Mushola Al-Islah Jl leces no.7 Sonosari Kab.Malang kumpulan doa rezeki,kumpulan doa tasawuf,makrifat,bahasa arab,sejarah kerajaan islam,sejarah kerajaan indonesia,sejarah kebudayaan islam

Sabtu, 28 Juni 2025

Kisah Nabi Musa A.S dan Qarun

 Kisah Nabi Musa A.S dan Qarun

Nabi Musa A.S. dan Qarun si kaya raya Qarun adalah nama seorang drp kaum Nabi Musa dan keluarganya yang dekat. Ia dikurniai Allah kelapangan   rezeki   dan   kekayaan   harta   benda   yang   besar   yang   tidak   ternilai   bilangannya.   IA hidup     mewah,     selalu  mujur    dalam    usahanya     mengumpulkan        kekayaan,     sehingga    menjadi padatlah khazanahnya dengan harta benda dan benda-2   yang sgt berharga. Sampai-2 para juru kuncinya tidak berdaya membawa atau memikul kunci-2 peti khazanahnya karena sgt byk dan beratnya. Ia hidup secara mewah dan menonjol di antara kaum dan penduduk kotanya. Segala- galanya adlah luar biasa dan lain drp yang lain. Gedung-2 tempat tinggalnya ,pakaiannya sehari- hari ,pelayan-2nya dan hamba-2 sahayanya yang bilangannya melebihi keperluan. Dan walaupun ia   tenggelam   dalam   lautan   kenikmatan   duniawi   yang   tiada   taranya   pada   masa   itu,   ia   merasa masih     belum    puas   dengan     tingkat   kekayaan     yang   ia  miliki   dan    terus  berusaha    mengisi khazanahnya   yang   sudah   padat   itu,   sifat   mausia   yang   serakah   yang   tidak   akan   pernah   puas dengan   apa   yang   sudah   dicapai.   Jika   ia   sudah   memiliki   segantang   emas   ia   ingin   memperolhi segantang yang kedua dan demikian seterusnya. Sebagaimana       halnya    dengan    kebykan     orang-orang     kaya   yang   telah  dimabukkan      oleh   harta bendanya maka Qarun tidak merasa sedikit pun bahwa dia mempunyai kewajiban sosial dengan harta   kekayaannya   itu. 

kisah harta karun

  Ia   dalam   hidupnya   hanya   memikirkan   kesenangan   dan   kesejahteraan peribadinya, memikirkan bagaimana ia dapat menambahkan kekayaannya yang sudah melimpah- limpah itu. Ia telah dinasihati oleh pemuka-2 kaumnya agar ia menyediakan sebahagian daripada kekayaannya bagi menolong para fakir miskin, menolong orang-orang yang telanjang yang tidak berpakaian dan lapar tidak dapat makanan. Ia diperingatkan bahwa kekayaan yang ia perolehi itu adalah   kurniaan   dari   Tuhan   yang   harus   disyukuri   dengan   beramal   kebajikan   terhadap   sesama manusia   dan   melakukan   perbuatan-2   yang   dapat   meringankan   penderitaan   orang-orang   yang ditimpa     musibah    atau   menderita    cacat. 

Diperingatkan     bahwa     Allah   yang   telah  memberinya rezeki yang luas itu dapat sewaktu-waktu mencabutnya bila ia melalaikan kewajiban sosialnya. Nasihat yang baik dan peringatan yang jujur yang dikemukakan oleh pemuka-pemuka kaumnya itu tidak diendahkan oleh Qarun dan tidak mendapat tempat didalam hatinya.Ia bahkan merasa bahwa   karena   kekayaannya   ialah   yang   harus   memberi   nasihat   dan   bukan   menerima   nasihat. Orang      harus    tunduk     kepadanya,      mematuhi      perintahnya,     mengiakan       kata-katanya      dan membenarkan   segala   tindak   tanduknya.   IA   menyombongkan   diri   dengan   mengatakan   kepada orang-orang   yang   memberikan   nasihat   itu   bahwa   kekayaan   yang   ia   miliki   adalah   semata-mata hasil   jerih   payahnya   dan   hasil   kecekapan   dan   kepandaiannya   berusaha   dan   bukan   merupakan kurnia  atau   pemberian   dari   sesiapa   pun. 

