Kisah Isra' Miraj Nabi Muhammad SAW
Pada saat
demikian ini ketika
manusia mulai meninggalkan Rasulullah
saw lalu langit
turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada
diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia
adalah mukjizat yang
tidak berhubungan dengan
dakwah Islam; ia
tidak datang untuk memperkuat dakwah
ini atau menetapkannya tetapi
ia datang semata-mata
untuk memperkuat keteguhan Nabi
dan sebagai penghormatan kepadanya.

Seakan-akan Allah
SWT ingin berkata kepada Nabi,
jika saja penduduk
bumi tidak memujimu,
maka penduduk langit
mengenal kedudukanmu
dan memberikan pujian
yang layak kepadamu
dan jika manusia
menolak dakwahmu dan menolak
keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah
SWT memilihmu dan memuliakanmu. Untuk melihat
tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya
mukjizat Isra' dan
Mi'raj dalam sejarah para nabi
sebagai mukjizat satu-satunya yang
tiada tandingannya dibandingkan dengan
kisah nabi yang lain. Kita mengetahui bahwa di deretan para nabi ada
nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai parakekasih-Nya dan sebagai
para pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara
para nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara,
seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh
Allah SWT dengan ruhul kudus, seperti Nabi
Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi
yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya.
Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan ruhaninya
sehingga Jibril berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah
tingkat dari tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk
mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat itu.
Kita telah melihat dalam kisah
para nabi seorang
nabi yang meminta
kepada Tuhannya
agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan
orang-orang yang mati. Allah SWT
bertanya kepadanya, apakah
ia belum beriman
akan hal itu?
Ibrahim menjawab: Bahwa
ia beriman tetapi ia ingin menenangkan hatinya. Kita juga
melihat dalam kisah
para nabi seorang
nabi yang cintanya
kepada Allah SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia
meminta: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat
kepada Engkau". (QS.
al-A'raf: 143) Namun
Allah SWT menjawab
kepada Musa tentang
kemustahilan melihat Allah SWT
atas manusia. Nabi Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan mampu menahan
beban penampakan dari Zat sang Pencipta. Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak
bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk diberi
mukjizat atau kejadian
yang luar biasa;
ia tidak meminta
kepada Tuhannya agar dapat
melihat Zat-Nya dan
ia tidak berusaha
mencari ketenangan dalam
hatinya. Cintanya kepada Allah
SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk dipahami atau diselami kedalamannya
oleh para tokoh
pecinta dan cintanya
tersebut bukan termasuk
bentuk yang menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta
beliau melampaui tingkat permintaan menuju ketingkat penyerahan dan kepuasan
atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT.
Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka
akibat perbuatan kaum Tha'if: "Jika
Engkau tidak murka
kepadaku, maka aku
tidak peduli dengan
mereka." Lihatlah
tingkat cinta yang
tinggi itu: bagaimana
tingkat tersebut menyebabkan
beliau merasa rendah diri sehingga
beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan
beliau tidak menginginkan selain
ridha Allah SWT
dan yang beliau
khawatirkan adalah kemarahan Allah SWT. Sungguh adab yang
diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak
dan paling tinggi
yang sesuai dengan
kedudukan beliau sebagai
orang Muslim yang
paling sempurna. Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizatyang
tujuannya adalah menghormatikepribadian
Rasulullah saw; mukjizat
yang membangkitkan peranan akal
dan hati secara bersama. Para
nabi tanpa terkecuali
didukung oleh bcrbagai
macam mukjizat yang
terjadi di muka bumi bahkan
para nabi yang
diangkat ke langit
seperti Nabi Idris
dan Nabi Isa,
maka pengangkatan mereka sebagai
bentuk menyelamatkan mereka dari
usaha pembunuhan atau penyaliban.
Mukjizat mereka saat
mereka diangkat ke langit adalah bentuk akhir dari aktifitas mereka di muka bumi. Ini adalah
kali pertama ketika
kita mendapati suatu
mukjizat yang tempat
utamanya di langit; suatu mukjizat
yang terwujud bersama
seorang Nabi yang
diangkat ke
langit dengan jasadnya dan ruhaninya saat beliau masih
hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya tanda- tanda kekuasaan-Nya. Kemudian
beliau kembali ke
bumi di mana
beliau akan mendapatkan berbagai macam tantangan dan
cobaan yang biasa diterima oleh penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah
manusia yang pertama melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan
matahari dan bintang-bintang. Kita
menyaksikan di zaman
kita manusia pertama atau
astronot pertama yang mampu
menembus ruang angkasa.
