Mushola Al-Islah Jl leces no.7 Sonosari Kab.Malang kumpulan doa rezeki,kumpulan doa tasawuf,makrifat,bahasa arab,sejarah kerajaan islam,sejarah kerajaan indonesia,sejarah kebudayaan islam

Minggu, 03 Agustus 2025

Cerita Nabi Muhammad SAW

 Nabi Muhammad SAW di utus untuk seluruh umat

Nabi   Muhammad   juga   akan   ditanya   di  akhirat   atas   sesuatu  yang   amat   berat   juga.   Baginda ditanya mengenai sambutan kaumnya terhadap al-Qur'an. Jawapan baginda berbunyi: "Wahai Pemeliharaku, sesungguhnya kaumku mengambil al-Qur'an ini sebagai suatu yang tidak dipedulikan." (25:30) Itulah yang berlaku pada hari ini. 

cerita nabi muhammad

Ajaran al-Qur'an tidak dipedulikan. Namun, masa masih ada untuk semua kembali kepada ajaran al-Qur'an. Kisah Nabi Muhammad Saw Ketika cahaya tauhid padam di muka bumi, maka kegelapan yang tebal hampir saja menyelimuti akal.   Di   sana   tidak   tersisa   orang-orang   yang   bertauhid   kecuali   sedikit   dari   orang-orang   yang masih mempertahankan nilai-nilai ajaran tauhid. Maka Allah SWT berkehendak dengan rahmat- Nya   yang mulia untuk mengutus seorang rasul yang membawa ajaran langit untuk mengakhiri penderitaan di tengah-tengah kehidupan. Dan ketika malam mencekam, datanglah matahari para nabi.   Kedatangan   Nabi   tersebut   sebagai   bukti   terkabulnya   doa   Nabi   Ibrahim   as   kekasih   Allah SWT, dan sebagai bukti kebenaran berita gembira yang disampaikan oleh Nabi Isa as. Allah SWT menyampaikan salawatnya kepada Nabi itu, sebagai bentuk rahmat dan keberkahan. Para   malaikat   pun   menyampaikan   salawat   kepadanya   sebagai   bentuk   pujian   dan   permintaan ampunan, sedangkan orang-orang mukmin bersalawat kepadanya sebagai bentuk penghormatan. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Hai    orang-orang      yang   beriman,     bersalawatlah     kamu    untuk    Nabi    dan   ucapkanlah     salam penghormatan kepadanya." (QS. al-Azhab: 56) Sebelumnya       Allah   SWT   mengutus   para   nabi-Nya       sebagai   rahmat    kepada   kaum     dan   zaman mereka saja, namun Allah SWT mengutus beliau saw sebagai rahmat bagi alam semesta. Beliau saw datang dengan membawa rahmat yang mutlak untuk kaum di zamannya dan untuk seluruh zaman.   Allah   SWT   berfirman,   "Dan   aku   tidak   mengutusmu   kecuali   sebagai   rahmat   bagi   alam semesta." Hakikat   dakwah   para   nabi   sebelumnya   adalah   menyebarkan   Islam,   begitu   juga   ajaran         yang dibawa oleh Nabi   yang terakhir adalah Islam.

Kisah Nabi Muhammad SAW menjadi yatim ketika berada dalam kandungan

 Beliau saw adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdul   Muthalib,   anak   seorang   wanita   Quraisy.   Beliau   saw   adalah   pemimpin   anak-anak   Nabi Adam as. Beliau saw adalah hamba Allah SWT dan Rasul-Nya, serta rahmat Allah SWT yang dihadiahkan kepada umat manusia. Beliau      saw    lahir   di   tanah    Arab.    Ketika     itu   malam      gelap,    tiba-tiba   Abdul      Muthalib membayangkan   bahwa   matahari   telah   terbit,   lalu   ia   bangun   dan   ternyata   mendapati   dirinya   di pertengahan malam, keheningan yang luar biasa menyelimuti gurun yang terbentang. Ia menuju pintu kemah, lalu menyaksikan bintang-bintang bersinar di langit, dan dunia tampak di selimuti dengan   malam.   Ia   kembali   menutup   pintu   kemah   dan   tidur.   Belum   lama   ia   dikuasai   oleh   rasa kantuk yang amat sangat, sehingga ia kembali bermimpi untuk kedua kalinya. Segala sesuatunya tampak   jela   s   kali   ini,   Sesungguhnya   sesuatu   yang   besar   memerintahnya   untuk   melaksanakan perintah   yang   sangat   penting,   "Galilah   zamzam!"   Dalam   mimpinya   Abdul   Muthalib   bertanya: "Apakah       itu  zamzam?"      Kemudian       untuk    kedua    kalinya    perintah   itu  mengatakan       bahwa     ia diperintahkan       untuk   menggali      zamzam.     Belum     lama    Abdul    Muthalib     melihat    sesuatu    yang bersembunyi   itu,   sehingga   ia   berdiri   di   tempat   tidurnya   dan   hatinya   berdebar   dengan   keras. Abdul   Muthalib   bangkit,   lalu   ia   membuka   pintu   kemah   kemudian   pergi   ke   gurun   yang   luas. Apakah      arti   zamzam?     Tiba-tiba   pikirannya      dipenuhi    dengan     cahaya    yang   datang    dari   jauh, bahwa pasti zamzam adalah sebuah sumur, tetapi apa   yang diinginkan oleh suara   yang datang dalam   tidur   itu   agar   ia   menggali   sumur,   di   sana   tidak   ada   jawaban   selain   satu   jawaban   dari pertanyaan   ini,   yaitu   agar   orang-orang   yang   berhaji   dan   berkeliling   di   sekitar   Ka'bah   dapat meminumnya. Tetapi apa nilai dari sumur itu sendiri, bukankah di sana terdapat banyak sumur yang dapat diminum oleh orang-orang yang berhaji. Abdul   Muthalib   duduk   di   tengah-tengah   pasir   gurun   pada   pertengahan   malam,   ia   memikirkan bintang-bintang sembari merenungkan cerita-cerita kuno yang mengatakan tentang sumur yang memancar darinya air sebagai akibat dari pukulan kaki Nabi   Ismail as, di sana juga ada cerita yang mengatakan bahwa sumur itu telah binasa sesuai dengan perjalanan zaman. Matahari terbit di   atas   gurun   Jazirah   Arab,   Abdul   Muthalib   keluar   menemui   orang-orang,   dan   menceritakan kepada   mereka   bahwa   ia   akan   menggali   sebuah   sumur   di   tempat   tertentu,   ia   menunjukkan   ke tempat   yang   di   situ   ia   diberitahu   oleh   suara   yang   ada   dalam   mimpinya.   Orang-orang   Quraisy menolaknya, Sesungguhnya tempat yang diisyaratkan oleh Abdul Muthalib terletak di antara dua berhala   dari   berhala-berhala   yang   biasa   disembah   oleh   masyarakat   setempat,   yaitu   di   antara berhala yang bernama Ashaf dan NAllah. Abdul Muthalib merasa bahwa usahanya sia-sia untuk meyakinkan kaumnya agar mengizinkannya untuk menggali sumur. Mereka mengetahui bahwa Abdul   Muthalib   tidak   mempunyai   sesuatu   selain   hanya   seorang   anak.   Bahwasanya   ia   tidak memiliki   anak-anak   yang   dapat   menolong   dan   memperkuatnya   serta   melaksanakan   keinginan- keinginannya. 

Pada   saat      itu   di  kawasan   negeri   Arab   dipenuhi   dengan     kabilah-kabilah     yang terjalin   uatu   ikatan   fanatisme   atau   kesukuan   yang   kuat   dan   usaha   untuk   melindungi   keluarga yang sangat menonjol. Akhirnya Abdul Muthalib pergi dalam keadaan sedih, lalu ia berdiri di hadapan   Ka'bah   dan   mengungkapkan   suatu   nazar   kepada   Allah   SWT.   Ia   berkata:   "Jika   aku mendapat sepuluh anak laki-laki, dan mereka menginjak usia dewasa, sehingga mereka mampu melindungiku   saat   aku   menggali   sumur   Zamzam,   maka   aku   akan   menyembelih   salah   seorang dari   mereka   di   sisi   Ka'bah   sebagai   bentuk   korban."   Pintu   langit   pun   terbuka   untuk   doanya. Belum sampai berlangsung satu tahun, istrinya melahirkan anaknya yang kedua dan setiap tahun ia   melahirkan   anak   laki-laki   sampai   pada   tahun   yang   kesembilan,   sehingga   Abdul   Muthalib mempunyai sepuluh anak laki-laki. Kemudian berlalulah zaman dan anak-anak Abdul Muthalib menjadi      besar.  Abdul     Muthalib     akhirnya    menjadi     seseorang    yang    memiliki     kemampuan. Kemudian Abdul Muthalib berusaha melakukan rencananya yang diisyaratkan dalam mimpinya itu, yaitu ia bersiap-siap untuk mengorbankan salah satu anaknya sebagai bentuk pelaksanaannya dari   nazarnya.   Maka   dilakukanlah   undian   atas   sepuluh   anaknya,   lalu   keluarlah   nama   anaknya yang paling kecil yaitu Abdullah. Ketika nama anak itu keluar dalam undian, maka orang-orang yang   ada   disekitarnya   berusaha   memberontak,   mereka   mengatakan   bahwa   mereka   tidak   akan membiarkan Abdullah disembelih. Abdullah saat itu terkenal sebagai seseorang yang bersih dikawasan Arab, ia telah dapat menarik simpati   masyarakat   di   sekitarnya.   Ia   tidak   pernah   menyakiti   seseorang   pun.   Bahkan   ia   tidak pernah meninggikan suaranya lebih dari orang lain. Senyuman khas Abdullah terkenal sebagai senyuman yang paling lembut di kawasan Jazirah Arab. Muatan ruhaninya demikian jernih, dan hatinya yang mulia menyerupai sebuah kebun di tengah-tengah gurun hati-hati yang keras, oleh karena   itu   semua   manusia   datang   kepadanya   dan   menentang   usaha   penyembelihannya.   Para pembesar   Quraisy   berkata,   "Lebih   baik   kami   menyembelih   anak-anak   kami   daripada   ia   harus disembelih,      dan   menjadikan      anak-anak     kami    sebagai    tebusan    baginya.    Kami    tidak   akan menemukan         seseorang    pun    yang   lebih   baik   dari   dia   seandainya     kami    menyembelihnya, pertimbangkanlah kembali masalah itu, dan biarkan kami bertanya kepada dukun." Abdul     Muthalib     tampak    tidak  mampu      menghadapi      tekanan    ini,  lalu  ia  mempertimbangkan kembali apa yang telah ditetapkannya. Kemudian mereka mendatangi seorang dukun. Si dukun berkata:    "Berapakah      taruhan   yang   kalian   miliki?"   Mereka     menjawab:     "Sepuluh     ekor   unta." Dukun itu berkata: "Datangkanlah sepuluh unta, lalu lakukanlah kembali undian atasnya dan atas nama     Abdullah,    jika  undian    datang   padanya,     maka    tambahlah    sepuluh    ekor   unta   lagi,  lalu ulangilah terus undian tersebut, demikian hingga tidak keluar lagi nama Abdullah."

Kemudian   dilakukanlah   undian   atas   nama   Abdullah   dan   atas   sepuluh   ekor   unta   yang   besar. Undian itu pun mengeluarkan terus nama Abdullah, hingga Abdul Muthalib menambah sepuluh ekor unta lagi, kemudian lagi-lagi yang keluar nama Abdullah sehingga mereka pun menambah sepuluh   ekor   unta   lagi   sampai   jumlah   unta   itu   telah   mencapai   seratus   ekor   unta.   Setelah   itu, datanglah      nama    unta   tersebut.   Maka     saat  itu,  masyarakat     demikian     gembiranya      sehingga berlinangan air mata, kegembiraan dari mereka karena melihat Abdullah berhasil diselamatkan. Kemudian   disembelihlah   seratus   ekor   unta   di   sisi   Ka'bah,   dan   mereka   membiarkannya   di   situ sehingga korban itu tidak disentuh oleh seseorang pun dan juga disentuh oleh binatang-binatang buas. Abdul Muthalib sangat gembira atas keselamatan anaknya, Abdullah. Lalu ia menetapkan untuk menikahkannya dengan gadis terbaik di Jazirah Arab, kemudian ia keluar dengannya pada suatu hari   dari   Ka'bah   ke   rumah   Wahab,   dan   di   sana   ia   meminang   untuknya   Aminah   binti   Wahab. Kemudian Aminah binti Wahab menikah dengan Abdullah bin Abdul Muthalib, seorang pemuda yang paling mulia dan paling dicintai oleh orang-orang Quraisy. Dinyalakanlah api-api di gunung-gunung Mekah, agar para musafir dan para tamu mengetahui tempat   diadakannya   acara   tersebut,   yaitu   acara   pernikahan   antara   Abdullah   dan   Aminah.   Lalu disembelihlah       hewan-hewan       korban,    dan   manusia     dari  kalangan     orang-orang     fakir  bahkan binatang-binatang buas dan burung makan darinya. Abdullah tinggal bersama istrinya dua bulan di rumah pernikahan, hingga suatu hari ada kabar bahwa kafilah akan berangkat, lalu Abdullah pun mengikuti kafilah tersebut dan melakukan perjalanan bersama kafilah perdagangan Quraisy menuju Syam, itu adalah kesempatan terakhir yang diperoleh Aminah binti Wahab bersamanya. Wajah Abdullah yang mulai tampak berseri-seri mengucapkan selamat tinggal kepada Aminah, lalu setelah itu bayang-bayang wajahnya tersembunyi bersama kafilah dan rnereka pun hilang. Aminah      tidak   mengetahui     bahwa     itu  adalah   kesempatan     terakhirnya    setelah   dua   bulan   dari perkawinannya.   Abdullah   mengunjungi   paman-pamannya   dari   kabilah   bani   Najar   di   Madinah, dan di sana ia meletakkan jasadnya di muka bumi, ia meninggal dunia. Abdullah   bin   Abdul   Muthalib   kini   telah   meninggal.   Saat   itu   ia   berusia   dua   puluh   lima   tahun. Kabar      kematiannya       tiba-tiba    tersebar    dan    sangat    memilukan        hati   orang-orang      yang mendengarnya,   sehingga   kabar   itu   sampai   ke   istrinya.   Aminah   tampak   menangis   tersedu-sedu dan     ia  tampak    menyampaikan         pertanyaan-pertanyaan        pada   dirinya    dan   tidak   mengetahui jawabannya,       mengapa      Allah    SWT     menebusnya       dengan    seratus    unta   jika  kemudian      Dia menetapkan kematian baginya. Tidak lama kemudian, lalu bergeraklah dirahimnya janin dengan gerakan   yang   sedikit,   ia   tampak   mulai   mengetahui   bahwa   ia   sedang   hamil.   Aminah   menangis dua kali, pertama ia menangis untuk dirinya sendiri dan kali ini ia menangis untuk anak   yang ditinggal    mati    ayahnya    sebelum     ia  sempat    dilahirkan.   

Aminah     tidak   pernah    mengetahui sebelumnya bahwa janin yang dikandungnya akan menjadi anak yatim, ayahnya meninggal saat ia dilahirkan. Anak yatim ini harus menanggung beban anak-anak yatim dan orang-orang fakir serta orang-orang yang sedih di muka bumi. Ia akan menjadi Nabi yang terakhir dan rasul-Nya kepada   manusia.   Ia   akan   menjadi   rahmat   yang   dihadiahkan   kepada   manusia   dan   tidak   akan mengetahui makna rahmat kecuali orang yang merasakan penderitaan dan kepahitan. Inilah anak kecil   yang   sebelum   dilahirkan   telah   menelan   kesedihan.   Dan   berlalulah   hari   demi   hari,   lalu hilanglah   tangisan   penderitaan   dan   mata   Aminah   pun   telah   mengering,   namun   kesedihannya tampak menyerupai sebuah pohon yang turnbuh bersama kehausan.

Kemudian kesedihannya hari demi hari semakin ia rasakan tetapi kesedihannya itu mulai tidak tampak ketika ia mendapatkan bahwa   janin     yang   dikandungnya      tidaklah   memberatkannya,   sebaliknya        ia   merasakan   betapa ringannya   janin   yang   dikandungnya   bagaikan   merpati   yang   berkeliling   di   seputar   Ka'bah,   dan seandainya kesedihannya   yang selalu mengitarinya, maka tidak ada wanita   yang lebih bahagia darinya dengan kehamilan yang ringan ini. Janin itu adalah manusia yang mulia di sisi Tuhan, kemudian   semakin   dekatlah   hari   kelahirannya.   Sementara   itu,   pasukan   Abrahahh   mendekati Mekah.

Kisah Pasukan Abrahahh menyerang kota Mekkah

Abrahahh   adalah   seorang   penguasa   Yaman,   yaitu   pada   saat   Yaman   tunduk   kepada   Habasyah setelah    penguasa    Persia   diusir.  Di   Yaman     ia  membangun       suatu   gereja   yang   menunjukkan bangunan   yang   menakjubkan.   Abrahahh   membangunnya   dengan   niat   agar   orang-orang   Arab berpaling   dari   Baitul   Haram   di   Mekah.   Ia   melihat   betapa   orang-orang   Yaman   tertarik   dengan rumah tersebut. Dan ketika ia tidak melihat gereja yang dibangunnya memiliki daya tarik seperti itu   dan   tidak   mampu     menarik     hati  orang-orang     Arab,    maka    ia  berkeinginan     kuat   untuk menghancurkan         Ka'bah,   sehingga    orang-orang     tidak   menuju     ke  Ka'bah    lagi  melainkan     ke gerejanya.   Demikianlah   akhirnya   ia   menyiapkan   pasukan           yang   besar   yang   dipenuhi   dengan berbagai senjata, kemudian pasukan itu menuju Ka'bah. Pasukan      Abrahahh      terdiri  dari   kelompok      gajah    yang    besar   yang    digunakannya       untuk menghancurkan Ka'bah. Gajah-gajah itu bagaikan tank-tank yang kita gunakan saat ini. Orang- orang    Arab    pun   mendengar      rencana   tersebut.   Memang      orang-orang     Arab    saat  itu  terkenal sebagai   penyembah   berhala,   meskipun   demikian   mereka   sangat   memberikan   penghargaan   dan penghormatan terhadap Ka'bah, karena mereka meyakini bahwa mereka adalah anak-anak Nabi Ibrahim as dan Nabi Ismail as pemelihara Ka'bah. Perjalanan   pasukan   tiba-tiba   dihadang   oleh   seorang   lelaki   yang   mulia   dari   penduduk   Yaman yang    bernama     Dunaher.    Ia  mengajak     kaumnya      dan  dari   kalangan    orang-orang     Arab   untuk memerangi Abrahahh, sehingga ada beberapa orang yang mengikutinya. Abrahahh berhadapan

 

dengan   tentara   tersebut   tetapi   pasukan   yang   sedikit   itu   dapat   dengan   mudah   dipatahkan   oleh pasukan   kafir   yang   besar   itu.   Kemudian   Dunaher   pun   kalah   dan   menjadi   tawanan   Abrahahh. Pasukan   Abrahahh   tersebut   juga   sempat   ditentang   oleh   Nufail   bin   Hubaid   al-Aslami,   namun Abrahahh pun dapat mengalahkan mereka dan berhasil menawan Nufail. Kemudian ketika Abrahahh melewati kota Taif, menghadaplah kepadanya beberapa orang tokoh setempat,   dan   mereka   tampak   gemetar   ketakutan   dan   berkata   kepadanya   bahwa  sesungguhnya 'rumah' yang ditujunya tidak berada di tempat mereka, tetapi berada di Mekah. Hal itu mereka sampaikan dengan maksud untuk memalingkannya dari rumah berhala mereka, di mana mereka membangun   di   dalamnya   berhala   yang   bernama   Latha   kemudian   mereka   mengutus   seseorang yang akan menunjukkan kepada Abrahahh letak Ka'bah. Ketika Abrahahh berada di antara Taif dan Mekah, ia mengutus seorang pemimpin pasukannya sehingga ia melihat keadaan Mekah. Di sana   ia   merampas   banyak   harta   dari   kaum     Quraisy   dan   selain   mereka,   dan   di   antara  yang dirampasnya adalah dua ratus unta milik Abdul Muthalib bin Hasyim. Saat itu Abdul Muthalib adalah salah seorang pembesar Quraisy dan pemimpin mereka, serta pengawas sumur Zamzam. Kedatangan       utusan   Abrahahh      di  Mekah     telah  menimbulkan       gejolak    pada   kabilah-kabilah. Akhirnya kaum Quraisy bergerak, begitu juga kaum Khananah. Kemudian mereka mengetahui bahwa      mereka     tidak   memiliki    kemampuan        untuk    melawan     Abrahahh,      sehingga    mereka membiarkannya,   lalu   tersebarlah   di   Jazirah   Arab   berita   tentang   datangnya   pasukan   yang   kuat yang     sulit  untuk    ditandingi.    Dalam     surat   yang    dibawa     oleh   utusannya     itu,  Abrahahh menyampaikan bahwa ia tidak datang untuk memerangi mereka, namun ia datang hanya untuk menghancurkan         Ka'bah.   Jika   mereka    tidak   menentangnya,      maka    darah   mereka     tidak  akan ditumpahkan.   Lalu   utusan   itu   menemui   Abdul   Muthalib,   ia   menceritakan   tentang   keinginan Abrahahh.      Abdul    Muthalib     berkata:   "Kami     tidak   ingin  memeranginya        karena   kami    tidak memiliki kekuatan. Ka'bah adalah rumah Allah SWT yang mulia dan suci, dan rumah kekasih- Nya   Ibrahim.   Jika   Ia   mencegahnya,   maka   itu   adalah   rumah-Nya   dan   tempat   suci-Nya,   namun jika    Ia    membiarkannya,        maka      demi    Allah     kami     tidak    memiliki     kekuatan      untuk mempertahankannya." Kemudianutusan itu pergi bersama Abdul Mutihalib menuju Abrahahh. Abdul     Muthalib     adalah   seseorang     yang   sangat   terpandang     dan   sangat   mulia.   Ia  memiliki kewibawaan        dan  kehormatan      yang   mengagumkan.        Ketika    Abrahahh     melihatnya,    Abrahahh menampakkan         penghormatan      kepadanya.     Abrahahh     memuliakannya        dan   mendudukannya        di bawahnya,   ia   tidak   suka   bahwa   ia   duduk   bersamanya   di   kursi   kekuasaannya.   Lalu   Abrahahh turun dari kursinya dan duduk di atas sebuah permadani dan mendudukkan Abdul Muthalib di sisinya.   Kemudian   ia   berkata   kepada   penerjemahnya:   "Katakan   padanya   apa   kebutuhannya?" Abdul   Muthalib   berkata:   "Kebutuhanku   adalah   agar   Abrahahh   mengembalikan   dua   ratus   ekor unta   yang   diambilnya   dariku"   Ketika   Abdul   Muthalib   mengatakan   demikian,   wajah   Abrahahh berubah, lalu ia berkata kepada penerjemahnya: "Katakan padanya sungguh aku merasa kagum ketika   melihatnya,   kemudian   aku   merasakan   kehati-hatian   saat   berbicara   dengannya,   apakah engkau   berbicara   denganku   tentang   dua   ratus      ekor   unta   yang   telah   aku   ambil,   lalu   engkau membiarkan   rumah   yang   merupakan   simbol   agamanya   dan   kakek-kakeknya,   yang   aku   datang untuk     menghancurkannya         dan   dia   tidak   menyinggungnya        sama    sekali"    Abdul    Muthalib menjawab:       "Aku    adalah   pemilik    unta,   sedangkan     pemilik    rumah    itu  adalah    Tuhan    yang melindunginya."       Abrahahh     berkata:   "Dia   tidak   akan   mampu     melindunginya      dariku."   Abdul Muthalib menjawab: "Lihat saja nanti!" Selesailah   dialog   antara   Abdul   Muthalib   dan   Abrahahh.   Abrahahh   pun   mengembalikan   unta yang telah dirampasnya. Abdul Muthalib pergi menemui orang-orang Quraisy dan menceritakan apa yang dialaminya, dan ia memerintahkan mereka untuk meninggalkan Mekah dan berlindung dibalik gua-gua di gunung. Akhirnya kota Mekah dikosongkan oleh   pemiliknya. Aminah binti Wahab keluar ke gunung-gunung di dekat kota Mekah kemudian malaikat turun di bumi Jarzirah Arab. Abdul Muthalib berdiri dan memegangi pintu Ka'bah dan berdiri bersama dengan sekelompok orang-orang Quraisy, mereka berdoa kepada Allah SWT dan meminta perlindungan-Nya, agar para malaikat memerintahkan gajah-gajah tidak melangkahkan kakinya sehingga gajah itu pun tetap   di   tempatnya   dan   menaati   perintah   para   malaikat,   kemudian   gajah-gajah   itu   menerima pukulan yang dahsyat namun gajah-gajah itu tetap berdiam di tempatnya, gajah-gajah itu tampak gemetar dan berteriak tetapi lagi-lagi gajah-gajah itu menolak untuk bergerak dan tidak bergerak selangkah   pun.   Abrahahh   bertanya:   "Mengapa   pasukan   tidak   bergerak?"   Kemudian   dikatakan kepadanya       bahwa    gajah-gajah     menolak     untuk    bergerak.    Abrahah     mengangkat      cemetinya. Dengan muka emosi, ia ingin melihat apa yang sebenarnya terjadi dengan gajah-gajahnya. Matahari saat itu bersinar dan ia duduk di kemahnya. Ketika ia keluar, matahari bersembunyi di balik   segerombolan   burung.   Abrahah   mengangkat   pandangannya   ke   arah   langit.   Mula-mula   ia membayangkan   bahwa   ia   melihat   sekawanan   awan   yang   hitam.   Kemudian   ia   mengamat-amati awan   itu.   Dan   ternyata   ia   bukan   awan   biasa.   Itu   adalah   sekelompok   burung   yang   menutupi cahaya matahari dan menyerupai awan yang tebal. Burung ababil, burung yang banyak. Gajah-gajah   semakin   berteriak   dengan   kencang   dan   tampak   ketakutan.   Dan   rasa   takut   itu   kini menghinggapi       seluruh    pasukan.    Abrahah    berteriak   di  tengah-tengah     pasukannya   agar  gajah diusahakan   untuk   maju   secara   paksa.

Kemudian   terbukalah   salah   satu   jendela   dari   jendela   al- Jahim, dan burung-burung itu menghujani pasukan dengan batu dari Sijil, yaitu batu yang sama yang   pernah   dihujankan   kepada   kaum   Nabi   Luth.   Batu   itu   menyerupai   bom-bom   atom   yang digunakan saat ini. Jika Anda membaca buku-buku kuno, maka Anda akan mengetahui bagaimana peristiwa  yang menimpa   pasukan   Abrahah.   Anda   akan   membayangkan   bahwa   Anda   berada   di   hadapan   suatu kekuatan yang menghancurkan yang tidak diketahui asal muasalnya. Dunia mengenali sebagian darinya   setelah   empat   belas   abad   dari   peristiwa   tersebut.   Buku-buku   itu   mengatakan   bahwa pasukan itu dihancurkan dengan penghancuran yang dahsyat. Para tentara Abrahah kembali dalam keadaan binasa di mana daging-daging dari tubuh mereka berceceran   di   jalan.   Abrahah   pun   mendapatkan   luka   dan   mereka   keluar   dari   tempat   itu   dalam keadaan   dagingnya   terpisah   satu   persatu.   Abrahah   pun   terbelah   dadanya   dan   mati.   Kemudian jasad   para   pasukannya   tersebar   dan   berceceran   di   bumi,   seperti   tanaman   yang   dimakan   oleh binatang. Setelah mendekati setengah abad, turunlah suatu surah di Mekah   yang menceritakan tentang peristiwa itu: "Apakah kamu tidak memperhatikan bagimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka 'bah) itu sia-sia? Dan     Dia   mengirimkan      kepada    mereka     burung    yang   berbondong-bondong,         yang   melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadihan mereka seperti daun yang dimakan (ulat)." (QS. al-Fil: 1-5) Pasukan      gajah    yang    ingin   memporak-porandakan          Mekah      dikalahkan.     Kemudian      mereka dihancurkan       dan  Tuhan     pemilik   Ka'bah    berhasil   melindungi     rumah    suci-Nya.    Perlindungan tersebut bukan sebagai penghormatan bagi orang yang tinggal di rumah itu dan bukan sebagai bentuk pengkabulan doa kaum yang menyembah berhala yang memenuhi tempat itu. Allah SWT sebagai     Pelindung     Ka'bah    memeliharanya      karena    adanya    hikmah     yang   tinggi;  Allah    SWT menginginkan sesuatu bagi rumah itu; Allah SWT ingin melindunginya agar tempat itu menjadi tempat yang damai bagi manusia dan supaya tempat itu menjadi pusat dari akidah yang baru dan menjadi tanah bebas yang aman, yang tidak dikuasai oleh seseorang pun dari luar dan juga tidak didominasi oleh pemerintahan asing yang akan membatasi dakwah.

Kisah Kelahiran Nabi Muhammad SAW

 

 dari rumah-rumah di Mekah yang lahir di sana seorang anak di mana ibunya bernama Aminah binti Wahab dan ayahnya adalah Abdullah, salah seorang tokoh Arab. Anak itu belum     dilahirkan   dan   belum    dapat   tugas   kenabian    dan   ia  belum   memikul     Islam   di  atas pundaknya   dan   belum   menjadi   rahmat   bagi   alam   semesta.   Kemudian   datanglah   Abrahah   yang ingin menghancurkan semua ini tanpa ia mengetahui semua rahasia ini.

 

Tragedi   yang   menimpa   Abrahah   adalah   karena   bahwa   ia   berusaha   menentang   kehendak   Ilahi sehingga kehendak Ilahi itu menghancurkannya dengan mukjizat yang mengagumkan. Datanglah banyak burung dengan membawa batu-batuan yang tidak didengar suaranya. Kemudian burung- burung   melemparkan   batu-batu   itu   kepada   Abrahah   beserta  tentaranya.   Semua   ini   berdasarkan rencana   Ilahi   terhadap   rumah-Nya   dan   agama-Nya   serta   nabi-Nya   sebelum   orang   mengetahui bahwa Nabi   Islam telah   bersiap-siap untuk meninggalkan tempat tidurnya di perut ibunya dan mulai memasuki kehidupan yang keras di muka bumi. Di tengah-tengah kegembiraan Mekah karena keselamatan penghuninya dan selamatnya Ka'bah, Aminah binti Wahab bermimpi: di tengah suatu malam ia menyaksikan dirinya berdiri sendirian di tengah-tengah gurun, dan telah keluar dari dirinya suatu cahaya besar yang menyinari timur dan barat dan terbentang hingga langit. Aminah tiba-tiba terbangun dari tidurnya namun ia tidak mengetahui tafsir dari mimpinya. Berlalulah    hari  demi    hari  dari  tahun  gajah.   Dan   pada   waktu   sahur   dari  malam    Senin   hari keduabelas   dari   bulan   Rabiul   Awal,   Aminah   melahirkan   seorang   anak   kecil   yang   yatim   yang bernama Muhammad bin Abdillah bin Abdul Muthalib, seorang cucu dari Ismail bin Ibrahim bin Adam. Sebelum      ia  dilahirkan,  dunia   mati   karena   kehausan    padanya.    Kehausan    dunia   sangat   besar kepada cinta, rahmat, dan keadilan. Sekarang teiah berlalu 600 tahun dari kelahiran al-Masih dan orang-orang Masehi telah menjauhi ajaran cinta, bahkan keyakinan-keyakinan berhalaisme telah meresap     kepada    sebagian    kelompok     mereka     dan   kejernihan    ajaran  tauhid   telah   ternodai. Sedangkan   orang-orang   Yahudi   telah   meninggalkan   wasiat-wasiat   Musa   dan   mereka   kembali menyembah lembu yang terbuat dari emas. Dan setiap orang dari mereka lebih memilih untuk memiliki lembu emas yang khusus. Demikianlah, berhalaisme telah menyerang di bumi. Bumi dipenuhi oleh kegelapan. Akal disingkirkan dan Tuhan diiupakan dan mereka menyerahkan diri mereka kepada pembohong.

 

 

Ketika   jantung   dunia   telah   terkena   kekeringan,   maka   memancarlah   dari   timur   suatu   mata   air keimanan   yang   jernih   yang   menjadi   puas   dengannya   separo   dunia.   Dan   mukjizat   besar   terjadi ketika    mata    air  ini  mengeluarkan       air  yang   jernih   dari   jantung    gurun   yang    paling   besar ketandusannya       di  dunia,   yaitu   gurun    jazirah  Arab.    Berkenaan     dengan    penggambaran        masa tersebut, dalam hadis yang mulia dikatakan: "Sesungguhnya Allah melihat penduduk bumi lalu Dia murka kepada mereka, baik orang-orang Arab maupun orang-orang Ajam kecuali sebagian kecil dari Ahlulkitab." Di   tenda   yang   kasar,   lahirlah   seorang   anak   yatim   yang   kemudian   bertanggung   jawab   untuk memberikan minum kepada dunia   yang haus pada cinta, keadilan, kebebasan, serta kebenaran. Sementara       itu,  beberapa    langkah     dari  tempat     kelahirannya     terdapat    berhala-berhala     yang memenuhi Baitul 'Athiq dan sekitar Ka'bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail agar menjadi rumah Allah SWT dan Dia disembah di dalamnya dan manusia merasa tenteram di dalamnya. Di rumah yang kuno ini—yang dibangun sebelumnya oleh Adam—dipenuhi patung- patung tuhan   yang terbuat dari batu dan kayu. Ini menunjukkan betapa akal orang-orang Arab saat itu mengalami titik terendah. Sementara   itu   nun   jauh   di   sana,   tepatnya   di   Yatsrib   atau   Madinah   dipenuhi   oleh   orang-orang Yahudi yang mereka datang di sana karena melarikan diri dari penindasan orang-orang Romawi. Mereka   tinggal   di   situ   bagaikan   srigala-srigala   di   atas   tanah   yang   tersubur   di   mana   mereka melakukan       monopoli      dalam     perdagangan.      Mereka      membagun       kejayaan     mereka     dengan memanfaatkan orang-orang Arab dan keheranan mereka terhadap diri mereka sendiri. Para cendikiawan Yahudi memperdagangkan segala sesuatu, dimulai dari emas sampai Taurat. Mereka      menyembunyikan          kertas-kertas     darinya    dan   menampakkan         sebagiannya;      mereka mengubah       kertas-kertas    Taurat    itu  untuk   memperkaya       diri  mereka.    Pada    saat  orang-orang Yahudi menyembah emas dan sangat lihai melakukan persekongkolan, orang-orang Arab justru menyembah   batu   dan   mereka   pandai   berperang.   Mereka   juga   lihai   dalam   membuat   syair   lalu menggantungkannya di atas tirai-tirai Ka'bah. Orang-orang Arab hidup di bawah naungan sistem kesukuan di mana kepala suku adalah pemimpin dan nilainya sebanding dengan anak buahnya, dan kemampuan mereka dalam berperang. Dan keutamaan seseorang dilihat dari asal muasalnya serta nilainya juga dilihat dari kefanatikannya serta kebanggannya kepada nasab yang merupakan kemuliannya,   juga   kefanatikannya   terhadap   berhala   tertentu   yang   merupakan   agamanya.   Jadi, segala   bentuk   kemuliaan   dan   kewibawaan   tidak   terbentuk   kecuali   dalam   ruang   lingkup   yang sempit dalam kabilah atau kesukuan.

Sedangkan di tempat yang jauh dari Mekah, Romawi menyerupai burung rajawali yang lemah, namun      belum    sampai    kehilangan     kekuatannya.     Orang-orang      Romawi      sangat   menyanjung kekuatan.   Sedangkan   di   belahan   timur   dari   utara   negeri   Arab,   orang-orang   Persia   menyembah api dan air. Api tetap menyala di tempat peribadatan mereka di mana manusia rukuk untuknya. Dan di sana terdapat danau Sawah yang dianggap suci oleh mereka. Sementara itu, Kisra, raja kaum Persia duduk di atas singgasananya dan memberikan keputusan terhadap   manusia.   Keputusan   Kisra   selalu   didengar   dan   dilaksanakan.   Tidak   ada   seorang   pun yang berani menentangnya dan menolaknya. Orang-orang Persia berhasil mengalahkan Romawi dan Yunani, sehingga mereka menjadi kekuatan yang dahsyat di muka bumi. Meskipun mereka memiliki   kekuatan   yang   sangat   luar   biasa,   namun   penyembahan   api   jelas-jelas   menunjukkan betapa   bodohnya   mereka   dan   betapa   kekuatan   mereka   diliputi   oleh   kebodohan   sehingga   akal mereka tercabut dan mereka terhalangi untuk mencapai kebenaran. Alhasil, kegelapan semakin meningkat di setiap penjuru bumi dan kehidupan berubah menjadi hutan yang lebat di mana di dalamnya   seorang   yang   kuat   akan   menyingkirkan   seorang   yang   lemah   dan   di   dalamnya   yang menang adalah kebatilan. Di tengah-tengah suasana yang demikian kelam, lahirlah seorang anak di tenda Mekah. Ketika anak tersebut lahir, maka padamlah   api   yang disembah oleh kaum Persia dan keringlah danau Sawah yang disucikan oleh manusia, bahkan robohlah empat belas loteng dari istana Kisra. Dan setan   merasa   bahwa   penderitaan   yang   besar   telah   merobek-robek   hatinya.   Ini   semua   sebagai simbol   dimulainya   kehancuran   kejahatan   atau   keburukan   di   muka   bumi   dan   terbebasnya   akal manusia      dari  penyembahan       terhadap    sesama    manusia    atau   terhadap    hal-hal   yang   bersifat khurafat. Manusia diajak hanya untuk menyembah kepada Allah SWT. Kelahiran Rasul sebagai bukti   hilangnya   kelaliman,   sebagaimana   kelahiran   Nabi   Musa   yang   menunjukkan   kebebasan Bani Israil dari kelaliman Fir'aun. Ajaran Muhammad bin Abdillah merupakan ajaran revolusi yang paling meyakinkan dan yang paling   penting   yang   pernah   dikenal   di   dunia;   ajaran   yang   bertugas   untuk   menyelamatkan   dan membebaskan   akal   dan   materi.   Tentara   Al-Qur'an   adalah   tentara   yang   paling   adil   dan   paling berani   untuk   menghancurkan   orang-orang   yang   lalim.   Kita   akan   melihat   dalam   sejarah   Nabi bahwa kejadian-kejadian luar biasa telah mengelilingi Ka'bah sebelum kelahirannya. Kemudian terjadilah peristiwa luar biasa setelah kelahirannya di mana terjadilah peristiwa pembelahan dada pada saat beliau masih kecil, begitu juga beliau dinaungi oleh awan di waktu kecil, bahkan beliau terkenal pada saat masih kecil dengan kecenderungan untuk meninggalkan permainan-permainan yang   biasa   dimainkan   oleh   anak-anak   kecil   seusia   beliau.   Allah   SWT   memberikan   penjagaan khusus   kepadanya   sehingga   Jibril   as   turun   kepadanya   dengan   membawa   wahyu.   Selanjutnya,

mukjizatnya   yang pertama adalah mukjizat   yang terdapat pada kepribadiannya dan pemikiran- pemikirannya.       Itulah  yang   menjadi    mukjizatnya     yang   terbesar   setelah   Al-Qur'an;    itu   adalah bangunan ruhani yang tinggi di mana beliau mampu menahan penderitaan di jalan Allah SWT. Dan     dalam     menegakkan       kebenaran,     beliau   memikul      berbagai    macam      rintangan.    Beliau melaksanakan   amanat   yang   diembannya   secara   sempuma   dan   sebaik-baik   mungkin.   Hal   yang indah yang dikatakan tentang mukjizat Nabi setelah diutusnya beliau adalah bahwa beliau tidak mempunyai mukjizat selain usaha membebaskan akal: tanpa memiliki kekuatan luar biasa selain membebaskan pikiran, tanpa dalil selain kalimat Allah SWT. Sedangkan       Isa  bin   Maryam      telah   berdakwah      dan   mengajak     manusia     untuk    menciptakan kesamaan,      persaudaraan,     dan   cinta  kasih   di  antara   mereka,    namun     Muhammad        saw   diberi karunia   untuk   mewujudkan   persamaan,   persaudaraan,   dan   cinta   kasih   di   antara         orang-orang mukmin di tengah-tengah kehidupannya dan setelah kehidupannya. Ketika Nabi   Isa mampu menghidupkan orang-orang   yang mati dan mengeluarkan mereka dari kuburan, Muhammad bin Abdillah menghidupkan orang-orang hidup dari kematian mereka yang tidak    pernah    mereka    sadari.   Itu  adalah    bentuk    kematian     yang   paling    berat.  Beliau    juga mengeluarkan   rnereka   dari   kegelapan   dan   kebodohan   menuju   cahaya   ilmu,   dan   dari   belenggu syirik dan kekufuran menuju dunia tauhid. Sulaiman sebagai seorang Nabi dan raja mampu memperkerjakan jin untuk mengabdi padanya, bahkan      mereka    mampu      terbang    beribu-ribu    mil   untuk    menghadirkan       singgasana     musuh- musuhnya   agar   mereka   semua   tercengang   terhadap   kemampuannya,   sehingga   mereka   masuk Islam.   Namun   Muhammad   saw   justru   mengabdi   kepada   Islam   hanya   sebagai   seorang   tentara yang   sederhana.   Beliau   mengetahui   bahwa  ketika   beliau   lalai   sesaat   saja   dari   dakwah   di   jalan Allah SWT, maka kesempatannya dalam menyebarkan agama Islam akan hilang. Di saat terjadi peristiwa besar dalam peperangan, tiba-tiba azan salat dikumandangkan, sehingga para    pasukan     yang    berperang    mengerjakan       salat.  Tidak    ada   malaikat    yang    turun   untuk melindungi      mereka    ketika   salat  atau   mencegah     datangnya     anak-anak     panah    dari  punggung mereka saat sujud. Karena itu, hendaklah para pasukan melindungi dirinya sendiri. Para pasukan mukmin berusaha salat secara bergantian: sebagian mereka salat dan sebagian mereka bertugas untuk menjaga.