Karenanya   ia   bebas   menggunakan   harta  kekayaannya menurut      kehendak     hatinya   sendiri dan   tidak  merasa    terikat   oleh  kewajipan     sosial   berupa pertolongan dan bantuan kepada para fakir miskin dan para penderita yang memerlukan bantuan dan pertolongan. Sebagai tentangan bagi para orang yang menasihatinya, Qarun makin meningkatkan cara hidup mewahnya   dan   secara   menyolok   mempamerkan   kekayaannya   dengan   berlebih-lebihan.   Bila   ia keluar,   Ia   mengenakan   pakaian   dan   perhiasan   yang   bergemerlapan,   membawa   pengantar   dan pembantu   lebih   banyak   daripada   biasanya   dan   mengenderai   kuda-kuda   yang   dihiasi   dengan indah    dan   cantik.   Kemewahan       yang    ditonjolkan    secara   menyolok     itu  ,merasakan     iri-hati dikalangan     penduduk      terutama   mereka     yang   masih   lemah    imannya.    Mereka     berbisik-bisik diantara    sesama    mereka    mengeluh     dengan   berkata:   "Mengapa   kami      tidak   diberi  rezeki  dan kenikmatan   seperti   yang   telah   diberikan   kepada   Qarun?   Alangkah   mujurnya   nasib   Qarun   dan alangkah     bahagianya     dia  dalam   hidupnya     di  dunia  ini!  Dan   mengapa     Tuhan    melimpahkan kekayaan yang besar itu kepada Qarun yang tidak mempunyai rasa belas kasihan terhadap orang- orang     yang   melarat   dan   sengsara,    orang-orang     yang   fakir  dan   miskin    yang   memerlukan pertolongan   berupa   pakaian   mahupun   makanan.Dimanakah   letak   keadilan   Allah             yang   Maha Pemurah lagi Maha Pengasih itu?" Qarun yang tidak mengabaikan anjuran orang, agar ia secara sukarela menyediakan sebahagiaan harta kekayaannya untuk disedekahkan kepada orang-orang   yang memerlukannya, melarat dan miskin     akhirinya   didatangi    oleh  Nabi   Musa     menyampaikan       kepadanya     bahwa    Allah   telah mewahyukan   perinyah   berzakat   bagi   tiap-tiap   orang   yang   kaya   dan   berada.   Diterangkan   oleh Musa   kepadanya   bahwa   dalam   harta   kekayaan   tiap   ada   bahagian   yang   telah   ditentukan   oleh Tuahn   sebagai   hak   orang-orang   yang   melarat   dan   fakir   miskin   yang   wajib   diserahkan   kepada mereka. Qarun   merasa   jengkel   memerima   perintah   wajib   berzakat   itu   dan   menyatakan   keraguan   dan kesangsian   kepada   Musa.   Ia   berkata:   "Hai   MUsa   kami   telah   membantumu   dan   menyokongmu dalam     dakwahmu       kepada    agama     barumu.     Kami    telah   menuruti    segala    perintahmu     dan mendengarkan        segala    kata-katamu.     Sikap    kami    yang    lunak    itu  terhadap    dirimu    telah memberanikan engkau bertindak lebih jauh dari apa yang sepatutnya dan mulailah engkau ingin meraih   harta   benda   kami.   Engkau   rupanya   ingin   juga   menguasai   harta   kekayaan   kami   setelah kami serahkan kepadamu hati dan fikiran kami sebulat-bulatnya. Dengan perintah wajib zakatmu ini   engkau   telah   membuka     topengmu     dan   menunjukkan      dustamu     dan   bahwa   engkau    hanya seorang pendusta dan ahli sihir belaka." Tuduhan Qarun yang ingin melepaskan dirinya dari wajib berzakat itu ditolak oleh Nabi Musa yang   menegaskan   kembali   bahwa   kewajiban   berzakat   iut   tidak   dapat   ditawar-tawar   dan   harus dilaksanakan      karena   ia  adalah   perintah   Allah   yang   harus   ditaati  dan   dilaksanakan     dengan semestinya.

