Kisah fitnah Musa samiri
Rasa-rasanya hatinya mendidih dan jengkel. Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang membakar Nabi Musa saat ia mengayunkan langkahnya menuju kaumnya. Betapa tidak, belum lama Nabi Musa meninggalkan kaumnya dan menemui Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui Samiri. Fitnah ini adalah, bahawa Bani Israil - ketika keluar dari Mesir - membawa banyak dari harta perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka.
Mereka mengambilnya untuk mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka. Kemudian mereka selamat kerana mukjizat pembelahan lautan di mana lautan menenggelamkan Fir'aun dan tenteranya sehingga harta mereka yang berupa emas dimiliki oleh Bani Israil. Harun mengetahui bahawa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun memintanya dari mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak memerlukannya kerana saat ini mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di tengah-tengah gurun sehingga tidak bermanfaat bagi mereka emas- emas itu. Harun, saudara kandung Musa, menggali tanah dan meletakkan emas-emas itu lalu menimbunkan di atasnya tanah. Samiri melihat apa yang dilakukan oleh Harun.
Setelah itu, dia mengeluarkannya dan membuat sebuah patung sapi yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang Mesir. Samiri adalah seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi yang menarik di mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk darinya udara dari celah bahagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya. Samiri membuat suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya. Konon, rahsia kehebatan sapi ini adalah kerana Samiri telah mengambil segenggam tanah yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa mukjizat pembelahan laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh kaum Nabi Musa. Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang dilalui seorang utusan (Jibril) dan meletakkannya bersama emas. Samiri membuat darinya anak sapi.
Jibril as tidak berjalan di atas sesuatu kecuali sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas lalu membuat darinya anak sapi maka anak sapi itu dapat bersuara seperti anak sapi yang sebenarnya. Demikianlah kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang bahawa jika tanah ditambahkan ke emas dan melebur maka tanah itu akan terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas (lubang) di tempat terpisahnya itu. Diduga kuat bahawa Samiri menggunakan tanah itu seperti tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bahagian dalam dari anak sapi di mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara. Setelah itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang dibuatnya. Mereka bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini adalah tuhan kalian dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang menemui Tuhannya?" Samiri menjawab: "Musa telah lupa ia pergi untuk menemui tuhannya di sana, padahal sebenarnya tuhannya ada di sini. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:" Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini. Barangkali pembaca akan merasa heran terhadap fitnah ini. Bagaimana akal kaum itu dapat tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah mereka telah menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat keadaan kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik di Mesir pada saat mereka menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak sapi Ibis. Mereka terdidik di bawah kehinaan dan perbudakan sehingga jiwa mereka menjadi ternoda dan fitrah mereka menjadi tercemar.
Mereka menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah s.w.t tetapi mukjizat itu berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini tidak mampu memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka masih saja dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para penyembah berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh kerana itu, mereka menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan kita. Sebab, setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka melihat suatu kaum yang menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi Musa agar menjadikan tuhan bagi mereka seperti kaum yang menyembah berhala itu. Jadi, masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk menyembah berhala bererti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang dilakukan Samiri adalah, ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah berhala. Kemudian Samiri memilih agar anak sapi yang diciptakannya berbentuk emas kerana ia mengetahui bahawa umumnya Bani Israil lemah (mudah terpedaya) pada emas.
Akhirnya, fitnah yang ditimbulkan oleh Samiri tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika mengetahui Bani Israil menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi dua kelompok: minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini adalah tipu daya dan kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari Harun dan tetap melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri di tengah- tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada mereka: "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah (godaan). Samiri telah memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak sapi itu.
"Sesungguhnya Tuhanmu ialah (Tuhan) Yang Maha Pemurah, maka ikutilah ahu dan taatilah perintahku." (QS. Thaha: 90) Para penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang- orang yang bodoh itu tidak mahu lagi menerima nasihat. Harun kembali memperingatkan mereka dan menceritakan kembali kepada mereka bagaimana mukjizat-mukjizat Allah s.w.t dapat menyelamatkan mereka, dan bagaimana Allah s.w.t memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka menutup telinga dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru melemahkan posisi Harun dan nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahawa Harun lebih lemah daripada Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khuatir jika ia menggunakan kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah, maka akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang saudara. Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan Musa. Harun mengetahui bahawa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi fitnah ini tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus menari di sekitar anak sapi.
Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya - adalah penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di sekeliling berhala. Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan fitnah yang timbulkan oleh Samiri. Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar at-Thurthusi ditanya: "Apa yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang kelompok lelaki yang memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad saw. Sebahagian mereka menari-nari sehingga pengsan. Mereka menghadirkan sesuatu dan memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak? Berilah kami fatwa, mudah-mudahan engkau diberi pahala." Qurthubi menjawab pertanyaan ini dengan menukil penjelasan gurunya: "Mazhab sufi (yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang menari-nari yang dipraktikkan oleh sebahagian aliran sufi untuk mengekspresikan zikir) berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia.
Islam hanya berdasarkan Kitab Allah s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik tari-tarian seperti itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut Samiri ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan mereka.
Mereka menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama kekufuran dan penyembahan terhadap anak sapi." Nabi saw duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka terdapat burung, kerana saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah penguasa dan wakilnya mencegah orang-orang itu untuk hadir di masjid selainnya. Dan tidak diperkenankan bagi seorang pun yang beriman kepada Allah s.w.t dan hari kemudian untuk hadir bersama orang-orang itu atau membantu kebatilan mereka. Ini adalah pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah, Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari para imam kaum Muslim. Demikianlah pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda dapat membayangkan sejauh mana kecemerlangan fikirannya dan sejauh mana ketakwaannya. Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi Musa turun dari gunung untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar teriakan kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka. Dan tiba-tiba keheningan menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata: "Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan sesudah kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)