Allah SWT berfirman: "Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (salat) besertamu dan   menyandang   senjata,   kemudian   apabila   mereka   sujud   (telah   menyempurnakan   serakaat), maka   hendaklah   mereka   pindah   dari   belakangmu   (untuk   menghadapi   musuh)   dan   hendaklah datang    golongan     yang   kedua   yang    belum   bersembahyang,       lalu  bersembahyanglah      mereka denganmu,   dan   hendaklah   mereka   bersiap   siaga   dan   menyandang   senjata.   Orang-orang   kafir ingin   agar   kamu   lengah   terhadap   senjatamu   dan   harta   bendamu,   lalu   mereka   menyerbu   kamu dengan sekaligus."(QS. an-Nisa': 102) Selesailah     masalah    itu  dan   tidak   adak    malaikat    yang   turun   untuk    melindunginya      dan menolongnya. Ini adalah masa kematangan akal dan masa keletihan para nabi dan orang-orang mukmin.   Dan   sesuai   kadar   keletihan   mereka   dalam   menyampaikan   ajaran   Islam,   mereka   pun akan mendapatkan balasan yang besar. Pada masa para nabi sebelum Nabi Muhammad saw, mereka menghadirkan mukjizat-mukjizat kepada kaum mereka saat memulai dakwah, sehingga kaum tersebut mempercayai apa saja yang mereka bawa, sedangkan Nabi Muhammad bin   Abdillah tidak menghadirkan kepada kaumnya selain dirinya dan ketulusannya. Allah     SWT     telah   memutuskan      untuk    melindungi     Musa     dan   memerintahkannya        untuk mengangkat       gunung    di  atas  kaumnya     hingga   mereka    beriman    kepada    Taurat,   atau  untuk menjatuhkan gunung tersebut di atas mereka. Ketika mengetahui hal yang Demikian itu, orang- orang Yahudi sujud dengan meletakkan pipi mereka di atas tanah dan mereka mengamati bukit batu yang berada di atas kepala mereka yang diangkat oleh tangan yang tersembunyi. Sedangkan Nabi Muhammad bin Abdillah tak pernah memaksa seseorang pun. Berimanlah beberapa orang kepadanya   dan   puaslah   beberapa   orang   kepadanya   dan   matilah   bersamanya   orang-orang   yang mati   dalam   keadaan   puas.   Beliau   tidak   membawa   pedang   kecuali   saat   panah     yang   beracun mendekati jantung Islam dan mengancamnya. Dakwah      para  nabi   menuntut    terjadinya   mukjizat   demi   mukjizat.   Ini  karena   masa   kekanak- kanakan manusia serta kelemahan akal dan hilangnya panca indera menuntut rahmat Allah SWT untuk mendatangkan mukjizat yang sesuai dengan masa turunnya mukjizat tersebut dan budaya masyarakat setempat. Adalah hal   yang maklum bahwa di tengah-tengah penduduk Mekah saat itu tidak terdapat orang-orang yang cerdas atau orang-orang yang bijak yang mampu menyerap kata-kata yang baik.

 

Dan kesulitan yang dihadapi oleh Islam adalah bahwa ia tidak diturankan pada   masa  ini   saja,   tetapi   Islam   diturunkan   untuk   setiap   masa.   Allah   SWT   mengetahui   bahwa manusia   telah   memasuki   masa   kematangan   berpikir   yang   mengagumkan,   maka   hikmah-Nya menuntut      bahwa   pernyataan      yang   pertama   kali    disebutkan   dalam   risalah-Nya   adalah   "iqra'" (bacalah). Di samping itu, risalah tersebut mengandung pemikiran yang universal, sistem yang membangun, dan hukum yang mempesona, serta kebebasan yang diidamkan, dan manusia yang sempurna. Adalah tidak mengurangi kehormatan para nabi sebelum Nabi Muhammad saw di mana mereka tidak   diutus   di  masa-masa   kematangan   pemikiran,   tetapi          yang   menambah   kehormatan   Nabi Muhammad   saw   bahwa   beliau   diutus   di   tengah-tengah   masa   kematangan   berpikir,   dan   beliau diutus sebelum datangnya masa ini. Beliau memikul berbagai lipat cobaan yang pernah dipikul oleh para nabi; beliau berdakwah dengan menanggung berbagai lipat godaan dan cobaan; beliau mengalami   siksaan   yang   pernah   dialami   oleh   semua   para   nabi;   beliau   mencintai   Allah   SWT sebagaimana   para   nabi   mencintai-Nya.   Allah   SWT   memuliakannya   ketika   beliau   mengimami mereka   di   saat   salat   pada   saat   beliau   melakukan   Isra'   dan   Mi'raj.   Meskipun   demikian,   ketika beliau     keluar     pada    suatu    hari    menemui       sahabat-sahabatnya        dan     mendapati      mereka mengutamakan para nabi dan mendahulukannya atas mereka, maka beliau justru menampakkan kemarahan   dan   wajahnya   berubah.   Beliau   berkata:   "Janganlah   kalian   mengutamakan   aku   atas Yunus bin Mata." Melalui pernyataan itu, beliau berusaha meletakkan suatu pondasi pemikiran yang harus dilalui oleh   kaum   Muslim   di   mana   para   nabi   memang   memiliki   derajat   tertentu   di   sisi   Allah   SWT. Boleh jadi ada nabi   yang lebih afdal atau   yang lebih mulia daripada   yang lain. Siapakah   yang menetapkan hal itu? Tidak ada seorang pun selain Allah SWT. Ada pun kaum Muslim hendaklah mereka   berhenti   pada   batas   tertentu   yang   seharusnya   mereka   berikan   berkaitan   dengan   sopan santun   terhadap   para   nabi.   Selama   Allah   SWT   menyampaikan   shalawat   kepada   rasul   sebagai bentuk   penghormatan   dan   memerintahkan   mereka   untuk   menyampaikan   shalawat   kepadanya, dan   selama   Rasulullah   seperti   nabi-nabi   yang   lain,   maka   hendaklah   mereka   juga   bershalawat kepada semua nabi tanpa perbedaan, meskipun pada bentuk shalawat itu sendiri. Sementara itu, bayi yang mungil itu yang lahir di Mekah bergerak setelah tahun gajah. Kemudian berita tersebar di sana sini dan Sampailah ke telinga kakeknya bahwa cucunya telah dilahirkan. Abdul Muthalib segera menuju ke tempat itu dan membawa cucunya yang yatim lalu berkeliling dengannya       di  Ka'bah    sambil   memikirkan      namanya.      Abdul    Muthalib     tidak  merasa    terpukau dengan nama-nama yang mulai beredar di benaknya. Ia tampak bingung menentukan nama yang paling   tepat   buat   cucunya,   bahkan   kebingungannya   itu   berlanjut   sampai   enam   hari,   sehingga sang Nabi disunat.

Ketika malam telah menyelimuti kawasan Mekah, datanglah kepadanya suara yang     sama    yang   dulu    pernah   dilihatnya    dan   didengarnya      yang    memerintahkannya        untuk menggali   zamzam.   Di   tengah-tengah   tidurnya,   suara   itu   membisikkan   kepadanya   bahwa   nama cucunya berasal dari al-Ham, yang berarti Muhammad atau Ahmad. Orang-orang Quraisy bertanya kepada Abdul Muthalib: "Nama apa yang engkau berikan kepada cucumu?"   Abdul   Muthalib   menjawab   sambil   mengingat   bisikan   suara   yang   didengarnya   saat mimpi, "Muhammad." Nama tersebut sebenamya tidak umum di kalangan orang-orang Jahilliyah. Mereka   bertanya,   "Mengapa   Abdul   Muthalib   tidak   memakai   narna-nama   kakek-kakeknya   dan nama-nama   yang   biasa   dipakai   di   kalangan   mereka."   Abdul   Muthalib   menjawab:   "Aku   ingin Allah SWT memujinya di langit dan manusia memujinya di bumi." Kami tidak mengetahui dorongan apa yang mendikte Abdul Muthalib untuk menyatakan kalimat tersebut. Apakah kalimat itu bersumber dari realitas kebanggaan orang-orang Arab yang populer atau    berasal    dari   realitas  kebanggaan       tradisional?    Atau,   apakah     berangkat     dari   realitas kegembiraan yang dalam dengan kelahiran si cucu, ataukah kalimat itu bersumber dari suasana ruhani   yang jernih dan bisikan alam gaib? Tentu kami tidak bisa menjawab. Yang dapat kami ketahui adalah bahwa seseorang tidak akan layak menyandang predikat manusia yang dipuji di bumi dan dipuji oleh Allah SWT di langit seperti predikat yang disandang oleh Muhammad bin Abdillah. Nabi   Muhammad   saw   muncul   ke   alam   wujud   dalam   keadaan   yatim.   Beliau   ditinggalkan   oleh ayahnya saat beliau masih janin di dalam perut ibunya. Allah SWT berfirman: "Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?" (QS. adh-Dhuha: 6) Allah SWT melindunginya.   Orang-orang   sufi   mengatakan   bahwa   sebab-sebab   kemanusiaan   seperti   adanya kakeknya Abdul Muthalib dan bagaimana ia mengasuhnya dan melindunginya tidak lain hanya bentuk   lahiriah   yang   tidak   begitu   penting,   sedangkan   bentuk   batiniah   yang   sebenarnya   adalah kita   berada   di   hadapan   manusia   yang   dilindungi   dan   diasuh   oleh   Tuhannya   sejak   masih   kecil. Allah SWT mendidiknya saat beliau masih kecil, dan mengujinya dengan keyatiman saat beliau masih janin serta mengujinya dengan kelaparan sejak masih kecil, dan dewasa dengan kematian si   ibu,   saat   beliau   masih   kecil   dengan   keterasingan   di   tengah-tengah   keramaian,   dan   dengan terjaga   di   tengah-tengah   tidur   serta   dengan   penderitaan   demi   penderitaan.   Allah   SWT   telah menyiapkannya sejak usia dini untuk memikul beban risalah terakhir.

 

Kisah Nabi Muhammad SAW dan Halimah ibu susu Nabi Muhammad SAW

ibunya seringkali memeluknya lebih dari sebelumnya. Ia melihat bahwa banyak dari wanita-wanita yang menyusui tidak berkenan untuk mengasuhnya. Adalah sudah menjadi tradisi yang    berkembang      di  Mekah     di  mana    keluarga-keluarga      yang   mulia    mengirim     anaknya    ke kawasan   dusun   agar   anak   tersebut     menyerap   dan   menghirup   udara   segar   serta   memperoleh mainan   yang   memadai.   Dan   biasanya   wanita-wanita   yang   menyusui   anak-anak   lebih   tertarik menyusui   anak-anak   dari   orang-orang   kaya.   Namun   ketika   pemimpin   manusia   seorang   yang fakir, maka wanita-wanita yang biasa menyusui tidak berminat kepadanya. Marilah kita telusuri bagaimana Halimah binti Abi Duaib menceritakan kisahnya bersama anak kecil yang disusuinya: "Saat itu terjadi musim tandus dan kami tidak memiliki sesuatu sehingga aku   dan   suamiku   mengalami   kemiskinan   yang   luar   biasa.   Lalu   kami   menetapkan   keluar   ke Mekah   dan   menemani   wanita-wanita   dari   Bani   Sa'ad.   Kami   semua   mencari   anak-anak   yang masih menvusu agar orang tua mereka dapat membantu kami untuk memenuhi kebutuhan hidup. Binatang   yang   aku   tunggangi   sangat   lemah   dan   sangat   kurus   yang   itu   semua   disebabkan   oleh kekurangan   makanan.   Bahkan   kami   khawatir   kalau-kalau   ia   berhenti   di   tengah   perjalanan   dan mati. Dan kami tidak tidur semalaman karena melihat kondisi anak kecil yang bersama kami. Ia menangis      karena   tidak   menemukan       makanan     yang   dapat   dimakannya.      Ia  menangis     karena kelaparan dan tidak mendapat air susu, baik dari air susuku maupun air susu unta yang dibawa oleh suamiku, sehingga kami tidak dapat memuaskan dahaganya. Di tengah-tengah malam, aku merasakan   keputusasaan.   Aku   bertanya-tanya   bagaimana   aku   dapat   melakukan   sesuatu   dalam keadaan yang demikian. Akhirnya, kami sampai di Mekah. Sementara itu, wanita-wanita yang ingin mencari anak-anak yang   dapat   mereka   susui   telah   mendahului   kami.   Mereka   mengambil   anak-anak   kecil           yang mereka   sukai,   kecuali   satu   anak,   yaitu   Muhammad   di   mana   ayahnya   telah   meninggal   dan   ia berasal   dari   keluarga   yang   miskin   meskipun   sebenarnya   kedudukannya   sangat   mulia   di   antara tokoh-tokoh   Quraisy.   Oleh   karena   itu,   wanita-wanita   enggan   untuk   mengasuhnya.   Namun   aku dan   suamiku   tidak   sepaham   dengan   mereka   karena   aku   tidak   peduli   dengan   keyatiman   dan kcfakirannya.   Kemudian   aku   malu   untuk   kembali   dan   tidak   mengambil   bayi   yang   dapat   aku susui kemudian. Di samping itu, aku malu jika mendapat cercaan dari   wanita-wanita itu.   Lalu aku merasakan adanya kasih sayang yang memenuhi hatiku terhadap anak kecil yang tampan itu yang akan diganggu oleh udara yang kotor."

Kisah     tersebut   mengatakan      bahwa    saat  anak-anak     kecil  mendapatkan       wanita-wanita     yang menyusuinya, maka Muhammad bin Abdillah sedang tidur dalam keadaan lapar di ranjangnya yang kasar, tanpa disusui oleh siapa pun. Suatu hikmah yang tinggi berkehendak agar bayi yang masih menyusui itu menghadapi dunia dalam keadaan yatim dan dalam keadaan kelaparan agar ia   dapat   merasakan     penderitaan    anak-anak     yatim    dan  orang-orang      yang   lapar  sebelum     ia menyelamatkan mereka. Halimah mengatakan bahwa ia meyakinkan suaminya bahwa ia merasakan keinginan yang kuat untuk mengambil anak yatim ini, sehingga suaminya menyetujuinya. Halimah tidak mengetahui rahasia   keinginannya   yang   samar   agar   ia   kembali   untuk   mengambil   anak   yatirn   yang   masih menyusu ini. Ia tidak mengetahui bahwa Allah SWT telah menanamkan rasa cinta kepada anak kecil   itu   dalam   hatinya   seperti   Allah   SWT   menanamkan   cinta   kepada   Musa   pada   hati   isteri Fir'aun. Jika Musa menolak wanita-wanita lain untuk menyusuinya kecuali ibunya setelah Allah SWT      mencegahnya       dari  susuan   wanita-wanita      lain  agar  ibunya    merasa    bahagia   dan   tidak bersedih, maka Muhammad bin Abdillah—seorang anak kecil yang masih menyusu dan mulia— -justru   ditolak   oleh   wanita-wanita   yang   menyusui,   sedangkan   ia   sendiri   tidak   pernah   menolak seseorang pun. Halimah kembali kepadanya dan ia memberitahu bahwa ia akan mengasuhnya. Nabi Muhammad saw adalah seorang yang mulia. Halimah meletakkan tangannya di dadanya, sehingga anak kecil itu tertawa. Halimah mencium di antara kedua matanya. la meletakkannya di kamarnya. Halimah mengetahui      bahwa    kedua    air  susunya   telah   kering,  namun     tiba-tiba  air  susunya    memancar dengan keras sebagai bentuk kasih sayang dan tanda kebesaran dari Allah SWT. Kini Halimah pun dapat menyusuinya. Apakah itu merupakan hikmah yang tinggi di mana anak kecil tersebut merasa cukup dengan sesuatu yang sedikit? Ataukah anak kecil itu sudah dapat mendidik dirinya untuk   zuhud   dan   qanaah   sebelum   ia   mendidik   orang-orang   dewasa   tentang   pengorbanan   dan kesatriaan? Halimah kembali ke gurun Bani Sa'ad dan ia membawa Muhammad bin Abdillah. Belum lama ia menyaksikan   tanahnya   yang   tandus   sehingga   tiba-tiba   kebaikan   dunia   terbuka   dan   mekar   di hadapanya,   di   mana   bumi   dipenuhi   dengan   kehijau-hijauan   setelah   mengalami   masa   tandus. Pohon-pohon   berbuah   dan   buah   kurma   tampak   berseri-seri   setelah   sebelumnya   layu,   bahkan susu-susu   binatang   pun   mulai   tampak   banyak.   Allah   SWT   memberikan   berkah-Nya   kepada tempat tersebut. Halimah mengetahui bahwa kabaikan ini telah datang bersama kedatangan anak kecil yang diberkahi, sehingga cintanya kepada anak itu semakin bertambah. Bahkan suaminya pun menjadi tawanan cinta yang lain kepada Muhammad saw.

Pada suatu hari ia berkata kepada isterinya: "Apakah engkau mengetahui wahai Halimah bahwa engkau   telah   mengambil   seorang   anak   yang   mulia?"   Halimah   berkata:   "Anak   kecil   itu   tidak menangis dan tidak berteriak kecuali ketika ia telanjang." Ketika anak kecil itu gelisah di tengah malam      dan   tidak  tidur,  maka     Halimah    membawanya        keluar   dari   kemah    dan   ia  berhenti bersamanya   di   bawah   sinar   bintang.   Saat   itu   anak   itu   tampak   bergembira   ketika   menyaksikan langit. Setelah kedua matanya terpuaskan oleh pandangan ke arah langit, ia pun mulai tidur. Ketika   anak   itu   mencapai    tahun   yang   kedua,   maka   ia   telah   disapih,   sehingga   ibunya   ingin mengambilnya, tetapi Halimah tidak kuat untuk menahan perpisahan ini. Halimah menjatuhkan dirinya    di  hadapan    kedua    kaki  sang   ibu  dan   ia  mulai   menciuminya       dan  ia  meminta     agar membiarkannya         bersama    anaknya     sehingga    anak   itu  benar-benar     kuat  dan   dapat   kembali menghirup   udara   segar   gurun.   Akhirnya,   Rasulullah   saw   tinggal   di   tempat   Bani   Sa'ad   sampai lima    tahun.   Dan   pada   masa   lima   tahun   ini  terjadi  peristiwa   penting   yang   terkenal   dengan peristiwa pembelahan dada. Kehendak Ilahi telah menetapkan kepada Ruhul Amin, yaitu Jibril untuk   menemui   Muhammad   bin   Abdillah   dan   membelah   dadanya   dengan   perintah   Ilahi   serta menyuci hatinya dengan rahmat dan mengeringkannya dengan cahaya dan mengeluarkan bagian dunia darinya. Seperti   biasanya   Rasulullah   saw   keluar   pada   suatu   hari   bersama   saudara   susuannya   dengan menunggangi       sekawanan      domba    menuju     tempat   pengembalaan.    

Kisah Pembersihan Nabi Muhammad SAW

 Di   tengah   hari,  saudaranya berlari-lari dalam keadaan takut dan menangis sambil berteriak bahwa Muhammad telah terbunuh. Muhammad diambil oleh dua orang laki-laki yang memakai baju yang putih lalu kedua orang itu menelentangkannya dan membelah dadanya. Mendengar hal itu, Halimah sangat kaget dan terpukul.   Ia segera pergi sambil berlari mencari Muhammad   dan   diikuti oleh   suaminya     yang   mengikuti     petunjuk    anak   kecil   dari  saudara Muhammad.   Akhirnya,   mereka   menemukan Muhammad   sedang   duduk   di   atas   tanah   di   mana wajahnya tampak pucat dan kedua matanya menyala. Halimah   dan   suaminya   mencium   dengan   lembut   dan   mulai   menampakkan   kasih   sayangnya. Kemudian        mereka    bertanya,"apa   yang    terjadi?"    Muhammad        menjawab:      "Ketika     aku memperhatikan   domba-domba   yang   sedang  bermain   aku   dikagetkan   dengan   kedatangan   dua orang   yang   memakai   pakaian   yang   putih.   Mula-mula aku menyangka   bahwa   mereka   adalah burung   yang besar, namun ternyata aku salah.Mereka adalah dua orang   yang tidak aku kenal yang memakai pakaian warna putih.     

Salah seorang dari mereka berkata kepada temannya dengan menunjuk   ke   arahku,   "Apakah   ini   anaknya?"   Yang   lain   menjawab,   "benar."   Aku   merasakan ketakutan   yang   luar   biasa.   Lalu   mereka   mengambilku   dan   menidurkan   aku   serta   membelah dadaku dan mereka mengambil sesuatu darinya hingga mereka mendapatinya dan membuangnya jauh-jauh. Setelah itu, mereka bersembunyi laksana bayangan." Hadis   tersebut   diriwayatkan   oleh   Anas   dan   juga   diriwayatkan   oleh   Muslim   dan   Ahmad.   Para mufasir      berbeda    pendapat     tentang    simbolisme      yang    dalam    ini.   Sebagaian     besar    ulama menakwilkan        peristiwa    tersebut.   Pakar-pakar      klasik,   seperti   Qurthubi    berpendapat      bahwa peristiwa     itu  diisyaratkan    oleh   firman-Nya:      "Bukankah      Kami    telah  melapangkan       untukmu dadamu?. " (QS. Alam Nasyrah: 1) Sedangkan   tokoh-tokoh         hadis,   seperti   Ghazali   berpendapat     bahwa   manusia   istimewa   seperti Muhammad saw tidak mungkin terlepas dari bimbingan Ilahi dan tidak mungkin terkena waswas sekecil    apa   pun    yang   biasa   menimpa      manusia     biasa.  Jika   suatu   kejahatan    menjadi     suatu gelombang   yang   memenuhi   cakrawala,   maka   di   sana   terdapat   hati   yang   segera   memungutnya dan terpengaruh dengannya, namun hati para nabi dengan adanya bimbingan Allah SWT tidak akan terpanggil dan tidak terkena arus kejahatan tersebut. Dengan demikian, usaha para nabi terfokus pada peningkatan kemajuan atau ketinggian, bukan memerangi kerendahan. Diriwayatkan oleh Abdillah bin Mas'ud bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidak   ada   seseorang   di   antara   kalian   kecuali   ia   diawasi   oleh   temannya   dari   kalangan   jin   dan temannya   dan   dari   kalangan   malaikat."   Para   sahabat   berkata:   "Apakah   hal   itu   juga   berlaku kepadamu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab: "Ya, tetapi Allah SWT membantuku, sehingga ia berserah diri dan tidak memerintahkan kepadaku kecuali dalam kebaikan." Begitulah      sikap   orang-orang     yang    dahulu   dan   para   ahli   hadis   berkaitan    dengan    peristiwa pembelahan   dada.   Kami        kira   bahwa   kejadian    yang   luar   biasa   tersebut  berhubungan   dengan persiapan Nabi untuk melalui Isra' dan Mi'raj. Ia merupakan perjalanan di mana Rasulullah saw akan menebus alam angkasa dan akan mencapai alam langit. Kemudian beliau akan melampaui alam ini, sehingga sampai di Sidratul Muntaha yang di sana terdapat Janatul Ma'wah.

Pandangan       tersebut    kembali     kepada     pendapat     kami    yang    mengatakan       bahwa     peristiwa pembelahan dada berulang lebih dari sekali saat Rasul saw mencapai usia lima puluh tahun. Dan peristiwa pembelahan dada terjadi kedua kalinya pada malam Isra' dan Mi'raj. Bukhari   meriwayatkan   dari   Malik   bin   Sh'asha'a   bahwa   Rasulullah   saw   menceritakan   kepada mereka   peristiwa   malam   Isra'   di   mana   beliau   bersabda:   "Ketika   aku   berada   di   Hathim—atau beliau berkata di Hijr—saat aku dalam keadaan antara tidur dan bangun, maka seorang datang kepadaku lalu ia membelah antara ini dan ini. Yaitu antara kerongkongan dan perutnya. Beliau melanjutkan:      Lalu   ia  mengeluarkan       hatiku   dan   membawa      mangkok      dari  emas    yang    penuh dengan keimanan lalu ia menyuci hatiku. Kemudian diulanginya." Kami   kira   bahwa   pembelahan   dada   merupakan   bentuk   simbolis   yang   menunjukkan   kesucian Rasul   saw   dan   sebagai   bentuk   penyiapannya   untuk   melalui   Isra'   dan   Mi'raj.       Itu   merupakan pemberitahuan   dari   Ilahi   bahwa   anak   ini   akan   mencapai   suatu   kedudukan   yang   belum   pernah dicapai oleh manusia dan tidak akan dicapai manusia sesudahnya. Setelah peritiwa pembelahan dada, berubahlah kehidupan anak kecil itu di mana sebagian besar   waktunya digunakan untuk merenung   dan   menyendiri.   Dari   roman   wajahnya   tampak   keseriusan   yang   biasanya   menghiasi wajah orang-orang dewasa. Berlalulah hari demi hari, tahun demi tahun dan Selesailah masa menetapnya bersama Halimah di   dusun   Bani   Sa'ad.   Beliau   sangat   terpengaruh   dan   sangat   terkesan   dengan   keadaan   di   sana.

Kisah Masa Kecil Nabi Muhammad SAW

 Diriwayatkan       bahwa     beliau    pernah     mengingat     masa    kecilnya     di  Bani    Sa'ad   dan    beliau membanggakannya.   Beliau   menyebutkan   pengorbanan   mereka   dan   sikap   mereka  yang   baik. Beliau berkata:   "Aku   termasuk   dari   Bani   Sa'ad,   tanpa   bermaksud   menyombongkan   diri.   Jika mereka berhadapan atau menyaksikan salah seorang mereka lapar, maka mereka akan membagi makanan di antara mereka." Kemudian   Muhammad   bin   Abdillah   kembali   ke   Mekah   saat   usianya   lima   tahun.   Beliau   hidup beberapa hari bersama ibunya di mana si ibu merasakan kesedihan   yang dalam atas kepergian ayahnya.   Sesuai   janji   untuk   mengingat   ayahnya   yang   telah   pergi,   Aminah   menetapkan   untuk mengunjungi kuburannya di Yatsrib. Jarak antara Mekah dan Yatsrib lebih dari lima ratus kilo meter     di  gurun    yang   kering    yang   jauh   dari   tanda-tanda    kehidupan.     Anak     itu  menempuh peijalanan   yang   berat.   Setelah   perjalanan   yang   berat   ini,   Muhammad   bin   Abdillah   tinggal   di tempat   paman-paman   dari   ibunya   di   Madinah   selama   satu   bulan.    

Muhammad   melihat   rumah yang di situ ayahnya meninggal sebelum ia dilahirkan. Ia berziarah bersama ibunya ke kuburan

yang   sederhana   yang   ayahnya   dikuburkan   di   dalamnya.   Mula-mula   pikirannya   terfokus   pada keadaan yatim sambil ia mulai memperhatikan linangan air mata ibunya yang diam. Selesailah     masa     satu  bulan    keberadaannya       di   sisi  paman-pamannya.         Kemudian      ibunya menemaninya untuk kembali ke Mekah. Kedua anak manusia itu sampai di pertengahan jalan. Muhammad   bin   Abdillah   tidak   mengetahui   rahasia   kepucatan   wajah   ibunya.   Lalu   malaikatul maut   turun   di   suatu   tempat   yang   yang   bernama   Abwa.   Di   situlah   Aminah   binti   Wahab   telah bertemu dengan kekasihnya, Allah SWT. Sang ibu meninggal dan meninggalkan anak satu-satunya bersama seorang pembantu. Pembantu itu menampakkan rasa kasihnya terhadap anak kecil yang kehilangan ayahnya saat masih janin dan kehilangan ibunya saat berusia enam tahun. Muhammad bin Abdillah kini menjadi sendiri dan    ia  dalam    keadaan    menangis.     Ia  mencapai     kematangan      setelah   ia  melewati    kesedihan kehidupan dan kerasnya kehidupan sebagai anak yatim. Rasulullah   saw   pernah      ditanya   setelah  masa   diutusnya:     "Bagaimana   pandanganmu?"   Beliau menjawab: "Pengetahuan adalah modalku. Akal adalah dasar agamaku. Cinta adalah pondasiku. Zikrullah adalah kesenanganku. Dan kesedihan adalah temanku." Allah    SWT     telah   menyiramkan      kepadanya      sungai-sungai     kesedihan    sehingga     beliau  dapat memberikan kepada manusia buah dari kegembiraan dan ketulusan. Anak   kecil   itu   kembali   ke   Mekah   dalam   keadaan   sedih   dan   ia   tampak   terpaku.   Lalu   Abdul Muthalib, kakeknya menampakkan cinta yang luar biasa dan penghormatan padanya. Setelah dua tahun   ketika   Muhammad   bin   Abdillah   berusia   delapan   tahun,   maka   meninggallah   salah   satu benteng yang terbaik yang menjaganya, yaitu kakeknya Abdul Muthalib. Kemudian anak kecil itu   kini   merenungi   kakeknya   laksana   orang   dewasa.   Ia   tampak   tegar   seperti   layaknya   orang dewasa. Kita tidak mengetahui mengapa terjadi demikian. Mengapa hikmah Allah SWT mencegah Nabi yang   terakhir   untuk   mendapatkan   kasih   sayang   seorang   ayah,   kasih   sayang   seorang   ibu,   dan bimbingan   seorang   kakek?   Apakah   Allah   SWT   ingin   memberi   Nabi   yang   terakhir   suatu   kasih sayang     dan   cinta   yang   semata-mata      bersumber     dari   sisi-Nya?    Apakah     Allah   SWT     ingin mendidiknya       dengan    kesedihan    dan   memberinya      perasaan-perasaan      yang   penuh    dengan penderitaan?     Apakah    Allah   SWT    ingin  membuat     hati  Rasul-Nya    hanya   tertuju  kepadanya? Dahulu   Allah   SWT   berkata   kepada   Musa:   "Dan   Aku   telah   memilihmu   untuk   diri-Ku."   (QS. Thaha:     41)  Dahulu    Allah   SWT memberi kabar   gembira   kepada    Musa    di  dalam    Taurat sebagaimana      Isa  memberi     kabar  gembira    di  dalam Injil  dengan   kedatangan    seorang    Nabi setelahnya yang bernama Ahmad.       Dan Nabi Musa meminta kepada Tuhannya agar memberinya dan    memberi     umatnya    puncak    keutamaan,     lalu  Allah   SWT    menjawab      bahwa    Dia  telah menetapkan keutamaan ini kepada Nabi yang terakhir Ahmad dan umatnya. Allah SWT telah memilih Musa untuk diri-Nya.Meskipun Demikian,   Dia tidak mencegahnya untuk   mendapatkan   kasih   sayang   seorang   ibu   dan   mendidiknya   di   tengah-tengah   keluarganya. Namun Dia berkehendak untuk menjadikan Nabi yang terakhir tercegah dari mendapatkan kasih sayang seorang manusia dan cinta seorang manusia, sehingga Nabi tersebut hanya mendapatkan kasih sayang Ilahi dan cinta Ilahi. Allah     SWT     berfirman    menceritakan      tentang   keadaan     Rasul   terakhir:   "Bukankah      Dia mendapatimu   sebagai   seorang   yatim,   lalu   Dia   melindungimu.   Dan   Dia   mendapatimu   sebagai seorang   yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang    kekurangan,     lalu  Dia   memberikan     kecukupan.     Adapun     terhadap   anak   yatim,   maka janganlah   kamu   berlaku   sewenang-wenang.   Dan   terhadap   orang        yang   meminta-minta,   maka janganlah     kamu    menghardiknya.      Dan   terhadap    nikmat    Tuhanmu     maha    hendaklah    kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). " (QS. ad-Dhuha: 6-11) Makna ayat tersebut secara harfiah adalah bahwa beliau dalam keadaan yatim lalu Allah  SWT melindunginya;   beliau   dalam   keadaan   tersesat   lalu   Allah   SWT   memberinya   petunjuk;   beliau dalam   keadaan   fakir   lalu   Allah   SWT   memampukannya.   Allah   SWT   melindunginya   dengan mengasuhnya,   membimbingnya,   dan   mencukupinya.   Itu   adalah   derajat   keutamaan   yang   tidak pernah dicapai oleh seseorang pun di dunia. Setelah    kematian    kakeknya,    maka   pamannya      Abu   Thalib   mengasuhnya.     Allah   SWT     telah meletakkan kecintaan pada hati pamannya, sehingga pamannya mengutamakan Muhammad saw daripada     anak-anaknya      dan   memuliakannya       serta  menghormatinya,       bahkan    Abu    Thalib mendudukkannya di ranjangnya   yang biasa dibentangkannya di hadapan Ka'bah di mana tidak ada seorang pun yang duduk selainnya.

Muhammad         bin  Abdillah    hidup   di  jantung    gurun   Mekah     sebagai   seorang    yang   memiliki kesadaran   yang   tinggi   di   antara   kaum   yang   sedang   lalai   dan   kaum   yang   mabuk-mabukan   dan para   penyembah   berhala   serta   para   pedagang   minuman   keras   dan   para   syair   dan   orang-orang yang berperang dan tokoh-tokoh kabilah. Muhammad bin Abdillah seorang yang banyak diam dan ketika usianya semakin dewasa, maka ia bertambah banyak diam. Beliau tidak berbicara kecuali jika diajak seseorang berbicara; beliau tidak   terlibat   dalam   permainan   hura-hura   anak-anak   muda;   beliau   merasakan   kesedihan   yang dalam;    beliau   sering   menyendiri   dan   membuka       matanya   di  hamparan     pasir-pasir.   Mulutnya terdiam     dan  akalnya    berpikir.  Beliau    merenungkan      di  masa    kecilnya   bagaimana     kaumnya bersujud     terhadap    berhala   dan   terpukau    dengannya;     bagaimana     orang-orang      berakal   mau bersujud   kepada   batu-batu   yang   tidak   memberikan   mudharat   dan   manfaat   dan   tidak   berbicara serta   tidak   dapat   melakukan   apa-apa.   Beliau   mewarisi   dari   kekeknya   Ibrahim   kebencian   yang fitri terhadap dunia berhala dan patung. Di   dalam   dirinya   terdapat   penghinaan   yang   besar   terhadap   sembahan-sembahan   dari   batu   ini, suatu   penghinaan   yang   menjadikannya   tidak   mau   mendekat   selama-lamanya   terhadap   patung tersebut. Namun hatinya yang besar dipenuhi dengan kesedihan yang lebih hebat dari kesedihan kakeknya Ibrahim. Beliau sedih karena akal manusia menyembah batu dan emas, kesombongan serta kekuasaan penguasa; beliau mendengar apa yang dikatakan manusia dan mengamat-amati urusan kehidupan dan keadaan masyarakat; beliau juga menyaksikan betapa banyak pertentangan dan   perkelahian   di   antara   manusia   yang   justru   disebabkan   oleh   masalah-masalah   yang   sepele, sehingga     keheranan     beliau   semakin    bertambah     dan   sudah   barang    tentu  kesedihannya      pun semakin dalam. Tidakkah manusia mengetahui bahwa mereka akan mati seperti ayahnya, ibunya, dan   kakeknya?   Mengapa   mereka   menimbulkan   pertentangan   ini,   hingga   mereka   mendapatkan lebih banyak kejahatan? Ketika usianya semakin bertambah, maka bertambahlah kezuhudannya dalam hidup, dan sepak terjangnya   terus   bersinar   memenuhi   penjuru   Mekah.   Beliau   tidak   sama   dengan   seseorang   pun dari kalangan pemuda saat itu. Meskipun kami kira bahwa kesedihannya disebabkan oleh hal-hal yang umum, tetapi beliau tidak mengungkapkan kegelisahan hatinya pada seseorang pun. Beliau belum   bertujuan   untuk   memperbaiki   masyarakat   atau   kemanusiaan.   Benar   bahwa   pertanyaan- pertanyaan kritis timbul dalam benaknya dan ingin segera menemukan jawaban, tetapi akalnya sendiri tidak dapat menemukan jawaban atau jalan keluar. Inilah yang dimaksud dengan makna ayat:

"Dan   Dia   mendapatimu   sebagai   seorang   yang   bingung,   lalu   Dia   memberikan   petunjuk."   (QS. adh-Dhuha:       7)   Yang   dimaksud   ad-Dhalal   (kesesatan)   di       sini  ialah   kebingungan   akal     dalam menafsirkan kejahatan dan usaha melawannya karena ketiadaan senjata dan kecilnya usia.