Quran tidak dapat jalan untuk mengelakkan diri dan kewajiban zakat itu setelah berbantah dan berdebat dengan Musa maka ia menyerah dan ditentukan berapa besar yang harus ia keluarkan zakat harta kekayaannya. Setelah    tiba   di  rumah    dan   menghitung-hitung       bahagian    yang   harus    dizakatkan    dari  harta miliknya   Qarun   merasa   terlampau   besar   yang   harus   dizakatkan   dan   merasa   sayang   bahwa   ia harus    mengeluarkan       dari  khazanahnya      sejumlah     wang    tanpa   meperolehi     imbalan    sesuatu keuntungan dan laba. Fikir punya fikir dan timbang punya timbang akhirnya Qarun mengambil keputusan      untuk   tidak   akan   mengeluarkan       zakat   walau   apapun     yang   akan   terjadi   akibat tindakannya itu. Utk     menguatkan      aksi   pemboikotannya        terhadap    kewajiban     mengeluarkan       zakat,   Qarun menyebarkan        fitnah  kepada    Nabi    Musa    dengan    maksud     menarik     orang   agar   menjadikan penunjang      aksinya    dan    mengikutinya      menolak     menolak      kewajiban     mengeluarkan zakat sebagaimana   diperintahkan   oleh   Nabi   Musa.        Ia   menyebarkan   fitnah   seolah-olah   Nabi   Musa dengan     dakwahnya      dan  penyiaran    agama     barunya   bertujuan    ingin  memperkayakan        diri  dan bahwa perintah zakatnya itu adalah merupakan cara perampasan yang halus terhadap milik-milik para pengikutnya. Lebih jahat lagi untuk menjatuhkan Nabi Musa dan kewibawaannya, Qaru bersekongkol dengan seorang     wanita   yang    diajarinya   agar   mengaku     didepan    umum      bahwa    ia  telah  melakukan perbuatan     zina  dengan    Musa.    Akan    tetapi  Allah   tidak  rela  nama    Rasul-Nya     tercemar    oleh tuduhan   palsu   yang   diaturkan   oleh   Qarun   itu.   Maka   digerakkanlah   hati   wanita   sewaannya   itu untuk mengatakan keadaan yang sebenarnya dan bahwa apa yang ia tuduhkan kepada Nabi Musa adalah    fitnahan   dan   ajaran   Qarun   semata-mata      dan  bahawasannya       Musa    adalah   bersih  dari perbuatan yang dituduh itu. Setelah ternyata bagi Nabi Musa bahwa Qarun tidak beriktikad baik dan bahwa ia tidak dapat diharap menjadi pengikut yang soleh   yang mematuhi perintah-2 Allah terutama perintah wajib zakat bahkan ia dapat merusakkan akhlak dan iman para pengikut Musa dengan sikap dan cara hidupnya     yang    berlebih-lebihan    mewahnya,      ditambahkan      pula  usahanya     yang   tidak   henti-2 merusakkan kewibawaan Nabi Musa dengan melontarkan   fitnahan dan berbagai hasutan maka habislah kesabaran Nabi Musa ,lalu berdoa ia kepada Allah agar menurunkan azab-Nya atas diri Qarun yang sombong dan congkak itu, agar menjadi pengajaran dan ibrah bagi kaumnya yang sudah     mulai   goyah    imannya    melihat    kenikmatan     yang   berlimpah-limpah       yang   telah  Allah kurniakan kepada Qarun yang membangkang itu. Maka   dengan   izin   Allah   yang   telah   memperkenankan   doa   Nabi   Musa   terjadilah   tanah   runtuh yang dahsyat di atas mana terletak bangunan gedung-gedung yang mewah tempat tinggal Qarun dan   tempat   penimbunan   kekayaannya.   Terbenamlah   seketika   itu   Qarun   hidup-hidup   berserta semua milik kekayaan yang menjadi kebaggaannya.

 

Peristiwa yang menimpa Qarun dan harta kekayaannya itu menjadi ibrah bagi pengikut-2 Nabi Musa     serta   ubat  rohani    bagi   mereka    yang    beriri  hati  dan   mendambakan        kenikmatan     dan kemewahan hidup sebagaimana yang telah dialami oleh Qarun. Mereka berkata seraya bersyukur kepada     Allah:   "Sekiranya     Allah   telah  melimpahkan       rahmat    dan   kurnia-Nya,     nescaya    kami dibenamkan        pula    seperti    Qarun     yang    selalu    kami    inginkan     kedudukan       duniawinya. Sesungguhnya kami telah tersesat ketika kami beriri hati dan mendambakan kekayaannya yang membawa   binasa   baginya.   Aduhai   benar-2   tidaklah   beruntung   orang-orang   yang   mengingkari nikmat Allah." Isi cerita tersebut di atas dapat dibaca dalam surah "Qashash" ayat 76 sehingga 82 dan surah "Al- Ahzaab" ayat 69 sebagaimana berikut :~ "76~Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa maka ia berlaku aniaya terhadap mereka dan   Kami   telah   menganugerahkan   kepadanya   perbendaharaan   harta   yang   kunci-nya   sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang   yang kuat-2. {Ingatlah{ ketika kaumnya berkata kepadanya: "Janganlah kamu terlalu bangga sesungguhnya   Allah tidak menyukai orang-orang   yang terlalu membanggakan          diri."  77~    Dan    carilah   pada   apa   yang    telah   dianugerahkan      kepada     mu {kebahagiaan}   negeri   akhirat,   dan   janganlah   kamu   melupakan   bahagianmu   dari   {kenikmatan} duniawi     dan    berbuat   baiklah    {kepada    orang    lain}   sebagaimana      Allah   telah   berbuat    baik kepadamu   dan   janganlah   kamu   berbuat   kerusakkan   di   {muka}   bumi   ini.   Sesungguhnya   Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakkan. 78~ Qarun berkata: "Sesungguhnya aku diberi   harta   itu   karena   ilmu   yang   ada   padaku."   Dan   apakah   ia   tidak   mengetahui   bahwasannya Allah sungguh telah membinasakan umat-2 sebelumnya yang lebih kuat daripadanya dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu tentang dosa-dosa mereka. 79~ Mak keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Berkatalah      orang-orang     yang    menghendaki       kehidupan     dunia:    "  Moga-moga       kiranya    kita mempunyai        seperti  apa   yang   telah  diberikan    kepada    Qarun    ,  sesungguhnya      ia  benar-benar mempunyai peruntungan yang besar." 80~ Berkatalah orang-orang yang telah dianugerahi ilmu: "Kecelakaan       yang   besarlah    bagimu,    pahala    Allah   adalah   lebihbaik    bagi   orang-orang     yang beriman dan beramal soleh dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar." 81~   Mak   Kami   benamkan   Qarun   berserta   rumahnya   ke   dalam   bumi.   Maka   tidak   ada   baginya suatu   golongan   pun   yang   menolongnya   terhadap   azab   Allah.   Dan   tiadalah   ia   termasuk   orang- orang   {yang   dapat}   membela   {dirinya}.   82~   Dan   jadilah   orang-orang   yang   kelmarin   mencita- citakan   kedudukan   Qarun   itu   berkata:   "aduhai,   benarlah   Allah   melapangkan   rezeki   bagi   siapa yang     dia   kehendaki     dari   hamba-hamba-Nya          dan    menyempitkannya.         Kalau    Allah    tidak melimpahkan   kurnia-Nya   atas   kita   benar-benar   Dia   {Allah}   telah   membenamkan   kita   {pula}. Aduhai      benarlah,   tidak   beruntung     orang-orang     yang    mengingkari     {nikmat}     Allah."   {   Al- Qashash : 76 ~ 82 } "Hai   orang-orang   yang   beriman,   janganlah   kamu   menjadi   seperti   orang-orang   yang   menyakiti Musa maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah." { Al-Ahzaab : 69 }