Ruang angkasa itu
baru dapat ditembus
oleh manusia setelah empat
belas abad dari
turunnya risalah Muhammad
saw, namun sejak
empat belas abad yang
lalu Nabi Islam
telah dapat menembus ruang
angkasa itu, bahkan
beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak al-Muntaha. Beliau sampai pada
batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam gaib.
Bukankah surga bagian
dari alam gaib?
Beliau sampai di
surga. Allah SWT
menamakannya dengan
Jannatul Ma'wah. Beliau
sampai pada batas
terputusnya ilmu manusia
dan tiada yang mengetahui hakikat ilmu tersebut
kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun
kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua
surah yang berbeda dalam Al-Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman tentang
mukjizat Isra': "Maha Suci Allah,
yang telah memperjalankan hamba-Nya
pada suatu malam
dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsha yang
telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami
perlihatkan kepadanya
sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami.
Sesungguhnya Dia
adalah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui." (QS. al-Isra': 1) Sedangkan berkaitan dengan
mukjizat Mi'raj, Allah
SWT berfirman: "Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril
itu (dalam rupanya yang asli) pada
waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil
Muntaha. Di dekatnya
ada surga tempat
tinggal. (Muhammad melihat
Jibril) ketika Sidratil Muntaha
diliputi oleh sesuatu
yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad)
tidak
berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauiya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan)
Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18) Pada malam Isra' dan
Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada
Allah SWT. Beliau
dalam keadaan pucat
wajahnya dan kedua
air matanya mengucur;
beliau tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu
orang-orang kafir dan orang- orang musyrik memandang beliau dengan pandangan
kebencian saat beliau bertawaf dan berdoa. Allah SWT
melihat hamba-Nya yang
khusuk itu lalu
Allah SWT menurunkan
perintah-Nya kepada Ruhul Amin
yaitu malaikat Jibril
agar menemani hamba-Nya dari
Masjidil Haram menuju Masjidil
Aqsha Kemudian membawanya
naik ke langit
agar dia dapat
melihat tanda- tanda kebesaran
Tuhannya. Di suatu rumah
yang mulia dan
sederhana dari rumah-rumah
yang ada di
Mekah, Nabi saw sedang
tidur dan datanglah
waktu pertengahan malam.
Jibril turun dan
memasuki rumah sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi
kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril
itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau membuka kedua matanya dan bangkit
dari tempat tidurnya. Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi
yang mulia. Allah SWT ingin agar engkau melihat sebagian tanda-tanda
kebesaran-Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi saw.
Mereka keluar dari
rumah dan beliau
menyaksikan Buraq yaitu
makhluk yang menyerupai burung
dan mempunyai sayap
seperti burung garuda;
makhluk yang terbuat
dari kilat. Karena itu,
ia dinamakan dengan
Buraq. Kilat adalah
listrik dan listrik
adalah cahaya. Cahaya adalah
makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik
saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh tentang
kendaraan luar angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan
bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa tanpa ada latihan
sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau gunakan untuk pulang pergi; kami
juga tidak akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami tidak heran dengan usaha penembusan luar
angkasa ini; kita tidak akan bertanya tentang semua itu karena kita mempunyai
satu jawaban dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk
itu Allah SWT mengatakan kun jadilah, maka jadilah. Para ulama
beselisih pendapat tentang
apakah Isra' dan
Mi'raj terjadi dengan
ruh saja atau dengan ruhani dan jasad sekaligus. Ahli
hakikat mengatakan bahwa itu terjadi dengan ruh dan jasad. Tentu
perselisihan itu berakibat
pada perselisihan akal
dan terjerumus dalam
perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan Allah SWT dan
usaha untuk menundukkan masalah
ini terhadap sebab-sebab
yang biasa atau
hukum-hukum kita yang
alami atau logika kemanusiaan.