 Semua itu   justru  menambah       sikap   diam    anak   kecil   itu  dan  menjauhkannya        dari  dunia    yang   akan mencemari       akal,   sehingga    akalnya    selamat    dari   segala   noda   dan   tetap   di  bawah     naungan kejernihannya.   Anak   kecil   itu   tetap   jauh   dari   dosa-dosa   yang   dilakukan   oleh   kaumnya   yang berupa kecenderungan untuk menyembah berhala dan cinta kekuasaan dan kebanggaan. Ia selalu mendekat dan lebih mendekat kepada hakikatnya yang suci; ia mampu mempengaruhi orang lain dengan     jiwanya     yang   bersih   dan   rahmatnya     atau   kasih   sayangnya     tertuju   kepada    manusia, bahkan   kepada   binatang   dan   burung.   Ketika   ia   duduk   akan   makan   lalu   ada   burung   merpati berkeliling di seputar makanannya rnaka ia meninggalkan makanannya untuk burung itu. Pada saat   orang-orang      memukul      anjing   yang   mendekat     kepada     makanan     mereka,    maka    ia  justru mencabut   suapan   yang   ada   di   mulutnya   dan   memberikannya   pada   anjing,   kucing,   anak-anak kecil,   dan   orang-orang   fakir.   Bahkan   seringkali   di   waktu   malam   ia   tidur   dalam   keadaan   lapar karena ia memberikan makanannya ke orang lain. Muhammad saw adalah seorang fakir yang harus bekerja agar dapat makan, maka beliau bekerja sebagai   pengembala   kambing,   seperti   Nabi   Daud,   Nabi   Musa,   dan   nabi-nabi   yang   lain   yang diutus oleh Allah SWT. Kemudian beliau melakukan perjalanan bersama kafilah pamannya Abu Thalib   menuju   Syam   saat   beliau   berusia   tiga   belas   tahun.   Beliau   menyaksikan   keadaan   umat- umat   yang   lain,   maka   keheranannya   semakin   bertambah   terhadap   masa   jahiliyah   ini. Ketika beliau   menyaksikan   orang-orang   tersesat,   maka   kesedihannya   semakin bertambah   dan   hatinya semakin tersentuh dan pikirannya semakin dalam.

Kisah Nabi Muhammad dan pendeta Buhaira  

 Pada     saat  perjalanan    menuju     ke  Syam terjadi suatu peristiwa terhadap anak   kecil   itu. Kemungkinan besar   itu  justru  menambah  kebingungannya.Seorang pendeta yang   bernama Buhaira   berdiri   di   jendela   rumah   yang   menjadi  tempat   peribadatannya   di   Suria.          Tiba-tiba   ia memperhatikan   suatu   awan   putih—tidak   seperti   biasanya—yang   menghiasai   langit   yang   biru. Saat    itu   udara   sangat    terang,   sehingga     munculnya       awan    tersebut    sangat   mengherankan. Kemudian pandangan Buhaira yang tertuju ke langit, kini tertuju ke bumi di mana ia mendapati awan itu menyerupai burung yang putih yang menaungi kafilah kecil yang menuju ke arah utara. Buhaira memperhatikan bahwa awan tersebut mengikuti kafilah. Jantung   Buhaira   berdebar   dengan   keras   karena   ia   mengetahui   melalui   buku-buku   peninggalan kaum Masehi yang otentik bahwa seorang nabi akan muncul ke dunia setelah Isa. Sifat dan kabar nabi tersebut diceritakan dalam buku-buku kuno. Buhaira segera meninggalkan tempatnya, lalu ia   segera   memerintahkan untuk    menyiapkan      makanan      yang   besar.   Kemudian      ia  mengutus seseorang untuk menemui kafilah tersebut dan mengundang mereka untuk jamuan makan.

 Salah seorang mereka berkata dengan nada bercanda kepada Buhaira: "Demi Lata dan 'Uzza, engkau hari   ini   tampak   lain   wahai   Buhaira.Engkau   tidak   pernah melakukan   demikian   kepada   kami, padahal   kami   telah   melewati   dan   singgah   di   tempat   ini   lebih   dari   sekali.   Ada   peristiwa   apa gerangan wahai Buhaira?" Buhaira     menjawab:     "Hari   ini  kalian   adalah   tamu-tamuku."           Pertanyaan     orang   tersebut   tidak dijawab   dengan   terang-terangan.   Ia   sengaja   menghindarinya   dan   tidak   menyingkapkan   rahasia kemuliaan       yang    datangnya     tiba-tiba   ini.   Buhaira    memberi      makan     mereka     dan    mulai memperhatikan di antara mereka adanya seseorang yang memiliki tanda-tanda  yang dibacanya dalam     kitab-kitabnya     yang    kuno    tentang    seorang    rasul  yang    ditunggu.    Namun      ia  tidak menemukannya,         hingga    ia  bertanya    kepada     mereka:    "Wahai     kaum    Quraisy,    apakah     ada seseorang   yang tidak hadir bersama jamuanku ini?" Mereka menjawab:   "Benar, ada seseorang yang tidak ikut bersama kami. Kami meninggalkannya karena ia masih kecil." Buhaira berkata: "Sungguh   aku   telah   mengundang   kamu   semua.   Panggilah   ia   supaya   hadir   bersama   kami   dan memakan makanan ini." Salah seorang lelaki dari kaum Quraisy berkata: "Demi Lata dan 'Uzza, sungguh   tercela   bagi   kami   untuk   meninggalkan   Muhammad   bin   Abdillah   bin   Abdul   Muthalib dari jamuan yang kami diundang di dalamnya. Pamannya meminta maaf karena Muhammad masih kecil, kemudian sebagian mereka berdiri dan menghadirkannya. Belum lama Buhaira memandangi kejernihan dua mata Muhammad, sehingga ia   mengetahui     bahwa     ia  telah  mendekati     tujuannya.    Buhairah    terpaku    ketika   memandangi Muhammad bin Abdillah sehingga kaum selesai makan dan mereka berpisah. Muhammad bin Abdillah duduk sendirian. Buhaira menghampirinya dan berkata: "Wahai anak kecil, demi kedudukan Lata dan 'Uzza, sudikah kiranya engkau memberitahu aku terhadap apa yang    aku   tanyakan    kepadamu?"      Buhaira    ingin   mengetahui     sikap   anak   ini  terhadap   berhala kaumnya. Anak kecil itu menjawab: "Jangan engkau bertanya kepadaku tentang Lata dan 'Uzza. Demi     Allah,   tidak  ada   sesuatu   yang   lebih   aku  benci   daripada    keduanya."     Buhaira   berkata: "Dengan izin Allah aku ingin bertanya kepadamu." Anak kecil itu menjawab: "Tanyalah apa saja yang terlintas di benakmu." Buhaira   bertanya   kepada   anak   kecil   itu   tentang   keluarganya,   kedudukannya   di   tengah-tengah kaumnya, mimpinya dan pendapat-pendapatnya. Dialog tersebut terjadi jauh dari pantauan kaum karena mereka tidak akan diam ketika mendengar bahwa Muhammad membenci berhala-berhala mereka.

 Kemudian Muhammad menjawab pertanyaan-pertanyaan Buhaira dengan yakin, hingga membuat   Buhaira   mantap   bahwa   ia   sekarang   duduk   bersama   seorang   Nabi   yang   kabar   berita gembiranya disampaikan oleh Nabi Isa sebagaimana disampaikan oleh nabi-nabi dari kaum Israil dari kaum Nabi Musa. Setelah itu, ia bangkit meninggalkan anak kecil itu dan menuju ke Abu Thalib ia bertanya tentang kedudukan anak kecil itu di sisinya. Abu Thalib menjawab: "Ia adalah anakku." Buhaira berkata: "Tidak mungkin ayahnya masih hidup." Abu Thalib berkata: "Benar. Ia   anak   saudaraku.   Ayahnya   dan   ibunya   telah   meninggal."   Buhaira   berkata:   "Engakau   benar, kembalilah kamu ke negerimu dan hati-hatilah dari kaum Yahudi." Abu Thalib bertanya tentang rahasia dari apa yang dikatakan oleh pendeta itu. Pendeta itu mulai mengetahui bahwa ia telah berbicara  lebih   dari   yang   semestinya.   Lalu   ia   berkata:   "Ia   akan   memiliki   kedudukan   tertentu." Buhaira tidak menjelaskan lebih dari itu dan ia tidak menentukan kedudukan yang dimaksud. Lalu   berlalulah   peristiwa   tersebut   tanpa   terlintas   dari   benak   seseorang   atau   tanpa   menggugah kesadaran di   antara mereka. Kisah tersebut tidak membawa pengaruh berarti bagi kafilah atau kepada Nabi sendiri. Kafilah menganggap bahwa penghormatan pendeta kepada Muhammad bin Abdillah   dan   memberitahunya   akan   kedudukan   yang   akan   disandangnya   adalah   semata-mata basa-basi   yang   biasa   diucapkan   di   atas   meja   makan   ketika   para   tamu   memuji   kedermawanan tuan rumah. Dan sebagai balasannya, orang yang mengundang akan memuji akhlak para pemuda mereka.   Alhasil,   peristiwa   tersebut   tidak   membawa   pengaruh   apa   pun,   baik   bagi   Muhammad maupun bagi sahabat-sahabat yang ikut dalam kafilah, sehingga mereka tidak mengetahui rahasia perkataan   pendeta   dan   mereka   tidak   menyebarkan   pembicaraan   yang   mereka   dengar   darinya. Peristiwa itu tersembunyi meskipun ia sungguh sangat membingungkan Muhammad. Apa     gerangan    yang   terjadi   antara  dirinya   dan   orang-orang      Yahudi,    sehingga    pendeta    perlu mengingatkan pamannya dari ancaman mereka? Apa kedudukan yang akan diembannya seperti yang diceritakan oleh pendeta itu? Dan apa hubungan semua ini dengan kesedihan-kesedihannya yang dalam serta kebingungannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sedikit demi sedikit berputar di   benaknya.     Kemudian      seperti   biasanya    kafilah   tersebut    kembali    ke   Mekah.    Muhammad kembali   menuju   keterasingannya.   Ia   memperhatikan   keadaan   alam   di   sekitarnya.   Kemudian   ia melihat   kembali   penderitaannya;   ia   berusaha   untuk   mendapatkan   kehidupannya;   ia   mengabdi kepada manusia dan mengorbankan apa saja demi kemuliaan mereka. Hari   demi   hari   berlalu.Muhammad   saw   tampil   dengan   pakaian   ketulusan   kasih sayang,   dan amanah serat cinta, sebagaimana pelita dipenuhi oleh cahaya, sehingga kejujurannya terkenal di tengah-tengah  

kaumnya.Bahkan kejujuran dan amanatnya tidak bakal diragukan oleh seseorang pun   dari   penduduk   Mekah.   Dan   ketika   beliau   datang   dengan   membawa   risalahnya   dan   beliau itentang     mayoritas     masyarakatnya,      namun     tak   seorang     pun    yang    berani   meragukan kejujurannya. Mereka hanya menuduh bahwa ia terkena sihir atau kesadarannya telah hilang.

Kisah Nabi Muhammad SAW beranjak dewasa   

Pada tahun ketiga belas dari masa kenabian, ketika semua kabilah sepakat untuk membunuhnya dan mengucurkan darahnya di antara para kabilah dan mereka mengepung rumahnya, maka di saat   situasi   yang   sulit  ini  beliau  menetapkan      untuk   berhijrah.   Tetapi   sebelumnya      beliau mewasiatkan kepada Ali bin Abi Thalib, anak pamannya untuk tetap tinggal di rumahnya agar ia dapat   mengembalikan   amanat   yang   dititipkan   oleh   semua   musuhnya   dan   para   sahabatnya.   Ini beliau   maksudkan   agar     Ali   dapat   menyerahkan   amanat   tersebut     di   waktu   pagi   kepada   para pemiliknya.   Anda   dapat   melihat   betapa   para   musuhnya   merasa   aman   terhadap   harta   mereka ketika dijaga oleh Muhammad saw. Hari demi hari berlalu dan tahun demi tahun pun lewat. Sementara itu, kesucian dan kejujuran Muhammad saw semakin meningkat. Dan di tengah lautan keheningan yang mencekam, ketika Muhammad   bin   Abdillah   menyebarkan   layar   perahunya   yang   putih,   maka   ia   harus   menemui hakikat    azali  yang    bertemu    dengan-nya     semua    nabi   dan   rasul.  Muhammad       bin   Abdillah mengetahui bahwa alam yang besar ini mempunyai Tuhan Pengatur dan Pencipta; Tuhan yang Maha Satu dan yang tiada tuhan selain-Nya. Muhammad   dijauhkan   dari   suasana   kenikmatan   dan   foya-foya   yang   biasa   dilakukan   oleh   para pemuda seusianya. Dan ketika pemuda Mekah berbangga-bangga dengan banyaknya minuman keras   yang mereka minum dan banyaknya bait-bait syair yang mereka katakan tentang wanita, maka Muhammad bin Abdillah telah menemukan jati dirinya di suatu gua yang tenang di gunung yang   besar.   Ia   memilih   untuk   menghabiskan   waktunya   di   dalam   keheningan   gua   tersebut.   Ia merenung   dengan   hatinya   tentang   keadaan   alam;   ia   memikirkan   keagungan   rahasia-rahasianya dan rahmat Penciptanya serta kebesaran-Nya. Pada tahun yang kedua puluh lima, beliau mengenal Ummul Mu'minin, isterinya yang pertama, yaitu Khadijah binti Khuwailid yang saat itu berusia empat puluh tahun. Khadijah adalah wanita yang mulia dan mempunyai cukup harta. Ia berdagang dan suaminya telah meninggal. Banyak orang   yang   mendekatinya   dengan   alasan   untuk   mendapatkan   kekayaannya.   Khadijah   mencari seseorang     laki-laki  yang   dapat   membawa       harta  dagangannya      menuju    Syam,    lalu  Khadijah mendengar   berita   yang   cukup   banyak   berkenaan   dengan   kejujuran   dan   amanat   serta   kesucian Muhammad         bin  Abdilah.   Akhirnya,     Khadijah    mengutus    Muhammad        saw   untuk   membawa barang   dagangannya.   Muhammad   saw   pergi   dalam   perjalanannya   yang   kedua   ke   Syam   saat beliau berusia dua puluh lima tahun. Allah SWT memberkati perjalannya di mana beliau kembali dengan     membawa   keuntungan     yang   berlipat   ganda    yang   diserahkannya      kepada    Khadijah. Muhammad   saw   tidak   peduli dengan   harta   Khadijah   dan   tidak   peduli   kepada   kecantikannya; Muhammad  saw    hanya    memandang kemuliaan      yang   dipegangnya.        

    Kemudian      Khadijah merasakan getaran cinta terhadap Muhammad saw. Dan Akhirnya, ia mengutarakan keinginan untuk menikah dengannya, hingga Muhammad saw pun setuju. Paman   Muhammad   saw,   Abu   Thalib   berdiri   dan   menyampaikan   khotbah   pada   saat   perayaan perkawinannya:       Muhammad       saw    tidak  dapat   dibandingkan     dengan    seorang   pun   dari  kaum Quraisy karena ia   adalah   seorang   yang mulia, baik dari sisi   akal maupun ruhani. Meskipun ia seorang   yang   fakir   namun   harta   adalah   naungan   yang   akan   hilang   dan   benda   yang   bersifat sementara. Setelah menikah, Muhammad saw justru mendapatkan kesempatan yang lebih besar untuk merenung dan menyendiri serta beribadah. Kemudian kehidupan   yang dijalaninya justru meningkatkan kemuliaannya, sehingga keutamaannya tersebar di sana sini. Beliau tidak pernah terlibat   dalam   pergulatan   yang   keras   untuk   memperebutkan   materi-materi   dunia.   Beliau   selalu menggunakan   akal   sehatnya   daripada   terlibat   dalam   kesesatan   mereka   dan   kegelapan   berhala yang menyelimuti banyak orang pada saat itu. Kemudian usianya kini mendekati empat puluh tahun. Setelah merasakan kesunyian di tengah-tengah masyarakat, beliau lebih memilih untuk menjauh dari    mereka.    Beliau    mencari-cari    hakikat,    sehingga    Allah   SWT      membimbingnya        untuk menyendiri di gua Hira. Akhirnya, beliau dapat keluar dari Mekah. Beliau berjalan beberapa mil. Kemudian beliau mulai mendaki dan mendaki. Setiap kali ia mendaki gunung, maka tempat itu semakin luas. Udara tampak lembut dan tersingkaplah hijab, dan pandangan semakin terbentang. Kemudian   beliau   memasuki   gua.   Keheningan   menyelimuti   segala   sesuatu,   namun   hati   tetap sadar   dan   tidak   ada   sesuatu   yang   dapat   menghalang-halangi   pandangan   internal   yang   dalam. Dalam      suasana    kesunyian     terkadang    lahirlah   pemikiran-pemikiran       yang    cemerlang     yang kemudian   menyebarkan   sayap-sayapnya   dan   membumbung,   pertama-tama   di   atas   angkasa   gua lalu tersebar menuju ke tempat yang lebih luas. Tidak ada sesuatu pun yang membatasinya atau mengekang kebebasannya. Kita tidak mengetahui pikiran-pikiran apa yang terlintas pada manusia termulia dan terbesar di atas bumi itu saat beliau duduk di gua Hira beberapa bulan. Apa yang beliau pikirkan dan apa gerangan   yang   beliau   risaukan?   Mimpi   apa   yang   ada   di   benaknya   dan   perasaan-perasaan   apa yang lahir dalam hatinya? Bagaimana keadaan batu-batu yang ada di sisinya? Apakah atom-atom batu   yang   berputar   di   sekelilingnya   menyahuti   tasbihnya   yang   diam,   seperti atom-atom   batu yang bersahut-sahutan bersama Daud saat ia membaca kitabnya Zabur.

Kisah Uzlah Nabi Muhammad SAW dan permulaan mendapatkan risalah

Kami   tidak   mengetahui   secara   pasti   bentuk   kelahiran   yang   terjadi   dalam   dirinya.   Yang   kita ketahui   adalah   bahwa   beliau   tidak   berpikir   tentang   kenabian   dan   beliau   tidak   berpikir   untuk memberikan petunjuk kepada manusia; beliau tidak melakukan praktek-praktek sufisme karena beliau   sudah   menjadi   seorang   sufi   sebelum   diutus   di   tengah-tengah   manusia.   Kemudian   Allah SWT   memilihnya   sebagai   Nabi   lalu   beliau   meninggalkan   uzlahnya   dan   turun   ke   medan   serta membawa        senjata.    Beliau    mempertahankan         kebenaran,     sehingga     beliau   bertemu     dengan Tuhannya.      Mula-mula      lahirlah   tasawuf    dan   setelahnya     lahirlah  jihad   di  jalan  Allah    SWT. Tasawuf   bukanlah   puncak   atau   hasil   sebagaimana   diyakini   oleh   manusia   sekarang,   tetapi   ia adalah permulaan jalan yang panjang di mana pada akhirnya yang bersangkutan menggunakan senjata sebagai bentuk usaha untuk membela manusia dan kehormatannya. Pada   suatu   hari   beliau   duduk   di   gua   Hira   dan   tiba-tiba   beliau   dikagetkan   dengan   kedatangan Jibril    yang    berdiri   di   depan    pintu    gua.   Malaikat     tersebut    memeluknya        erat-erat   lalu memerintahkannya          untuk    membaca      sambil    berkata:    "Bacalah!"     Muhammad        bin   Abdillah menjawab:       "Aku    tidak   mampu      membaca."       Beliau   ingin   mengatakan       bahwa     beliau   tidak mengenal   bacaan   dan   tulisan.   Kalau   begitu,   apa   yang   harus   beliau   baca?      Malaikat   kembali memeluknya dengan kuat sehingga Rasulullah saw menganggap bahwa ia meninggal. Kemudian malaikat melepasnya dan memerintahkannya untuk membaca. Beliau kembali menjawab: "Aku tidak   bisa   membaca."   Malaikat   yang   mulia   kembali   memeluknya   dan   kembali   memerintahkan untuk membaca. Dan lagi-lagi Rasulullah saw menjawab dengan gemetar: "Apa yang aku baca?" Kemudian Jibril membaca permulaan ayat-ayat yang turun kepada beliau: "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS. al-'Alaq:   1-5)   Setelah   peristiwa   itu,   Jibril   menghilang   secara   tiba-tiba   sebagaimana   ia   muncul secara tiba-tiba. Rasulullah saw merasakan dalam dirinya kejadian yang luar biasa yang pernah dirasakan   oleh   Nabi   Musa   saat   beliau   mendengar   panggilan-panggilan   suci   di   lembah   Thuwa. Sebagaimana Nabi Musa lari ketakutan, maka Muhammad bin Abdillah pun segera menuju ke rumahnya dalam keadaan ketakutan. Ia turun ke gunung dan kembali ke rumahnya dan kembali ke   isterinya.   Tubuhnya   yang   mulia   bergetar   denga   keras   dan   beliau   merasakan   ketakutan   dan kegelisahan.   Apakah   beliau   kali   ini   berhubungan   dengan   jin   atau   alam   perdukunan?   Apakah beliau   telah   mengigau   sehingga   beliau   mendengar   suara-suara   dan   melihat   wajah-wajah   yang belum pernah dilihatnya? Rasulullah saw mengkhawatirkan dirinya karena beliau sangat benci kepada     perdukunan.      Beliau   memasuki       rumahnya     dengan     keadaan    gemetar.    Beliau    berkata kepada   isterinya:   "Selimutilah   aku,   selimutilah   aku!"   Kemudian   isterinya   segera   menyelimuti dengan selimut dari wol dan mengusap keringat yang berada di keningnya.

Isterinya dikagetkan dengan     kepucatan    wajah beliau   yang   mulia  dan  kegemetaran  tubuhnya.      Khadijah    bertanya kepadanya: "Apa   yang sedang terjadi?" Kemudian Muhammad saw menceritakan secara detail apa yang dialaminya. Kemudian ia berkata: "Sungguh aku khawatir terhadap diriku." Khadijah mengetahui   bahwa   ia   sekarang   berhadapan   dengan   masalah   yang   serius,   suatu   berita   gembira yang    ia   tidak  mengetahui    hakikatnya,   suatu   berita   gembira   yang   seharusnya    tidak   dihadapi Muhammad saw dengan kekhawatirkan dan kegelisahan.

 Khadijah berkata dengan maksud untuk meredakan      ketakutannya:     "Tenanglah.    Demi    Allah,  Allah   SWT   tidak    akan   menghinakanmu selama-lamanya. Sungguh engkau adalah seorang yang baik, yang menyambung tali silaturahmi, yang berbicara dengan jujur, dan yang menghormati tamu." Meskipun kalimat-kalimat tersebut penuh     dengan   kedamaian     dan   kesejukan,    tetapi  kegelisahan    Rasul   saw   juga  belum    hilang. Kemudian Khadijah pergi bersama beliau ke rumah Waraqah bin Nofel, yaitu anak dari paman Khadijah. Waraqah adalah seorang Nasrani dan dia mampu menulis kitab dalam bahasa Ibrani dan ia cukup mengetahui kitab-kitab Taurat dan Injil di mana matanya telah buta karena masa tua.   Khadijah   berkata   kepadanya:     "Wahai    putra  pamanku,   dengarlah   dari   anak   saudaramu." Waraqah berkata: "Wahai anak saudaraku, apa yang engkau lihat?" Rasulullah saw menceritakan apa   yang   dialaminya   secara   sempurna.   Waraqah   berkata   sambil   mengangkat   kepalanya   yang tampak keheranan: "Itu adalah Namus (Jibril) yang Allah SWT turunkan kepada Musa." Sebagai seorang   yang   mengerti,   Waraqah   bin   Nofel   mengetahui   bahwa   ia   berada   di   hadapan   seorang Nabi   yang   berita   gembiranya   disampaikan   oleh   Taurat   dan   Injil.   Setelah   keheningan   sesaat, Waraqah       berkata:   "Seandainya     aku    masih    hidup   ketika    kaummu      mengeluarkanmu        dan mengusirmu."   Rasulullah   saw   bertanya:   "Mengapa   aku   harus   diusir   oleh   mereka?''   Waraqah menjawab: "Benar, tidak ada seorang pun yang akan datang seperti dirimu kecuali engkau akan mengalami      penderitaan    dan   pengusiran.   Seandainya   aku   hadir   di   saat  itu   niscaya  aku   akan menolongmu."  Demikianlah,      akhirnya    Islam   pun    dikembangkan.    

Pengaruh Ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad terhadap peradaban dunia

Kehendak    Allah    SWT terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi dan orang Muslim yang pertama.Barangkali pembaca akan bertanya: Apa hakikat dari Islam? Apabila Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir yang diutus oleh Allah SWT di muka bumi dan kita mengetahui bahwa para nabi semuanya sebagai Muslim, maka bagaimana beliau dapat dikatakan mendahului mereka   dalam   keislaman   dan   menjadi   orang   Muslim   yang   pertama?   Islam   yang   dibawa   oleh Muhammad saw tidak berbeda dalam esensinya dengan Islam yang dibawa oleh Nabi Nuh, Nabi Musa, Nabi Isa atau nabi yang lain, tetapi yang berbeda adalah bentuknya, sedangkan esensinya tetap seperti semula,   yakni berdasarkan tauhid. Islam   yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw berbeda dalam bentuknya dengan Islam yang dibawa nabi-nabi sebelumnya karena sebab yang penting, yakni bahwa Islam ini merupakan ajaran yang universal dan berisi aspek kemanusiaan yang abadi.   Islam tidak   terbatas   atas orang-orang Arab tetapi ia berlaku atas semua golongan. Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw tidak terbatas untuk kabilah tertentu atau bangsa tertentu atau bumi tertentu atau lingkungan tertentu atau zaman tertentu, tetapi ia untuk semua manusia.   Atau   dengan   kata   lain,   ia   merupakan   ajakan   untuk   membangkitkan   akal   manusia   di mana saja mereka berada tanpa ada batasan tempat atau waktu. 

Universalitas ajaran Islam tidak dikenal   pada   risalah-risalah   Ilahi   sebelumnya     di   mana   setiap   risalah   itu   diperuntukkan   bagi bangsa tertentu dan zaman tertentu. Oleh karena itu, mukjizat-mukjizat yang mengagumkan yang bersifat temporal seringkali mendukung risalah-risalah yang dahulu. Ketika Islam datang sebagai bentuk ajakan untuk menghidupkan akal manusia secara bebas, maka di sana tidak ada alasan untuk    membawa       mukjizat   yang   mengagum-kan.        Hanya    ada  satu   kata  yang   dapat   dijadikan pembuka      untuk    berdakwah     dan   membuka      akal   manusia,    yaitu  kata   "iqra"'  (bacalah).   Dan hendaklah bacaan ini berdasarkan nama Allah SWT. Dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Coba Anda renungkan permulaan pertumbuhan dan puncak pencapaian. Di sini tersembunyi mukjizat yang hakiki jika Anda berusaha mencari mukjizat   yang   hakiki.   Bacalah,   dan   Tuhanmu   Yang   Maha   Mulia,   yang   memberikan   nikmat penciptaan dan rezeki serta rahmat dan kelembutan. Dia Maha Mulia yang mengajarkan manusia apa saja yang tidak diketahuinya. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ajakan untuk membaca. Ia adalah dakwah yang menunjukkan kedudukan ilmu. Allah SWT berfirman: "Sesungguhnya yang takut   kepada   Allah   di   antara   hamba-hamba-Nya   hanyalah   orang-orangyang   berilmu   (ulama)." (QS. Fathir: 28) Takut kepada Allah SWT tidak akan muncul kecuali berdasarkan ilmu. Mustahil kebodohan       dengan bentuk    apa   pun   akan   melahirkan     rasa   takut. 

Oleh   karena    itu,  dalam pandangan Islam ilmu adalah hal yang pokok. Ia bukan kemewahan dan bukan hanya perhiasan. Kaum Muslim telah mengalami masa kemuliaan dan kejayaan dan mereka berhasil menguasai bumi     ketika  mereka    memahami       Islam   secara  benar,   tetapi  ketika   pemahaman      ini  jauh  dari mereka, maka mereka kembali dalam keadaan yang paling buruk, bahkan lebih buruk daripada masa jahiliah. Jadi, ilmu dalam Islam merupakan tujuan yang mulia dan utama dalam penciptaan alam wujud. Kisah Nabi Adam dan Hawa, sebagaimana diceritakan oleh Al-Qur'an adalah bukan semata-mata   kisah   kesalahan   memakan   pohon   tcrlarang,   tetapi   ia   juga   kisah   yang   memiliki dimensi-dimensi   yang   dalam   dan   aspek-aspek   yang   beraneka   ragam.   Ketika   Anda   menyclami kedalamannya, maka Anda akan dapat menemukan simbol-simbol dari makna-makna yang lebih penting. Dialog internal yang dialami oleh para malaikat tentang rahasia pemilihan Nabi Adam untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah di dalamnya serta pengajaran   yang diperoleh Nabi   Adam   tentang   nama-nama   semuanya   dan   bagaimana   beliau   mengemukakan   nama-nama tersebut   kepada   para   malaikat,   serta   ketidaktahuan   mereka   tentang   nama-nama   itu,   kemudian usaha Nabi Adam untuk memberitahu mereka tentang apa yang diketahuinya serta pengetahuan para malaikat tentang rahasia pemilihan Nabi Adam dan para keturunannya untuk memakmurkan bumi,    semua    ini  menjadikan     tujuan   dari  penciptaan     manusia    adalah   pencapaian     ilmu   atau ma'rifah secara umum. Pandangan tersebut dikuatkan oleh firman Allah SWT: "Dan Ahu tidak menciptakan      jin  dan   manusia    kecuali   untuk   menyembah-(Ku)."        (QS.   adz-Dzariat:    56)   Lalu bagaimana kita memahaminya saat ini dan bagaimana generasi yang pertama dari kaum Muslim dan dari sahabat-sahabat Rasul saw dan para pengikutnya dan para tentaranya memahaminya? Saat    ini  kita  memahaminya       dengan    pemahamam        yang   sederhana.    Kita   mengetahui     bahwa kalimat "untuk menyembah-Ku " berarti ritualitas dalam beribadah dan aspek-aspek lahiriahnya, seperti   mengucapkan   kalimat   syahadat,   salat,   puasa,   haji,   zakat   dan   lain-lain.   Sehingga   orang- orang yang salat diperbolehkan untuk menyembah Allah SWT di negeri mereka atau di rumah- rumah   mereka,   meskipun   mereka   hidup   di   bawah   pemikiran   orang-orang   Barat   dan   membeli produk-produk yang dibuat mereka serta memanfaatkan ilmu dan kecanggihan tehnologi orang- orang     Barat.   Namun      mereka    sendiri   tidak   menghasilkan      apa-apa.    Mereka     tidak   dapat memberikan   kontribusi   kepada   kehidupan;   mereka   tak   ubah-nya   seperti   bulu   yang   dimainkan oleh   ombak.   Sedangkan   pemahaman   yang   dahulu   berkaitan   dengan   kalimat   tersebut   sebagai berikut: "Dan   Aku   tidak   menciptakan   jin   dan   manusia   kecuali   untuk   menyembah-(Ku).   "   (QS.   adz- Dzariat:     56)   Ibnu    Abbas    membacanya:        "Illa  liya'rifuun."   (Agar    mereka     mengetahui). Perhatikanlah   bagaimana   pentingnya   perbedaan   antara   praktek-praktek   ibadah   dengan   bentuk- bentuknya   dan   kedalamannya   yang   jauh   dalam   ma'rifah   yang   menyebabkan   rasa   takut   kepada Allah SWT. Orang Muslim yang pertama meyakini bahwa Allah SWT menciptakannya agar ia mengetahui Allah SWT atau agar ia mengenal Allah SWT. Sehingga ambisi orang Muslim yang pertama sangat mengagumkan. Mereka pergi untuk membebaskan dunia semuanya: satu tangan berpegangan dengan Al-Qur'an dan tangan yang lain memegang pedang untuk menghancurkan belenggu-belenggu yang menyeret manusia kepada kesesatan. Kemudian       jatuhlah   dari  Islam   hakikat   ilmu,   sehingga    umat   Islam   tidak  dapat   memimpin kehidupan dan mereka justru men-dapatkan kehinaan. Allah SWT berfirman: "Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para   malaikat   dan   orang-orang   yang   berilmu   (juga   menyatakan   yang   demikian   itu).   Tak   ada Tuhan   melainkan   Dia,   Yang   Maha   Perkasa   lagi   Maha   Bijaksana.   Sesungguhnya   agama   yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam." (QS. Ali 'Imran: 18) Setelah   kesaksian   kepada   Allah   swt   dan   kesaksian   kepada   malaikat,   maka   disebutlah   secara langsung   kesaksian   kepada   orang-orang   yang   berilmu.   Maka,   adakah   penghormatan   terhadap ilmu yang lebih besar daripada penghormatan ini? Ilmu dalam Islam berbeda dengan ilmu dalam peradaban   Barat.   Memang   benar   bahwa   Islam   yang   bertanggung   jawab   terhadap   tumbuhnya pandangan ilmiah dan metode eksperimental di mana berdasarkan metode ini tegaklah peradaban Barat   yang   kemudian   melahirkan   berbagai   produksi,   pembuatan,   dan   penemuan.   Dan   metode eksperimental      adalah   metode    al-Istiqra,  yaitu  suatu   metode    yang   mengikuti     bagian-bagian terkecil (parsial) melalui jalan eksperimen yang dapat tunduk terhadap eksperimen dan melalui jalan memperhatikan hal-hal   yang tidak dapat tunduk terhadap suatu   eksperimen, atau melalui jalan   matematis   murni   yang   membutuhkan   kepada   matematis   murni   di   mana  hal   itu   bertujuan untuk menyingkap hukum-hukum yang menguasai benda.

Sistem ini bidangnya adalah alam dan alatnya adalah panca indera dan akal. Sistem ini dimanfaatkan oleh seorang Eropa yang bernama Roger Bikun. Ia mengakui bahwa ia sangat berhutang kepada kaum Muslim dan peradaban Islam. Seorang   guru   yang   bernama   Bruicll   dalam   bukunya   Abna'   al-Insaniah   menceritakan   tentang dasar-dasar   peradaban   Barat   di   mana   ia   berkata:   "Roger   Bikun   mempclajari   bahasa   Arab   dan ilmu-ilmu Arab di sekolah Oxford kepada guru-gurunya yang berasal dari Arab di Andalus. Dan Roger Bikun dan Fenessis Bikun tidak dapat menisbatan keutamaan yang mereka peroleh dalam menciptakan sistem eksperimental kepada diri mereka sendiri. Roger Bikun hanya seorang duta dari duta-duta ilmu. Oleh karena itu, ia tidak malu ketika menyatakan bahwa mempelajari bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui kebenaran." Demikianlah       pernyataan     pakar-pakar     Barat   yang    jujur.  Yang    demikian     ini  bisa  dijadikan sanggahan terhadap orang-orang Barat yang tidak jujur agar mereka mengetahui bahwa mereka sebenarnya   mengambil   senjata   yang   sebenarnya   berasal   dari   Islam.   Dan   jika   dikatakan   bahwa rahasia     kebangkitan      Barat    saat   ini   dan    keunggulannya        atas   Timur     kembali     kepada pengambilannya terhadap sebab-sebab metode eksperimental, yaitu metode Islam, maka rahasia kehancuran       Barat   dan   kebingungannya        serta  kegelisahannya      adalah    karena    mereka    tidak menghubungkan          metode    tersebut   dengan     kebesaran     Allah   SWT     sebagaimana      semestinya. Metode      eksperimen-tal—sebagaimana            diambil    orang-orang     Barat—dimulai        dari  alam    dan berakhir   kepadanya   sebagai       sesuatu   tujuan.   Jadi,  ruang   lingkup   pembahasan   mereka        adalah berkisar    kepada    materi,   dan   alat-alat  pembahasan      adalah   eksperimen     dan   pengamatan      serta istiqra. Tiada     setelah   alam    kecuali    kematian     dan   kematian     adalah    rahasia   yang    misterius    dan melawannya adalah hal yang mustahil. Kita tidak mengetahui apa yang terjadi setelah kematian; kita tidak mengetahui sesuatu pun tentang ruh. Tidak ada hubungan antara ilmu dan akhlak; tidak ada    jawaban    dari  ilmu   tentang    tujuan   kehidupan     ini.  Kita  hanya   mempelajari      aspek-aspek lahiriah   dan   mencapai   hukum-hukumnya   saja.   Demikianlah   pandangan   Barat   tentang   ilmu   di mana     ia  hanya   sekadar    alat  dan  sarana   untuk    mengatur    alam    dan   berusaha    menguasainya. Sedangkan metode ilmiah dalam Islam menyatakan bahwa gerakan atom dengan gerakan sistem tata   surya   di   bawah   kendali   Zat   Yang   Maha   Tahu   dan   Zat   Yang   Maha   Pencipta.   Ilmu   dalam Islam justru membimbing manusia untuk menuju Allah SWT: "Dan bahwasannya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesua-tu). " (QS. an-Najm: 42)

Ilmu justru mengantarkan manusia untuk mencapai rasa takut kepada Allah SWT sebagaimana membimbingnya beribadah kepadanya dan mencintai-Nya: "Sesungguhnya         yang   takut   kepada   Allah   di   antara   hamba-hamba-Nya   hanyalah   orang-orang yang berilmu (ulama)." (QS. Fathir: 28) Islam datang dan mengajak manusia untuk membaca, mengetahui, dan takut kepada Allah SWT serta   hanya   beribadah   kepadanya.   Jika   ilmu   merupakan   sayap   pertama   di   dalam   Islam,   maka sayap yang kedua adalah kebebasan. Rasulullah saw memberitahu dan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT dan tidak ada sembahan selain Allah SWT. Seruan ini mengisyaratkan keruntuhan tuhan-tuhan yang mengusai bumi semuanya, baik tuhan yang   berupa   kepentingan-kepentingan   pribadi,   kekayaan,   raja,   penguasa,   pemikiran-pemikiran yang mengusai manusia, warisan para kakek dan nenek, berhala-berhala yang terbuat dari batu dan    kayu,    maupun     berbagai    macam     tuhan    lain  yang   bohong.     Adalah    salah   jika  seseorang membayangkan bahwa kalimat "tiada Tuhan selain Allah" hanya sekadar hiasan mulut seorang Muslim   di   mana   segala   sesuatu   yang   ada   di   sekitarnya   penuh   dengan   kebohongan   dan   tidak membenarkan   apa   yang   dikatakannya.   Kalimat   tersebut   dalam   Islam   merupakan   per-gulatan besar   bersama   kegelapan   yang   ada   pada   diri   manusia,   suatu   pergulatan   yang   berakhir   pada penyerahan   diri;   pergulatan   yang   akan   berpindah   pada   kehidupan   yang   lebih   berat,   sehingga kehi-dupan   akan   berserah   diri.   Dan   mustahil   pergulatan   itu   akan   terjadi   kecuali   jika   terpenuhi suatu   kebebasan:   kebebasan   akal   untuk   meragukan   dan   menolak   dan   kebebasan   yang   berakhir kepada   pencapaian   batas-batasnya   dan   kemampuannya   serta   kebebasan   yang   meninggi   untuk mencapai   keimanan   yang   dalam   dan   kokoh.   Itu   adalah   tanggung   jawab   yang   berarti   bahwa  ia harus   memikul   senjata   untuk   membebaskan   orang   lain   sebagaimana   ia   membebaskan   dirinya sendiri. Demikianlah esensi dari Islam, yaitu ilmu yang berdiri di atas kebebasan dan tanggung jawab   yang tumbuh dari kebebasan, dan buah terAkhirnya   adalah tauhid dalam kedalamannya yangjauh. Jika tauhid dipahami secara benar, maka manusia akan terbebas dari penyembahan selain Allah SWT: manusia akan bebas terhadap rasa takut dari kematian, kekhawatiran atas rezeki, manusia akan terbebas dari sikap bakhil dan ketakutan terhadap hari-hari yang akan datang.