Read More

Jumat, 27 Juni 2025

Kisah nabi Musa A.S dan Al Khidir

 Kisah nabi Musa A.S dan Al Khidir

Nabi Musa A.S. dan Al-Khidir Pada suatu ketika berpidatolah Nabi Musa di depan kaumnya Bani Isra'il. Ia berdakwah kepada mereka,   memberi   nasihat   dengan   mengingatkan   kepada   mereka   akan   kurnia   dan   nikmat   Allah yang     telah   dicurahkan      kepada    mereka     yang    sepatutnya     diimbangi      dengan     syukur    dan pelaksanaan       ibadah   yang    tulus,  melakukan      segala    perintah-Nya     dan   meninggalkan       segala larangan-Nya. 

kisah nabi musa dan nabi khidir


 Kepada   mereka   yang   beriman,   bertaat   dan   bertakwa,   Nabi   Musa   menjanjikan pahala syurga dan bagi mereka yang mengingkari nikmat Allah diancam dengan seksa api neraka. Begitu   Nabi   Musa   mengakhiri   pidatonya   bangunlah   di   antara   para   hadiri   bertanya   kepadanya: "Wahai Musa, siapakah di atas bumi Allah ini paling pandai dan paling berpengetahuan?" "Aku", jawab   Musa.   Apakah   tidak   ada   kiranya       orang   yang   lebih   pandai   dan   lebih   berpengetahuandaripadamu?"   Tanya   lagi   si   penanya   itu.   "Tidak   ada"   ,   ujar   Musa   seraya   berkata   dalam   hati kecilnya:   "   Bukankah   aku   Nabi   terbesar   di   antara   Bani   Isra'il?   Aku   adalah   penakluk   Fir'aun, pemegang berbagai mukjizat, yang telah dapat membelah laut dengan tongkatku dan akulah yang memperoleh   kesempatan   bercakap-cakap   langsung   dengan   Tuhan.   Maka   kemuliaan   apa   lagi yang dapat melebihi kemuliaan serta kebesaran yang aku capai itu, yang belum pernah dialami dan dicapai oleh sesiapa pun sebelum aku." Rasa sombong dan keunggulan diri yang tercermin dalam kata-kata Nabi Musa, dicela oleh Allah yang memperingatkan kepadanya bahwa ilmu itu adalah lebih luas untuk dimiliki oleh seseorang walaupun ia adalah seorang rasul dan bahwa bagaimana luasnya ilmu dan pengetahuan seseorang, niscaya   akan   terdapat   orang   lain   yang   lebih   pandai   dan   lebih   alim   daripadanya.   Selanjutnya untuk melanjutkan kekurangan yang ada pada diri Nabi Musa Allah memerintahkan kepadanya agar   menemui   seorang   hamba-Nya   di   suatu   tempat   di   mana   dua   lautan   bertemu.   Hamba   yang soleh yang telah diberinya rahmat dan ilmu oleh Allah itu akan memberi tambahan pengetahuan dan ilmu kepada Nabi Musa sehingga dapat menjadikan sedar bahwa tiada manusia yang dapat membanggakan diri dengan mengatakan bahwa akulah orang yang terpandai dan berpengetahuan luas di atas bumi ini.

