan,   sehingga   Abdul   Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah zaman dan anak-anak Abdul Muthalib menjadi      besar.  Abdul     Muthalib     akhirnya    menjadi     seseorang    yang    memiliki     kemampuan. Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan rencananya yang diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari   nazarnya.   Maka   dilakukanlah   undian   atas   sepuluh   anaknya,   lalu   keluarlah   nama   anaknya yang paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka orang-orang yang   ada   disekitarnya   berusaha   memberontak,   mereka   mengatakan   bahwa   mereka   tidak   akan membiarkan Abdullah disembelih. Abdullah saat itu terkenal sebagai seseorang yang bersih dikawasan Arab, ia telah dapat menarik simpati   masyarakat   di   sekitarnya.   Ia   tidak   pernah   menyakiti   seseorang   pun.   Bahkan   ia   tidak pernah meninggikan suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan ruhaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh karena   itu   semua   manusia   datang   kepadanya   dan   menentang   usaha   penyembelihannya.   Para pembesar   Quraisy   berkata,   "Lebih   baik   kami   menyembelih   anak-anak   kami   daripada   ia   harus disembelih,      dan   menjadikan      anak-anak     kami    sebagai    tebusan    baginya.    Kami    tidak   akan menemukan         seseorang    pun    yang   lebih   baik   dari   dia   seandainya     kami    menyembelihnya, pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami bertanya kepada dukun." Abdul     Muthalib     tampak    tidak  mampu      menghadapi      tekanan    ini,  lalu  ia  mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian mereka mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata:    "Berapakah      taruhan   yang   kalian   miliki?"   Mereka     menjawab:     "Sepuluh     ekor   unta." Dukun itu berkata: "Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas nama     Abdullah,    jika  undian    datang   padanya,     maka    tambahlah    sepuluh    ekor   unta   lagi,  lalu ulangilah terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar lagi nama Abdullah."

Kemudian   dilakukanlah   undian   atas   nama   Abdullah   dan   atas   sepuluh   ekor   unta   yang   besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, kemudian lagi-lagi yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh   ekor   unta   lagi   sampai   jumlah   unta   itu   telah   mencapai   seratus   ekor   unta.   Setelah   itu, datanglah      nama    unta   tersebut.   Maka     saat  itu,  masyarakat     demikian     gembiranya      sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka karena melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian   disembelihlah   seratus   ekor   unta   di   sisi   Ka'bah,   dan   mereka   membiarkannya   di   situ sehingga korban itu tidak disentuh oleh seseorang pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang buas. Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia menetapkan untuk menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab, kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari   dari   Ka'bah   ke   rumah   Wahab,   dan   di   sana   ia   meminang   untuknya   Aminah   binti   Wahab. Kemudian Aminah binti Wahab menikah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda yang paling mulia dan paling dicintai oleh orang-orang Quraisy. Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para tamu mengetahui tempat   diadakannya   acara   tersebut,   yaitu   acara   pernikahan   antara   Abdullah   dan   Aminah.   Lalu disembelihlah       hewan-hewan       korban,    dan   manusia     dari  kalangan     orang-orang     fakir  bahkan binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal bersama istrinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada kabar bahwa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan Quraisy menuju Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu bayang-bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan rnereka pun hilang. Aminah      tidak   mengetahui     bahwa     itu  adalah   kesempatan     terakhirnya    setelah   dua   bulan   dari perkawinannya.   Abdullah   mengunjungi   paman-pamannya   dari   kabilah   bani   Najar   di   Madinah, dan di sana ia meletakkan jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia. Abdullah   bin   Abdul   Muthalib   kini   telah   meninggal.   Saat   itu   ia   berusia   dua   puluh   lima   tahun. Kabar      kematiannya       tiba-tiba    tersebar    dan    sangat    memilukan        hati   orang-orang      yang mendengarnya,   sehingga   kabar   itu   sampai   ke   istrinya.   Aminah   tampak   menangis   tersedu-sedu dan     ia  tampak    menyampaikan         pertanyaan-pertanyaan        pada   dirinya    dan   tidak   mengetahui jawabannya,       mengapa      Allah    SWT     menebusnya       dengan    seratus    unta   jika  kemudian      Dia menetapkan kematian baginya. Tidak lama kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan   yang   sedikit,   ia   tampak   mulai   mengetahui   bahwa   ia   sedang   hamil.   Aminah   menangis dua kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali ini ia menangis untuk anak   yang ditinggal    mati    ayahnya    sebelum     ia  sempat    dilahirkan.   

Aminah     tidak   pernah    mengetahui sebelumnya bahwa janin yang dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal saat ia dilahirkan. Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang-orang fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi yang terakhir dan rasul-Nya kepada   manusia.   Ia   akan   menjadi   rahmat   yang   dihadiahkan   kepada   manusia   dan   tidak   akan mengetahui makna rahmat kecuali orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan. Inilah anak kecil   yang   sebelum   dilahirkan   telah   menelan   kesedihan.   Dan   berlalulah   hari   demi   hari,   lalu hilanglah   tangisan   penderitaan   dan   mata   Aminah   pun   telah   mengering,   namun   kesedihannya tampak menyerupai sebuah pohon yang turnbuh bersama kehausan.

Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahwa   janin     yang   dikandungnya      tidaklah   memberatkannya,   sebaliknya        ia   merasakan   betapa ringannya   janin   yang   dikandungnya   bagaikan   merpati   yang   berkeliling   di   seputar   Ka'bah,   dan seandainya kesedihannya   yang selalu mengitarinya, maka tidak ada wanita   yang lebih bahagia darinya dengan kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah manusia yang mulia di sisi Tuhan, kemudian   semakin   dekatlah   hari   kelahirannya.   Sementara   itu,   pasukan   Abrahahh   mendekati Mekah.

0 comments:

Posting Komentar