 

Terpilihnya Nabi Muhammad sebagai penutup Risalah (Utusan Terakhir)

Kehendak    Allah    SWT terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi      Muhammad  bin  Abdillah   datang    nntuk   menyerukan      bahwa    hanya   Allah   SWT     yang   patut disembah dan bahwa semua manusia adalah hamba-hamba-Nya. Dengan membebaskan manusia dari   menyembah   sesama   mereka,   maka   kebebasan   yang   hakiki   telah   dimulai.   Rasulullah   saw memberitahu bahwa kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan akhiran    yang    misteri  dari  kehidupan     yang   tidak   dapat   dipahami,    tetapi  ia  hanya   sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan   menyelamatkan dari kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan unsur dari unsur-unsur pembentukan kepribadian Islam dan bagian dari bagian-bagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim. Rasulullah saw juga menyatakan bahwa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT: "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)v Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahwa suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya   disempurnakan.   Jika   demikian   halnya,   maka   tidak   ada   alasan   bagi   manusia   untuk khawatir   terhadap   rasa   lapar   dan   gelisah   terhadap   hari   esok.   Semua   ini   terjadi   dalam   ruang lingkup mengambil atau melalui jalanjalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang merupakan kewajiban bagi orang Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu kewajiban bagi orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman: "Dan     di  langit  terdapat   (sebab-sebab)     rezekimu     dan   terdapat   (pula)  apa   yang    dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22) Allah    SWT     telah  menjamin     rezeki   di  dunia   dan   memerintahkan      manusia    untuk    berusaha mencapai      rezeki  di  akhirat.  Rezeki    di  dunia  adalah   sesuatu   yang   sudah    dijamin,   sehingga manusia   tidak   perlu   melakukan   usaha   yang   terlalu   sengit   untuk   mencapainya.   Cukup   baginya untuk berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT memerin-tahkan manusia untuk berusaha mencapainya karena ia adalah rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil melampaui dua jihad: jihad   yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan musuh di medan perang.

Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam   memberi   seorang   Muslim   senjatanya   dan   alat-alatnya   dan   ia   memerintahkannya   untuk mulai   memerangi   kekuatan-kekuatan   kelaliman   di   muka   bumi.   Allah   SWT   berfirman   tentang umat Islam: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110) Perhatikanlah,      bagaimana      Allah   SWT     menyebutkan       amal    makruf    nahi   mungkar     sebelum keimanan       kepada     Allah     SWT.     Ini   dimaksudkan        agar   akal    manusia      tergugah     akan pentingnyajihad   di   jalan   Allah   SWT.   Amal   makruf   dan   nahi   mungkar   tidak   terwujud   semata- mata   dengan   memegang   tongkat   dan   mencambukannya   kepada   punggung   orang-orang   Islam yang   tidak   salat;   ia   juga   tidak   berupa   usaha   untuk   menahan   orang-orang   Muslim   yang   tidak berpuasa.   Masalah   itu   lebih   penting   dan   lebih   besar   dari   sekadar   memperhatikan   hal-hal   yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak diperhatikan. Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:" "Hai   orang-orang   yang   beriman,   jagalah   dirimu.   Tiadalah   orang   yang   sesat   itu   akan   memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk," (QS. al-Maidah: 105) Dan aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua." Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas artinya. Yakni bahwa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanyajihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk." Demikianlah   pemahaman   orang-orang   Islam   yang   pertama. 

 Maka   bandingkanlah   pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana kita telah kchilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mereka daripada memerangi orang-orang yang lalim. Muhammad   bin   Abdillah   datang   dengan   membawa   risalah   Islam   yang   di   dalamnya   terdapat perintah Ilahi untuk rnemerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan orang- orang yang tertindas di muka bumi

Allah SWT berfirman: "Karena itu, hendaklah   orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang     di  jalan   Allah.  Barangsiapa     yang   berperang    di   jalan  Allah,   lalu  gugur   atau memperoleh       kemenangan,     maka    kelak   akan   Kami    berikan   kepadanya    pahala   yang   besar. Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki,    wanita-wanita     maupun     anak-anak     yang   semuanya      berdoa:   'Ya   Tuhan     kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi- Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75) Muhammad         bin  Abdillah    membacakan      kepada    kaumnya     tentang   penafsiran    Allah   SWT berkenaaan dengan makna kejayaan yang besar: "Sesungguhnya   Allah   telah   membeli   dari   orang-orang   mukmin   diri   dan   harta   mereka   dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah: 111) Bacalah ayat tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak, Dia   membeli     jiwa  orang-orang   mukmin      dan  harta   mereka,  padahal   jiwa   tersebut  dan  harta tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana   Dia   membeli   harta   milik-Nya       yang   khusus   dengan   surga   dan   bagaimana   Allah   SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu mereka bahwa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang tersesat bukanlah hal yang baru atas orang- orang Islam. Allah SWT telah memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana Nabi   Isa   diutus   dengan   pedang,   seperti   yang   disebutkan   dalam   lembaran-lembaran   atau   buku- buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani   Israil   berkata   kepada   Nabi   Musa,   "pergilah   engkau   bersama   Tuhanmu   dan   berperanglah, dan   kami   hanya   di   sini   duduk-duduk   saja,",   maka   kehendak   Ilahi   menetapkan   agar   mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat dari perbuatan mereka itu, agar generasi   yang lemah dan hina itu hancur   yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu merupakan       tanggung    jawab    mereka    dan   tugas   mereka    yang   harus   mereka     emban    sebagai pengikut Nabi Musa. Demikianlah esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni     ajakan   untuk   membaca      dan   menggali    ilmu   serta  mendapatkan       kebebasan    dan   yang terpenting   adalah   usaha   melawan   kekuatan-kekuatan   lalim.   Suatu   ajakan   yang   universal   yang tidak   dikhususkan   untuk   kalangan   tertentu   atau   untuk   waraa   kulit   tertentu   atau   untuk   kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang komprehensif yang universal yang   ingin   mengikat     ilmu   dan   kebebasan   dan    jihad   dengan   tujuan   yang   lebih   tinggi,  yaitu mencapai      tauhid   kepada    Allah    SWT     dan   menyucikan-Nya        serta  keimanan      terhadap   hari kemudian dan kebangkitan manusia semuanya di hadapan Allah SWT. Adalah salah jika ada orang yang menganggap bahwa Islam hanya memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar jawaban yang akan dikoreksi     di  hari  akhir.  Ia  adalah   ujian  dan   tempat   percobaan     bagi  manusia     agar  manusia mengetahui      apakah    ia  layak   untuk    menda-patkan      kemuliaan     dari   Allah   SWT     yang   telah diberikan kepada Adam. Atau apakah iajustru layak untuk jadi bagian dari tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT: "Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24) Rasulullah   saw   telah   menjelaskan   hikmah   dari   penciptaan   manusia,   penciptaan   kehidupan   dan kematian ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk:

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amabiya. " (QS. al-Mulk: 2) Dunia   adalah   rumah   pergulatan.   Dan   Allah   SWT   telah   menciptakan   kehidupan   dan   kematian agar   manusia   menyadari   siapa   di   antara   mereka   yang   terbai   amalnya.   Tentu   pengetahuan   ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah     SWT     menciptakan      manusia     agar   menusia     mengetahui,     danpengetahuan        yang   paling penting adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal balasan yang akan diterimanya secara sempurna. Dan   barangkali   mukadimah   yang   kami   sarikan   dari   hari   akhir   ini   mengharuskan   kehidupan   di atas   bumi   dipenuhi   dengan   kesucian   dan   kebersihan,   yaitu   diliputi   dengan   kemanusiaan   yang sempurna yang di dalamnya manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad   saw.   Inilah   asasnya   dan   hakikatnya.   Itu   adalah   pondasi   dan   hakikat   yang   tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah- risalah    yang   dulu   semuanya      adalah   tauhid   dan   mempertahankan         kebenaran     serta  keimanan terhadap hari akhir dan menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru   dalam   Islam   adalah   ilmu,   kebebasan   dan   universalitas   ajaran   Islam   serta   warna   keadilan yang    sangat    kental,  sehingga     sangat   tepat  jika  dikatakan     bahwa    karakter   dari   Islam   adalah keadilan. Barangkali bagian ini perlu diperhatikan. Meskipun agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada setiap agama terdapat   karakter   yang   khusus   yang   menggambarkan   bentuk   yang   paling   tepat   sesuai   dengan kebutuhan   utama   yang   di   situ   agama   itu   diturunkan   dan   sesuai   dengan   waktu   saat   itu.   Orang- orang     Yahudi     misalnya,     mereka     hidup    di   tengah-tengah      suasana     penyembahan        berhala dikalangan      orang-orang      Mesir    kuno.    Yahudisme       diturunkan     pada    Bani   Israil  yang    suka membangkang dan karena itu, karakter utamanya adalah ketegasan (as-Sharamah) agar mereka tidak   terpengaruh   dengan   fenomena   berhalaisme   ala   Mesir   atau   mereka   terkena   pengaruh   dari tindakan     semena-mena       Fir'aun.   Dengan     ketegasan     inilah  agama     Yahudi    selamat    dan   dapat menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan. Namun Bani Israil yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras pada saat yang sama   mereka   keluar   dari   Fir'aun   untuk   masuk   ke   cengkraman   orang-orang   Romawi   di   mana orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir.

Oleh karena itu, orang-orang Masehi bertanggung jawab untuk melakukan pembebasan baru tetapi dengan cara yang berbeda sesuai dengan perubahan keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan penggunaan kekuatan   bersenjata   karena   kekuatan   orang-orang   Romawi   mengungguli   kekuatan   saat   itu   dan menguasai bumi secara  keseluruhan. Maka kemenangan   yang mungkin dapat diperoleh   adalah dengan cara menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada kali yang lain orang-orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan segala senjatanya dan kekuasaannya. Adapun Islam datang sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak untuk diterapkan di   muka   bumi,   sehingga   Allah   SWT   mewariskan   bumi   dan   apa   saja   yang   ada   di   dalamnya kepada orang-orang   yang berhak mewarisinya.   Oleh karena itu, agama   yang terakhir ini harus mempunyai karakter khusus dan karakter itu adalah karakter keadilan. Ketegasan      hanya   cocok    untuk   zaman    tertentu  dan   kelompok     tertentu   dan  keadaan    tertentu, sedangkan cinta adalah contoh   yang tertinggi, tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk     dibandingkan      dengan     tindakan-tindakan      tertentu   atau   untuk    dijadikan    alat  untuk melakukan   sesuatu.   Dan   jika   ia   menjadi   tolok   ukur   bagi   orang-orang   yang   memilki   perasaan yang tinggi atau budaya   yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka   ia menjadi karakter   Islam   yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan       dan   meletakkan     segala   sesuatu    pada   tempatnya.     Ini  adalah    tolok   ukur   yang menyeluruh   dan   barometer   yang   akhir.   Dan   barangkali   kebesaran   keadilan   dan   pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan kepada firman Allah SWT: "Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para   malaikat   dan   orang-orang   yang   berilmu   (juga   menyatakan   yang   demikian   itu)."   (QS.   Ali 'Imran: 18) Apabila Allah SWT dalam Islam merupakan cermin   yang tertinggi, maka keadilan yang   disaksikan   oleh   Allah   SWT   terhadap   diri-Nya   sendiri   harus   menjadi   karakter   Islam   dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan   dalam   balasan,   tctapi   ia   mencakup   semuanya.   Sebelum   semua   ini   dan   sesudahnya, kcadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama dalam Islam. Ketika Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan menemukan keadilan menghiasi      seluruh   wajah   Islam.   Di  sana   terdapat   keadilan   antara   agama-agama       yang   dulu, keadilan antara individu dan masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara pria dan wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya, keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang MahaAdil). Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi.

 Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus: "Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun darimu. Upahku tidak   lain   hanyalah   dari   Allah   belaka   dan   aku   disuruh   supaya   aku   termasuk   golongan   orang- orang yang berserah diri (kepadanya)." (QS. Yunus: 72) Nabi   Ibrahim   dan   Nabi   Ismail   as   berkata   dalam   surah   al-Baqarah   saat   keduanya   membangun Ka'bah:   "Ya   Tuhan   kami,   terimalah   dari   kami   (amalan   kami),   sesungguhnya   Engkaulah   Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduh patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji hami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128) Nabi   Ibrahim   tidak   lupa   untuk   berwasiat   kepada   keturunannya   dan   di   antara   mereka   adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman: "Dan   Ibrahim   telah   mewasiatkan   ucapan   itu   kepada   anaknya,   Demikian   pula   Yakub.   (Ibrahim berkata):    'Hai   anak-anakku,      Sesungguhnya      Allah    telah  memilih     agama    ini  bagimu,    maka janganlah   hamu   mati   kecuali   dalam   memeluk        agama   Islam.'"   (QS.   al-Baqarah:   132)   Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan hhaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya   tunduk   patuh   kepadanya.'"   (QS.   al-Baqarah:   133)   Allah   SWT   memberitahu   kita   dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)

Sementara      itu,  Nabi   Sulaiman    adalah    seorang   Muslim     sesuai   dengan    nas  ayat-ayat    yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu tersebut berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 44) Demikian   juga   Nabi   Yusuf,   beliau   berdoa   kepada   Allah   SWT   dan   meminta   kepadanya   agar mematikannya   sebagai   orang   Muslim   dan   memasukannya   dalam   kelompok   orang-orang   yang saleh.   Allah   SWT   berfirman   dan   bercerita   tentang   Yusuf   dalam   surah   Yusuf:   "Ya   Tuhanku, sesungguhnya        Engkau     telah   menganugerahkan        kepadaku     sebagaian     kerajaan    dan    telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101) Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada   kaum Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka berkata: "Kami telah beriman dan saksikanlah   (wahai   rasul)   bahwa   Sesungguhnya   kami   adalah   orang-orang   yang   patuh   (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111) Jadi,   Nabi   Nuh,   Nabi   Ibrahim,   Nabi   Ismail,   Nabi   Yakub,   Nabi   Musa   Harun,   Nabi   Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh   nabi   adalah   orang-orang   Muslim,   lalu   bagaimana   Nabi   Muhammad   saw   sebagai   Nabi yang terakhir dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama? Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am     yang   ditujukan    kepada   Nabi   yang   terakhir:   "Katakanlah:    'Sesungguhnya      shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan   demikian   itulah   yang   diperintahkan   kepadaku   dan   aku   adalah   orang   yang   pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163) Maka, bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan umat beliau dengan     sebutan    al-Muslimin     adalah   penamaan      yang   sebenarnya     sudah   dahulu    dikenal   di kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan penamaan agamanya dengan sebutan al-Islam sebenarnya berhutang kepada kakeknya yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:

"Dan   Dia   sekali-kali   tidak   menjadikan   untuk   kamu   dalam   agama   suatu   kesempitan.   (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78) Tidak   ada   pertentangan   dalam   pendahuluan   para   nabi   dengan   sebutan   al-Muslimin   daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang    pertama)    di  sini  tidak   dipahami    dari  sisi  waktu    atau  masa    kemunculan,     tetapi  yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang yang paling sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an." Kita   mengetahui   bahwa   Al-Qur'an   al-Karim   menetapkan   akhlak   yang   mulia   meskipun   dalam batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang tinggi.

 Oleh karena itu, akhlak seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki akhlak   yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau mendahului dalam kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul   yamin (orang-orang   yang berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)? Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih   dari   itu   semua.   Beliau   berada   di   puncak   dari   segala   puncak   keutamaan   akhlak,   sehingga beliau berhak untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT: "Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-Qalam: 4) Para Mufasir berbeda pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang agung). Sebagian     mereka     mengatakan     bahwa     yang   dimaksud     adalah   Al-Qur'an.    Sebagian     yang   lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah SWT. Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang derajat beliau yang tinggi dalam dua ayat yang    mulia.   Ayat    yang   pertama    adalah   firman-Nya:      "Katakanlah:     'Sesungguhnya      Shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan   demikian   itulah   yang   diperintahkan   kepadaku   dan   aku   adalah   orang   yang   pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)

 

Nabi Muhammad sebagai manusia yang paling utama

Beliau adalah orang yang paling utama di antara manusia semuanya; beliau memiliki keutamaan yang     melebihi    semua    manusia;    beliau   memiliki     rahmat   dan   kemuliaan     yang    tidak  dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun beliau datang sebagai Nabi yang terakhir namun justru karena posisi beliau sebagai Nabi yang terakhir, maka beliau menjadi bata yang terakhir dalam pembangunan rumah kenabian yang tinggi, sehingga bata yang terakhir itu harus menjadi puncak pembangunan manusia. Sedangkan ayat yang kedua adalah firman-Nya: "Dan Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS. al-Anbiya': 107) Beliau   bukan   hanya   menjadi   rahmat   bagi   orang-orang   Arab   saja;   beliau   bukan   hanya   menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat bagi zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja, tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau senantiasa menjadi rahmat bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan kalimat iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya   kepada   orang-orang   yang   berhak   mewarisinya   sampai   hari   kiamat.   Alhasil,   beliau adalah rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak menonjolkan mukjizat     yang    mengagumkan,       tetapi  beliau   adalah   rahmat    yang    memulai     dakwah    dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama, pembacaan kitab alam atau Al- Qur'an   yang   diciptakan   atau   kalimat-kalimat   Allah   SWT   yang   terdiri   dari   jutaan   bentuk   dan kedua   pembacaan   Al-Qur'an   yang   diturunkan   melalui   malaikat   Jibril   di   mana   ia   merupakan kalamullah yang abadi. Dan kitab alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia: "Katakanlah:   'Berjalanlah   kamu   di   mnka   bumi   dan   amat-amatilah.'"   (QS.   an-Naml:   69)   Atau dibaca   melalui   usaha   menyingkap   misteri   dan   penggunaan   akal:   "Kami   akan   memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53) Atau dibaca melalui ilmu dan pengamatan: "Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat     berdiam,    dan    yang   telah   menjadikan     sungai-sungai      di  celah-celahnya,     dan   yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut 1 Apakah di samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61) Jika di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat-kalimat Allah SWT dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an   dibaca   dengan   mata   hati   dan   kecermelangan   basirah,   sehingga   Al-Qur'an   menjadi bagian akhlak dari yang membaca sesuai dengan kemampuannya. Sebelum   turunnya   Al-Qur'an,   dunia   diliputi   dengan   kekurangan,   baik        secara   materi,   ruhani, undang-undang maupun dari dimensi kehidupan yang biasa melekat pada manusia saat itu.

Dan sebelum   diutusnya   Rasul   saw   yang   beliau   adalah   manusia   yang   sempurna   dan   paling   utama, alam    belum    mencapai     puncak    dari  penyerahan     diri  kepada    Allah   SWT     atau  puncak    dari keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan dan mampu      mencapai     tingkat   kesempurnaannya.       Dengan    Kitab   yang   mulia    ini  dan  Nabi   yang pengasih,     Allah   SWT     yang   menyempurnakan         agama    bagi   manusia    dan   menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka, sebagaimana firman-Nya: "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. " (QS. al-Maidah: 3) Namun semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang secara serius dan sungguh-sungguh,        sehingga    beliau  menjadi    manusia     yang   paling  layak   untuk   mendapatkan pujian pendduduk bumi dan penduduk langit. Dan Rasulullah saw telah melakukan semua itu. Kita   tidak   mengenal   seorang   nabi    yang   perasaannya   dihina   dan   dicaci   maki   lebih   dari   apa diterima    oleh   Muhammad        bin  Abdillah;    kita  tidak  mengenal     seorang    nabi  yang    memikul berbagai     penderitaan,    dan   memiliki     kesabaran    yang    mengagumkan        di  jalan  Allah    SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh Nabi kita. Kemudian, seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta tidak akan mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika manusia tersebut dari   kalangan orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau berdakwah bagi orang yang berhak mendapatkan dakwah; beliau siap memikul tanggung jawab dakwah dengan berbagai tantangan dan cobaannya; beliau menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah itu, beliau datang kepada Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang bercucuran dan dengan suara berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada kemurkaan pada diri-Mu, maka aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala sesuatu akan menjadi mudah jika di sana terdapat ridha Allah SWT.

Dakwah Nabi Muhammad SAW

Setelah   turunnya   wahyu   kepada   Rasul   saw,   beliau   memulai   tahapan   dakwah   dan   mengajak manusia   untuk   menyembah   Allah   SWT.   Dimulailah   dakwah   secara   rahasia   yang   berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian. Mula-mula Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya, lalu beriman juga sahabatnya,   Abu   Bakar   sebagaimana   beriman   kepadanya   anak   pamannya,   Ali   bin   Abi   Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup di bawah asuhan Muhammad, dan juga beriman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga ikut berdakwah, sehingga ia memasukkan dalam dakwah teman-temannya, seperti Usman bin Affan, Thalha bin Ubaidilah, dan    Sa'ad   bin   Abi   Waqas.     Juga   beriman     seorang    Masehi,     yaitu   Waraqah     bin   Nofel   dan Rasulullah      saw   melihatnya      setelah   kematiannya      tanda    kesenangan      yang   itu  menunjukkan ketinggian derajatnya di sisi Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul   oleh   Zubair   bin Awam   dan   Umar   bin   'Anbasah   serta  Sa'id   bin   'Ash.   Jadi,   Islam   mulai mengepakkan sayapnya secara rahasia di Mekah. Kemudian berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada pembesar-pembesar Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali mereka membayangkan bahwa Muhammad telah menjadi—karena         uzlah    yang   dilakukannya      di  gua   Hira—salah      seorang     juru  bicara   tentang ketuhanan sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah bin Shalt dan Qas bin Sa'adah. Demikianlah   dakwah   secara   rahasia   berhasil   mengembangkan   misinya   dan   dapat   melindungi akidah   yang   baru.   Dan   selama   perjalanan   tiga   tahun   yang   dibutuhkan   tahapan   dakwah   secara rahasia keimanan telah tertanam dalam hati kaum Muslim yang pertama. Rasulullah saw telah mendidik   mereka   dan   telah   menanamkan   kepada   diri   mereka   sifat-sifat   kemuliaan   dan   telah menciptakan   mereka   sebagai   benih   pertama   dari   pasukan   Islam.   Pada   suatu   hari   Jibril   turun dengan membawa firman Allah SWT: "Dan     berilah   peringatan     kepada    kerabat-kerabatmu       yang    terdekat."   (QS.   asy-Syu'ara':    214) Demikianlah,   datanglah   perintah   Ilahi   agar   Rasulullah   saw   berdakwah   secara   terang-terangan. Lalu   berkumpullah   di   sekeliling   Nabi   sekelompok   tentara   yang   besar   dan   datanglah   perintah Ilahi   agar   beliau   menyampaikan   dakwah   secara          terang-terangan   dan   mengingatkan   keluarga dekatnya.   Ketika   Nabi   melakukan   hal   tersebut,   maka   dakwah   memasuki   tahapan   yang   kedua. Dan   tahapan   dakwah   yang   baru   ini   berakibat   pada   timbulnya   penekanan   terhadap   para   dai   di mana mereka mengalami penindasan, bahkan mereka didustakan oleh masyarakat serta diboikot.

Orang-orang       Quraisy   mengetahui   bahwa       Muhammad   berbahaya         bagi  mereka.    Beliau   bukan hanya berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak rnanusia untuk mengikuti agama baru, yaitu   agama   yang   mencoba   untuk   menyingkirkan   berhala-berhala   dan   patung-patung   mereka serta tuhan-tuhan mereka yang mereka yakini; agama yang mencoba menyingkirkan kedudukan sosial   mereka   dan   kepentingan-kepentingan   ekonomi   mereka;   agama   yang   menyatakan   bahwa tiada tuhan lain selain Allah SWT, dan tiada hukum lain selain hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia. Kedatangan agama tersebut menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah. Setelah     pengumuman       dakwah     secara   terang-terangan,     dimulailah    dan   ditabuhlah     gendrang peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar Quraisy dan para pengikut     Rasulullah    saw.   Orang   yang    pertama   kali  menyerang      Islam   adalah   seorang    tokoh Mekah yang bernama Abu Lahab. Bukhari meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau mulai memanggil- manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika semua berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya jika aku memberitahu kalian bahwa seekor kuda akan datang     menyerang      kalian?"    Mereka     menjawab:      "Tentu,    kami    belum     pernah    melihatmu berbohong."   Beliau   berkata:   "Aku   seorang   yang   diutus   sebagai   pemberi   peringatan   terhadap kalian. Di hadapanku terdapat siksaan   yang berat jika kalian menentang." Abu   Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah karena ini engkau mengumpulkan kami." Dengan      penghinaan     inilah,  peperangan     terhadap   Islam   dimulai.   Ketika    kaum    Muslim     tidak mampu      mempertahankan        diri  mereka,   maka    mula-mula     Allah   SWT     membantu      mereka    dan menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu Lahab: "Binasalah   kedua   tangan   Abu   Lahab   dan   sesungguhnya   dia   akan   binasa.   Tidaklah   bermanfaat kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahahan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak.   Dan   (begitu   pula)   isterinya,   pembawa   kayu   bakar.   Yang   di   lehernya   ada   tali   dari sabut. " (QS. Allahab: 1-5) Dengan   ayat-ayat   yang   pendek   dan   tepat   tersebut,   Abu   Lahab   memasuki   kancah   sejarah   dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab tertulis selama-lamanya. Abu     Lahab   adalah   seorang    yang   menentang   dakwah   kebenaran   karena         ia   mengkhawatirkan kedudukannya        dan  kekayaannya,      padahal    harta  yang   dipertahankannya       dan  dijaganya    tidak memiliki arti sama sekali di sisi Allah SWT karena ia sekarang berada dan dijebloskan di tengah- tengah     neraka    yang   menyala-nyala,       sedangkan     isterinya   membawa       kayu    bakar,   sehingga menambah   nyala   api  itu  sendiri. 

Dan    di  lehernya    terdapat   suatu   belenggu    sebagai    simbol keterikatannya   dengan   dunia   binatang   yang   tidak   berakal.   Sebagian   besar   orang-orang   yang menentang   dakwah   adalah   orang-orang   yang   berhubungan   dengan   dunia   binatang   yang   tidak sadar. Allah SWT berfirman: "Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS. al-Furqan: 44) Seandainya hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, maka kita akan terheran-heran. Allah SWT berfirman: "Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka;   dan   orang-orang   kafir   berkata:   'Ini   adalah   seorang   ahli   sihir   yang   banyak   berdusta. Mengapa ia menjadikan   tuhan-tuhan itu Tuhan   yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan'." (QS. Shad: 4-5) Coba   perhatikan   bagaimana   kebodohan   kaum   itu   di   mana   mereka   menganggap   bahwa   pada hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka jutru merasa heran ketika terdapat hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa heran ketika berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini. Allah SWT berfirman: "Dan   apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul? Sesungguhnya hampirlah      ia  menyesatkan      kita  dari  sembahan-sembahan          kita,  seandainya     kita  tidak   sabar (menyembah)nya. " (QS. al-Furqan: 41-42) Perhatikanlah      betapa    nekatnya    kaum    itu  di  mana     mereka    mulai    menghina     dan   mengejek Rasulullah   saw,   padahal   beliau   telah   datang   di   tengah-tengah   mereka   untuk   menyelamatkan mereka dari api neraka, dan coba perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap tuhan-tuhan mereka.

 Mereka membayangkan bahwa mereka nyaris tersesat jika mereka tidak bersabar dalam membela       tuhan-tuhan    tersebut.   Demikianlah      kesesatan    mengejek     kebenaran     dan   kebodohan menghina        ilmu.    Mereka      justru    merasa     heran     terhadap     kepandaiannya        yang    dapat menyelamatkannya dari meninggalkan tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang   mereka   membuat   tuhan   dari   adonan   roti   di   mana  mereka   menyembahnya   kemudian memakannya. Mereka mengatakan bahwa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami dari rasa lapar atau mereka mengatakan bahwa kami menyembah mereka agar mereka dapat mendekatkan kami pada Allah sedekat-dekatnya. Meskipun   demikian,   dakwah   Nabi   terus   berlanjut   dan   tertanam   di   muka   bumi.   Mereka   orang- orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka menuduhnya juga sebagai seorang gila,   bahkan   mereka   menuduhnya   sebagai   seorang   penyihir;   mereka   menuduh   bahwa   beliau berbohong atas nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum yang lain; mereka mengatakan ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu. Mereka meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu; mereka memberitahu   bahwa   mereka   tidak   akan   beriman   kepadanya,   sehingga   terdapat   suatu   mata   air yang   memancar   dari   bumi   atau   terwujud   di   depan   mereka   suatu   taman   dari   pohon   kurma   dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai, atau langit akan runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai bentuk azab atau beliau datang dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka semua menjamin kebenaran dakwah   yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah dari emas atau beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman terhadap   pendakian   itu   meskipun   ia   mendaki   di   hadapan   mata   mereka   dan   kembali   dengan selamat, kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat mereka baca dari langit. Nabi   tidak   peduli   dengan   usaha   mereka   untuk   menyakiti   hati   beliau;   Nabi   tetap   memberitahu mereka   dengan   penuh   kelembutan   bahwa   apa   saja   yang   mereka   minta   itu   tidak   sesuai   dengan Islam.    Sebab,     Islam   hanya    menyeru      akal   dan   berusaha     menciptakan      kebebasan.     Beliau menyampaikan   kepada   mereka   bahwa   beliau   hanya   sekadar   manusia   yang   diutus   oleh   Tuhan; beliau datang kepada mereka untuk mengingatkan mereka akan suatu hari di mana seorang tua tidak akan menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaat di dalamnya harta dan anak-anak, dan mereka tidak akan selamat di dalamnya dari siksaan. Orang-orang yang mempunyai kedudukan atau   para   tokoh   mereka   adalah   para   tiran-tiran   di   muka   bumi   di   mana   semua   itu   tidak   akan bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Siksaan yang bakal mereka terima tidak dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat meringankannya.

Demikianlah Islam—sebagaimana agama-agama sebelumnya— mengumpulkan di sekelilingnya orang-orang yang berakal dan orang-orang yang fakir serta orang-orang yang menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok orang-orang fakir di mana mereka menjadi kelompok sosial yang tertindas   dan   tersingkirkan   di   Mekah.   Mereka   menjadi   makanan   empuk   kelompok-kelompok yang lalim. Islam   bukan   hanya   memberikan   solusi   ekonomi   terhadap   tragedi   kehidupan   atau   masyarakat, tetapi Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan manusia secara umum; Islam meyakini bahwa   manusia   bukan   hanya   sekadar   perut   yang   harus   dikenyangkan   dan   naluri   seksual   yang harus   dipuaskan,   manusia   bukan   hanya   dilihat   dan   dinilai   dari   sisi   ini,   namun   Islam   justru meletakkan        manusia      pada     tempatnya      yang     hakiki,    tanpa     membesar-besarkan          atau mengecilkannya. Dalam pandangan Islam, manusia terdiri dari bangunan fisik dan ruhani, terdiri dari akal dan ambisi dan terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam ruhnya. Islam     tidak   mementingkan       fisik   saja  dan    meninggalkan      ruhani,    begitu   juga   sebaliknya. Terkadang   fisik     boleh   jadi   mendapatkan   kebahagiaan   dalam   kehidupan,   tetapi   ruhani         justru mengalami penderitaan yang luar biasa. Karena itu, pemuasan salah satu dimensi dari dimensi manusia   tidak   akan   membawa   manusia   kepada   kesempurnaan   atau   kebahagiaan.   Maka,   Islam datang   untuk   membawa   suatu   solusi   yang   dapat   menyelamatkan   manusia   dari   dalam   dirinya sendiri dan Islam membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan ini kepada Al-Qur'an. Al-Qur'an menjadi cermin dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul saw, lalu beliau mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah menjadi orang- orang    yang    berjalan   di  pasar-pasar    dan   mengancam       singgasana    kebencian     yang   menguasai Mekah,   sehingga   orang-orang   musyrik   justni   meningkatkan   usaha   pengejekan   dan   penghinaan terhadap Rasul saw. Oleh karena itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT menghiburnya. Allah SWT memberitahu beliau bahwa mereka tidak mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri   mereka   sendiri.   Mereka   mulai   menentang   Nabi   dan   ayat-ayat   Allah   SWT,   padahal   Nabi adalah salah satu dari ayat Allah SWT. Allah SWT berfirman:

"Sesungguhnya        Kami    mengetahui      bahwasannya      apa   yang   mereka    katakan    itu  menyedihkan hatimu,   (janganlah   hamu   bersedih   hati),   karena   mereka   sebenarnya   bukan   mendustakan   kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah." (QS. al-An'am: 33) Kemudian   kaum   musyrik   meningkatkan   penindasan   kepada   Rasul   saw   dan   para   pengikutnya. Peperangan       dimulai:    dari  peperangan      urat  saraf   sampai    peperangan     fisik.  Mereka     mulai menyiksa para pengikut   Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada saat itu, musuh-musuh   Islam membayangkan bahwa dengan cara menindas kaum Muslim dan menekan mereka dakwah Islam akan   berhenti   dan   kaum   Muslin   akan   enggan   untuk   berdakwah.   Mereka   menganggap   bahwa kaum     Muslim     justru  memilih     untuk   menyelamatkan       diri  mereka.    Namun     para  tokoh-tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh Mekah dikagetkan ketika melihat penekanan yang mereka lakukan justru   semakin   membakar   semangat   kaum   Muslim   untuk   berdakwah.   Saat   itu   kaum   Muslim merasa   yakin   bahwa   benih   yang   telah   ditanam   Rasulullah   saw   dalam   diri   mereka   menjadikan mereka   tetap   bersemangat   untuk   menyebarkan   risalah   Allah   SWT   di   muka   bumi,   yaitu   suatu risalah    yang   mengembalikan        bumi    menuju    kematangan      (kesempurnaan)       yang   telah  hilang darinya dan kema-nusiaan yang telah disia-siakan serta kehormatan yang telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah hilang. Kaum Muslim yakin bahwa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil di Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat   yang rusak,   yaitu masyarakat jazirah Arab, tetapi   mereka   mengetahui   bahwa   mereka   akan   membangun   suatu   manusia   yang   baru.   Mereka akan   menciptakan   manusia   seutuhnya;   mereka   akan   menghadirkan   dunia   dalam   bentuk   yang baru dan dalam gambar yang baru yang merupakan cermin dari gambar kebesaran sang Pencipta. Sebelum   kedatangan   Islam,   orang-orang   Arab   tidak   dikenal.   Dibandingkan   dengan   peradaban yang dahulu dan modern, orang-orang Arab tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan apa pun yang dapat dijadikan sebagai     kebanggaan.      Namun     ketika   Islam    turun   kepada    mereka,    mereka    menjadi     cermin kejayaan   manusia   di   mana   mereka   dapat   memberikan   sumbangan   nyata   pada   umat   manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak berhutang kepada mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya, ketika mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran cerita-cerita   dan   kertas-kertas   yang   tidak   berguna,   maka   saat   itulah   orang-orang   Barat   dapat menguasai kaum Muslim karena mereka justru mendapatkan ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka   justru   mencapai   kemajuan   ketika   kaum   Muslim   meninggalkan   agama   mereka.   Jadi, ketika kaum Muslim memahami Islam secara benar dan berusaha untuk memnghidupkan ajaran- ajarannya niscaya mereka akan mencapai puncak keilmuan.

 

Masa Awal tersebarnya Islam dan perjuangan Menyebarkan agama Islam

Pada   awal-awal   masa  tersebarnya   Islam,   kaum   Muslim   menyadari   bahwa  mereka   menghadapi peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka pertentangan pun tetap ada. Oleh karena itu, ketika mereka mendapatkan penganiayaan dan siksaan, maka keimanan mereka justru   semakin   meningkat,   dan   setiap   penganiayaan   yang   dilakukan   oleh   kaum   Quraisy,   maka mereka     tetap   bertahan   untuk   mempertahankan        kebenaran.    Sebagai    contoh,   Amar    bin   Yasir mengalami penderitaan dan penganiayaan. Ia adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari   sistem   ekonomi     yang   berlaku   saat   itu,  yaitu   ekonomi  yang   berdasarkan   kepada   sistem perbudakan.   Seorang   yang   beriman   tersebut   disiksa   di   Mekah   di   mana   ia   tidak   memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka mengeluarkannya ke gurun dan    menyiksanya      beserta   ibunya.   Bahkan     siksaan   semakin    meningkat     atas   ibunya   agar   ia kembali     menjadi    musyrik.    Ketika   ia  tetap  mempertahankan       keimanannya      dan   dengan    tegas menolak ajakan untuk menentang Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua   tangannya.   Ia   pun   meninggal.   Dan   Islam   mengorbankan   syahidnya   yang   pertama.   Wanita mulia itu bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir. Banyak   kalangan   orang-orang   bodoh   mengatakan   tentang   persetujuan   Islam   terhadap   sistem perbudakan,   atau   Islam   mendiamkan   sistem   perbudakan.   Mereka   lupa   bahwa   Islam   dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin membebaskan perbudakan dengan segala bentuknya; Islam ingin   mengeluarkan   manusia   dari   kepemilikan   sesama   manusia   menuju   kepemilikan   kepada Allah SWT. Jika Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem perbudakan, maka   dasar-dasarnya   secara   umum   dan   prinsip-prinsip   utamanya   menghentikan—baik   dalam tindakan     maupun     ucapan—sumber-sumber           sistem    ini.  Allah  SWT     sebagai    pemilik   syariat mengetahui bahwa sistem perbudakan adalah sistem ekonomi yang sementara yang akan berubah dengan   perubahan   waktu,   dan   karena   Islam   tidak   turun   pada   waktu   yang   terdapat   perbudakan saja,   tetapi   ia   turun   secara   umum   dan   menyeluruh   untuk   setiap   zaman,   maka   Islam   sengaja melewati   bentuk-bentuk   yang   temporal   ini   dari   bentuk-bentuk   eksploitasi   menuju   unsur   yang pertama   atau   dasar   pertama   yang   menimbulkan   bentuk-bentuk   eksploitasi   tersebut,   sehingga Islam    mengharamkannya.         Dengan     cara  demikian,     Islam   mengharamkan       sistem   perbudakan secara   bertahap,   seperti   proses   pengharaman   khamer.   Jadi,   keseriusan   Islam   sangat   menonjol dalam usaha menghapus dan mengharamkan perbudakan. Jika dikatakan kepada kita bahwa Islam membolehkan para tentaranya untuk memperbudak para tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahwa Islam menerapkan sistem ini sebagai bentuk pembalasan      terhadap    perlakuan    yang   sama    di  mana    musuh-musuh       Islam   menjadikan     kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika mereka menawannya. Oleh karena itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan mereka sebagai budak-budak. Jika Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi   Islam akan dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang- orang musyrik untuk memperdaya Islam. Demikianlah bahwa dakwah Islam mengalami berbagai macam hambatan dan penindasan.