Berkata Musa kepada Tuhan: "Wahai Tuhanku, aku akan pergi mencari hamba-Mu yang soleh itu, bagi memperolehi bunga api ilmunya dan mendapat titisan air pengetahuan dan ilham yang Engkau telah berikan kepadanya." Allah     berfirman     kepada    Musa:     "Bawalah  seekor    ikan   didalam     sebuah    keranjang     dalam perjalananmu mencari dia dan ketahuilah bahwa di tempat di mana engkau akan kehilangan ikan di   dalam   keranjang   itu,   di   situ   engkau   akan   menemui   hamba-Ku   yang   soleh   itu."   Nabi   Musa menyiapkan diri untuk perjalanan yang jauh, didampingi oleh "Yusya' bin Nun" seorang drp para pengikutnya       yang    setia.  Ia  membawa        bekal   makanan      dan    minuman      di  antaranya     sebuah keranjang   yang   terisi   seekor   ikan   sesuai   dengan   petunjuk   Allah.   Ia   berkeras   hati   tidak   akan kembali      sebelum     ia  dapat   menemui      hamba     yang    soleh   itu  walaupun      ia  harus   melakukan perjalanan   yang   berbulan-bulan   bahkan  bertahun-tahun   bila   perlu.   Ia   berpesan   kepada   teman sepejalanannya   Yusya'   bin   Nun   agar   segera   memberitahu   kepadanya   bilamana   ikan   yang   di dalam keranjang yang dibawanya itu hilang. Tatkala   Nabi   Musa   nerserta   Yusya'   bin   Nun   sampai   di   mana   dua   lautan   bertemu   yang   telah diisyaratkan dalam firman Allah kepadanya, tertidurlah ia di atas sebuah batu yang besar yang berada   di   tepi   lautan.   Pada   saat   ia   lagi   tidur  nyenyak,   turunlah   hujan   rintik-rintik,   membasahi seekor di dalam keranjang itu dan tanpa mereka ketahui melompatlah ikan tersebut itu masuk ke dalam laut. Setelah     Musa     terjaga   dari  tidurnya,    bangunlah      mereka    meneruskan perjalanan     yang    tidak menentu arah mahupun tujuan. Dan dalam perjalanan yang sudah agak jauh, berhentilah Musa beristirehat   sekadar   untuk   menghilangkan   rasa   penatnya   seraya   meminta   dari   Yusya   bin   Nun agar    menyiapkan       santapannya     karena    ia  sudah    sgt  lapar.  Ketika    Yusya    bin   Nun    membuka keranjang untuk mengambil makanan teringatlah olehnya akan ikan yang hilang dan melompat ke dalam laut. Maka berkatalah Yusya' kepada   Nabi Musa:   "Aku telah   dilupakan oleh syaitan untuk memberitahu kepadamu segera, bahwa tatkala engkau berada di atas batu karang sedang tidur   nyenyak,     ikan   kami    yang    berada   di  dalam     keranjang    tiba-tiba   hidup    kembali   setelah kejatuhan air hujan dan melompat masuk ke dalam laut. Sepatutnya aku melapurkan kkepadamu segera, sesuai dengan pesananmu, namun aku dilupakan oleh syaitan." Wajah Nabi Musa berseri-seri menjadi kegirangan mendengar berita itu dari Yusya' karena telah dapat mengetahui di mana ia akan dapat bertemu dengan hamba Allah yang dicari itu. Berkata Musa kepada Yusya': "Inilah tempat yang kami tuju dan disini kami akan menemui orang yang kami cari. Marilah kami kembali ke tempat batu karang itu yang menjadi tempat tujuan terakhir dari perjalanan kami yang jauh ini." Setiba   mereka   kembali   di   tempat   di   mana   mereka   kehilangan   ikan,   mereka   melihat   seorang bertubuh kurus langsing yang pada wajahnya tampak cahaya dan iman serta tanda-tanda orang soleh.   Ia   sedang   menutpi   tubuhnya   dan   pakaiannya   sendiri,   yang   segera   disingkapnya   ketika mendengar kata-kata salam Nabi Musa kepadanya. "Siapakah   engkau?"  bertanya   orang   soleh   itu.   Musa   menjawab:   "Aku   adalah   Musa."  Bertanya kembali orang soleh itu: "Musa, nabi Bani Isra'ilkah?" "Betul",   jawab   Musa,   seraya   bertanya:   "Dari   manakah   engkau   mengetahui   bahawa   aku   adalah Nabi Bani Isra'il?"Dari yang mengutusmu kepadaku", jawab orang soleh itu. "Inilah hamba Allah yang aku cari", berkata   Musa   dalam   hatinya,