Allah Maha
Suci dan Maha
Tinggi dari semua
itu. Apakah seseorang akan bertanya, bagaimana Rasulullah saw
naik berserta ruh dan fisiknya ke puncak segala puncak di langit kemudian
beliau kembali sebelum tempat tidurnya
dingin? Mukjizat apa yang terjadi di
sini yang melebihi
mukjizat berubahnya air
mani menjadi manusia
dan berubahnya benih menjadi pohon
atau mukjizat
air yang menghidupkan tanah,
atau ia mampu
memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati
yang belum pernah mengenal? Sementara
itu, Buraq menundukkan badannya kepada
Nabi saw
kemudian Nabi saw menungganginya bersama Jibril
dan Buraq pergi
bagaikan anak panah
dari cahaya di
atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan
agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di
tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq
kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan
lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak
berubah dari cahaya. Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis.
Beliau memasuki masjid dan beliau mendapati semua nabi sedang menunggunya di
sana. Allah SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian dan
mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para malaikat memberinya suatu bejana
yang di dalamnya
terdapat susu dan
bejana yang lain
yang di dalamnya
terdapat khamer.
Lalu beliau memilih
susu dan meminumnya.
Dikatakan pada beliau,
sesungguhnya engkau telah memilih fltrah dan umatmu akan memilih fitrah.
Para nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu salat. Para nabi bertanya di
antara sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi imam
salat, apakah itu
Adam, Nuh, Ibrahim,
Musa atau Isa?
Jibril berkata kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT
memerintahkanmu untuk salat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan salat
bersama para nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah
orang-orang Muslim yang pertama. Secara logis bahwa beliau layak menjadi
imam dari para
nabi sebagaimana kitabnya
dijadikan kitab yang
terbaik daripada kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau
membacakan Al-Qur'an kepada mereka dan beliau menangis saat membacanya. Kekhusukan
beliau saat membacanya
membuat para nabi
pun menangis. Dan ketika
para nabi sujud
di belakang imam
mereka, pohon-pohon dan
bintang-bintang pun turut bersujud. Selesailah waktu
salat dan para
nabi membubarkan diri.
Setiap nabi kembali
ke langit yang mereka tinggal
di dalamnya. Nabi
keluar dari masjid
bersama Jibril dan
mereka kembali menunggang Buraq
seperti panah dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit
pertama lalu beliau
menyaksikan Nabi Adam.
Kemudian ada panggilan
dari Allah SWT: "Hendaklah hamba-Ku semakin meninggi dan
menjauh." Kemudian hamba
Allah SWT Muhammad bin
Abdillah semakin terbang
menjauh ia melampaui
langit demi langit.
Beliau melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat ruhani dan
melewatinya. Beliau bersiap berdiri di haribaan Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di
tingkat dan dipuncak ruhani dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan
kilat. Beliau melampaui kedudukan
Nabi Adam di
langit pertama dan
melampaui kedudukan Nabi Yahya
dan Nabi Isa
di langit kedua.
Lalu Tuhan pemilik
kemuliaan memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi
lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat
yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima,
keenam, dan ketujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya dan melampaui alam ruhani. Akhirnya, beliau sampai
ke Sidratul Muntaha.
Beliau sampai di
tempat yang suci
yang Allah SWT menamakannya dengan
sebutan Sidratul Muntaha
dan di sana
Nabi melihat dan
menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak mampu
mengetahuinya dan memahaminya bahkan membayangkannya: "(Muhammad melihat
Jibril) ketika Sidratil
Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang
dilihatnya itu dan
tidnk (pula)
melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17) Sungguh terjadilah pada tempat itu apa
yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini, Allah
SWT memberitahu kita
bahwa terjadilah hal
penting di sana
meskipun hakikat hal tersebut tersembunyi dari
kita. Sesuatu yang
Allah SWT sembunyikan dari
kita tersebut disaksikan oleh
Rasul saw. Itu
adalah mukjizat yang
khusus baginya; itu
adalah tingkat cinta yang tidak
tersingkap tabirnya karena
ketinggiannya yang tidak
mampu ditangkap oleh pengetahuan manusia biasa. Kemudian
Tuhan pemilik surga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi
lagi." Hamba Allah SWT
Muhammad bin Abdillah
menaik ke tempat
yang tinggi. Kali
ini beliau melihat Jibril
yang berada di belakangnya
lalu beliau mendapatinya dalam
keadaan bertasbih kepada Allah
SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia seperti yang Nabi saksikan ketika
berada di dunia.