Dan ketika orang-orang yang tersiksa mengadu kepada Rasulullah saw atas penindasan yang mereka terima, maka Rasulullah saw memberitahu mereka dengan pembicaraan yang jelas bahwa para dai di jalan Allah SWT harus mengorbankan kesenangan mereka, kedamaian mereka, dan darah mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya dakwah Islam. Kebebasan bukan diperoleh dengan   cuma-cuma.   Sejarah   kehidupan   menceritakan   kepada   kita   bahwa   ia   dipenuhi   dengan gumpalan   darah   yang   harus   dibayar   oleh   masyarakat   untuk   memerangi   musuh-musuhnya   dari luar   dan   dari   dalam.   Jika   ini   dialami   setiap   orang   yang   menuntut   kebebasan   pada   zaman   dan tempat tertentu, maka bagaimana dengan orang-orang yang menuntut kebebasan manusia secara keseluruhan. Seorang Muslim hendaklah sadar bahwa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan menerima   pengusiran,   penindasan,   penjara,   pengepungan   dan   pembunuhan.   Ini   adalah   harga yang pantas yang harus dibayar ketika berdakwah di jalan Allah SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan   terkadang   kaum   yang   batil   pun   membayamya   dengan   senang   hati,   maka   bagaimana mungkin orang-orang yang bersama kebenaran ragu untuk melakukannya. Pada hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia merasa takut pada azab dan kematian.   Dan barangkali   yang membedakan orang-orang   Islam   yang hakiki dengan   yang lainnya adalah bahwa mereka terbebas dari rasa ketakutan dan cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur   yang   pasti   untuk   membedakan   antara   seorang   Muslim   yang   hakiki   dan   seorang   Muslim yang hanya namanya atau Muslim warisan atau hanya klaim semata. Seorang   Muslim   yang   hakiki   menyadari   bahwa   ajal   di   tangan   Allah   SWT,   rezeki   adajuga   di tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya. Dengan keimanan seperti ini, ia memulai   pergulatannya   untuk   menyebarkan   dakwah.   Ia   siap   untuk   menerima   penyiksaan   dan penderitaan   di   jalan   Allah   SWT;   ia   pun   siap   meneteskan   darahnya   sebagai   harga   yang   pantas yang diberikannya dalam rangka memperoleh kebebasan. Ini semua dilakukanya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa takut karena Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para    pembangkang        menggergaji     orang-orang      yang   menyeru      di  jalan  Allah    SWT     dengan menggergaji saat mereka dalam keadaan hidup-hidup.

 Khabab      bin   Irit  pergi  menemui      Rasulullah     saw   dan   meminta     tolong    kepada    beliau   dari penyiksaan      orang-orang     Quraisy,    sambil   berkata:   "Tidakkah     engkau    menolong     kami,    wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian terdapat orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan   dalam   suatu   galian   tanah   lalu   mereka   digergaji       di  mana   tubuh    mereka   dipisah menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya. Demi Allah, sungguh Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian terlalu tergesa-gesa." Dengan      kalimat-kalimat      yang   penuh    kesabaran     dan   keberanian     ini,  Rasulullah    saw    ingin memahamkan kepada orang tersebut bahwa termasuk dari kesempurnaan iman adalah membayar harga    kebebasan.     Jelas  sekali  bahwa     Islam   tidak  memberikan       keuntungan     bagi   orang   yang memeluknya. Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan mengatakan: "Apa yang kita peroleh   dari   agama   ini?"   Sebaliknya,   mereka   bertanya:   "Apa   yang   kita   bayar   untuk   Islam?" Jawabannya       adalah:    "Segala    sesuatu   dimulai    dari   suapan-suapan      roti  sampai     darah   yang tertumpah."      Jadi,  kaum    Muslim     yang   pertama    telah   membayar      ongkos    kebebasan.     Mereka merasakan      kedamaian      yang   luar  biasa   untuk    mempertahankan        agama    Allah   SWT;     mereka mendapatkan       kepercayaan      yang   tinggi   tentang   kemenangan       kebenaran    yang    datang   kepada mereka;      mereka     justru   memberitahu        orang-orang      musyrik     bahwa     mereka     akan    dapat mengalahkan   raja-raja   Kisra   dan   Kaisar.   Dengan   dakwah   yang   mereka   lakukan,   mereka   akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi. Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan menertawakan mereka. Ketika   Aswad   Ibnu   Matlab   dan   orang-orang   yang   bersamanya   melihat   sahabat-sahabat   Nabi, maka   mereka   mengejek   dan   mengatakan:   "Telah           datang   kepada   kalian   pemimpin-pemimpin bumi   yang   esok   akan   mengalahkan   raja-raja   Kisra   dan   Kaisar,   kemudian   mereka   bersiul   dan bertepuk     tangan."   Namun      kaum    mukmin     tidak  peduli   dengan    ejekan    tersebut.  Demikianlah bahwa   ejekan   demi   ejekan   terus   menyertai   dakwah   kaum   Muslim.   Kemudian   kaum   Quraisy mengadakan pertemuan yang bersejarah untuk menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw. Kaum musyrik menuduhnya bahwa beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada kali   yang   lain   mereka   menuduhnya   bahwa   beliau   adalah   dukun,   dan   pada   kali   yang   lain   lagi mereka      menuduhnya       bahwa     beliau   adalah    penyair,   bahkan     pada   kali   yang    lain  mereka menuduhnya   bahwa   beliau   adalah   seorang   yang   gila.   Kemudian   mereka   semua   sepakat   untuk menuduh bahwa beliau adalah seorang penyihir.

 

Walid bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan mereka menuduh Rasulullah   saw   sebagai   penyihir     yang   dapat   memisahkan   antara   sesama   saudara   dan   antara seseorang      dengan      isterinya.   Kemudian       mereka      membikin      kelompok-kelompok          yang mengingatkan para pendatang di Mekah bahwa Muhammad adalah seorang penyihir. Meskipun demikian,   dakwah   Islam   tetap   berlangsung.   Ia   tetap   tersebar   dengan   pelan   namun   pasti   dan kalimat-kalimat   yang   diutarakan   Nabi   justru   mengingatkan   perjanjian   yang   pernah   dilakukan oleh   manusia,   yaitu   perjanjian   saat   Allah   SWT   menyaksikannya   ketika   mereka   masih   di   alam atom di punggung Adam: "Bukankah aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al- A'raf:   172)   Bertambahlah   jumlah   kaum   Muslim   hingga   kaum   Quraisy   merasakan   ketakutan. Mereka mulai melihat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu berhasil. Kemudian mereka      memilih     untuk    menggunakan        cara   baru,   yaitu   bagaimana      seandainya     mereka menggunakan perdamaian dan perundingan. Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan sebagai juru runding. 'Utbah   berkata   kepada   Rasul   saw:   "Wahai   anak   saudaraku,   kami   mengetahui   kedudukanmu   di sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu dengan suatu hal yang besar di mana engkau   memisahkan   kelompok-kelompok   mereka.   Maka   dengarkanlah   aku   karena   aku   ingin berbicara   tentang   beberapa   hal.   Barangkali   engkau   akan   menerima   sebagiannya."   Rasul   saw berkata:   "Silakan   berbicara   wahai   'Utbah."   'Utbah   berkata:   "Jika   engkau   menginginkan   harta niscaya   kami   akan   mengumpulkan   harta   bagimu,   sehingga   engkau   akan   menjadi   orang   yang paling    kaya   di  antara  kami,   dan   jika  engkau    menginginkan      kehormatan,     maka    kami   akan memberi   kehormatan   itu   bagimu   dan   jika   engkau   menginginkan   kekuasaan,   maka   kami   akan menyerahkan   kekuasaan   padamu   dan   jika   engkau   terkena   penyakit   yang   engkau   tidak   mampu menolaknya       dari   dirimu,    maka    kami    akan    mencarikan      tabib   bagimu     dan   kami    akan mengeluarkan harta kami sehingga engkau sembuh." Demikianlah       'Utbah   mengakhiri    pembicarannya.      Kemudian      ia  menunggu     reaksi   Nabi.   Lalu Rasulullah saw berkata: "Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim.     Diturunkan     dari  Tuhan    Yang    Maha     Pemurah     lagi  Maha    Penyanyang.      Kitab   yang dijelaskan ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang membawa berita gembira dan   yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata: 'Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan   antara   kami   dan   kamu   ada   dinding,   maka   bekerjalah   kamu;   Sesungguhnya   kami   bekerja (pula).'   Katakanlah:   'Bahwasannya   aku   hanyalah   seorang   manusia   seperti   kamu,   diwahyukan kepadaku   bahwasannya   Tuhan   kamu   adalah   Tuhan   Yang   Maha  Esa,   maka   tetaplah   pada   jalan yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan besarlah bagi orang-orang      yang   mempersekutukan-(Nya),   (yaitu)   orang-orangyang   tidak   menunaikan   zakat dan mereka kafir akan adanya (hehidupan) akhirat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah: 'Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam.

 

 Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung   yang  kokoh di atasnya.   Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa.(Penjelasan itu sebagai   jawaban)   bagi   orang-orang   yang   bertanya.   Kemudian   dia   menuju   kepada   penciptaan langit   dan   langit   itu   masih   merupakan   asap,   lalu   Dia   berkata   kepadanya   dan   kepada   bumi: 'Datanglah  kamu   keduanya   menurut   perintah-Ku   dengan   suka   hati   atau   terpaksa.'   Keduanya menjawab:   'Kami   datang  dengan   suka   hati.'   Maha   Dia   menjadikannya   tujuh   langit   dalam   dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya.  Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan     bintang-bintang      yang   cemerlang     dan   Kami    memeliharanya       dengan    sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perhasa lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, maka katakanlah:   'Aku   telah   memperingatkan   kamu   dengan   petir,   seperti   petir   yang   menimpa   kaum 'Ad dan kaum Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13) Rasulullah   saw   telah   menjawab   tawaran        'Utbah   di   mana   beliau   memilih   untuk   menghadapi tawaran     dan    iming-iming      tersebut   dengan     membaca      sebagian    dari   surah   Fhusilat    yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya ketika Rasulullah saw sampai pada firman-Nya: "Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir   yang   menimpa   kaum   "Ad   dan   kaum   Tsamud.   "   (QS.   Fushilat:   13)   'Utbah   berdiri   dalam keadaan     takut   dan   segera   menuju    kaum     Quraisy. 

Kisah Hijrah Nabi Muhammad SAW

Bayang-bayang   azab   dunia   terngiang    di telinganya. Dan ketika ia sampai ke orang   Quraisy, ia mengusulkan agar orang-orang   Quraisy membiarkan        apa  saja   yang   dilakukan     Muhammad.       Gagallah     perundingan     dengan     seorang Muslim   yang   pertama,   yaitu   Rasulullah   saw.   Gagalnya   perundingan   tersebut   sebagai   bentuk pemberitahuan   tentang   kembalinya   tindak   kekerasan   dan   penyiksaan   terhadap   sahabat-sahabat Rasul saw. Kemudian kaum musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum Muslim. Rasulullah   saw   sangat   menderita   melihat   hal     yang   dirasakan   para   sahabatnya.   Ketika   kaum Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai konsekuensi dari akidah yang mereka anut dan    mereka    dengan    sabar   memikul     penderitaan    di  jalan  Allah   SWT,   maka     Rasulullah    saw mengisyaratkan   mereka   untuk   berhijrah.   Beliau   memberikan   izin   untuk   berhijrah   bagi   orang yang ingin hijrah.

Kemudian Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas orang Muslim. Mereka   keluar   secara   rahasia   dan   mereka   menuju   ke   laut.   Mereka   berlayar   meskipun   orang- orang yang tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin berlayar karena mereka takut dari laut dan mereka   yakin   bahwa  manusia   yang   berlayar   di   laut   akan   menjadi   ulat   di   atas   kayu-kayu   yang berenang. Selanjutnya, gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh delapan puluh tiga orang laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy berusaha untuk mengirim      beberapa     orang    dan   tetap  berusaha     menyiksa     dan   menyakiti     orang-orang     yang berhijrah.     Mereka      mengutus       ke    Najasyi,    Raja     Habasyah,      orang-orang       yang    dapat mempengaruhinya          untuk    menentang      orang-orang     yang    berhijrah.   Mereka     menuduh      kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang mereka di Mekah dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal lalu ia mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka tentang agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin menceritakan kepadanya tentang Islam. Najasyi bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT dan rasul-Nya dan   ruh-Nya   serta   kalimat-Nya   yang   diletakkan   kepada   Maryam,   wanita   yang   perawan   yang suci."   Kemudian   Najasyi   mengambil   satu   kayu   kecil   dari   bumi   dan   mengatakan:   "Penjelasan tentang Isa yang kalian katakan tidak lebih dari kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman." Najasyi mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak mengambil suap dariku sehingga aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian." Demikianlah kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah negeri yang dipimpin oleh    seorang    laki-laki  yang    diberi  kematangan       berpikir   di  mana    ia  cenderung     mengimani karakter   al-Masih   sebagai   seorang   manusia.   Dan   salah   satu   keajaiban   kekuasaan   Ilahi   adalah bahwa masyarakat Islam yang berhijrah tersebut tidak mengalami kelemahan dalam akidahnya, namun mereka justru merasakan kekuatan. Allah   SWT   memperkuat   dakwah   Islam   dengan   masuknya   dua   lelaki   besar   dalam   Islam,   yaitu Hamzah,   paman   Nabi   dan   Umar   bin   Khatab.   Kedua   orang   itu   mempunyai   kepribadian   yang tangguh   di   Mekah   di   mana   masing-masing   dari   mereka   terkenal   di   tengah-tengah   kaumnya. Allah   SWT   berkehendak   untuk   memberi   Islam   dua   orang   lelaki   yang   tangguh   di   Mekah   dan Allah SWT telah meletakkan rahmat   yang terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam karena   dorongan   emosi,   fanatisme,   dan   rahmat   terhadaporang-orang   yang   tidak   memberikan pembelaan kepada Muhammad saw. Salah    seorang   perempuan      berkata   kepada    Hamzah:     "Seandainya     engkau    melihat    apa  yang diperoleh   oleh   anak   dari saudaramu,   Muhammad   dari   Abil   Hakam   bin   Hisyam   (Abu   Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan Muhammad hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa.

" Mendengar pengaduan itu, darah mendidih berkobar dalam urat- urat   Hamzah.      Dengan     kemarahan      yang   sangat,   Hamzah      mencari-cari     Abu    Jahal lalu   ia melihatnya sedang duduk-duduk di tengah-tengah kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu memukulkannya         ke  kepala   Abu    Jahal   sambil    berteriak:   "Apakah     engkau    akan   mengejek Muhammad, padahal aku berada di atas agamanya." Demikianlah       permulaan     keislaman    Hamzah.     Hamzah      adalah   seorang    yang   mulia    di  mana perasaannya   berkobar   ketika   ia   melihat   anak   saudaranya   disiksa   dan   dianiaya   dan   dia   tidak mendapati   seorang    pun   yang   membelanya.   

Beginilah    sebab-sebab     pertama    dari  keislaman Hamzah,   namun   sebab   yang   paling   dalam   dan   yang   paling   menentukan   adalah   rahmat   Allah SWT      yang   telah   dianugerahkan     kepadanya,     meskipun     Hamzah      tidak  mengetahuinya,      yaitu rahmat     yang   mendorongnya       untuk   tidak   membiarkan      seseorang    pun   menyakiti    lelaki  yang berdakwah   di   jalan   Allah   SWT   hanya   karena   ia   seorang   yang   lemah   dan   tidak   mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah penolongnya.

 

Kisah keislaman Umar bin Khatab

Sedangkan   Umar  bin Khatab    terkenal   dengan    ketangguhan      sikap  dan   kekerasan     perilaku. Seringkali kaum Muslim mendapat siksaan darinya ketika ia masih menganut jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan siksaan ciarinya adalah Amir bin Rabi'ah dan isterinya. Amir beserta isterinya    menetapkan     untuk    berhijrah   ke  Habasyah.     Umar    bin  Khatab    menemuinya       lalu  ia mendapati isteri Amir dan tidak mencmukan suaminya. Umar melihat wanita itu sedang bersiap- siap untuk berhijrah lalu Umar berkata (saat itu sumber rahmat telah memancar pada dirinya): "Apakah engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel, wanita itu berkata: "Benar,   demi   Allah   kami   akan   keluar   dan   menuju   tanah   Allah   SWT.   Engkau   telah   menyiksa kami   dan   telah   memaksa   kami   untuk   berhijrah.   Kami   akan   pergi   sehingga   Allah   SWT   akan memberikan         kelapangan       kepada      kami."      Umar      berkata:     "Mudah-mudahan           Allah SWT menemanimu."

Wanita     itu  melihat   tanda-tanda    kelembutan      dan   kesedihan    pada   wajah    Umar.    Dan   ketika suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahwa ia sangat berharap kepada keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam sampai keledai Umar masuk Islam." Ia   mengatkan     demikian     karena   ia  melihat   betapa   bengisnya     dan   kejamnya     Umar.    Namun perasaan lembut wanita   itu lebih kuat daripada pandangan pikiran lelaki   itu dan keputusannya yang terlalu cepat kepada Umar. Belum      lama     mereka     berhijrah    sehingga     Umar     masuk     Islam.    Orang-orang      muhajirin mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar merasa kebingungan lalu   ia   menetapkan   untuk   membunuh   Rasul   saw.   Dengan   menghunuskan   pedangnya,   ia   pergi menuju     Rasul    saw.  Kemudian      ia  bertemu    dengan    orang-orang     yang   memergokinya       dalam keadaan   kebingungan,   lalu   mereka   bertanya   kepadanya,   hendak   kemana   ia   akan   pergi?   Umar menjawab:   "Aku   hendak   ke   Muhammad   aku   akan   membunuhnya   sehingga   orang-orang   Arab merasa tenteram." Dengan nada mengejek, seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu   sebelum   engkau   membunuh   Muhammad."   Dengan   nada   jengkel,   Umar   berkata: "Apa     yang    terjadi  pada   keluargaku?"     Lelaki    itu  menjawab:     "Saudara     perempuanmu       dan suaminya   telah   masuk   Islam,   sedangkan   engkau   tidak   mengetahuinya."   Umar   segera   mencari saudara perempuannya dan suaminya di mana saat itu keduanya sedang membaca Al-Qur'an. Ketika   melihat   Umar,   mereka   menyembunyikan   Al-Qur'an.   Umar   bertanya:   "Sepertinya   aku mendengar       suara   bisikan   dari  luar."   Tetapi   saudara    perempuannya       mengatakan:     "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar pun tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk    membela     suaminya     lalu  Umar    memukulnya      sehingga    darah   segar   mengucur     darinya. Darah itu justru membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar mengambil air wudhu   agar   mereka   mengizinkan   untuk   membaca   Al-Qur'an.   Umar   pun   membacanya.   Belum lama Umar membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw. Tanpa ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi pedang yang   paling   kuat   yang   dengannya   ia   mempertahankan   agama   Muhammad   saw.   Kemudian   ia mengetuk   pintu   untuk   menemui   Rasul   saw   di   mana   saat   itu   beliau   bersama   sahabatnya.   Dari celah-celah     pintu,  sahabat    Nabi   melihat   Umar     bin  Khatab    sedang    menghunuskan       pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi dengan membawa berita yang sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahwa Umar datang dengan maksud jahat.

Rasulullah saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan Umar. Rasulullah saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan bertanya kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahwa ia datang untuk mengucapkan dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya. Orang-orang   Quraisy   mulai   merasa   bahaya   akan   mereka   temui   setelah   keislaman   Umar   dan Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang dihormati telah masuk Islam. Sebelum Umar   masuk   Islam,   kaum   Muslim   bertawaf   di   Ka'bah   secara   rahasia   dan   dengan   malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia menampakkan keislamannya dan ia menantang orang yang mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak orang-orang memberikan jalan padanya saat tawaf. Mekah mengetahui bahwa ia menghadapi suatu dakwah yang akan dapat mengubah jazirah Arab.

Kisah Dakwah Nabi Muhammad SAW di kota Tha'if

Rasa   ketakutan   mulai   menghantui   para  pemuka   Quraisy  dan   mereka   menetapkan   metode   baru untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka   yang sebelumnya menggunakan metode penghinaan dan   pengejekan   kini   mulai   mencoba   untuk   memblokade   kaum   Muslim   secara   ekonomi   dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan pertemuan untuk memboikot kaum Muslim.     Mereka     mengadakan      pertemuan    itu  di  Ka'bah,   sebagai   penghormatan      kepadanya. Orang-orang   musyrik   menghormati   Ka'bah   meskipun   mereka   memenuhinya   dengan   berbagai macam   patung   yang   mereka   sembah   dalam   rangka   mendekatkan   mereka   kepada   Allah.   Pasal kesepakatan itu menetapkan, hendaklah penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum   Muslim   dan   hendaklah   mereka   tidak   menikah   dengan   kaum   Muslim.   Dengan   ketetapan yang kejam tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh perekonomian mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman kepadanya terpaksa berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi oleh keturunan Bani Muthalib, baik mereka orang-orang kafir maupun orang-orang beriman kecuali musuh Allah SWT, Abu Jahal di rnana ia bersama orang- orang Quraisy menentang kaummnya. Kemudian Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan yang sulit kini dialami oleh sahabat- sahabat Nabi. Ketika kafllah perdagangan datang ke Mekah dan salah seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di pasar untuk membeli makanan untuk keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para pedagang, mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat-sahabat   Muhammad,   sehingga   mereka   tidak   mampu   membelinya   dan   aku   menjamin kerugian   yang   kalian   alami,   bahkan   aku   akan   membeli   apa   saja   yang   ingin   mereka   beli   dari kalian.

Mendengar   hal   tersebut,   para   pedagang   pun   menjual   barang   dagangannya   dengan   harga   yang tidak   wajar,   sehingga   seorang   Muslim   kembali   ke   rumah   keluarganya   tanpa   membawa  sedikit pun    makanan.    Kemudian     padagang     itu  pergi  ke  Abu   Lahab   dan   memin-ta    kepadanya     agar membeli barang yang ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah peperangan tersebut terus terjadi sehingga   kaum   Muslim   merasakan   penderitaan   yang   sangat   luar   biasa   di   mana   mereka   dalam keadaan kelaparan dan kekurangan pakaian yang layak. Peperangan ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh. Saking menderitanya para sahabat sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah keluar pada suatu hari untuk memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara gemerincing di bawah air kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit unta yang kering lalu ia mengambilnya dan membasuhnya.   Kemudian   ia   membakarnya   dan   mencucinya   dengan   air   sampai   bersih   lalu   ia menjadikannya makanan selama tiga hari. Selama tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia melupakan bencana   yang   keras   ini.   Allah   SWT   ingin   mendidik   para   pengikut   agama-Nya   agar   mereka mampu memikul segala penderitaan. Meskipun kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi aktifitas dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim bertemu orang-orang selain   mereka    pada   musim    haji  lalu  mereka   berbicara   kepada    orang-orang    tersebut   tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada para pengujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan kaum Muslim dan keberanian mereka telah memikat banyak     orang   sehingga   mereka    masuk    Islam.   Bahkan    orang-orang    musyrik    mulai   bertanya kepada   diri   mereka   dan   mempertanyakan   kebenaran   apa   tindakan   mereka.   Lalu   kecemburuan kepada kebenaran mulai menyerang hati. Kemudian      Selesailah   peperangan     ekonomi     terhadap   kaum    Muslim    di  mana    kaum    musyrik melihat itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap bertambah dan keimanan mereka semakin kuat   serta  kepercaayaan     kepada   Allah   SWT   pun   semakin   meningkat.      Lalu   datanglah    tahun kesedihan   kepada   Nabi.   Belum   lama   Rasulullah   saw   merasakan   dan   menghirup   udara   segar setelah tiga tahun masa blokade dan beliau ingin memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga beliau dikagetkan dengan kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan kematian pamannya yang tercita Abu Thalib.

Abu     Thalib   adalah   seorang    yang   besar   yang   memiliki    kewibawaan      di  tengah-tengah     kaum Quraisy,   sehingga   usaha   kaum   Quraisy   untuk   menyakiti   Nabi   menjadi   terbatas   ketika   mereka berhadapan      dengan    "tembok     perlindungan"      Abu   Thalib    kepada    kemenakannya.       Sedangkan Khadijah merupakan tempat perlindungan dan kedamaian bagi Nabi. Ia adalah hati yang sangat penyayang   yang   banyak   menghibur   Nabi   saat   beliau   berdakwah.   Khadiijah   adalah   sebaik-baik teman   dan   sebaik-baik   isteri.   Begitu   juga,   bagi   Khadijah   Rasulullah   saw   adalah   sebaik-baik teman, sebaik-baik suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat. Rasulullah     saw   sangat    sedih  ketika   kehilangan     dua   orang   yang   sangat   berpengaruh      dalam kehidupannya   itu,   bahkan   para   sejarawan   menamakan   tahun   tersebut   dengan   tahun   kesedihan. Sebaliknya,   orangorang   musyrik   justru   bergembira   dengan   kesedihan   Rasul   saw   itu.   Mereka menganggap bahwa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang tua yang mampu melindunginya dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat meringankan beban penderitaannya. Setelah kematian dua orang tcrscbut, penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada Nabi semakin   meningkat   dan   orang-orang   musyrik   memilih   waktu   yang   tepat   untuk   menyembelih binatang     di  Mekah     lalu   mereka    membawa       usus-usus     atau  jeroan    dari  unta   dan   mereka melemparkannya dan meletakkannya di atas punggung Nabi saat beliau sujud. Kemudian berita memilukan   itu sampai   kepada   putri   tercintanya,   Fatimah   az-Zahrah,   sehingga   ia   segera  datang dan   berusaha   membela   ayahnya   dan   membersihkan   kotoran   yang   ada   di   pundak   ayahnya   itu. Demikianlah kemuliaan Siti Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya. Betapa   sedihnya   Nabi   saw   ketika   beliau   melihat   bahwa   keadaan   beliau   sampai   pada   batas   di mana     anak   perempuan      beliau   pun   turut  membelanya.      Namun      beliau   tetap  bersabar    dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berpikir untuk pergi ke Tha'if di mana di sana    dihuni   oleh   kaum    Tha'if.   Barangkali    beliau   berkata    dalam    dirinya:   jika  di  sini  aku mendapati   hati-hati   yang   telah   membeku   dan   telah   berhubungan   mesra   dengan   kebatilan   ialu mengapa aku tidak pergi ke Tsaqif. Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di sana masih terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran. Saat    itu  kaum    musyrik     memberlakukan       blokade    umum      atas  dakwah     yang   dipimpin     oleh Rasulullah saw sehingga tekanan kepada beliau semakin meningkat sampai pada batas di mana pergerakan      dakwah     tidak  dapat   bergerak    satu   langkah    pun.   Keadaan     demikian    ini  sangat menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu yang mengikatnya. Lalu beliau memutuskan   untuk   pergi   ke   Tha'if.   Jarak   antara   Mekah   dan   Tha'if   lebih   dari   tujuh   puluh   kilo meter.

 Nabi menempuh perjalanan itu dengan jalan kaki, pergi dan pulang. Kita tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah saw saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang kita ketahui adalah bahwa  beliau   pergi   ke   sana   dengan   membawa   rahmat   dunia   dan   akhirat.   Tetapi   mereka   justru membalas   sikap   baik   Rasulullah   saw   itu   dengan   tindakan   jahiliyah.   Mereka   bersikap   buruk kepada beliau dan mendustakannya. Rasulullah saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau mondar-mandir dari satu rumah ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu jalan ke jalan yang lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di sana; tak seorang pun yang mau mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang mau beriman kepada ajakannya.   Bahkan   masyarakat   di   situ   semakin   menjadijadi   dalam   menyerang   Rasulullah   saw dan mengejeknya. Pada hari yang terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke Mekah. Rasulullah saw     berdiri   di   Tha'if    dan   mengharap       kepada     masyarakat      di  sana    agar    merahasiakan kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang beliau terima di Mekah terhadap agama yang dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi penduduk Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini. Mereka tidak cukup melakukan hal itu tetapi mereka melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan manusia terhadap sesama manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh dan orang-orang biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka untuk melempari   Rasulullah   saw   dengan   batu   dan   mengejeknya.   Nabi   keluar   dari   Tha'if   dan   beliau mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan beliau merasakan kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu itu sehingga darah suci mengucur dari kaki beliau. Kemudian Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan pohon anggur. Dua orang   pemilik   kebun   itu   merasa   kasihan   melihat   keadaan   orang   yang   terusir   dan   terluka   itu. Mereka   membawa   kepadanya   setangkai   anggur   dengan   seorang   pembantu.   Pembantu   mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si pembantu meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul       saw      lalu     beliau      mengulurkan         tangannya        kepadanya        sambil      berkata: "Bismillahirahmanirrahim   (Dengan   nama   Allah   yang   Maha   Pengasih   lagi   Maha   Penyayang). Adas   berkata   kepada   Nabi,   perkataan   ini   tidak   begitu   dikenal   oleh   penduduk   negeri   ini.   Nabi berkata:     "Anda    dari   daerah    mana?"     Adas    menjawab:      "Aku    adalah    seorang    Nasrani    dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa lelaki saleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?, sambung lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang Nabi aku pun seorang Nabi."

Mendengar jawaban Rasul saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul saw    lalu  ia  menciuminya      sambil    menangis.    Akhirnya,     pembantu     Nasrani    itu  masuk   Islam sehingga   ia   menambah   barisan   kaum   Muslim.   Ia   adalah   seorang   yang   menjadi   Muslim   ketika Rasulullah saw berhijrah ke Tha'if.

Inilah harga yang harus dibayar Rasulullah saw selani dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan kemudian beliau terkena cobaan dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat lemparan batu penghuni Tha'if. Kemudian       Rasulullah    saw   kcmbali    ke   Mekah    beliau   kembali    dalam    keadaan    ditolak   oleh pcnduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan itu di Mekah. Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan   yang mendalam melihat sikap kaumnya. Namun ketika kebencian semakin   deras   mengalir   kepada   beliau,   hati   beliau   justru   semakin   bersemangat   dan   semakin dipenuhi   dengan   rahmat   kemudian   datanglah   kepada   Nabi   masa   di   mana   tampak   di   dalamnya Islam asing, dan tampak di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong.

Kisah Isra' Miraj Nabi Muhammad SAW

 Pada   saat   demikian   ini   ketika   manusia   mulai   meninggalkan   Rasulullah   saw   lalu   langit   turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia   adalah   mukjizat    yang   tidak   berhubungan      dengan    dakwah     Islam;   ia  tidak  datang   untuk memperkuat   dakwah   ini   atau   menetapkannya   tetapi   ia   datang   semata-mata   untuk   memperkuat keteguhan   Nabi   dan   sebagai   penghormatan   kepadanya.   Seakan-akan   Allah   SWT   ingin   berkata kepada  Nabi,   jika  saja  penduduk     bumi    tidak  memujimu,    maka    penduduk     langit   mengenal kedudukanmu        dan    memberikan      pujian   yang    layak   kepadamu      dan   jika  manusia     menolak dakwahmu        dan   menolak   keberadaanmu,       maka    sesungguhnya      Allah    SWT     memilihmu      dan memuliakanmu. Untuk   melihat   tanda-tanda   kebesaran-Nya,   munculnya   mukjizat   Isra'   dan   Mi'raj   dalam   sejarah para   nabi   sebagai   mukjizat   satu-satunya   yang   tiada   tandingannya   dibandingkan   dengan   kisah nabi yang lain. Kita mengetahui bahwa di deretan para nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai parakekasih-Nya dan sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di antara para nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang didukung oleh Allah SWT dengan ruhul kudus, seperti Nabi   Isa. Tetapi untuk pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya.

Beliau naik bersama Jibril dengan jasadnya dan ruhaninya sehingga Jibril berdiri di suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat kehormatan di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak dapat menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat     dalam     kisah    para   nabi    seorang    nabi    yang    meminta      kepada     Tuhannya      agar memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia menghidupkan orang-orang   yang mati. Allah SWT bertanya     kepadanya,    apakah   ia   belum    beriman    akan   hal  itu?  Ibrahim    menjawab:     Bahwa     ia beriman tetapi ia ingin menenangkan hatinya. Kita    juga  melihat    dalam    kisah   para  nabi   seorang    nabi   yang   cintanya    kepada   Allah    SWT memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta: "Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau". (QS.   al-A'raf:   143)   Namun   Allah   SWT   menjawab   kepada   Musa   tentang   kemustahilan   melihat Allah SWT atas manusia. Nabi Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan mampu menahan beban penampakan dari Zat sang Pencipta. Adapun Muhammad bin Abdillah ia tidak bertanya kepada Tuhannya dan meminta kepadanya untuk   diberi   mukjizat   atau   kejadian   yang   luar   biasa;   ia   tidak   meminta   kepada   Tuhannya   agar dapat    melihat   Zat-Nya     dan   ia  tidak  berusaha    mencari    ketenangan     dalam   hatinya.   Cintanya kepada Allah SWT termasuk bentuk cinta yang sulit untuk dipahami atau diselami kedalamannya oleh    para   tokoh   pecinta   dan   cintanya   tersebut   bukan    termasuk     bentuk   yang    menimbulkan berbagai pertanyaan. Cinta beliau melampaui tingkat permintaan menuju ketingkat penyerahan dan kepuasan atau ridha. Segala sesuatu yang menggelisahkan Nabi adalah ridha Allah SWT. Rasulullah saw berkata saat beliau dalam keadaan ditolak dan diusir dan terluka akibat perbuatan kaum   Tha'if:   "Jika   Engkau   tidak   murka   kepadaku,   maka   aku   tidak   peduli   dengan   mereka." Lihatlah   tingkat   cinta   yang   tinggi   itu:   bagaimana   tingkat   tersebut   menyebabkan   beliau   merasa rendah diri sehingga beliau berkata, "jika Engkau tidak murka kepadaku ..." Seakan-akan beliau tidak   menginginkan   selain   ridha   Allah   SWT   dan   yang   beliau   khawatirkan   adalah   kemarahan Allah SWT. Sungguh adab yang diterapkan Rasulullah saw kepada Tuhannya adalah adab yang paling layak dan   paling   tinggi   yang   sesuai   dengan   kedudukan   beliau   sebagai   orang   Muslim   yang   paling sempurna. Demikianlah mukjizat Isra' dan Mi'raj. Mukjizatyang tujuannya adalah menghormatikepribadian      Rasulullah     saw;   mukjizat     yang    membangkitkan        peranan     akal   dan   hati  secara bersama.   Para   nabi   tanpa   terkecuali   didukung   oleh   bcrbagai   macam   mukjizat   yang   terjadi   di muka   bumi bahkan   para   nabi   yang   diangkat   ke   langit   seperti   Nabi   Idris   dan   Nabi   Isa,   maka pengangkatan       mereka    sebagai    bentuk    menyelamatkan        mereka    dari   usaha   pembunuhan        atau penyaliban.

Mukjizat  mereka saat mereka diangkat ke langit adalah bentuk akhir dari   aktifitas mereka di muka bumi. Ini   adalah   kali   pertama   ketika   kita   mendapati   suatu   mukjizat   yang   tempat   utamanya   di   langit; suatu   mukjizat   yang   terwujud   bersama   seorang   Nabi   yang   diangkat   ke   langit   dengan   jasadnya dan ruhaninya saat beliau masih hidup. Di sana Allah SWT memperlihatkan kepadanya tanda- tanda   kekuasaan-Nya.   Kemudian   beliau   kembali   ke   bumi   di   mana   beliau   akan   mendapatkan berbagai macam tantangan dan cobaan yang biasa diterima oleh penduduk bumi. Muhammad bin Abdillah adalah manusia yang pertama melewati planet bumi dan beliau menembus bulan dan matahari   dan   bintang-bintang.   Kita   menyaksikan   di   zaman   kita manusia   pertama   atau   astronot pertama   yang   mampu   menembus   ruang   angkasa.   Ruang   angkasa   itu   baru   dapat   ditembus   oleh manusia   setelah   empat   belas   abad   dari   turunnya   risalah   Muhammad   saw,   namun   sejak   empat belas    abad   yang    lalu  Nabi   Islam    telah  dapat    menembus      ruang    angkasa    itu,  bahkan    beliau mencapai Sidratul Muntaha dan puncak al-Muntaha. Beliau sampai pada batas yang di situlah alam makhluk diakhiri dan beliau menembus alam gaib. Bukankah   surga   bagian   dari   alam   gaib?   Beliau   sampai   di   surga.   Allah   SWT   menamakannya dengan   Jannatul   Ma'wah.   Beliau   sampai   pada   batas   terputusnya   ilmu   manusia   dan   tiada   yang mengetahui hakikat ilmu tersebut kecuali Allah SWT. Mukjizat Isra' bukanlah mukjizat Mi'raj, meskipun kedua-duanya terjadi di satu malam. Peristiwa Isra' dan Mi'raj dikutip oleh dua surah yang berbeda dalam Al-Qur'an al-Karim. Allah SWT berfirman tentang mukjizat Isra': "Maha   Suci   Allah,   yang   telah   memperjalankan   hamba-Nya   pada   suatu   malam   dari   Masjidil Haram      ke   Masjidil    Aqsha    yang    telah   Kami    berkahi    sekelilingnya     agar   Kami     perlihatkan kepadanya       sebagian     dari  tanda-tanda     (kebesaran)     Kami.     Sesungguhnya        Dia   adalah    Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS. al-Isra': 1) Sedangkan       berkaitan     dengan    mukjizat     Mi'raj,   Allah   SWT      berfirman:    "Dan     sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya   yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil   Muntaha.   Di   dekatnya   ada   surga   tempat   tinggal.   (Muhammad   melihat   Jibril)   ketika Sidratil   Muntaha   diliputi   oleh   sesuatu   yang   meliputinya.   Penglihatannya   (Muhammad)   tidak

berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauiya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar." (QS. an-Najm: 13-18) Pada malam Isra' dan Mi'raj, Nabi Muhammad berkeliling di sekitar Ka'bah dan berdoa kepada Allah   SWT.   Beliau   dalam   keadaan   pucat   wajahnya   dan   kedua   air   matanya   mengucur;   beliau tidak bertawaf bersama seseorang pun; beliau tawaf sendirian lalu orang-orang kafir dan orang- orang musyrik memandang beliau dengan pandangan kebencian saat beliau bertawaf dan berdoa. Allah   SWT   melihat   hamba-Nya   yang   khusuk   itu   lalu   Allah   SWT   menurunkan   perintah-Nya kepada     Ruhul    Amin     yaitu  malaikat    Jibril  agar   menemani      hamba-Nya       dari  Masjidil    Haram menuju   Masjidil   Aqsha   Kemudian   membawanya   naik   ke   langit   agar   dia   dapat   melihat   tanda- tanda kebesaran Tuhannya. Di   suatu   rumah   yang   mulia   dan   sederhana   dari   rumah-rumah   yang   ada   di   Mekah,   Nabi   saw sedang   tidur   dan   datanglah   waktu   pertengahan   malam.   Jibril   turun   dan   memasuki   rumah   sang Rasul saw. Jibril as berdiri di sisi kepala sang Nabi dan ia melihat kepadanya dengan pandangan cinta. Pandangan Jibril itu membangunkan Rasul saw kemudian beliau membuka kedua matanya dan bangkit dari tempat tidurnya. Jibril berkata kepada Nabi saw, salam kepadamu wahai Nabi yang mulia. Allah SWT ingin agar engkau melihat sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya di alam. Kemudian Jibril berjalan bersama Nabi     saw.   Mereka     keluar   dari  rumah    dan   beliau   menyaksikan       Buraq    yaitu   makhluk     yang menyerupai   burung   dan   mempunyai   sayap   seperti   burung   garuda;   makhluk   yang   terbuat   dari kilat.   Karena   itu,   ia   dinamakan   dengan   Buraq.   Kilat   adalah   listrik   dan   listrik   adalah   cahaya. Cahaya adalah makhluk yang tercepat yang kita kenal di bumi. Kilauan cahaya pada satu detik saja mencapai 186 ribu mil. Kita tidak akan terlibat terlalu jauh tentang kendaraan luar angkasa yang digunakan dalam perjalanan itu; kita tidak akan bertanya bagaimana Nabi saw menembus alam ruang angkasa tanpa ada latihan sebelumnya dan berapa lama waktu yang beliau gunakan untuk pulang pergi; kami juga tidak akan bertanya tentang kecepatan Buraq; kami   tidak heran dengan usaha penembusan luar angkasa ini; kita tidak akan bertanya tentang semua itu karena kita mempunyai satu jawaban dari semuanya: Allah SWT berkehendak agar hal itu terjadi dan untuk itu Allah SWT mengatakan kun jadilah, maka jadilah. Para   ulama   beselisih   pendapat   tentang   apakah   Isra'   dan   Mi'raj   terjadi   dengan   ruh   saja   atau dengan ruhani dan jasad sekaligus. Ahli hakikat mengatakan bahwa itu terjadi dengan ruh dan jasad.   Tentu   perselisihan   itu   berakibat   pada   perselisihan   akal   dan   terjerumus   dalam   perangkap kaifa (bagaimana) dan bertanya tentang kekuasaan Allah SWT dan usaha untuk menundukkan masalah   ini   terhadap   sebab-sebab  yang   biasa   atau   hukum-hukum   kita   yang   alami   atau   logika kemanusiaan.   