 seraya   mendekatinya   dan   berkata   kepadanya:   "Dapatkah   engkau memperkenankan aku mengikutimu dan berjalan bersamamu ke mana saja engkau pergi sebagai bayanganmu dan sebagai muridmu? Aku akan mematuhi segala petunjuk dan perintahmu." Hamba   soleh   atau   menurut   banyak   pendapat   ahli-ahli   tafsir   Nabi   Al-Khidhir   itu   menjawab: "Engkau tidak akan sabar dan tidak dapat menahan diri bila engkau mengikutiku dan berjalan bersamaku. Engkau akan mengalami dan melihat hal-hal yang ajaib yang sepintas lalu nampak seakan-akan perbuatan yang salah dan mungkar namun pada hakikatnya adalah perbuatan benar dan wajar dab engkau sebagai manusia tidak akan berdiam diri melihatku melakukan perbuatan dan tingkah laku yang ganjil menurut pandanganmu." Musa menjawab dengan sikap seorang murid yang ingin belajar dan menambah pengetahuan : "Insya-Allah engkau akan mendapati aku seorang yang sabar yang tidak akan melanggar sesuatu perintah atau petunjuk daripadamu." Berkata   Al-Khidhir   kepada   Musa:   "JIka   engkau   benar-benar   ingin   mengikutiku   dan   berjalan bersamaku maka engkau harus berjanji tidak akan mendahului bertanya tentang sesuatu sebelum aku   memberitahukan   kepadamu.   Engkau   harus   berjanji   bahwa   engkau   tidak   akan   menentang segala perbuatan dan tindakan yang aku lakukan dihadapan mu walaupun menurut pandanganmu itu salah dan mungkar.

Aku dengan sendirinya memberi alasan dan tafsiran bagi segala tindakan dan perbuatanmu kepadamu kelak pada akhir perjalanan kami berdua." Dengan   diterimanya   pesyaratan   Nabi   Al-Khidhir   oleh   Musa   yang   berjanji   akan   mematuhinya bulat-bulat, maka diajaklah Nabi Musa mengikutinya dalam perjalanan. Pelanggaran      pertama   terhadap   persyaratan    Al-Khidhir    terjadi  tatkala  mereka   sampai    di  tepi pantai, di mana terdapat sebuah perahu sedang berlabuh. Nabi Al-Khidhir meminta pertolongan pemilik perahu itu, agar menghantar mereka di suatu tempat yang di tuju. Dengan senang hati diangkutlah mereka berdua secara percuma tanpa bayaran bahkan dihormati dan diberi layanan yang baik kerana dilihatnya oleh pemilik perahu bahwa kedua orang itu memiliki sifat-sifat dan ciri-ciri yang tidak terdapat pada orang biasa. Tatkala   mereka   berada   dalam   perut   perahu   yang   sedang   meluncur   dengan   lajunya   di   antara gelombang-gelombang          tiba-tiba   Musa    melihat    Al-Khidhir     melubangi     perahu    itu  dengan mengambil dua keping kayunya. Perbuatan mana yang dianggap oleh Musa suatu gangguan dan pengrusakan bagi milik seseorang yang telah berbuat baik terhadap mereka. Musa     lupa  akan   janjinya   sendiri  dan   ditegulah   Al-Khidhir    dengan    berkata:   "Engkau    telah melakukan      perbuatan    mungkar    dengan    merusak    dan   melubangi    perahu   ini.  Apakah    dengan perbuatan kamu ini engkau hendak menenggelamkan perahu ini dengan semua penumpangnya? Tidakkah engkau merasa kasihan kepada pemilik perahu ini yang telah berjasa kepada kami dan menghantarkan kami ke tempat yang kami tuju tanpa membayar sesen pun?" Berkata Al-Khidhir menjawab teguran Musa:   "Bukankah aku telah katakan kepadamu bahawa engkau      tidak   akan    sabar   menahan      diri  melihat    tindak-tandukku      di   dalam    perjalanan menyertaiku." Musa      berkata:   "Maafkanlah    daku. Aku    telah  lupa   akan    janjiku   sendiri. 

Janganlah     aku dipersalahkan dan dimarahi akan kelupaanku." Permintaan   maaf   Musa   diterimalah   oleh   Al-Khidhir   dan   tibalah   meeka   berdua  di   tempat   yang dituju di sebuah pantai. Kemudian perjalanan dilanjutkan di darat dan bertemulah mereka dengan seorang      anak   laki-laki   yang    sedang    bermain-main       dengan    kawan-kawannya.         Tiba-tiba dipanggillah anak itu oleh Al-Khidhir, dibawanya ke tempat yang agak jauh, dibaringkannya dan dibunuhnya      seketika   itu.  Alangkah    terperanjatnya    Musa    melihat    tindakan   Al-Khidhir    yang dengan sewenang-wenangnya telah membunuh seorang anak yang tidak berdosa, seorang yang mungkin sekali dalam fikiran Musa adalah harapan satu-satunya bagi kedua orang tuanya. Musa sebagai Nabi yang diutus oleh Allah untuk