Jibril as
kembali ke dalam
wujud malaikatnya. Nabi melihat
Jibril dan ia merupakan tanda
kebesaran Allah SWT yang
Allah SWT janjikan
untuk diperlihatkan
kepadanya: Penglihatannya (Muhammad) tidak
berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak
(pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17) Pemandangan itu terjadi
dengan hati dan mata serta panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal.
Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan
bukan gambaran. Rasul saw melihat semua itu dengan jasadnya dan ruhaninya:
"Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling
dari yang dilihatnya itu
dan tidak (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17)
Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih tinggi
lagi. Beliau semakin
naik ke tingkat
yang makin tinggi
sampai beliau berdiri
di hadapan Tuhan Pencipta
langit dan bumi
dan Penebar kasih
sayang di dunia
dan di akhirat. Orang Muslim
yang paling
sempurna itu bersujud
di hadapan Tuhan
Sang Pencipta sambil berkata: "Sungguh penghormatan
dan keberkatan serta shalawat yang baik tertuju hanya kepada Allah SWT."
Allah SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT
serta berkat-Nya juga
tercurah kepadamu." Para
malaikat pun ketika
mendengar ucapan itu bertasbih dan
mengatakan: "Salam kepada
kita dan kepada
hamba-hamba Allah SWT
yang saleh." Ungkapan-ungkapan
tersebut merupakan
permulaan tahiyat (penghormatan) yang
diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan salat pada setiap
hari. Salat telah diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan yang besar ini.
Hal populer di kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahwa Allah SWT mewajibkan
atas Nabi mula-mula lima puluh salat sehari. Kemudian Nabi turun
dari langit lalu
beliau menemui Nabi
Musa. Selanjutnya Nabi
Musa bertanya kepadanya tentang jumlah
salat yang diwajibkan Allah
SWT kepada umatnya. Nabi menceritakan bahwa
Allah SWT telah
menentukan lima puluh
kali salat. Nabi
Musa berkata sungguh umatmu
tidak akan kuat untuk melakukan salat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu
dan mohonlah kepadanya agar
Dia meringankan bagi
umatmu. Lalu Nabi
kembali kepada Tuhan-Nya sehingga Allah
SWT meringankan salat
hingga sepuluh kali.
Setelah itu, Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa.
Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah
SWT sehingga sampai diturunkan salat dari lima puluh kali menjadi lima kali
sehari. Namun salat yang lima kali itu pahalanya sama dengan salat yang lima
puluh kali.
Menurut pendapat kami,
kisah tersebut tidak
memiliki sandaran dalam
kitab-kitab ulama yang benar-benar teliti. Kami kira, kisah
itu tersebut merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam
dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka menisbatkannya kepada
Rasul. Prasangka tersebut
didukung oleh pemilihan
Musa sebagai seorang Nabi
yang mengusulkan kepada
Rasul saw agar
meminta keringanan atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa
menjadi seseorang yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak diketahui
oleh Nabi Muhammad.
Kami sendiri cenderung
untuk menolak kisah
tersebut dengan keyakinan bahwa pertemuan Nabi dengan Allah SWT
menimbulkan rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi
telah pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi. Nabi menyaksikan dan
melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak mampu
ditulis dengan pena.
Beliau berada di
suatu keadaan yang
tidak dapat dipahami
oleh manusia biasa. Al-Qur'an
al-Karim sengaja tidak mcnyebutkan apa saja yang dilihat oleh Nabi karena itu
merupakan rahasia antara
Nabi dan Tuhannya
dan mukjizat yang
khusus yang diperuntukkan baginya sebagai bentuk
penghormatan kcpadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua
untuk menegaskan bahwa beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya.
Kami tidak mengetahui
apa yang dilihat
oleh Nabi. Hal
yang dapat kami
bayangkan adalah, bahwa Nabi
bersujud dengan khusuk di hadapan Tuhannya dan beliau menangis karena gembira.
Kesedihan hatinya telah
hilang selamanya. Setelah
Nabi melihat rahasia
dan setelah penghormatan yang besar ini, beliau kembali menemani
Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali
ke bumi.
Beliau kembali dan
mendapati tempat tidurnya
masih dingin. Bagaimana beliau pergi
dan kembali sementara tempat tidurnya
belum dingin? Berapa
lama waktu yang diperlukannya saat melakukan perjalanan
tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang kita
ketahui adalah, bahwa
Rasulullah saw kembali
ke tempat tidurnya
setelah Isra' dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan
kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan kepuasan serta
kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.