   Allah   Maha     Suci   dan   Maha    Tinggi    dari  semua    itu.  Apakah     seseorang    akan bertanya, bagaimana Rasulullah saw naik berserta ruh dan fisiknya ke puncak segala puncak di langit kemudian beliau   kembali sebelum tempat tidurnya dingin? Mukjizat apa   yang terjadi di sini   yang    melebihi    mukjizat    berubahnya     air  mani    menjadi    manusia     dan   berubahnya     benih menjadi     pohon     atau   mukjizat    air  yang   menghidupkan        tanah,   atau   ia  mampu     memuaskan kehausan si dahaga atau mukjizat cinta yang mengikat dua hati yang belum pernah mengenal? Sementara       itu,  Buraq     menundukkan        badannya      kepada     Nabi    saw    kemudian      Nabi    saw menungganginya         bersama   Jibril  dan  Buraq    pergi   bagaikan    anak   panah    dari  cahaya    di  atas gunung Mekah dan pasir-pasir menuju ke utara. Jibril mengisyaratkan agar menuju arah gunung Saina' lalu Buraq itu berhenti. Jibril berkata di tempat yang diberkati ini, Allah SWT berdialog dengan Musa as. Kemudian Buraq kembali pergi ke Baitul Maqdis, Nabi saw turun dari pesawat ini yang berjalan lebih cepat dari cahaya dan jutaan kali lebih cepat darinya dan ia tidak berubah dari cahaya. Nabi berjalan bersama Jibril dan memasuki Baitul Maqdis. Beliau memasuki masjid dan beliau mendapati semua nabi sedang menunggunya di sana. Allah SWT membangkitkan gambar para nabi-Nya dari kematian dan mengumpulkan mereka di Mesjid Aqsha. Para malaikat memberinya suatu   bejana   yang   di   dalamnya   terdapat   susu   dan   bejana   yang   lain   yang   di   dalamnya   terdapat khamer.  

Lalu   beliau   memilih   susu   dan   meminumnya.   Dikatakan   pada   beliau,   sesungguhnya engkau telah memilih fltrah dan umatmu akan memilih fitrah. Para nabi mengitari Rasul saw dan datanglah waktu salat. Para nabi bertanya di antara sesama mereka, siapa di antara mereka yang menjadi   imam   salat,   apakah   itu   Adam,   Nuh,   Ibrahim,   Musa   atau   Isa?   Jibril   berkata   kepada Muhammad saw, sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu untuk salat bersama para nabi. Rasulullah saw berdiri dan salat bersama para nabi. Mereka semua adalah orang-orang Muslim dan beliau adalah orang-orang Muslim yang pertama. Secara logis bahwa beliau layak menjadi imam   dari   para   nabi   sebagaimana   kitabnya   dijadikan   kitab   yang   terbaik   daripada   kitab-kitab yang mendahuluinya. Beliau membacakan   Al-Qur'an kepada mereka dan   beliau menangis saat membacanya.   Kekhusukan   beliau   saat   membacanya   membuat   para   nabi   pun   menangis.   Dan ketika   para   nabi   sujud   di   belakang   imam   mereka,   pohon-pohon   dan   bintang-bintang   pun   turut bersujud. Selesailah   waktu   salat   dan   para   nabi   membubarkan   diri.   Setiap   nabi   kembali   ke   langit   yang mereka      tinggal   di  dalamnya.     Nabi   keluar   dari   masjid   bersama     Jibril  dan   mereka    kembali menunggang Buraq seperti panah dari cahaya. Buraq semakin meninggi dan ia melewati langit pertama     lalu   beliau   menyaksikan      Nabi    Adam.     Kemudian      ada   panggilan     dari  Allah    SWT: "Hendaklah        hamba-Ku      semakin      meninggi     dan    menjauh."     Kemudian       hamba     Allah    SWT Muhammad   bin   Abdillah   semakin   terbang   menjauh   ia   melampaui   langit   demi   langit.   Beliau melampaui tempat materi dan mulai menjangkau tempat ruhani dan melewatinya. Beliau bersiap berdiri di haribaan   Ilahi; beliau semakin tinggi dan jauh di tingkat dan dipuncak ruhani dalam kecepatan yang tidak kurang dari kecepatan kilat. Beliau   melampaui   kedudukan   Nabi   Adam   di   langit   pertama   dan   melampaui   kedudukan   Nabi Yahya   dan   Nabi   Isa   di   langit   kedua.   Lalu   Tuhan   pemilik   kemuliaan   memanggil,   "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Kemudian hamba Allah SWT dan Nabi-Nya yang mulia mencapai tingkat yang lebih tinggi lagi. Beliau melampaui langit yang ketiga, keempat, kelima, keenam, dan ketujuh. Beliau melampaui alam materi semuanya dan melampaui   alam ruhani. Akhirnya, beliau    sampai    ke   Sidratul   Muntaha.     Beliau    sampai    di  tempat    yang   suci   yang   Allah   SWT menamakannya   dengan   sebutan   Sidratul   Muntaha   dan   di   sana   Nabi   melihat   dan   menyaksikan Jannatul Ma'wa. Beliau menyaksikan yang kita tidak mampu mengetahuinya dan memahaminya bahkan membayangkannya: "(Muhammad   melihat   Jibril)   ketika   Sidratil   Muntaha   diliputi   oleh   sesuatu   yang   meliputinya. Penglihatannya        (Muhammad)         tidak   berpaling    dari   yang    dilihatnya    itu   dan   tidnk    (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 16-17) Sungguh terjadilah pada tempat itu apa yang terjadi dengannya. Dengan kebesaran yang misteri ini,   Allah   SWT   memberitahu   kita   bahwa   terjadilah   hal   penting   di   sana   meskipun   hakikat   hal tersebut    tersembunyi      dari   kita.  Sesuatu    yang    Allah   SWT     sembunyikan       dari   kita  tersebut disaksikan   oleh   Rasul   saw.   Itu   adalah   mukjizat   yang   khusus   baginya;   itu   adalah   tingkat   cinta yang     tidak   tersingkap     tabirnya   karena     ketinggiannya      yang    tidak   mampu      ditangkap     oleh pengetahuan manusia biasa. Kemudian Tuhan pemilik surga dan neraka memanggil, "hendaklah hamba-Ku lebih tinggi lagi." Hamba   Allah   SWT   Muhammad   bin   Abdillah   menaik   ke   tempat   yang   tinggi.   Kali   ini   beliau melihat   Jibril   yang   berada   di   belakangnya   lalu   beliau   mendapatinya   dalam   keadaan   bertasbih kepada Allah SWT. Jibril tidak berada dalam wujud manusia seperti yang Nabi saksikan ketika berada   di   dunia.

   Jibril  as   kembali   ke   dalam   wujud   malaikatnya.   Nabi   melihat   Jibril   dan   ia merupakan        tanda   kebesaran Allah    SWT      yang    Allah    SWT     janjikan    untuk    diperlihatkan kepadanya:    Penglihatannya        (Muhammad)        tidak   berpaling     dari   yang    dilihatnya    itu  dan    tidak   (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17) Pemandangan itu terjadi dengan hati dan mata serta panca indera yang dikenal dan yang tidak dikenal. Pemandangan itu benar-benar jelas. Di sana bukan mimpi, bukan khayalan, dan bukan gambaran. Rasul saw melihat semua itu dengan jasadnya dan ruhaninya: "Penglihatannya        (Muhammad)        tidak   berpaling     dari  yang    dilihatnya    itu  dan    tidak   (pula) melampauinya." (QS. an-Najm: 17) Kemudian Rasulullah saw menuju ke tempat yang tinggi dan lebih   tinggi   lagi.   Beliau   semakin   naik   ke   tingkat   yang   makin   tinggi   sampai   beliau   berdiri   di hadapan   Tuhan   Pencipta   langit   dan   bumi   dan   Penebar   kasih   sayang   di   dunia   dan   di   akhirat. Orang   Muslim       yang   paling   sempurna   itu   bersujud   di   hadapan   Tuhan   Sang   Pencipta   sambil berkata: "Sungguh penghormatan dan keberkatan serta shalawat yang baik tertuju hanya kepada Allah SWT." Allah SWT membalasnya: "Salam kepadamu wahai Nabi dan rahmat Allah SWT serta   berkat-Nya   juga   tercurah   kepadamu."   Para   malaikat   pun   ketika   mendengar   ucapan   itu bertasbih   dan   mengatakan:   "Salam   kepada   kita   dan   kepada   hamba-hamba   Allah   SWT   yang saleh." Ungkapan-ungkapan           tersebut   merupakan     permulaan      tahiyat  (penghormatan)       yang   diucapkan orang-orang Muslim saat mereka melaksanakan salat pada setiap hari. Salat telah diwajibkan atas kaum Muslim pada kesempatan yang besar ini. Hal populer di kalangan umumnya kaum Muslim adalah, bahwa Allah SWT mewajibkan atas Nabi mula-mula lima puluh salat sehari. Kemudian Nabi    turun   dari   langit  lalu  beliau   menemui      Nabi    Musa.    Selanjutnya     Nabi   Musa    bertanya kepadanya       tentang    jumlah     salat   yang    diwajibkan      Allah    SWT      kepada     umatnya.     Nabi menceritakan   bahwa   Allah   SWT   telah   menentukan   lima   puluh   kali   salat.   Nabi   Musa   berkata sungguh umatmu tidak akan kuat untuk melakukan salat itu, maka kembalilah kepada Tuhanmu dan    mohonlah      kepadanya     agar   Dia   meringankan      bagi   umatmu.     Lalu   Nabi   kembali    kepada Tuhan-Nya       sehingga    Allah    SWT     meringankan      salat  hingga    sepuluh   kali.  Setelah    itu,  Nabi kembali bertemu dengan Nabi Musa. Lagi-lagi Nabi Musa memperingatkannya. Kemudian Nabi kembali lagi kepada Allah SWT sehingga sampai diturunkan salat dari lima puluh kali menjadi lima kali sehari. Namun salat yang lima kali itu pahalanya sama dengan salat yang lima puluh kali.

Menurut pendapat kami,   kisah   tersebut   tidak   memiliki   sandaran   dalam   kitab-kitab   ulama   yang benar-benar teliti. Kami kira, kisah itu tersebut merupakan rekayasa orang-orang Yahudi di mana mereka masuk Islam dan mereka memenuhi kitab-kitab dengan dongeng-dongeng khurafat dan mereka      menisbatkannya       kepada    Rasul.   Prasangka     tersebut    didukung     oleh  pemilihan     Musa sebagai     seorang    Nabi   yang   mengusulkan       kepada    Rasul   saw    agar  meminta     keringanan     atas umatnya sehingga terkesan Nabi Musa menjadi seseorang yang lebih mengetahui sesuatu yang tidak   diketahui   oleh   Nabi   Muhammad.   Kami   sendiri   cenderung   untuk   menolak   kisah   tersebut dengan keyakinan bahwa pertemuan Nabi dengan Allah SWT menimbulkan rasa kebesaran dan kewibawaan yang luar biasa sehingga ketika Nabi telah pergi, maka sangat berat baginya untuk kembali lagi. Nabi menyaksikan dan melihat hal-hal yang tidak mampu diungkap oleh lisan dan tidak mampu ditulis   dengan   pena.   Beliau   berada   di   suatu   keadaan   yang   tidak   dapat   dipahami   oleh   manusia biasa. Al-Qur'an al-Karim sengaja tidak mcnyebutkan apa saja yang dilihat oleh Nabi karena itu merupakan   rahasia   antara   Nabi   dan   Tuhannya   dan   mukjizat   yang   khusus   yang   diperuntukkan baginya sebagai bentuk penghormatan kcpadanya. Jadi Al-Qur'an sengaja tidak menyebutkan itu semua untuk menegaskan bahwa beliau melihat tanda dari tanda-tanda kebesaran Tuhannya. Kami   tidak   mengetahui   apa   yang   dilihat   oleh   Nabi.   Hal   yang   dapat   kami   bayangkan   adalah, bahwa Nabi bersujud dengan khusuk di hadapan Tuhannya dan beliau menangis karena gembira. Kesedihan       hatinya    telah    hilang   selamanya.      Setelah    Nabi     melihat    rahasia    dan    setelah penghormatan   yang besar ini, beliau kembali menemani Buraq dan pergi bersama Jibril untuk kembali   ke   bumi.  

   Beliau kembali   dan   mendapati   tempat   tidurnya   masih   dingin.   Bagaimana beliau   pergi   dan   kembali   sementara tempat   tidurnya   belum   dingin?   Berapa   lama   waktu   yang diperlukannya saat melakukan perjalanan tersebut? Hanya Allah SWT semata yang mengetahui. Yang   kita   ketahui   adalah,   bahwa  Rasulullah   saw   kembali   ke   tempat   tidurnya   setelah   Isra'  dan Mi'raj dan hatinya dipenuhi dengan kegembiraan serta dadanya dipenuhi dengan ketenangan dan kepuasan serta kefanaan dalam cinta kepada Allah SWT.

Kisah Nabi menceritakan kejadian Isra' Miraj

 Nabi menceritakan perjalanan dan pengalaman (Isra Miraj) tersebut kepada sahabat-sahabatnya   dan   orang-orang   Musyrik   sehingga   berimanlah   orang-orang   yang   beriman padanya   dan   mendustakan   kepadanya   orang-orang   yang   mendustakannya.   Namun   beliau   tidak peduli dengan semua itu. Nabi terus melangsungkan perjuangannya dengan penuh kesabaran.

 

 

Kisah tekanan dakwah di kota mekkah

Akhirnya, datanglah suatu masa di mana Nabi saw mengetahui bahwa dakwah Islam di Mekah telah   mengalami   penekanan   yang   luar   biasa   sehingga   keadaan   sangat   tidak   mendukung   bagi kaum   Muslim.   Rasulullah   saw   bergerak   dengan   dakwahnya.   Lalu   Allah   SWT   mewahyukan kepadanya agar ia berhijrah. Kemudian mulAllah Nabi berhijrah di jalan Allah SWT setelah tiga belas   tahun   beliau   di  Mekah.    Islam   ingin   membangun   negaranya   dan   ingin   menghilangkan pengepungan       dan   serangan    kaum    musyrik.    Mula-mula      terjadilah   perubahan    sedikit   dalam keadaan kaum Muslim. Rasulullah saw keluar dalam musim haji untuk menunjukkan dirinya pada kabilah-kabilah Arab sebagaimana   yang   beliau   lakukan   pada   setiap   musim.   Beliau   berada   di   tempat   yang   bernama 'Aqabah,     lalu  beliau  bertemu    dengan    jamaah    dari  Khazraj.    Rasulullah    saw   berkata   kepada mereka,     "siapa  kalian?"   Mereka     menjawab:     "Kami    berasal   dari  kelompok     Khazraj."   Beliau berkata. "apakah kalian termasuk pembantu kaum Yahudi?" Mereka menjawab, "benar." Beliau berkata, "maukah kalian duduk bersama aku karena aku ingin sedikit berbicara dengan kalian." Mereka     menjawab:      "Boleh."   Kemudian      mereka    duduk    bersama    Nabi   lalu  beliau   mengajak mereka untuk mengikuti agama Allah SWT. Rasulullah   saw   sedikit   menceritakan   Islam   kepada   mereka   dan   membacakan   Al-Qur'an.   Enam orang     mendengarkan       apa   yang   disampaikan      oleh   Nabi   saw.   Setelah    beliau   selesai  dari pembicaraannya,        mereka     membenarkannya         dan    beriman    kepadanya.      Kemudian      mereka menceritakan   kepada   Nabi   saw   bahwa   mereka   meninggalkan   kaumnya   karena   kaum   mereka terlibat peperangan dan kebencian. Mudah-mudahan Allah SWT mengumpulkan mereka dengan kedatangan      Nabi   saw   yang   mulia   ini.  Mereka    memberitahu     Nabi   saw   bahwa    mereka    akan menceritakan   kepada   kaumnya   apa   yang   mereka   dengar   dari   Nabi   saw   dan   akan   mengajak mereka untuk memenuhi dakwah Nabi. Keenam       lelaki  itu  kembali    ke   kota   Madinah     yang    berubah    namanya     menjadi     Madinah Munawarah   yang   sebelumnya   ia   bernama   Yatsrib   di   zaman   jahiliah.   Allah   SWT   berkehendak untuk meneranginya dengan   Islam. Para lelaki itu kembali ke Madinah dan mereka membawa Islam di hati mereka sehingga banyak orang yang masuk Islam. Kemudian datanglah musim haji dan keluarlah dari Madinah dua belas orang lelaki dari orang- orang   yang   beriman   yang   di   antara   mereka   terdapat   enam   orang   yang   Rasulullah   saw   telah berdakwah kepada mereka pada musim yang dulu dan Nabi saw menemui mereka di 'Aqabah.

Kemudian   Nabi   melakukan   baiat   pada   mereka   agar   mereka   mempertahankan   keimanan   dan membela dakwah kebenaran serta kemanusiaan. Kaum   lelaki   itu   kembali   ke   Madinah   disertai   salah   seorang   yang   terpercaya   dari   tokoh   Islam yaitu Mus'ab bin Umair di mana ia menjadi utusan Rasulullah saw di Madinah dan ia mengajari manusia   tentang   agama   mereka   dan   membacakan   kepada   mereka   Al-Qur'an   dan   menyerukan kebenaran   kepada   manusia   sehingga   tersebarlah   Islam   di   Madinah.   Penduduk   Madinah   mulai bertanya-tanya,   mengapa   saudara-saudara   kita   kaum   Muslim   Mekah   ditindas?   Mengapa   Rasul saw   keluar   untuk   berdakwah   dan   menebarkan   rahmat   tetapi   beliau   justru   mendapatkan   angin kebencian? Sampai kapan kita akan membiarkan Rasulullah saw teraniaya dan terusir di Mekah? Demikianlah, pergilah tujuh puluh orang ke Mekah, tujuh puluh orang dari penduduk Madinah Munawarah.   Mereka   pergi   ke   'Aqabah   dalam   keadaan   sendirian   dan   berkelompok-kelompok. Islam   telah   menghasilkan   buah   pertamanya   dalam   hati   mereka   sehingga   hati   mereka   dipenuhi cinta   kepada   Allah   SWT   dan   Rasul-Nya   serta   kaum   Muslim.   Penderitaan   yang   dialami   kaum Muslim mempengaruhi jiwa mereka dan mencegah mereka dari mendapatkan kenikmatan tidur dan   nikmatnya   memakan   dan   nikmatnya   kehidupan.   Orang-orang                yang   baik   itu   datang   dan berbaiat   kepada   Rasul   saw   untuk   membela   beliau   menolongnya   dan   melindunginya   serta   siap untuk   mati   di   jalannya.   Mereka   datang   setelah   hati   mereka   diliputi   oleh   Islam   dan   mereka memberikan   segala   sesuatu   untuk   dakwah   yang   baru;   mereka   datang   sebagai   pecinta-pecinta kebenaran. Kitab-kitab hadis yang suci meriwayatkan apa yang terjadi pada baiat 'Aqabah al-Kubra. Dalam kitab tersebut dikatakan bahwa Abbas Ibnu Abdul Muthalib datang bersama Nabi dan saat itu ia masih berada dalam agama kaumnya. Ia ingin menyelesaikan urusan anak pamannya. Ketika ia duduk dan berbicara, ia mengatakan suatu pernyataan yang mengisyaratkan bahwa Muhammad saw   mendapatkan   kemuliaan   dari   kaumnya   dan   kekuatan   di   negerinya   tetapi   ia   enggan   dan memilih      untuk   bergabung     bersama   kalian   wahai     penduduk   Madinah.       Jika   kalian   memenuhi janjinya dan melindunginya, maka ambillah ia, namun jika kalian khawatir jika suatu saat nanti akan mengkhianatinya, maka mulai dari sekarang biarkanlah ia di negerinya. Kata-kata   Abbas   tersebut   berasal   dari   fanatisme   kesukuan   dan   ikatan   darah   keluarga   namun penduduk Madinah tidak begitu peduli dengan kalimat Abbas itu karena ia bukan termasuk dari agama   mereka   dan   ia   tidak   mengetahui   tingkat   cinta   kepada   Rasul   saw   yang   mereka   capai. Abbas   bin   Abdul   Muthalib   menunggu   jawaban   dari   penduduk   Madinah.   Lalu   mereka   berkata

kepadanya, "Kami telah mendengar apa yang engkau katakan, maka berbicaralah ya Rasulullah, ambilah untuk dirimu dan Tuhanmu apa saja yang engkau sukai." Kita   ingin   mengamati   jawaban   sekelompok   orang   yang   mukmin   dari   penduduk   Madinah   ini sehingga     Rasulullah     saw   berbicara.    Jawaban     yang   dicari   oleh  Abbas     bin  Abu    Muthalib tersembunyi       dalam    pernyataan     Nabi.   Demikianlah      setelah   Rasulullah     saw    mengucapkan kalimatnya,     maka    tidak  keluar   pemyataan     apa   pun.  Cukup   hanya     Nabi   yang   berbicara    dan mereka   hanya   menaatinya.   Mereka   meminta   kepada   beliau   agar   mengambil   pada   dirinya   dan Tuhannya apa saja yang beliau sukai; mereka merasa tidak memiliki apa-apa dan tidak memiliki keputusan. Nabi berbicara lalu beliau membaca   Al-Qur'an dan mengajak ke jalan Allah SWT. Kemudian   beliau   bebicara   tentang   Islam   dan   beliau   membaiat   mereka   agar   membantu   beliau sehingga mereka pun membaiat kepadanya. Demikianlah terjadinya baiat 'Aqabah al-Kubra. Orang-orang   yang   terpilih   oleh   Allah   SWT   itu   mengetahui   bahwa   sebentar   lagi   mereka   akan diajak untuk mengangkat senjata: mereka diajak untuk mendapatkan kematian di bawah naungan pedang. Mereka menenangkan Rasulullah saw bahwa beliau akan mendapati orang-orang yang sudah terlatih dalam peperangan karena mereka mewarisi dari kakek-kakek mereka. Salah   seorang   dari   tujuh   puluh   orang   itu   menyebutkan   masalah   yang   penting.   Abul   Haitsyam berkata:   "sesungguhnya   di   antara   orang-orang   Madinah   dan   Yahudi   terdapat   suatu   tali   ikatan, maka   mereka   boleh   jadi   akan   memutuskannya   lalu,   apakah   sikap   yang   harus   kita   ambil   jika mereka   lakukan   hal   itu   dan   memusuhi   orang-orang   Yahudi,"   kemudian   Allah   SWT   menolong Nabi dan memenangkan atas kaumnya, lalu ia kembali kepada mereka dan meninggalkan mereka di bawah kasih sayang orang-orang Yahudi. Perhatikanlah   bahwa   pertanyaan   tersebut   berkisar   pada   kecintaan   kepada   Nabi   dan   keinginan agar Nabi tetap bersama mereka selama perjalanan hari dan bulan. Masalah yang dituntut oleh Abbas   bin   Abdul   Muthalib   secara   jelas   adalah   masalah   perlindungan   mereka   kepada   Nabi,   di mana     hal  tersebut   tidak   lagi  diperdebatkan     oleh   orang-orang     yang   terpilih  dari  penduduk Madinah.      Namun     masalah     yang   mereka    inginkan    adalah    masalah    perlindungan     Nabi    dan keberadaan Nabi bersama mereka di Madinah. Nabi tersenyum dan beliau mengatakan kalimat-kalimat yang justru menekankan bahwa ikatan akidah     lebih  kuat   daripada    ikatan  darah.   Beliau    berkata:   "Tetapi   darah   adalah    darah   dan kehancuran adalah kehancuran. Aku dari kalian dan kalian dariku aku akan memerangi orang- orang   yang   kalian   perangi   dan   aku   akan   berdamai   dengan   orang-orang   yang   kalian   berdamai dengan mereka." Akhirnya,   penduduk   Madinah   pergi   dan   kembali   ke   negeri   mereka.   Kemudian   berita   tentang baiat   ini  sampai    ketelinga   orang-orang     Mekah     dan  para   tokoh   musyrik,    lalu  mereka    justru menambah penekanan kepada Rasulullah saw dan kaum Muslim.

Kisah Nabi Muhammad SAW meninggalkan kota Mekkah menuju Madinah

Para preman Mekah berkumpul di Darul Nadwah. Penduduk mekkah menetapkan akan mengambil sesuatu keputusan penting berkaitan dengan Nabi. Salah seorang dari mereka mengusulkan agar beliau dibelenggu   dengan   besi   lalu   dibuang   di   penjara   sehingga   beliau   mati   kelaparan.   Sebagian   lagi mengusulkan agar beliau dibuang dari Mekah dan diusir. Abu Jahal mengusulkan agar mereka mengambil       dari   setiap  keluarga   dari  keluarga-keluarga      Quraisy   seorang   pemuda      yang   kuat, kemudian setiap dari mereka diberi pedang yang terhunus dan hendaklah mereka memukulkan pedang     itu   ke  tubuh    Nabi.    Jika  mereka     berhasil   membunuhnya         niscaya    semua    kabilah bertanggung jawab terhadap darah sang Nabi dan Bani Hasyim tidak akan mampu menuntut dan memerangi       orang    Arab   semuanya      dan   mereka     akan   menerima     diat   sebagai   tebusan    dari pembunuhan         itu.  Demikianlah       persekongkolan       itu  digelar    dan    mereka     sepakat    untuk melaksanakan hal itu. Namun Al-Qur'an al-Karim menyingkap persekongkolan yang dilakukan orang-orang kafir itu dalam firman-Nya: "Dan   (ingatlah), ketika   orang-orang kafir memikirkan tipu daya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baih Pembalas tipu daya." (QS. al-Anfal: 30) Allah   SWT   mewahyukan   kepada   Nabi-Nya   agar   ia   berhijrah.   Lalu   Nabi   mulai   menyiapkan sarana-sarana   untuk   hijrahnya.   Beliau   menyembunyikan   urusan   tersebut   bahkan   beliau   tidak memberitahu sahabat yang akan menemaninya. Rasulullah saw menyewa seorang penunjuk jalan yang   pengalaman   yang   mengenal   padang   gurun   seperti   mengenal   garis-garis   tangannya.   Yang mengherankan   penunjuk   jalan   itu   adalah   seorang   musyrik.   Demikianlah   Nabi   memita   bantuan kepada orang yang ahli tanpa memperhatikan keyakinannya. Kemudian datanglah malam pelaksanaan kejahatan itu. Rasulullah saw memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidumya di malam tersebut. Datanglah pertengahan malam dan Rasulullah   saw   pun   keluar   dari   rumahnya.  

Para   pemuda   Mekah   mengepung   rumah.   Mereka menghunuskan pedangnya. Nabi menggenggam tanah lalu beliau melemparkannya ke arah kaum sehingga   mereka   pun   merasa   kantuk   sehingga   Nabi   saw   dapat   menembus   kepungan   mereka. Beliau keluar dari Mekah dan berhijrah. Dengan langkah yang diberkati ini, kaum Muslim menanggali tahun-tahun mereka. Tahun dalam Islam adalah tahun Hijiriah, sedangkan kaum Masehi menanggali tahun mereka dengan kelahiran Isa dan ini disebut dengan tahun Masehi. Adapun tahun-tahun Islam, maka ia ditanggali pertama kalinya saat Rasulullah saw keluar berhijrah di jalan Allah SWT. Hijrah Rasul bukan hanya lari dari   penindasan   tetapi   lari   dari   kebekuan;   hijrah   tersebut   bukan   keluar   dari   keamanan   tetapi keluar dari bahaya. Islam di Mekah hanya dapat mempertahankan dirinya tetapi ketika ia keluar ke   Madinah   ia   mempertahankan   dirinya   ketika   menyerang.   Dan   selama   beberapa   tahun   masa yang   dihabiskan   di   Mekah,   tak   seorang   dari   kaum   Muslim   yang   mengangkat   senjata.   Ketika mereka      keluar   ke  Madinah,     mereka     mulai    membawa       senjata   dan   mulai   menyalakan      obor peperangan.   Islam mulai membawa senjata sebagaimana luka   akan sembuh dengan syarat jika diobati.    Nabi   saw   mengetahui      bahwa    Islam   tidak   akan   menghabiskan       usianya   hanya    untuk melawan   serangan   pada   dirinya;   Islam   ingin   tersebar;   Islam   ingin   mendirikan   negaranya   yang pertama yaitu suatu negara yang belum pernah dikenal di muka bumi negara seperti itu. Negara yang   mencapai   keadilan,   kasih   sayang,   dan   idealisme   yang   begitu   luar   biasa   di   mana   hukum Allah SWT ditegakkan dan kehormatan manusia benar-benar dijaga. Inilah   kedalaman   hijrah   yang   mengesankan   yaitu   pendirian   negara   Islam   setelah   sebelumnya membangun   individu   masyarakat   Muslim.   Setelah   Rasul   saw   membangun   masyarakat   Muslim dan membangun masjid, maka beliau membangun suatu negara Islam. Selanjutnya, sayap-sayap dakwah mengepak. Kami      kira  pembaca     tidak   akan    bertanya,    apa   gunanya    pembangunan        masjid    ditingkatkan sementara   Islam masih mengalami penindasan di muka bumi. Kami kira pembaca lebih pintar daripada orang yang tidak mengetahui bahwa masjid yang dibangun Rasulullah saw di Madinah bukan   tempat   peristirahatan   dari   keletihan,   tetapi   masjid   merupakan   pusat   dari   kepemimpinan pergerakan Islam dan kepemimpinan menuju peperangan Islam. Manusia      mandi    di  masjid   dengan     cahaya   Allah    SWT     setelah  itu  mereka    mandi     di  kancah peperangan dengan darah mereka. Pertanyaannya adalah, siapakah di antara mereka yang akan terbunuh   di   jalan   Allah   SWT   sebelum   saudaranya?   Demikianlah   perlombaan   dalam   perbaikan terjadi di antara mereka. Dengan cara demikianlah Islam tersebar. Sementara itu, Nabi berlindung di suatu gua; di gunung   yang bernama Tsur. Beliau masuk ke gua itu bersama sahabatnya Abu Bakar. Dan orang-orang musyrik pergi menyusul beliau dengan membawa pedang mereka. Lalu mereka sampai ke gunung itu. Abu Bakar berkata kepada Rasul saw    dengan    keadaan     gelisah,  "seandainya     salah   seorang    mereka    melihat   di  bawah     kakinya niscaya mereka akan melihat kita." Dengan tenang, Rasulullah saw menepis kegelisahan Abu Bakar dan berkata: "Wahai Abu Bakar apa   yang   kamu   kira   dengan   dua   orang   yang   ada   di   tempat   yang   sepi   sementara   Allah   SWT menjadi   ketiga   di   antara   mereka?"   Sebelum   Rasulullah   saw   mengakhiri   kalimatnya,   terdapat laba-laba yang selesai dari menenun rumahnya di atas pintu gua. Kitab-kitab sejarah mengatakan bahwa kaum musyrik mengikuti jejak sang Nabi sehingga mereka sampai di gunung Tsur lalu di situlah   mereka   mengalami   kebingungan.   Mereka   mendaki   gunung   dan   mendaki   gua   itu.   Lalu mereka melihat di atas pintu gua itu terdapat tenunan laba-laba.

Mereka mengatakan, seandainya seseorang   masuk   di   dalamnya   niscaya   tidak   akan   terdapat   tenunan   laba-laba   di   atas   pintunya. Beliau tinggal di gua itu selama tiga malam. Demikianlah   keimanan   tenunan   laba-laba          yang   lembut    dimenangkan   atas   ketajaman   pedang kaum   musyrik   sehingga   Nabi   bersama   sahabatnya   pun   selamat.   Kini,   kedua   orang   itu   menuju Madinah.      Dan    Madinah     pun    menyambut      mereka.     Ketika    Rasulullah    saw    dan   sahabatnya memasuki Madinah, mula-mula masyarakat tidak mengenal siapa di antara mereka yang menjadi Rasul karena saking baiknya sikap Rasul terhadap sahabatnya. Akhirnya, Nabi menerangi kota Madinah.      Beliau    membangun       masjid    dan   mendirikan     negaranya     serta   memerangi      musuh- musuhnya dan tersebarlah Islam dan Mekah pun ditaklukkan dan Baitul Haram disucikan. Beliau menanamkan dalam akal dan hati suatu cahaya yang tidak akan pernah padam. Kemudian berlangsunglah        sepuluh     tahun    yang     dilewatinya     di   Madinah       di   mana     beliau    tidak menggunakannya untuk berleha-leha. Demikian juga selama masa tiga belas tahun yang beliau lalui   di   Mekah,   beliau   pun   tidak   mendapatkan   istirahat   yang   cukup.   Semua   kehidupan   beliau hanya untuk Allah SWT dan hanya untuk Islam. Beban berat yang dipikul oleh punggung beliau yang mulia lebih berat dari beban yang dipikul oleh gunung. Meskipun beliau seorang diri, tetapi beliau mampu memikul amanat yang pernah Allah SWT tawarkan kepada langit dan bumi serta gunung namun mereka pun enggan untuk memikulnya. karena mereka menyadari bahwa mereka

tidak akan mampu memikulnya. Lalu datanglah beliau dan beliau pun mampu memikul amanat itu   dan   melaksanakannya   secara   sempurna.   Yaitu   amanat   untuk   menyampaikan   agama   Allah SWT; amanat untuk menyucikan akal manusia dari polusi khayalisme dan khurafatisme: amanat yang mewarnai kehidupan dengan hanya sujud kepada Allah SWT. Kemudian       mengalirlah     dalam    memori     Nabi    saw    suatu   arus   dari  gambar-gambar        hidup: bagaimana   saat   beliau   memasuki   Madinah.   Lewatlah   di   hadapan   akal   beberapa   memori   dan nostalgia:    bagaimana     wahyu     yang   turun   kepadanya     dengan    membawa      risalah   di  gua  Hira, kemudian   berubahlah   pandangan   dan   bertiuplah   angin   kebencian   kepadanya,   bahkan   angin   itu membawa   pasir-pasir   tuduhan-tuduhan   yang   dilemparkan   ke   wajah   suci   beliau.   Beliau   berdiri sambil   tersenyum   dan   hatinya   dipenuhi   dengan   kesedihan   di   hadapan   gelombang   gurun   dan kesendirian     serta   badai   kesengsaraan.      "Wahai    manusia,     tiada   Tuhan    selain   Allah   SWT. Demikianlah   kalimat   yang   beliau   katakan.   Meskipun   kalimat   itu   tampak   sederhana   namun   ia mampu       membangkitkan       dunia.   Dan    bergeraklah     patung-patung      yang   begitu   banyak     yang memenuhi   kehidupan   dan   mereka   membekali   dirinya   dengan   kegelapan   dan   kebencian   yang dialamatkan kepada sang Nabi. Para pembesar. para penguasa, uang, emas, serta kebencian dan kedengkian   setan   yang   klasik   dan   banyaknya   orang-orang   munafik,   semua   ini   menjadi   musuh nyata sang Nabi pada saat beliau mengatakan "tiada Tuhan selain Allah SWT." Nabi mengingat kembali   Waraqah   bin   Nofel   ketika   menceritakan   kepadanya   apa         yang   terjadi   dan   apa  yang dialami     beliau   di  gua    Hira.   Tidakkah     ia  mengatakan      kepadanya     bahwa     kaumnya      akan mengusirnya? Hari-hari hijrah sangat panjang dan berat. Matahari sangat dekat dengan kepala dan rasa panas sangat   mencekik   tenggorokan   dan   rasa   pusing-pusing   pun   semakin   meningkat.   Setelah   hijrah, Nabi    memasuki      Madinah.    Beliau   disambut   oleh   kaum     Anshar   dengan     sambutan   luar   biasa. Beliau    datang   sendirian    lalu  mereka    menolongnya;      beliau  datang    dalam   keadaan    takut   lalu mereka mengamankannya; beliau datang dalam keadaan lapar lalu mereka memberinya makanan; beliau datang dalam keadaan terusir lalu mereka memberikan perlindungan. Bangunan   Islam   mulai   ditancapkan   di   Madinah.   Beliau   mulai   membangun   negaranya   setelah beliau membangun sumber daya manusia Islam yang tangguh. Yang pertama kali dibangunnya adalah   sumber   daya   Islam,   setelah   itu   beliau   baru   membangun   negara.   Tidak   ada   nilai   yang berarti   dari   satu  sistem  yang   hanya   berdasarkan   prinsip-prinsip   besar      yang   tidak  lebih   dari sekadar tinta di atas kertas.