memerangi kemungkaran dan kejahatan tidak dapat berdiam diri melihat Al-Khidhir melakukan pembunuhan   yang tiada beralasan itu, maka ditegurlah    ia  seraya   berkata:   "Mengapa     engkau    telah  membunuh       seorang   anak   yang   tidak berdosa? Sesungguhnya engkau telah melakukan perbuatan yang mungkar dan keji." Al-Khidhir menjawab dengan sikap dinginnya: "Bukankah aku telah berkata kepadamu, bahwa engkau tidak akan sabar menahan diri berjalan dengan aku?" Dengan rasa malu mendengar teguran Al-Khidhir itu, berucaplah Musa: "Maafkanlah aku untuk kedua     kalinya   dan   perkenankanlah      untuk   aku   meneruskan      perjalanan    bersamamu      dengan pergertian     bahwa    bila  terjadi  lagi  perlanggaran     dari  pihakku    untuk   kali  ketiganya,    maka janganlah     aku   diperbolehkan      menyertaimu      seterusnya.Sesungguhnya  telah  cukup    engkau memberi uzur dan memberi maaf kepadaku." Dengan janji terakhir yang diterima oleh Al-Khidhir dari Musa diteruskanlah perjalanan mereka berdua sampai tiba di suatu desa di mana mereka ingin beristirehat untuk menghilangkan lelah dan penat mereka akibat perjalanan jauh yang telah ditempuh. Mereka berusaha untuk mendapat tempat penginapan sementara dan sedikit bahan   makanan untuk sekadar   mengisi perut kosong mereka, namun tidak seorang pun dari penduduk desa yang memang terkenal bachil {pelit} itu yang    mahu    menolong     mereka    memberi     tempat    beristirehat  atau  sesuap    makanan     sehingga dengan rasa kecewa mereka segera meninggalkan desa itu. Dalam   perjalanan   Musa   dan   Al-Khidhir   hendak   keluar   dari   desa   itu   mereka   melihat   dinding salah    satu  rumah    desa  itu  nyaris   roboh.   Segera   AL-Khidhir     menghampiri      dinding   itu  dan ditegakkannya   kembali.   Dan   secara   spontan,   tanpa   disedar,   berkata   Musa   kepada   Al-Khidhir: "Hairan bin ajaib, mengapa engkau berbuat kebaikan bagi orang0orang yang jahat dan pelit ini. Mereka telah menolak untuk memberi kepada kami tempat istirehat dan sesuap makanan untuk perut kami yang lapar. Sepatutnya engkau menuntut upah bagi usahamu menegakkan dinding itu, agar   dengan   upah     yang   engkau   perolehi   itu   dapat   kami   menutupi   keperluan   makan   minum kami." Al-

Khidhir   menjawab:   "Wahai   Musa,   inilah   saat   untuk   kami   berpisah   sesuai   dengan   janjimu yang   terakhir.   Cukup   sudah   aku   memberimu   kesempatan   dan   uzur.   Akan   tetapi   sebelum   kami berpisah   ,   akan   aku   berikan   kepadamu   tujuan   serta   alasan-alasan   perbuatan-perbuatanku   yang engkau rasakan tidak wajar dan kurang patut." "Ketahuilah hai Musa", Al-Khidhir melanjutkan huraiannya,"bahawa pengrusakan bahtera yang kami   tumpangi   itu   adalah   dimaksudkan   untuk   menyelamatkannya   dari   pengambil-alihan   oleh seorang raja yang zalim yang sedang mengejar di belakang bahtera itu. Sedang bahtera itu adalah milik    orang-orang     fakir-miskin     yang   digunakan     sebagai    sarana   mencari    nafkah    bagi   hidup mereka sehari-hari. Dengan melubangi yang aku lakukan dalam bahtera itu, si raja yang zalim itu akan berfikir dua kali untuk merampas bahtera itu   yang dianggapnya   rusak dan berlubang itu.

Maka perbuatanku yang pada lahirnya adalah pengrusakan milik orang, namun tujuannya ialah menyelamatkannya dari tindakan perampasan sewenang-wenangnya." "Adapun tentang anak yang aku bunuh itu ialah bertujuan menyelamatkan kedua orang tuanya dari gangguan     anak    yang   durhaka    itu.  Kedua    orang   tua   anak   itu  adalah   orang-orang     yang mukmin, soleh dan bertakwa yang aku khuatirkan akan menjadi tersesat dan melakukan hal-hal yang buruk karena dorongan anaknya yang durhaka itu. Aku harapkan dengan matinya anak itu Allah akan mengurniai anak pengganti yang soleh dan berbakti kepada mereka berdua." Sedang mengenai dinding rumah   yang ku perbaiki dan ku tegakkan kembali itu adalah karena dibawahnya terpendam harta peninggalan milik dua orang anak yatim piatu. Ayah mereka adalah orang   yang   soleh   ahli   ibadah   dan   Allah   menghendaki   bahwa warisan   yang   ditinggalkan   untuk kedua     anaknya    itusampai     ketangan    mereka    selamat  