Penerapan prinsip-prinsip adalah tolok ukur final dari nilai apa pun yang diberlakukan di dunia. Dan Islam telah berhasil menerapkan pada masa-masa pertamanya suatu sistem yang belum pernah dikenal dalam kehidupan manusia suatu sistem seperti itu. Yaitu sitem   yang   menunjukkan   keadilan,   persaudaraan,   dan   kasih   sayang   yang   mengagumkan.   Hal yang pertama kali dilakukan Rasulullah saw adalah membangun masjid di mana di situlah unta yang ditungganinya berhenti. Mesjid itu tampak sederhana. Tikarnya terdiri dari pasir-pasir dan batu-batu.   Tiangnya   terbuat   dari   batang-batang   kurma.   Barangkali   ketika   turun   hujan,   maka tanahnya     akan   menjadi    lumpur    karena   mendapat     siraman   air  hujan.   Mungkin     ketika  angin bertiup dengan kecang, maka ia akan mencabut sebagian dari atapnya. Di   bangunan   yang   sederhana   ini,   Rasulullah   saw   mendidik   generasi   Islam   yang   tangguh   yang dapat menghancurkan orang-orang yang lalim dan para penguasa yang bejat dan mereka mampu mengembalikan        kebenaran     ke   singgasananya      yang   terusir  dan   terampas.    Mereka     mampu menyebarkan       Islam   di  muka    bumi.   Mesjid   itu  tampak    kecil  dan   sederhana    sekali  tetapi  ia dipenuhi dengan kebesaran; masjid itu tidak menunjukkan kemewahan sama sekali. Di dalamnya Al-Qur'an   dibaca   lalu   orang-orang   yang   mendengarnya   menganggap   bahwa  mereka   benar   dan mendapatkan perintah harian untuk menerapkan dan melaksanakan apa-apa yang mereka dengar. Al-Qur'an     dibaca   di  masjid    bukan   seperti   nyanyian    yang   orang-orang     duduk    akan   merasa terpengaruh      dengan    keindahan    nyanyian    dan   suara   pembaca.     Dan   masjid    di  dalam   Islam bukanlah tempat satu-satunya untuk ibadah. Menurut kaum Muslim semua burni adalah masjid namun     masjid    adalah   simbol   peradaban     yang   beriman    kepada    Allah   SWT    dan   hari  akhir, sebagaimana ia menyuarakan ilmu, kebebasan dan persaudaraan. Semua Nabi berbicara tentang persaudaraan dan mengajak kepadanya dengan ribuan kata-kata. Sedangkan      Rasulullah    saw   telah  mewujudkan       persaudaraan     itu  secara  praktis,  yakni   ketika karakter   masyarakat   saat   itu   mencerminkan   Al-Qur'an.   Nabi   mulai   mempersaudarakan   kaum muhajirin   dan   Anshar   di   mana   sahabat   Anshar   Sa'ad   bin   Rabi',   seorang   kaya   dari   Madinah dipersaudarakan   dengan   Abdul   Rahman   bin   'Auf,   seorang   yang   berhijrah   dari   Mekah.   Sa'ad berkata    kepada    Abdul    Rahman:     "Sesungguhnya,       tanpa   bermaksud     sombong,     aku   memang memiliki harta yang banyak daripada kamu. Aku telah membagi hartaku menjadi dua bagian dan sebagiannya   aku   peruntukkan   bagimu.   Lalu   aku   mempunyai   dua   orang   wanita,   maka   lihatlah siapa   di   antara   mereka   yang   mampu   memikatmu   sehingga   aku   menceraikannya   lalu   engkau dapat    menikahinya."      Abdul    Rahman      bin   'Auf   menjawab:     "Mudah-mudahan         Allah    SWT memberkatimu,        keluargamu,     dan   hartamu.    Di   manakah     pasar   yang    engkau    berdagang     di dalamnya?" Abdul   Rahman   bin   'Auf   keluar   menuju   ke   pasar   untuk   berkerja.   Ia   kembali   dan   membawa sesuatu     yang    dapat    dimakannya.      Ia   menolak      dengan    lembut     sikap    baik   Sa'ad    dan kedermawanannya.   Ia   bersandar   pada   keimanan   kepada   Allah   SWT   dan   lebih   memilih   untuk bekerja dan membanting tulang. Tidak berlalu hari demi hari kecuali ia tetap bekerja sehingga ia mampu untuk membekali dirinya dan melaksanakan pernikahan. Demikianlah       masyarakat      Islam   terbentuk    dan   menampakkan        identitasnya    berdasarkan     cinta, kebebasan,   musyawarah,   dan   jihad.   Pekerjaan   menurut   Islam   bukan   suatu   penderitaan   untuk mendapatkan roti atau potongan daging sebagaimana dikatakan peradaban kita masa kini, tetapi pekerjaan dalam Islam melebihi ruang lingkup materi ini dan menuju puncak yang lebih tinggi: "Dan katakanlah: 'Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang muhmin akan melihat pekerjaanmu itu. " (QS. at-Taubah: 105) Kesadaran bahwa apa yang kita kerjakan akan dilihat oleh Allah SWT menjadikan perkerjaan itu mendapat cita rasa yang lain. Yaitu suatu rasa yang   melampaui   nikmatnya   memakan   roti   dan   daging.   Setelah   bekerja,   datanglah   cinta.   Cinta dalam Islam bukan hanya perasaan   yang menetap dalam hati dan tidak diwujudkan oleh suatu perbuatan; cinta dalam Islam merupakan langkah harian yang akan mengubah bentuk kehidupan di sekitar manusia menuju yang lebih tinggi dan mulia. Seorang Muslim mencintai Tuhannya Pencipta alam semesta dan mencintai Rasulullah saw dan mencintai kaum Muslim dan orang-orang yang berdamai dengan orang-orang Muslim, meskipun keyakinan      mereka     berbeda    dengannya.     Bahkan     seorang    Muslim     mencintai     makhluk     secara keseluruhan: ia mencintai anak-anak, hewan, bunga, pasir dan gunung bahkan benda-benda mati pun mendapat cinta dari seorang Muslim. Seorang Muslim jika dia benar-benar seorang Muslim akan merasakan dnta yang dialami oleh Nabi Daud terhadap alam dan lingkungan di sekitarnya. Ini   adalah   perasaan   sufi   yang   tinggi.   Seorang   Muslim   akan   mewarisi   cinta   yang   sebenarnya seperti   yang   diwarisi   Nabi   Isa   terhadap   lingkungan   yang   baik   yang   ada   di   sekitarnya   di   mana ketika Nabi   Isa melihat tubuh anjing   yang mati, maka Nabi   Isa tidak melihat selain keputihan giginya. Demikianlah cinta   yang   tersebar dalam kehidupan kaum Muslim di mana cinta itu pun tertuju kepada   binatang   dan   benda-benda   mati.   Cinta   demikian   ini   tidak   akan   terwujud   dengan   suatu keputusan   dan   tidak   ditetapkan   dengan   suatu   undang-undang,   tetapi   cinta   itu   datang   biasanya akibat   dari   kepuasaan   akal   dan   hati   dengan   adanya   kepemimpinan   besar   yang   hati   cenderung kepadanya       dan   akal  mengambil      darinya.    Dan    yang   dimaksud     dengan     kepemimpinan       besar tersebut   adalah   keberadaan   sang   Nabi

Kepribadian dan Kesederhanaan Nabi Muhammad SAW

Beliau   adalah   cermin   terbesar   dari   tingkat   cinta   yang tertinggi.   Beliau   adalah   seorang   yang   paling   banyak   berbuat   demi   Islam   dan   paling   banyak sedikit mengharapkan balasan darinya. Meskipun beliau seorang pemimpin namun beliau hidup dalam   kesederhanaan.

      adalah   seorang   tentara   yang   paling   sederhana.   Tempat   tidurnya bersih   tetapi   kasar,   dan   rumahnya   tidak Beliau  menampakkan   kesibukan   yang   di   dalamnya   memasak berbagai macam hidangan. Beliau justru menyiapkan hidangan yang sangat sederhana. Makanan utama beliau adalah roti kering   yang dicampur dengan minyak. Keinginan besar beliau adalah tersebarnya dakwah Islam. Kaum Muslim menyadari bahwa kesempurnaan Islam tidak akan terwujud kecuali ketika cinta Allah SWT dan Rasul- Nya lebih didahulukan daripada cinta diri sendiri, cinta kepada wanita, cinta kepada anak, kepentingan, kekuasaan, kehidupan, dan apa saja yang tidak ada hubungannya dengan   Allah   SWT   dan   Rasul-Nya.   Demikianlah   kaum   Muslim   sangat   mencintai   pemimpin mereka      lebih   dari   kehidupan     pribadi   mereka.     Di   samping     pekerjaan     dan   cinta   tersebut, didirikanlah   pemerintahan   Islam   yang   berdasarkan   kaidah-kaidah   kebebasan,   musyawarah   dan jihad. Kebebasan dalam Islam bukan sekadar perhiasan yang dilekatkan kepada tubuh Islam tetapi ia merupakan tenunan dari sel-sel   yang hidup itu. Allah SWT telah membebaskan kaum Muslim dari penyembahan selain dari-Nya. Dengan demikian, runtuhlah semua belenggu yang hinggap di   atas   akal,   hati,   dan   masyarakat.   Seorang   Muslim   memiliki—dalam   Islam—suatu   kebebasan yang diberikan kepadanya agar ia melihat sesuatu dengan akalnya dan mendebat segala sesuatu dengan   akalnya.   Dan   hendaklah   ia   merasa   puas   dengan   sesuatu   yang   dapat   menenteramkan hatinya. Kebebasan dalam Islam bukan kebebasan mutlak yang menjurus kepada anarkisme dan diskriminasi tetapi kebebasan dalam Islam adalah kebebasan yang bertanggung jawab. Dalam   ruang   lingkup   nas-nas   yang   pasti   yang   terdapat   dalam   Al-Qur'an   atau   sunah tidak   ada kebebasan di hadapan orang Muslim selain kebebasan untuk berlomba-lomba untuk menerapkan apa yang mereka pahami. Selain itu, seorang bebas sampai tidak terbatas, dan pintu ijtihad tetap terbuka   sampai   tidak   ada   batasnya,   karena   pintu   ijtihad   adalah   akal   dan   menutup   pintu   ijtihad yakni   menutup   akal   dan   itu   berarti   akan   membawa   kematian   baginya.

Kisah Dakwah Nabi Muhammad SAW dan perintah Jihad

  Islam   tidak   menerima orang-orang       yang    mati    akalnya     atau   menga-lami       kemunduran;       Islam    pada    hakikatnya memperlakukan manusia dari sisi akal dan hati. "Adalah      untukmu, sedang    kamu     menginginkan       bahwa     yang    tidak   mempunyai       kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah meng-hendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat- ayat-Nya   dan   memusnahkan   orang-orang   kafir."   (QS.   al-Anfal:   7)   Orang-orang   Islam   karena kekafiran   mereka   dan   kebutuhan   mereka   serta   situasi   ekonomi   yang   memburuk,   mereka   ingin bertemu dengan pasukan yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan     pasukan    yang    bersenjata;   mereka     membutuhkan       harta   untuk   menyebarkan       dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu agar mereka berhadapan dengan     pasukan     kafir  dan   agar   mereka    mampu      memutus     tali  kekuatan  orang-orang     kafir sehingga kebenaran akan menang. Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan bahwa mereka akan   mendapatkan   keuntungan   dan   kesenangan   dengan   banyak   mengambil   ganimah.

    Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh      kaum    kafir  Mekah     sebagai   korban    darinya    dan   agar  Madinah     dapat   menahan penderitaan   dan   kefakiran   yang  dialaminya.   Seharusnya   pengikut   Islam   tidak   membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru harus memberi kepadanya. Nabi mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahwa mereka akan    menemui      kesulitan   dan   penderitaan,    dan   bukan    masalah    sepele   seperti   yang   mereka bayangkan.   Nabi   bermusyawarah   dengan   sahabat-sahabat.   Beliau   berbincang-bincang   dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun pengorbanan yang harus dilakukan. Kemudian   Rasulullah   saw   berkata:   "Wahai   para   sahabat,   tunjukkanlah   diri   kalian."  Rasulullah saw   mengisyaratkan   kepada   kaum   Anshar.   Rasulullah   saw   khawatir   jika   mereka   memahami bahwa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka      mengatakan      kepada    beliau:   "Ya   Rasulullah,    kami    tidak   akan   bertanggung      jawab kepadamu   sehingga   engkau   sampai   di   negeri   kami.   Jika   engkau   sampai   di   negeri   kami,   maka kami akan bertanggung jawab untuk melindungimu." Mayoritas   pasukan   terdiri   dari   orang-prang   Anshar,   maka   Rasulullah   saw   ingin   mengetahui keputusan mayoritas tentara sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahwa Rasul   saw   ingin   mengetahui   pendapat   kaum   Anshar.   Oleh   karena   itu,   Sa'ad   bin   'Auf   berkata: "Demi Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang mereka rasakan.

Mendengar   pernyataan   kaum   Anshar   itu   hilanglah   kekhawatiran   dan   ketakutan   Nabi,   bahkan beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan Islam    dan   Islam    tidak  mengenal     pasal-pasal    perjanjian    namun    ia  justru   tenggelam     dalam esensinya dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahwa mereka benar- benar beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang beliau katakan serta akan benar-benar menaati beliau. Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami akan bersamamu.       Demi    Zat  yang    mengutusmu      dengan    kebenaran,     seandainya    engkau    membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya niscaya kami akan menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami   yang akan meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar.   Kalimat   tersebut   menetapkan   peperangan   paling   penting   dan   paling   berbahaya   dalam sejarah Islam. Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeda dengan perasaan Nabi    Musa     ketika  mereka     mengatakan      kepadanya,    "pergilah    engkau    wahai    Musa    bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahwa seandainya Rasul saw memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan     berjalan   kaki   di  atas  ombaknya     niscaya    mereka    akan   melakukan      hal  itu  walaupun berakibat   pada   tenggelamnya   mereka   dan   kematian   mereka   dan   tak   seorang   pun   yang   akan menentang perintah Rasul saw tersebut. Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu mereka membuat kemah-kemah        yang    di  situ  ditentukan    tempat   peristirahatan    dan   pergerakan     tentara   Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam   memilih   tempat   sehingga   itu   akan   dapat   menjadi   pelajaran   bagi   kaum   Muslim   dalam kaidah umum dari kaidah-kaidah peperangan   yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil suatu   kebijakan   yang   penting   yang   berdasarkan   pengalaman.   Kemudian   datanglah   Habab   bin Mundzir   kepada   Rasulullah   saw   dan   bertanya   kepadanya,   "apakah   tempat   yang   kita   jadikan sebagai pusat pergerakan tentara kita merupakan pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita tidak dapat memberikan pendapat kita   ataukah   itu   hanya   masalah   yang   bersifat   tehnik   yakni   itu   terserah   pada   pendapat   kita   dan sesuai kebijakan saat perang dan ia merupakan tipu daya semata?"

Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah pendapat pribadi, peperangan, dan tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah tempat yang tidak tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih   tempat   di   mana   pasukan   Madinah   dapat   minum   darinya   sedangkan   pasukan   Mekah tidak dapat mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat   yang telah ditentukan oleh pengalaman militer. Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentara dan mereka   akan berhadapan   dengan   tiga   ratus   tujuh   belas   pasukan   Muslim.   Pasukan   Quraisy  berada   di   tempat yang jauh dari lembah. Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar- ipar   dan   keluarga   dekat   dari   pasukan   kafir.   Allah   SWT   telah   menentukan   agar   seorang   anak bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka ditentukan oleh    pedang.    Akhirnya,     peperangan     Badar    pun    terjadi  dan   kaidah    utama    adalah   kaidah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan. Lalu 'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk menarik   kembali   dari   peperangan.   'Utbah   memberikan   pernyataan   sesuai   dengan   tuntutan   akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian harus memerangi Muhammad, maka kalian   akan   menyesal   karena   kita   berhadapan   dengan   saudara-saudara   kita   sendiri.   Boleh   jadi kita akan membunuh anak paman kita, atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya saja?" Kalimat     yang    rasional   tersebut   cukup   menggoncangkan         pasukan    Mekah.     Sebagian    tentara merasa     puas   dengan    pernyataan    tersebut   karena   mereka     melihat   bahwa    tidak   ada  gunanya peperangan   itu.   Namun   kebohohan   justru   memadamkan   kalimat   yang   rasional   itu.   Abu   Jahal menuduh bahwa yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi kaum Muslim. Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahwa Muhammad tidak pernah berbohong. Kitab-kitab   sejarah   menceritakan   bahwa   Akhnas   bin   Syuraif   menyendiri   dalam   perang   Badar bersama   Abu   Jahal   sebelum   terjadinya   peperangan   tersebut   dan   bertanya   kepadanya,   "wahai Abul   Hakam,   tidakkah   engkau   melihat   bahwa   Muhammad   pernah   berbohong?   Abul   Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan kami telah menamainya al- Amin      (orang    yang   dapat    dipercaya)."    Peperangan     tersebut    bukan    sebagai    usaha   untuk mendustakan  Rasul   saw   tetapi   itu   hanya   semata-mata   untuk   menjaga   kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan ekonomi.

Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang, sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat. Kemudian   datanglah   waktu   malam   menyelimuti   dua   kubu.   Tiga   ratus   tentara   yang   mukmin sudah bersiap-siap dan mendekati seribu tentara musyrik. Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi       tunggangan     mereka    dan   tampak    mereka    memiliki    persenjataan    yang   lengkap, sedangkan setiap orang Muslim datang di atas satu kendaraan. Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang mereka tampak mengkilat serta baju besi yang mereka     gunakan     sangat   unggul   dan   kuat.  Alhasil,   mereka    memiliki    persiapan   yang   sangat mengagumkan   sedangkan   pakaian   yang   dipakai   orang-orang   Muslim   tampak   sudah   usang   dan pedang-pedang   kuno   pun   mereka   gunakan   dan   baju   besi   yang   mereka   gunakan   tampak   tidak sempurna.   Nabi   melihat   keadaan   pasukannya   lalu   hati   beliau   tampak   sedih   melihat   pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang   tanpa   alas   kaki,   maka   tolonglah   mereka.   Ya   Allah,   Sesungguhnya   mereka   adalah   orang- orang yang tidak berpakaian, maka berilah mereka pakaian." Kemudian   rasa   kantuk   menghinggapi   mata   kedua   pasukan   lalu   mereka   beristirahat   di   tengah- tengah    malam.     Jatuhlah   hujan   kecil  yang   membuat     tempat   itu  basah   sehingga    kelembaban mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan debu- debu kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah    SWT.     Allah  SWT     berfirman:    "(Ingatlah),   ketika  Allah   menjadikan     kamu    mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan kamu   dengan   hujan   itu   dan   menghilangkan   dari   kamu   gangguan-gangguan   setan   dan   untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11) Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah    mereka     dengan    panah    dan   janganlah    kalian   menyerang      mereka    sehingga     kalian diperintahkan."

Demikianlah       ketetapan    militer   yang    sangat   jitu  yang    berarti   hendaklah    kaum     Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari serangan   yang mereka lakukan. Kita mengetahui dari ilmu militer saat ini bahwa seorang yang menyerang memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui bahwa jumlah pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan   dengan   tentara   Muslim.   Kaum   musyrik   dilihat   dari   segi   jumlah   sangat   memadai untuk memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan kaum Muslim.   Jumlah   hewan   yang   mereka   miliki   pun   sama   dengan   jumlah   mereka,   sedangkan   tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan. Keadaan      saat  itu  sangat   menguntungkan       kaum    musyrik.   Tanda-tanda     kemenangan      tampak menyertai     bendera    kaum    musyrik,    tetapi  kemenangan      peperangan     bukan   karena   kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan justru dimenangkan oleh unsur   spiritual   yang   tidak   kelihatan.   Spiritualitas   tentara   dan   keimanannya   tentang   persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi untuk meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentara menjadi makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian tetapi jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim. Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka, lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam      keadaan    demikian,    Nabi    saw   meminta     pertolongan    kepada    Tuhannya:     'Ya   Allah, kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi peperangan itu. Oleh karena itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw meminta agar pasukannya dimenangkan. Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang dipikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."

Nabi     tidak    terlalu   mengkhawatirkan        kehancuran      kaum     Muslim      karena    Nabi    justru mengkhawatirkan         sesuatu    yang   lebih   besar    dari  itu.  Yang     beliau   khawatirkan     adalah penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh karena itu, Nabi meminta tolong   kepada   Tuhannya   dan   mengingatkan   kembali   kepada   Tuhannya   dan   Allah   SWT   lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentara malaikat yang dipimpin oleh Jibril. Allah SWT berfirman: "(Ingatlah),   ketika   kamu   memohon   pertolongan   kepada   Tuhanmu,   lalu   diperkenankankan-Nya bagimu:     'Sesungguhnya      Aku   akan   mendatangkan      bala  bantuan    kepada   kamu    dengan    seribu malaikat   yang   datang   berturut-turut.'   Dan   Allah   tidak   menjadikannya   (mengirim   bantuan   itu), melainkan      sebagai    kabar    gembira    dan   agar    hatimu    menjadi    tenteram    karenanya.     Dan kemenangan       itu  hanyalah    dari  sisi  Allah.   Sesungguhnya      Allah   Maha     Perkasa   lagi  Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10) Setelah itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita gembira wahai   Abu   Bakar,   sesungguhnya   telah   datang   kepadamu   bantuan   dari   Allah   SWT."   Turunnya para   malaikat   merupakan   cara   untuk   meneguhkan   kaum   Muslim   dan   berita   gembira   kepada mereka.   Mukjizat   itu   bukan   terletak   pada   penyertaan   para   malaikat   dalam   peperangan,   namun melalui   nas-nas   ditegaskan   bahwa   peranan   malaikat   tidak   lebih   dari   sekadar   membawa   berita gembira dan memberikan dukungan moril serta   memenuhi hati dengan ketenangan. Kami kira bahwa     Allah   SWT     ingin  agar   para  malaikat   menyaksikan      manusia-manusia       malaikat   yang mempertahankan akidah tauhid. Demikianlah      Allah   SWT     mewahyukan       kepada   malaikat    bahwa    Dia  bersama     mereka.   Oleh karena   itu,   hendaklah   orang-orang   yang   beriman   merasa   tenang   dan   kebenaran   akan   tertancap pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir pasti akan merasakan ketakutan. Allah SWT berfirman: "(Ingatlah),   ketika   Tuhanmu   mewahyukan   kepada   para   malaikat:   'Sesungguhnya   Aku   bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang      Allah   dan   Rasul-Nya;    dan   barangsiapa    menentang     Allah   dan   Rasul-Nya,     maka sesungguhnya   Allah   amat   keras   siksaan-Nya.   Itulah   (hukum   dunia   yang   ditimpakan   atasmu), maka   rasakanlah   hukuman   itu. 

 Sesungguhnya   bagi   orang-orang   yang   kafir   itu   ada   (lagi)   azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14) Lalu   orang-orang   kafir   pun   mengalami   kekalahan.   Setelah   peperangan   itu,   terbunuhlah   tujuh puluh     kafir  dan   tujuh   puluh   tawanan     dari  mereka     dan   sebagian    pasukan     melarikan    diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar. Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah   kalian   menemukan   apa   yang   dijanjikan   oleh   tuhan   kalian   kepada   kalian.   Sungguh   aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah      engkau    memanggil       kaum    yang    sudah    mati?"    Rasulullah     berkata:   "Kalian    tidak mengetahui      apa   yang    aku   katakan   kepada    mereka,    tetapi   mereka    tidak   mampu     menjawab perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian beliau kembali ke Madinah. Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah. Kaum Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari saudara-saudara dan keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut merupakan   kekuatan   bagi   kita   terhadap   orang-orang   kafir,   dan   mudah-mudahan   Allah   SWT memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka menjadi tulang punggung kita." Kemudian Rasulullah   saw   menoleh   kepada   Umar   bin   Khattab   sambil   berkata,   "bagaimana   pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah, aku tidak sependapat dengan apa yang dikatakan   Abu   Bakar   tetapi   aku   berpendapat,   seandainya   aku   mampu   untuk   bertemu   dengan salah seorang kerabatku, maka aku akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahwa tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum musyrik." Pasukan   Madinah   dan   pasukan   Mekah   terdiri   dari   keluarga-keluarga   yang   terikat          hubungan kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya peperangan sesama keluarga: antara    anak   dan   orang   tuanya.   Umar     menginginkan      agar   keadaan    demikian     terus  berlanjut sehingga     orang-orang      musyrik    mengetahui      bahwa    Islam    tidak   ingin   berdamai.    Kemudian Selesailah   urusan   itu   dan   terjadi   peperangan   di   jalan   Allah   SWT   dan   mengangkat   senjata   dan berperang adalah suatu kewajiban yang tiada keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum   Muslim   dan   mendapati   sebagian   besar   mereka   cenderung   kepada   pendapat   Abu   Bakar. Nabi saw mengikuti pendapat mayoritas saat itu. Pendapat mayoritas salah dan hanya Umar yang benar.

Ini   adalah    peperangan      pertama    yang    dilalui  oleh    Islam.   Hendaklah      kaum    Muslim     harus meninggalkan        dorongan     kemanusiaan      mereka,    yakni    orang-orang     kafir  harus   dibunuh     agar musuh-musuh   Allah   SWT   mengetahui   bahwa   Islam   telah  memilih    darah.   Allah   SWT   telah mendukung   Umar   bin   Khattab   dalam   Al-Qur'an   sehingga   Nabi   saw   dan   Abu   Bakar   menangis ketika    keduanya     menyadari     kesalahan     mereka    pada   hari   berikutnya,    lalu  Umar    memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah saw membaca Al-Qur'an: "Tidak patut bagi seorang   Nabi   mempunyai   tawanan   sebelum   ia   dapat   melumpuhkan   musuhnya   di   muka   bumi. Kamu      menghendaki       harta   benda    duniawi     sedangkan     Allah    menghendaki       (pahala)    akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang hamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68) Kedua   ayat   itu   mengatakan   bahwa   ini   bukan   saatnya   melindungi   para   tawanan   dan   berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan kecuali    jika  ia  telah  melakukan      banyak    peperangan      dan  banyak     berjihad   dan   telah  banyak membunuh        dan   dakwahnya      telah   mapan.    Kedua     ayat  tersebut   menyingkap       tujuan   di  balik penebusan   tawanan:   "Kamu   menghendaki   harta   benda   duniawi   sedangkan   Allah   menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)." Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual   yang   sulit.   Itu   adalah   pemikiran   yang   bersifat   taktik   sebagaimana   yang   kita   ungkapkan dalam   istilah   modern   dan   bukan   pemikiran        yang   bersifat   strategis.  Kemudian   para   tawanan tersebut   bukan   tawanan   biasa   tetapi   menurut   istilah   modern   mereka   adalah   penjahat-penjahat perang.     Oleh   karena    itu,  nyawa    mereka     harus   ditumpahkan      saat  mereka     dapat   ditangkap, meskipun   mereka   memiliki   kekayaan   yang   banyak   atau   kedudukan   yang   tinggi.   Islam   tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan, sedangkan pertimbangan- pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh Islam. Nas    Al-Qur'an     memperingatkan        orang-orang      yang    menang     bahwa     kesalahan    mereka     bisa berakibat   pada   datangnya   siksaan   yang   bakal   mereka   terima   tetapi   Allah   SWT   mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil."

Siksaan   tersebut   memang   lebih   dekat   daripada   pohon   yang   dekat   ini,   kemudian   Allah   SWT mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik   dosa   yang   lalu   maupun   dosa   mereka     yang   akan   datang.   Demikianlah   Al-Qur'an   ingin mendidik   kaum   Muslim  agar   mereka   tidak   banyak   mempertimbangkan   urusan   manusiawi   saat berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya   yaitu peperangan yang hanya ditujukan kepada Allah   SWT   dan   hendaklah   peperangan   tersebut   dihilangkan   dari   pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi mengetahui bahwa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat pada kekalahan mereka.

Kisah Nabi Muhammad SAW di perang Uhud

Dalam peperangan Uhud jumlah kaum musyrik tiga ribu sedangkan jumlah kaum Muslim tiga ratus   pasukan   setelah   pemimpin   orang-orang   munafik   Abdullah   bin   Saba'   mengundurkan   diri pasukan.   Kaum   Muslim   diletakkan   di   gunung   dan   Rasulullah   saw   membuat   rencana   yang   jitu untuk memenangkan pertempuran di mana beliau membagi pasukan pemanah di puncak gunung untuk   melindungi   punggung   kaum   Muslim   dan   melinduingi   mereka   dari   serangan   dari   arah belakang.   Rasulullah   saw   memberi   pengertian   kepada   pasukan   panah   itu   agar   mereka   tetap   di tempatnya   baik   kaum   Muslim   menang   maupun   kalah.   Yakni   bahwa   pasukan   pemanah   tidak boleh turun dari gunung dan meski berusaha untuk melindungi kaum Muslim. Rasulullah saw berkata kepada mereka. "lindungilah punggung-punggung kami. Jika kalian melihat kami sedang bertempur, maka kalian tidak usah turun darinya dan tidak usah menolong kami, dan jika kalian melihat kami memperoleh kemenangan dan mengambil ganimah, maka kalian tidak boleh ikut serta bersama kami." Setelah membuat keputusan tersebut, Rasulullah saw kembali ke pasukan yang lain, lalu beliau membikin suatu rencana untuk menyerang. Dan Dimulailah peperangan kemudian pasukan Islam mendorong   pasukan   musyrik   laksana   angin   yang   kencang   yang   memporak-porandakan   ribuan kaum   musyrik.   Pada   tahapan   pertama   pasukan   Islam   tampak   menguasai   medan   dan   berhasil menyapu kaum musyrik sehingga pasukan Mekah tampak berputus asa meskipun mereka unggul secara   bilangan   dan   meskipun   mereka   memiliki   kuatan   persenjataan         yang   lengkap,   pasukan Mekah   justru   dikagetkan   dengan   ketangguhan   pasukan   Muslim   yang   dapat   memukul   mundur mereka   hingga   mereka   membayangkan   balwa   mereka   tidak   dapat   memenangkan   peperangan atau   dapat   bertahan   di   hadapan   pasukan   Muslim.   Debu-debu   peperangan   mulai   berterbangan yang    menyertai    tanda-tanda     kekalahan    pasukan    Mekah.    Sementara     itu,  para  pemanah     yang diletakkan Rasulullah saw di suatu tempat   yang strategis berpikir untuk memperoleh ganimah. Pasukan     Mekah     telah  kalah   dan   mereka    telah   melarikan    diri  dari  pasukan    Muslim,     maka bagaimana      seandainya     para  pemanah     turun   dari  tempat   mereka    untuk   mengumpulkan        harta rampasan dan ganimah. Rasulullah saw telah mengingatkan mereka agar jangan meninggalkan tempat     mereka,    apa   pun    yang   terjadi   tetapi pasukan     pemanah     itu  justru   berkhianat     dan  menentang   perintah   Nabi   saw   setelah   mereka   membayangkan   bahwa   peperangan   telah   selesai dan keuntungan akan diperoleh pasukan Madinah yang beriman.

Pasukan      pemanah     mengira    bahwa     Allah   SWT     akan   menutupi    kesalahan    mereka    dan   akan melindungi mereka sehingga mereka berhasil mengambil harta rampasan dan ganimah. Sungguh keikhlasan     telah   tercabut   dari  hati  sebagian    pasukan.    Belum    lama   hal  tersebut   berlangsung sehingga    terjadilah   perubahan     yang   drastis   pada   peperangan.      Pemimpin      pasukan    berkuda musyirik   dalam   peperangan   Uhud   yaitu   Khalid   bin   Walid   yang   kemudian   ia   menjadi   tokoh Muslim adalah orang yang sangat jenius dalam peperangan. Begitu ia melihat pasukan pemanah lari   dari   tempat   mereka,   maka   ia   melihat   celah   yang   terbuka   di   tengah-tengah   kaum   Muslim, sehingga ia segera memutarkan kudanya dan disertai pasukan yang mengikutinya. Kemudian ia menyerang kaum Muslim dari belakang. Serangan yang dilakukan Khalid itu sangat cepat dan sangat mengejutkan. Orang-orang musyrik mengambil kesempatan emas. Mereka yang tadinya lari, kini mereka menarik diri dan justru menyerang kembali. Pasukan Muslim dikepung dari dua arah oleh pasukan berkuda: satu dari belakang dan yang lain dari   depan.    Kemudian      berjatuhanlah    korban-korban      dari  pasukan     Muhammad        bin  Abdillah. Banyak      di  antara   mereka    yang   mati   sebagai    syahid   saat  mempertahankan        dan   melindungi Rasulullah   saw,   bahkan   sang   Nabi   pun   hidungnya   terluka   dan   giginya   pun   runtuh   dan   kepala beliau yang mulia terluka sehingga beliau mengucurkan darah. Kemudian tersebarlah isu bahwa Muhammad saw telah meninggal. Ketika mendengar itu, kaum Muslim sangat terpukul dan sangat sedih sehingga kaum Muslim pun terpecah-pecah. Sebagian mereka kembali ke Mekah dan sekelompok yang lain ke atas gunung dan mereka tetap menjaga Nabi    saw   yang    mulia.   Ketika   mendengar      kematian    Nabi,   Anas    bin  Nadhir    berkata   kepada kaumnya: "Bangkitlah kalian dan matilah seperti kematiannya. Apa yang kalian lakukan setelah kalian   hidup    sesudahnya."   Pasukan   Muslim        tetap   bertahan   dan   melakukan   peperangan,   lalu tekanan     kaum    musyrik     semakin     berat  kepada     Nabi   saw    dan   para   sahabatnya.    Kemudian terjadilah kejadian yang paling sulit dalam sejarah umat Islam. Nabi saw berteriak saat melihat kaum   musyrik   menekannya   dan   berusaha   membunuhnya:   "Barangsiapa   yang   dapat   mengusir mereka dariku, maka baginya surga." Mendengar       perkataan    itu,  kaum    Muslim    segera   mengitari    Nabi    saw   dan   melindungi     beliau sehingga   banyak   dari   mereka   berguguran   sebagai   syahid.   Bahkan   sahabat-sahabat   Abu   Juanah melindungi      Nabi    saw   sampai-sampai       punggungnya       dipenuhi    dengan     anak-anak     panah.  

  Ia bagaikan baju besi yang dipakai kepada Nabi saw dan ia tetap kokoh melindungi sang Nabi saw. Kemudian berubahlah keadaan karena keteguhan dan keberanian yang diperlihatkan oleh kaum Muslim. Pasukan Mekah merasa puas dan mereka memilih untuk menarik diri. Saat itu orang- orang Quraisy tidak lebih sedikit penderitaannya daripada orang-orang Muslim. Setelah     peperangan     yang   dahsyat    itu,  kaum    musyrik    menarik     diri  setelah  mereka     berhasil membunuh beberapa orang Muslim, bahkan mereka berhasil melukai pemimpin pasukan   yaitu sang     Nabi   saw.    Semua     itu  terjadi  karena    satu   kesalahan     yaitu   kesalahan    terletak   pada penentangan   dan   pembangkangan   para   pemanah   terhadap   perintah   sang   Rasul   saw   dan   usaha mereka untuk meninggalkan tempat mereka. Ketika   sebagian   kelompok   dari   sahabat   kehilangan   pengorbanan   dan   kehilangan   sikap   ikhlas dalam hati mereka, maka kesalahan tersebut harus dibayar oleh tentara yang paling berani dan mulia   di   antara   mereka   yaitu   sang   Nabi   saw.   Langit   tidak   ikut   campur   untuk   menyelamatkan pasukan   Islam   itu.   Kesalahan   kaum   Muslim   itu   harus   dibayar   oleh   Rasul   saw   di   mana   wajah beliau pun terluka bahkan keluar darah   yang cukup deras dari luka beliau sehingga setiap kali dituangkan air di atas luka itu, maka darah pun semakin deras mengucur. Darah itu tidak berhenti kecuali setelah dibakarkan potongan tembikar lalu dilekatkan di atasnya. Luka     beliau   bukan   hanya    bersifat  materi   tetapi  luka   spiritual  beliau   dan   ruhani   beliau  pun semakin      bertambah.    Ini  beliau   rasakan    ketika   mendengar     bahwa     pamannya      Hamzah     gugur sebagai   syahid   dan   tidak   cukup   dengan   itu,   bahkan   istri   Abu   Sofyan   yaitu   Hindun   membelah perutnya     dan   mengeluarkan       jantungnya     serta  mengunyahnya        dengan    mulutnya.     Semua     itu semakin menambah kesedihan sang Nabi. Kaum      Quraisy   menguasi      pasukan    Muslim     dan   mereka    memberlakukan       dan   menekan     kaum Muslim secara aniaya. Seandainya bukan karena rahmat Allah SWT niscaya kaum Muslim akan mengalami kekalahan yang telak. Kemudian turunlah dalam Al-Qur'an al-Karim ayat-ayat yang mendidik      kaum    Muslim     agar   mereka    benar-benar     ikhlas   dan   memahamkan        mereka    bahwa kekalahan   mereka   sebagai   akibat   dari   adanya   pasukan   di   antara   mereka   yang   menginginkan dunia meskipun di antara mereka ada sebagian yang menginginkan akhirat. Jika terjadi demikian, maka   tidak   adajalan   untuk   memperoleh   kemenangan.   Ini   bukanlah   hal   yang   diinginkan   oleh pasukan   Muslim,   yang   diharapkan   adalah   hendaklah   semua   pasukan   tertuju   untuk   mencapai ridha   Allah   SWT   dan   hanya   mengharapkan   akhirat.   Jika   demikian   halnya,   maka   Allah   SWT akan memberi mereka dunia dan akhirat.

 Allah SWT berfirman dan menceritakan peperangan Uhud dalam surah Ali 'Imran: "Di antaramu ada   orang   yang   menghendahi   dunia   dan   di   antara   kamu   ada   orangyang   menghendaki   akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu; dan sesungguhnya Allah telah   memaafkan   kamu.   Dan   Allah   mempunyai   karunia   (yang   dilimpahkan)   atas   orang-orang yang beriman." (QS. Ali 'Imran:: 152) Allah   SWT   memaafkan   hal   itu.   Orang-orang   Muslim   kini   menghitung   jumlah   korban   mereka dan mengobati orang-orang yang terluka. Rasulullah saw bertanya tentang pamannya Hamzah, dan   ketika   beliau   mendapatinya   di   tengah-tengah   sahabat   yang   gugur,   dan   orang-orang   kafir telah merusak jasadnya, maka beliau berkata dalam keadaan menangis: "Tidak akan ada orang yang akan tertimpa sepertimu selama-lamanya." Kemudian       Nabi   saw    berdiri  dan   memuji     Allah   SWT     lalu   beliau   memerintahkan      untuk mengembalikan orang-orang yang terbunuh dari kaum Muslim ke tempat asal mereka di mana mereka terbunuh. Saat itu keluarga mereka telah membawanya ke kuburan kemudian Nabi saw mengumpulkan   kedua   orang   laki-laki   dari   pahlawan-pahlawan   Uhud   dalam   satu   pakaian   dan beliau bertanya siapa di antara keduanya yang paling banyak mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Jika   diisyaratkan   kepada   salah   satunya,   maka   beliau   akan   mendahulukannya   untuk   dimasukan dalam liang lahad. Rasulullah saw juga memerintahkan agar mereka dikebumikan dengan darah mereka dan beliau pun tidak mensalati mereka, serta tidak memandikan mereka. Allah SWT ingin memperlihatkan bagaimana mereka dibangkitkan pada hari kiamat lalu beliau bersabda: "Tiada seorang pun yang terluka di jalan Allah SWT kecuali Allah SWT membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan di   mana   Iukanya    akan   mengucur   darah.   Warna     itu   adalah   warna   darah   dan   baunya   seperti minyak misik." Bukanlah      penderitaan    yang   dalam   yang   merupakan      pelajaran   yang   harus   dimengerti    kaum Muslim dari peperangan Uhud sebagai akibat dari pembangkangan mereka dari perintah Rasul saw   dan   ketidaktaatan   mereka   kepadanya,   tetapi   wahyu   juga   menurunkan   berbagai   pelajaran yang lain yang dapat dimanfaatkan. Pelajaran yang terpenting setelah pelajaran kesetiaan adalah penjelasan tentang central utama yang di situ kaum Muslim berkumpul.