 dan   utuh   bila  mereka     sudah   mencapai dewasanya, sebagai rahmat dari Tuhan serta ganjaran bagi ayah mereka yang soleh dan bertakwa itu." "Demikianlah wahai Musa, apa   yang ingin engkau ketahui tentang tujuan tindakan-tindakanku yang sepintas lalu engkau anggap buruk dan melanggar hukum. Semuanya itu telah kulakukan bukan atas kehendakku sendiri tetapi atas tuntunan wahyu Allah kepadaku." Kisah   Musa   dan   Al-Khidir   ini   dapat   dibaca   dalam   surah   "Al-Kahfi"  ayat   60  sehingga   ayat   82 yang bermaksud :~ "60~ Dan {ingatlah} ketika Musa berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti berjalan sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun." 61~ Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu   melompat   mengambil   jalannya   ke   laut   itu.   62~   Maka   tatkala   mereka   berjalan   lebih   jauh berkatalah   Musa   kepada   muridnya:   "Bawalah   kemari   makanan   kita   sesungguhnya   kita   telah merasa letih karena perjalanan kita ini." 63~ Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa menceritakan tentang ikan itu   dan  tidaklah yang   melupakan      aku  untuk    menceritakannya      kecuali   syaitan   dan  ikan   itu mengambil jalannya ke laut dengan cara  yang aneh sekali." 64~ Musa berkata:   "Itulah tempat yang    kita   cari."  Lalu  keduanya   kembali,    mengikuti     jejak   mereka   sendiri.   65~  Lalu  mereka bertemu     dengan    seorang    hamba    di  antara   hamba-hamba       Kami,   yang    telah  Kami    berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. 66~ Musa berkata Al-Khidhir: "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu    yang   benar   di   antara   ilmu-ilmu  yang   telah   diajarkan   kepadamu?"   67~   Dia   menjawab: "Sesungguhnya kamu sesekali kamu tidak akan sanggup sabar bersamaku, 68~ dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" 69~ Musa berkata: "Insya-Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar dan   aku   tidak   akan   menentangmu   dalam   sesuatu   urusan   pun."   70~   Dia   berkata:   "Jika   kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." 71~ Maka berjalanlah keduanya, hingga keduanya menaiki perahu,   lalu   Al-Khidhir   melubanginya.   Musa   berkata:   "Mengapa   kamu   melubangi  perahu  itu yang   akibatnya   kamu   menenggelamkan   penumpamgnya?"   Sesungguhnya   kamu   telah   berbuat sesuatu   kesalahan  yang   besar. 

 72~   Dia   {Al-Khidhir}   berkata:   "Bukankah   aku   telah   katakan: "Sesungguhnya        kamu  sesekali   tidak  akan   sabar   bersama    dengan    aku."   73~   Musa    berkata: "Janganlah   kamu      menghukum  aku   kerana   kelupaanku   dan   janganlah   kamu      membebani      aku dengan     sesuatu   kesulitan   dalam    urusanku,"    74~   Maka    berjalanlah   keduanya     hingga   tatkala keduanya   berjumpa   dengan   seorang   pemuda   maka   Al-Khidhir   membunuhnya.   Musa   berkata   : "Mengapa       kamu     bunuh     jiwa   yang    bersih,   bukan    kerana    dia   membunuh       orang    lain? Sesungguhnya        kamu     telah  melakukan      sesuatu    yang   mungkar."   75~    Al-Khidhir     berkata: "Bukankah       sudah   kukatakan    kepadamu      bahwa    sesungguhnya      kamu    tidak akan   dapat   sabar bersamaku?" 76~ MUsa berkata: "Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah {kali ini} maka  

janganlah   kamu   memperbolehkan   aku   menyertaimu,   sesungguhnya   kamu   sudah   cukup memberikan uzur padaku." 77~ Maka keduanya berjalan hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mahu menjamu mereka kemudian keduanya dapati   dalam   negeri   itu   ada   dinding   rumah   yang   hampir   roboh,   maka  Al-Khidhir   menegakkan dinding itu. Musa berkata: "Jikalau kamu mahu nescaya kamu akan mengambil upah untuk itu." 78~ Al-Khidhir berkata : "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu kelak akan ku beritahukan kepadamu   tujuan   perbuatan-perbuatan yang   kamu   tidak   dapat   sabar   terhadapnya.   79~   Adapun bahter    itu  adalah   kepunyaan     orang-orang     miskin    yang   bekerja   di  laut  dan   aku   bertujuan merusakkan   bahtera   itu   kerana   di   hadapan   mereka   ada   seorang   raja   yang   merampas   tiap-tiap bahtera. 80~ Dan ada pun anak muda itu maka kedua orang tuanya adlah orang-

orang mukmin dan    kami   khuatir   bhe   dia  akan   mendorong      kedua   orang   tuanya    itu  kepada   kesesatan    dan kekafiran.   81~   Dan   kami   menghendaki   supaya   Tuhan   mereka   mengganti   bagi   mereka   dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya {kepada ibubapanya}.   82~   Adapun   dinding   rumah  itu   kepunyaan   dua   orang   anak   muda   yang   yatim   di kota itu sedang ayahnya adalah seorang yang soleh, maka

Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu dan bukanlah aku melakukannnya itu menurut kemahuanku sendiri. Demikianlah itu adlah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." { Al-Kahfi : 60 ~ 82 }

Read More