Pribadi Rasulullah saw bukanlah markas yang di situ kaum  Muslim berkumpul yang ketika pribadi Rasulullah saw yang mulia pergi karena satu dan lain hal, maka orang-orang Muslim akan pergi dan meninggalkan beliau. Tidak   seharusnya   pribadi   Rasul   saw   menjadi   markas   atau   central   tetapi yang   menjadi central dari semuanya adalah pemikiran beliau. Itulah yang paling penting. Demikianlah       bahwa    Al-Qur'an     al-Karim    mencela    orang-orang     yang    meletakkan     senjatanya ketika   tersebar   isu   terbunuhnya   Nabi   saw.    

Islam   tidak   akan   mencapai   puncaknya   ketika   kaum Muslim berkumpul di sisi Rasulullah saw saat beliau masih hidup namun ketika beliau terbunuh atau mati, maka mereka murtad di mana mereka membuang senjatanya dan pergi mengurusi diri mereka sendiri. Orang-orang Islam adalah orang-orang yang mengikuti prinsip bukan mengikuti pribadi. Muhammad bin Abdillah memang seorang pemimpin manusia dan Imam para rasul dan penutup para nabi, dan sebagai makhluk Allah SWT yang paling mulia, namun ini semua tidak membenarkan bahwa seorang Muslim diperbolehkan untuk meletakkan senjatanya ketika Rasul saw     wahfat   atau   terbunuh.    Hendaklah      seorang    Muslim     memanggul      senjatanya    dan    tidak membuang   dari   tangannya   kecuali   dalam   dua   keadaan:   pertama   ketika   ia   telah   memperoleh kemenangan dan kedua ketika ia telah mati. Nas   Al-Qur'an   menjelaskan   secara   gamblang   hubungan   kaum   Muslim   dengan   akidah   Islam, bukan     dengan    pribadi   sang   Rasul   saw.   Allah   SWT     berfirman:    "Muhammad        itu  tidak  lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakahjika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (tnurtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maha ia tidak dapat mendatangkan mudarat kepada Allah sedikit pun; dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orangyang bersyukur." (QS. Ali 'Imran: 144) Demikianlah bahwa peperangan Uhud telah membawa dampak   yang luar biasa terhadap kaum Muslim,     utamanya     terhadap    Nabi   saw.   Orang-orang     yang    terbunuh   di  perang    Uhud    adalah sahabat-sahabat      yang   paling   mulia   dan   paling   banyak   imannya.   Mereka   adalah   pilihan   dari orang-orang      Muslim     yang   pertama;    mereka    memikul     beban   dakwah     di  saat-saat  yang   sulit bahkan   mereka   harus   berhadapan   dan        memusuhi     kerabat   mereka   dan    teman-teman   mereka; mereka   menjadi   terasing   saat   menyatakan   keislaman   mereka   sebelum   hijrah   dan   sesudahnya; mereka telah menginfakkan harta; mereka berjuang di jalan Allah SWT; mereka telah bersabar dalam menanggung berbagai macam penderitaan, dan ketika datang saat yang paling berbahaya dan   pasukan     Islam   telah   terkepung   di  mana   jiwa   Rasul   saw   telah   terancam,    mereka   justru mencurahkan        darah   mereka    bagaikan    lautan   yang    menenggelamkan        orang-orang     kafir  dan mereka      mampu       melindungi      sang   Rasul     saw    dan    mengubah      jalan    peperangan      serta menyelamatkan akidah tauhid.

Peperangan       Uhud    bukanlah    pengorbanan      pertama     yang   dilakukan     oleh  kaum     Muslim     dan bukanlah     merupakan      peperangan     yang    terakhir.  Ia  adalah   satu   peperangan     di  antara   cukup banyak   peperangan   yang   dilalui   oleh   Islam   untuk   menyebarkan   kalimat   Allah   SWT   di   muka bumi dan membimbing hamba-hamba-Nya. Begitu juga pengorbanan Rasul saw, dan peperangan Uhud     bukanlah     pengorbanan      yang   pertama     terhadap   Islam    dan   bukan    juga  yang    terakhir. Rasulullah saw telah hidup setelah diutusnya kepada manusia di mana beliau telah memberikan semuanya untuk kehidupan dan untuk dakwah; beliau tidak memiliki dirinya sendiri; beliau tidak memboroskan waktunya dengan sia-sia bahkan beliau beristirahat sedikit saja. Semua kehidupan beliau diberikan kepada dakwah dan untuk Islam. Beliau menjalani berbagai macam peperangan dan beliau memikul berbagai macam penderitaan dan belum lama beliau lari dari suatu problem kecuali beliau berhadapan dengan problem yang baru dan lain; belum lama beliau menyelesaikan suatu krisis kecuali beliau menghadapi krisis yang lain. Demikianlah kehidupan sang Nabi saw di mana beliau selalu memberikan kontribusi dan sumbangannya demi kepentingan agama Allah SWT. Silakan   Anda  mengamati   kehidupan   sang   Rasul   saw   dari   sudut   manapun   yang   Anda  inginkan niscaya Anda tidak akan menemukan sudut dari sudut-suduut kehidupan beliau kecuali dimulai dan   dipenuhi   dengan   pergulatan   yang   hebat. 

Rasulullah   saw   telah   melalui   pergulatan   militer dalam   berbagai   macam   pertempuran   yang   silih   berganti   yang   beliau   lakukan.   Beliau   memulai pergulatan politiknya yang terwujud dalam perundingan-perundingan dan surat-surat yang beliau kirimkan kepada penguasa dan para raja di berbagai negara agar mereka memeluk Islam, bahkan beliau melakukan pergulatannya dalam masalah pribadi di rumah tangga. Rumah tangga beliau pun tidak kosong dari pergulatan. Beliau adalah pejuang sejati dalam setiap waktu. Kalau kita engenal   Nabi   Ibrahim   sebagai   seorang   musafir   di   jalan   Allah   SWT,   maka   Muhammad   bin Abdillah   adalah seorang   pejuang   di   jalan   Allah   SWT. 

Kisah Fitnah Abdullah bin Ubay tentang rumah tangga Rasulullah SAW

Belum  lama   peperangan   Uhud   berakhir sehingga pengaruh-pengaruh buruknya berbekas   pada kaum Muslim. Orang-orang   Arab Badui mulai   berani   bersikap   kurang   ajar   kepada   mereka,   demikianjuga   orang-orang   Yahudi,   apalagi orang-orang munafik dan tidak ketinggalan orang-orang Quraisy pun mulai menyudutkan kaum Muslim. Kemudian datanglah utusan dari kabilah Arab kepada Rasul saw dan mereka mengatakan kepada beliau bahwa mereka mendengar tentang Islam dan mereka ingin memeluknya, maka hendaklah beliau   mengutus   kepada   mereka   beberapa   dai   dan   mubalig   untuk   mengajari   mereka   tentang dasar-dasar   agama.   Nabi   saw   mengutus   bersama  mereka   sekelompok   para   dai   yang   dipimpin oleh   'Ashim   bin   Tsabit.   Temyata   orang-orang   itu   berkhianat  atas   para   sahabat-sahabat   yang berdakwah   itu   dan   mereka   pun   dibunuh.   Bahkan   tiga   di   antara   mereka   ditawan   dan   dijual   di Mekah. 

 Dijualnya   mereka   di   Mekah   berarti   mereka   diserahkan   pada   kelompok   orang-orang Quraisy   yang   telah   lama   menunggu   untuk   menangkap   kaum   Muslim.   Kaum   Quraisy   Mekah membunuh tiga tawanan kaum Muslim itu. Orang-orang Muslim sangat sedih mendengar dai-dai Allah SWT itu terbunuh dengan cara yang begitu tragis. Ketika   datang   kepada   Nabi   saw   orang-orang   yang   minta   pada   beliau   agar   dikirim   utusan   dari kalangan mubaligh untuk menyebarkan Islam untuk para kabilah kaum Najd, maka Nabi kali ini betul-betul     mempertimbangkan          antara   kepentingan      menyebarkan       Islam    dan   perlindungan terhadap   kehormatan   manusia.   Lalu   beliau   memilih   untuk   kepentingan   dakwah   Islam.   Beliau menyadari bahwa beliau mengutus para sahabatnya dalam bahaya; beliau memberitahu mereka bahwa mereka akan menghadapi suatu keadaan yang misterius yang tiada mengetahuinya kecuali Allah SWT. Namun bahaya tersebut sudah menjadi bagian dari cita rasa kehidupan yang selalu meliputi dakwah Islam. Ketika Nabi saw mengutarakan kekhawatirannya terhadap para sahabatnya yang bakal diutusnya di   tengah    kabilah   itu,  orang-orang     yang   meminta     beliau   untuk    mengutus     para   sahabatnya menyakinkan        beliau   bahwa    mereka     akan   melindungi     sahabat    beliau.   Kemudian      Nabi   saw memerintahkan tujuh puluh orang pilihan dari sahabatnya untuk pergi dan berjihad di jalan Allah SWT serta mengajak manusia untuk mengikuti Islam. Lalu pergilah para sahabat yang kemudian dikenal    dengan     sebutan   al-Qurra'    (yaitu  orang-orang     yang    pandai   membaca      Al-Qur'an     dan menghapalnya). Mereka adalah para dai yang terbaik yang diutus Nabi di mana pada siang hari mereka   memikul   kayu   bakar   dan   pada   malam   hari   mereka   sibuk   dalam   keadaan   salat.   Ketika datang   perintah   Rasulullah   saw   kepada   mereka   untuk   pergi   dan   berdakwah   mereka   pun   pergi dalam   keadaan      gembira    karena   mereka     diajak   untuk   berjihad   di  jalan  Allah   SWT.   Mereka melangkahkan kaki dengan mantap di tanah orang-orang munafik dan para penghianat sehingga mereka sampai di suatu sumur yang bemama sumur Ma'unah. Kemudian mereka mengutus salah seorang di antara mereka untuk menemui pemimpin orang-orang kafir di negeri itu. Mubalig dari sahabat     Rasulullah     saw   itu   menyampaikan        surat   Nabi   yang    dibawanya      di  mana     beliau mengharapkan agar masyarakat di situ masuk   Islam, tetapi ia dikagetkan dengan adanya pisau yang     menembus      punggungnya.       Mubaligh      itu  berteriak   saat   ia  tersungkur:    "sungguh      aku beruntung demi Tuhan pemelihara Ka'bah." Kemudian pemimpin orang-orang kafir itu mengangkat senjata dan mengumpulkan para kabilah untuk memerangi para mubaligh di jalan Allah SWT itu sehingga sahabat-sahabat terbaik yang berdakwah   di   jalan   Allah   SWT   itu   pun   gugur   di   sumur   Ma'unah.   Jasad-jasad   mereka   menjadi makanan dari burung nasar dan burung-burung yang lain. Dari tujuh puluh orang yang dikirim itu   hanya   seorang   yang   selamat   yang   kembali   kepada   Nabi   saw.   Ia   menceritakan   apa   yang dialami    oleh  fuqaha-fuqaha     Muslimin    di  mana   mereka    dikhianati.  Ketika   mendengar    berita tentang tragedi itu, Nabi sangat terpukul dan sedih.

Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan berkata kepada sahabat-sahabatnya: "Sungguh sahabat-sahabat kalian telah terbunuh dan mereka telah meminta kepada Tuhan mereka. Mereka mengatakan, Tuhan kami, berikanlah kami ujian sesuai dengan kehendak-Mu dan ridha-Mu. Apa saja yang menjadi kepuasan-Mu kami pun akan merasakan kepuasan." Sungguh penderitaan yang dialami oleh Islam sangat berat, terutama yang menimpa para sahabat yang gugur sebagai syahid disumur Ma'unah. Nabi saw sangat sedih mendengar sikap orang- orang   Arab   dan   orang-orang   kafir   terhadap   Islam.   Mereka   telah   mengejek   dan   merendahkan kaum mukmin sampai pada batas ini. Kemudian beliau menetapkan akan kembali mengangkat kewibawaan Islam dengan tindak kekerasan. Dalam keadaan seperti ini, bergeraklah orang-orang Yahudi untuk membunuh Rasulullah saw.

Pada suatu hari beliau pergi ke Bani Nadhir untuk menyelesaikan suatu urusan. Kemudian mula- mula mereka menampakkan persetujuan atas apa yang diucapkan beliau. Mereka mendudukkan Nabi di bawah naungan benteng-benteng mereka, lalu mereka bersekongkol untuk melenyapkan beliau; mereka menetapkan untuk melemparkan batu yang berat dari atas benteng itu saat beliau duduk dan tidak membayangkan akan terjadinya kejahatan yang direncanakan padanya. Namun Allah   SWT   mengilhami   Rasul-Nya   akan   datangnya   bahaya   kepada   beliau,   lalu   beliau   bangun sebelum pelaksanaan tipu daya itu. Lalu beliau segera pergi menuju rumahnya. Beliau berpikir saat beliau kembali ke rumahnya dengan membawa penderitaan yang baru. Pembangkangan dan pengkhianatan tersebut tidak akan dapat berhenti kecuali setelah Islam menunjukkan taringnya. Islam ingin mengembalikan kewibawaannya dengan cara mengangkat senjata. Rasul    saw   mengutus    utusan   ke  Bani  Nadhir   dan   memerintahkan      mereka   untuk   keluar   dari Madinah,   bahkan   Rasul   saw   memberi   waktu   kepada   mereka   hanya   sepuluh   hari.   Kemudian orang-orang   munafik   yang   ada   di   Madinah   bersatu   bersama   orang-orang   Yahudi   dan   mereka sepakat untuk memerangi Islam. Namun ketika berhadapan dengan Islam, orang-orang Yahudi menelan   kekalahan.   Kemudian   turunlah   surah   al-Hasyr   yang   menyebutkan   pengusiran   orang- orang    Yahudi     dan   menyingkap      kedok   orang-orang     munafik.    Setelah   kemenangan       yang meyakinkan ini, Rasul saw keluar bersama sahabatnya untuk membalas kejadian yang menimpa sahabat-sahabatnya       yang   dikenal   dengan    al-Qurra'   itu.  Rasul   saw   ingin   mengembalikan kewibawaan   Islam.   Kemudian   pasukan   Rasul   saw   itu   mampu   membuat   para   pengkhianat   dari orang-orang Arab ketakutan. Hanya sekadar mendengar nama pasukan Muslim, maka serigala- serigala    gurun   yang   dulu   bengis   itu  pun  ketakutan    laksana   tikus-tikus   yang   panik   yang bersembunyi      di  bawah    lobang-lobang     gunung.    Orang-orang     Quraisy    mendengar     kegiatan pasukan Islam. Pasukan Quraisy menarik diri saat mereka mendekati Dahran, sementara pasukan Muslim berada di Badar.

Mereka menunggu pertemuan   yang disepakati di Uhud. Orang-orang Muslim      menyala-kan      api   selama    delapan    hari sebagai    bentuk    tantangan    dan   menunggu kedatangan      kaum    kafir  sehingga    ketika   mereka    (kaum    kafir)  telah  pergi,   maka    citra  kaum Muslim pun terangkat setelah mereka menerima kepahitan dalam peperangan Uhud. Kaum Muslim menoleh ke arah utara jazirah Arab setelah menetapkan kewibawaan mereka di selatan. Kabilah di sekitar Daumatul Jandal dekat dengan Syam merampok di tengah jalan dan merampas   kafilah   yang   berlalu   di   situ,   bahkan   kenekatan   mereka   sampai   pada   batas   di   mana mereka   berpikir   untuk   menyerbu   Madinah.   Oleh   karena   itu,   Rasulullah   saw   keluar   bersama seribu   orang   Muslim   yang   mereka   bersembunyi   di   waktu   siang   dan   berjalan   di   waktu   malam, sehingga setelah lima belas malam beliau sampai ke tempat   yang dekat dengan tempat tinggal musuh-musuh mereka lalu mereka menggerebek tempat itu. Pasukan kafir itu dikagetkan dengan kedatangan kaum Muslim yang begitu cepat. Kita akan mengetahui bahwa alat komunikasi yang dimiliki oleh Rasulullah saw sangat unggul sebagaimana alat pertahanan beliau pun sangat unggul. Serangan mendadak yang dilakukan oleh pasukan     Rasulullah    saw   menunjukkan       bahwa    mereka    memiliki    pertahanan     yang   luar  biasa. Sistem   pertahanan   yang   luar   biasa   sebagaimana   kedatangan   pasukan   yang   secara   tiba-tiba   itu menunjukkan kemampuan pasukan Islam untuk menyusup. Demikianlah,   terjadilah   hari-hari   pertempuran   militer.   Belum   lama   Nabi   saw   meletakkan   baju besinya, dan beliau kembali membangun pribadi kaum Muslim sehingga beliau terpaksa kembali memakai      baju   besinya   dan   kembali    berperang.    Ketika    musuh-musuh       Islam   yang   berada    di sekelilingnya   melihat   bahwa   kemampuan   militer   mereka   tidak   dapat   menandingi   kemampuan kaum Muslim, maka mereka sengaja melakukan cara-cara baru untuk memerangi Islam. Yaitu peperangan psikologis atau peperangan urat syaraf dengan   cara menyebarkan berbagai macam isu atau apa yang dinamakan Al-Qur'an al-Karim dengan peristiwa al-Ifik (kebohongan). Setelah peperangan   Bani      Musthaliq    yaitu   peperangan     yang   membawa   kemenangan          yang   cepat   bagi kaum Muslim, terjadilah kesalahpahaman dan pertengkaran di antara sahabat-sahabat yang biasa mengambil air di mana salah seorang mereka berteriak: "wahai kaum Muhajirin," dan yang lain berteriak: "Wahai kaum Anshar." Peristiwa yang sangat sepele itu dimanfaatkan oleh pemimpin kaum munafik yaitu Abdullah bin Ubai. Abdullah bin Ubai memprovokasi orang-orang Anshar untuk menyerang kaum Muhajirin.

Ia ingin membangkitkan luka-luka jahiliah yang lama yang telah dibuang dan telah dikubur oleh Islam, Salah satu yang dikatakan oleh Ibnu Ubai adalah, "sungguh mereka telah menyaingi kita dan   mengambil   kebaikan   dari   dan   seandainya   kita   telah   kembali   ke   Madinah   niscaya   orang- orang yang mulai akan dapat mengusir orang-orang yang hina di dalamnya." Zaid   bin   Arqam   menyampaikan   kalimat   si   munafik   itu   kepada   Nabi   saw,   di   mana   kalimat   itu berisi    provokasi     terhadap     orang-orang      Anshar     untuk    menyerang       kaum     Muhajirin.     Ubai menginginkan   agar   mereka   berpecah   belah   dan   agar   kesatuan   mereka   runtuh.   Si   Munafik   itu segera   datang   kepada   Rasul   saw   dan   menafikan   apa   yang   dikatakannya.   Orang-orang   Muslim secara   lahiriah   membenarkan   perkataan   si   munafik   itu   dan   mereka   justru   menuduh   Zaid   bin Arqam salah mendengar. Tetapi hakikat peristiwa itu tidak tersembunyi dari Nabi saw sehingga peristiwa itu sangat menyedihkan beliau.   Lalu beliau mengeluarkan perintah agar para sahabat pergi ke suatu tempat yang tidak biasanya mereka lalui. Kemudian beliau pergi bersama sahabat di hari itu sampai waktu malam menyelimuti mereka. Dan kini, mereka memasuki waktu pagi. Kepergian   yang   singkat   dan   tiba-tiba   itu   mampu   menepis   kebohongan   yang   dirancang   oleh   si Munafik,      Abdullah   bin   Ubai.     Yaitu   kebohongan      yang   bertujuan   untuk     membakar   persatuan kaum Muslim ketika ia berusaha untuk menyalakan api di tengah-tengah rumah sang Nabi saw. Ketika Nabi masih memiliki kekuatan yang menakutkan bagi yang mencoba melawannya, maka mereka pun melakukan berbagai penipuan dan, makar. Dan salah satu yang menjadi obyek tipu daya itu adalah istri beliau, yaitu Aisyah. Alkisah, Aisyah pada suatu hari pergi untuk memenuhi hajatnya lalu dilehernya terdapat anting-anting. Setelah ia memenuhi hajatnya, anting-anting itu terjatuh   dari   lehernya   dan   ia   tidak   mengetahui.   Ketika   Aisyah   kembali   dari   kafilah   yang   telah siap-siap untuk pergi, ia kembali mencari kalungnya sampai ia menemukannya. Sementara itu orang-orang yang membawanya dalam tandu (haudaj) mengira Aisyah sudah berada di dalamnya. Mereka tidak ragu dalam hal itu karena memang berat badan Aisyah sangat ringan. Pasukan Nabi berjalan dan membawa tandu, sedangkan Aisyah tidak ada di dalamnya. Aisyah kembali   dan   tidak   mendapati   pasukan   di   mana   mereka   telah   pergi.   Aisyah   merasa   heran   atas kepergian   pasukan   yang   begitu   cepat.   Aisyah   merasa   takut   saat   ia   berdiri   sendirian   di   padang gurun. Aisyah berusaha bersikap baik, ia duduk di tempatnya di mana di situlah untanya duduk juga.   Aisyah   melipat-lipat   pakaiannya   sambil   berkata   dalam   dirinya:   Mereka   akan   mengetahui bahwa aku tidak ada dan karena itu mereka akan kembali mencariku dan akan menemukan aku.

Sementara       itu,  Sofwan    bin   Mu'athal    juga   tertinggal   karena    ia  melakukan      keperluannya.      Ia berjalan   dari   arah   yang   jauh   lalu   ia   melihat   bayangan   orang   yang   tidak   begitu   jelas.   Sofwan mendekat   dan   tiba-tiba   ia   mengetahui   bahwa   ia   sedang   berdiri   di   hadapan   Aisyah.   Ia   melihat Aisyah     sebelum     diwajibkannya       perintah   memakai      hijab   (jilbab)  atas   istri-istri  Nabi.  Ketika melihatnya,   Sofwan   berkata:   "Sesungguhnya   kita   milik   Allah   SWT   dan   kepadanya   kita   akan kembali,... istri Rasulullah Aisyah tidak menjawab. Sofwan       mundur      dan    mendekatkan       untanya      kepadanya      sambil     berkata:    "Silakan     Anda menaikinya."       Aisyah    pun    menaikinya.     Kemudian       Sofwan     membawanya        pergi   dan   mencari pasukan   yang   telah   meninggalkannya.   Sementara   itu,   pasukan   Nabi   sedang   beristirahat.   Para sahabat   mengira   bahwa   Aisyah   masih   berada   dalam   tandu.   Tiba-tiba   mereka   terkejut   ketika Aisyah datang kepada mereka bersama Sofwan yang menuntun untanya. Tokoh   munafik   Abdullah   bin   Ubai   segera   memanfaatkan   kesempatan   emas   ini.   Ia   membuat kisah bohong   yang terkesan menuduh istri Nabi melakukan pengkhianatan. Abdullah bin Ubai pandai   memilih   beberapa   sahabat   yang   dikenalinya   sebagai   orang-orang   yang   mudah   percaya dan cenderung membenarkan hal-hal yang bersifat lahiriah, atau ia mengetahui bahwa di antara mereka   dan   Aisyah   terdapat   kedengkian   sehingga   mereka   suka   jika   tersebar   kebohongan   yang berkenaan dengan Aisyah. Demikianlah         pemimpin       munafik      itu   berhasil     menjerat     beberapa      sahabat     dalam     tali kebohongannya,   di   antaranya   Hasan   bin   Sabit.   Musthah,   dan   seorang   wanita   yang   dipanggil Hamnah binti Jahasv. yaitu saudara perempuan Zainab binti Jahasy istri Rasulullah saw. Ketiga orang   itu   tertipu   dengan   kebohongan   tersebut   lalu   mereka   menyebarkannya   sehingga   orang- orang yang terjerat dalam kebo hongan itu mengatakan apa saja yang mereka inginkan. Akhirnya. pasukan   pun   berguncang   dengan   isu   itu.   Sementara   itu,   Aisvah   tidak   mengetahui   sedikit   pun tentang   hal   tersebut.    Isu   tersebut   bertujuan   untuk   menjatuhkan       Islam   dan   melukai   perasaan RasuhiHah       saw    dan   itu  termasuk     peperangan      menentang      Rasulullah    saw    dan   ajaran   yang dibawanya. Begitu juga ia bertujuan menunjukkan bahwa kaum Muslim tidak konsekuen dengan akidah yang mereka yakini dan secara tidak langsung ia juga menyerang kesucian rumah tangga Aisyah. Pasukan   kembali   ke   Mekah   dan   Aisyah   jatuh   sakit,   namun   ia   tidak   mengetahui   isu-isu   yang dikatakan   tentang   dirinya.   Kemudian   Rasulullah   saw   mendengar   hal   itu   sebagaimana   ayahnya Abu   Bakar   dan   ibunya   pun   mendengarnya,   namun   tak   seorang   pun   di   antara.   mereka   yang memberitahu Aisyah. Begitu juga Rasul saw tidak menceritakan peristiwa itu di hadapan Aisyah. Namun      sikap   beliau   berubah    di  mana    beliau   tidak   lagi  menunjukkan      perhatiannya     seperti biasanya saat Aisyah sakit.

Ketika beliau menemui Aisyah dan saat itu ibunya ada di situ, beliau berkata:   "Bagaimana   keadaanmu?"   Beliau   tidak   lebih   dari   mengucapkan   kata-kata   itu.   Ketika Aisyah melihat perubahan sikap Rasul saw, ia mulai marah. Pada suatu hari ia berkata pada Nabi: "Seandainya       engkau    mengizinkan      aku,  niscaya    aku  akan    pindah   ke   tempat   ibuku."    Beliau menjawab: "Itu tidak ada masalah." Aisyah pun pindah ke tempat ibunya dan ia tidak mengetahui sama sekali apa yang sebenarnya terjadi padanya. Setelah melalui lebih dari dua puluh malam, Aisyah sembuh dari sakitnya dan ia pun    belum     mengetahui      hal-hal   yang    dikatakan    tentang    dirinya.   Umul     mu'minin     Aisyah menceritakan       bagaimana      ia  mengetahui     isu   bohong    tersebut    dan   bagaimana     Allah    SWT membebaskannya          dari  isu  itu,  ia  berkata:   "Kami    adalah    kaum    Arab    di  mana    kami   tidak mengambil di rumah kami tanggung jawab ini yang biasa di ambil oleh orang-orang Ajam. Kami membencinya.   Kami   keluar   untuk   menikmati   keluasan   kota.   Sementara   itu   para   wanita   keluar pada setiap malam untuk memenuhi hajat mereka. Pada suatu malam, aku keluar bersama Ummu Musthah      untuk    memenuhi      sebagian     keperluanku.     Lalu   ia  berkata:    "Tidakkah     kau   sudah mendengar       suatu   berita  wahai   putri   Abu   Bakar?"    Aku    bertanya,    "berita  apa   itu?"  Lalu   ia memberitahukan padaku apa-apa yang dikatakan oleh para penyebar kebohongan. Aku berkata: "Apa ini memang benar?" Ia menjawab: "Demi Allah, ini benar-benar terjadi." Aisyah berkata: "Demi   Allah,   aku   tidak   mampu   memenuhi   hajatku."   lalu   aku   pulang.   Demi   Allah,   aku   tetap menangis      sampai-sampai      aku   mengira    bahwa     tangisanku    akan   merusak     jantungku    dan   aku berkata   kepada   ibuku,   mudah-mudahan   Allah   SWT   mengampunimu,   banyak   orang   berbicara tentangku namun engkau tidak menceritakan sedikit pun kepadaku. Ia berkata: "Wahai anakku, sabarlah demi Allah jarang sekali wanita yang baik yang dicintai oleh seorang lelaki yang jika ia memiliki   istri-istri   yang   lain   (madunya)   kecuali    wanita   itu   akan   diterpa   oleh   berbagai   isu." Aisyah berkata: "Rasulullah saw berdiri dan menyampaikan pembicaraannya pada mereka dan aku tidak mengetahui hal itu." Beliau memuji Allah SWT kemudian berkata: "Wahai manusia, bagaimana       keadaan     kaum    lelaki   yang    menyakiti     aku   melalui    keluar   gaku    dan   mereka mengatakan   sesuatu   yang   tidak   benar.   Demi   Allah,   aku   tidak   mengenal   mereka   kecuali   dalam kebaikan.   Lalu   mereka   mengatakan   hal   itu   pada   seorang   lelaki   yang   aku   tidak   mengenalnya kecuali dalam kebaikan di mana ia tidak memasuki suatu rumah dari rumah-rumahku kecuali ia bersamaku." Kemudian Rasulullah saw memanggil Ali bin Abi Thalib dan Usamah bin Zaid dan bermusyawarah         dengan    keduanya.     Usamah      hanya    melontarkan      pujian    dan   berkata:   "Ya Rasulullah aku tidak mengenal istrimu kecuali dalam kebaikan dan berita ini hanya kebohongan dan kebatilan," sedangkan Ali berkata: 'Ya Rasulullah masih banyak wanita yang lain yang dapat kau percaya." Kemudian Rasulullah saw memanggil Burairah dan bertanya kepadanya, lalu Ali berdiri   kepadanya   dan   memukulnya   dengan   keras   sambil   berkata:   "Jujurlah   kepada   Rasulullah saw," lalu wanita itu berkata: "Demi Allah, aku tidak mengetahui kecuali kebaikan. Aku tidak pernah   mencela   Aisyah   kecuali   pada   suatu   waktu   aku   sedang   membikin   adonan   roti   lalu   aku memerintahkannya untuk menjaganya namun Aisyah tertidur dan datanglah kambing lalu adonan itu dimakan olehnya." Aisyah berkata: "Kemudian datanglah kepadaku Rasulullah saw dan saat tu aku bersama kedua orang   tuaku   dan   seorang   wanita   dari   kaum   Anshar.

  Aku   menangis   dan   wanita   itu   pun   turut menangis. Rasulullah saw duduk lalu memuji Allah SWT dan berkata: "Wahai Aisyah, sungguh kamu      telah   mendengar       sendiri   apa    yang    dikatakan     orang-orang      tentang    dirimu,    maka bertakwalah      kepada     Allah   SWT     dan   jika  engkau    telah   melakukan      keburukan     seperti   yang diucapkan   orang-orang   itu,   maka   bertaubatlah   kepada   Allah   SWT   karena   sesungguhnya   Allah SWT   menerima   taubat   dari   hamba-hamba-Nya."   Aisyah   berkata,   "demi   Allah,   itu   tidak   lain hanya kebohongan yang dialamatkan kepadaku sehingga membuat air mataku kering. Aku sama sekali    tidak   seperti   yang   mereka     katakan,"    lalu  aku   menunggu       kedua    orang    tuaku   untuk mengatakan   tentang   diriku   namun         mereka   justru   terdiam.   Aisyah   berkata,   "demi      Allah   aku merasa     sebagai    seorang    yang   hina   yang   tidak   layak   diturunkan    Al-Qur'an   dari   Allah    SWT berkenaan      denganku,     tetapi   aku   hanya    berharap    agar   Nabi   saw    melihat    kebohongan      yang dialamatkan   kepadaku   itu   sehingga   ia   memastikan   terbebasnya   aku   darinya."   Aisyah   berkata: "Ketika   aku   tidak   melihat   kedua   orang   tuaku   berbicara   aku   berkata   kepada   mereka   tidakkah kalian menjawab apa yang dikatakan Rasuullah saw?" Mereka berkata: "Demi Allah kami tidak mengetahui   apa   yang   harus   kami   jawab."  Aku   mengetahui   bahwa   aku   bebas   dari   tuduhan   itu. Tiba-tiba     Rasulullah    saw   mengusap      keringat    dari  wajahnya     sambil   berkata:    "Bergembiralah wahai   Aisyah   karena   sesungguhnya   Allah   SWT   telah   menurunkan   ayat   yang   membebaskan kamu dari tuduhan itu," lalu aku berkata: "Segala puji bagi Allah SWT." Kemudian beliau keluar menemui para sahabat dan membacakan kepada mereka ayat berikut ini: "Sesungguhnya orang- orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa  berita   bohong   itu   buruk   bagi   kamu.   Tiap-tiap   seseorang   dari   mereka   mendapat   balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam   penyiaran   berita   bohong   itu,   maka   baginya   azab   yang   besar.   "   (QS.   an-Nur:   11)   Jibril turun   kepada   Nabi   saw   untuk   menyampaikan   terbebasnya   Aisyah   dari   segala   tuduhan   yang ditujukan kepadanya. Dan gagallah peperangan psikologis menentang kaum Muslim dan rumah tangga     Rasulullah      saw,    dan   kelompok-kelompok           kafir   meyakini      bahwa     mereka     harus menggunakan         cara   baru   lagi  untuk    menentang      Islam.   Kemudian       Rasulullah     saw   kembali memasuki        pergulatan     menentang      peperangan      fisik.  

 

Kisah Nabi Muhammad SAW di perang Khandaq

Peperang     Khandaq      termasuk      contoh peperangan fisik yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Orang-orang Yahudi menyerahkan urasan mereka kepada kaum musyrik, dan Dimulailah rangkaian persekongkolan dan sumpah di antara tokoh-tokoh   Yahudi   dan   pemimpin-pemimpin   kaum   musyrik,   bahkan   pendeta-pendeta   Yahudi berfatwa     bahwa     agama    Quraisy    yang   disimbolkan      dengan    penyembahan        berhala   lebih   baik daripada agama Muhammad yang penyembahan hanya layak ditujukan kepada Tuhan Yang Esa sebagaimana tradisi jahiliah lebih baik daripada ajaran Al-Qur'an. Politik kaum Yahudi berhasil menyatukan       kelompok-kelompok         orang   kafir   dan  mengerahkannya        untuk   menentang      kaum Muslim. 

 Kemudian   mereka   akan   menyerang   Madinah   dengan   jumlah   kekuatan   sepuluh   ribu tentara. Akhirnya, berita itu sampai ke Nabi saw. Beliau tidak heran ketika mendengar orang- orang Yahudi bersatu—padahal mereka mempunyai azas agama yang menyeru kepada tauhid— bersama kaum musyrik menentang agama tauhid. Nabi saw mengetahui bahwa perjanjian telah lama   membelenggu   orang-orang   Yahudi   sehingga   hati   mereka   menjadi   keras   dan   hari   telah menjauhkan   antara   mereka   dan   sumber   yang   jernih   yang   dipancarkan   oleh   Musa.   Akhirnya, mereka   menjadi   buah      yang   rusak   yang   kulitnya   bergambar   tauhid   namun   isinya   bergambar kepahitan syirik. Dan yang lebih penting dari itu adalah kesamaan kepentingan kaum Yahudi dan kaum musyrik. Nabi saw menyadari bahwa beliau sekarang menghadapi ancaman dan pasukan yang besar. Pertempuran secara terbuka tidak memberi keuntungan bagi Muslimin. Beliau mulai berpikir   bagaimana   cara   mempertahankan   Madinah   tanpa   harus   keluar   darinya.   Kali   ini   taktik militernya   berubah   di   mana   sebelum   itu   beliau   keluar   dari   Madinah   dan   menjauhinya   serta menyerang kelompok-kelompok   yang berencana   menyerbu Madinah.   Kali ini bentuk ancaman berbeda dan tentu pikiran Nabi pun berubah karena mengikuti perbedaan ancaman itu. Kemudian beliau mengadakan pertemuan militer bersama para tentaranya. Beliau ingin mendengar berbagai usulan tentang bagaimana cara mempertahankan Madinah. Lalu Salman al-Farisi mengusulkan agar    Nabi   menggali    suatu   parit  yang   dalam    di  sekeliling  Madinah     yaitu   parit  yang   seperti bendungan   alami   yang   dapat   menahan   laju   banjir   yang   ingin   maju,   suatu   parit   yang   pasukan berkuda   tidak   akan   mampu   melewatinya   dan   kaum   Muslim   dapat   mempertahankan   diri   dari belakangnya.   Mula-mula   usulan   itu   terkesan   agak   mustahil   diwujudkan   namun   pada   akhirnya Nabi   menyetujui   usulan   Salman   itu.   Melalui   sensifitas   militernya   yang   mengagumkan,   beliau mengetahui   bahwa   situasi   cukup   genting   dan   karenanya   ia   menuntut   usaha   keras   untuk   dapat melaluinya.  

Nabi   saw   memerintahkan   para   sahabat   untuk   menggali   parit   di   sekitar   Madinah. Pekerjaan itu sangat berat dan saat itu musim dingin di mana udara sangat dingin. Di samping itu, kaum Muslim sedang mengalami krisis ekonomi yang mengancam Madinah, meskipun demikian, penggalian   parti   tetap   dilaksanakan,   bahkan   Rasulullah   saw   terjun   langsung   untuk   membuat galian dan memikul tanah. Kaum Muslim dengan semangat yang luar biasa dapat menyelesaikan penggalian parit itu meskipun kehidupan sangat keras dan mereka merasakan kelaparan karena kekurangan      harta.   Namun     semangat     pasukan    Islam   tetap   meninggi.    Mereka     percaya    akan datangnya kemenangan dan pertolongan dari Allah SWT. Allah SWT berfirman: "Dan     tatkala  orang-orang     mukmin      melihat   golongan-golongan        yang   bersekutu    itu,  mereka berkata: 'lnilah yang dijanjikan Allah dan Rasul-Nya kepada kita.' Dan benarlah Allah dan Rasul- Nya. Dan yang demikian itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali iman dan ketundukan." (QS. al-Ahzab: 22) Pasukan Quraisy mulai mendekati Madinah dan tiba-tiba Madinah berubah menjadi   jazirah   cinta   di   tengah-tengah   lautan   kebencian,   lautan   itu   mulai   menghantam   jazirah dan    berusaha    menenggelamkannya         dari  dalam.    Kemudian      bertebaranlah    panah-panah      kaum Muslim untuk menghalau pasukan kafir yang cukup banyak. Pasukankafir mulai berputar-putar di   sekeliling   parit   dalam   keadaan   bingung:   apa   gerangan   yang   telah   dilakukan   pasukan   Islam, bagaimana mereka dapat menggali parit ini? Kuda-kuda musuh berusaha melalui parit itu namun pasukan Muslim segera menyerangnya. Demikianlah peperangan Ahzab terus berlangsung. Pada hakikatnya ia adalah peperangan urat syaraf. Pasukan musuh mengepung Madinah selama tiga minggu di mana serangan demi serangan terus dilakukan sepanjang siang dan mata mereka tetap terjaga   sepanjang   malam.   Bahkan   saking   dahsyatnya   pertempuran   itu   sehingga   kaum   Muslim tidak   mengetahui   apakah   pasukan   musuh   berhasil   menduduki   Madinah   atau   tidak,   dan   apakah para    musuh    berhasil   menembus      lubang    yang   mereka     bangun?    Allah   SWT     menggambarkan keadaan   peperangan   Ahzab   dalam   firman-Nya:   "(Yaitu)   ketiha   mereka   datang   kepadamu   dari atas dan dari bawahmu, dan ketiha tidak tetap lagi penglihatan(mu) dan hatimu naik menyesak sampai   ke   tenggorokan     dan    kamu    menyangka       terhadap    Allah    dengan    bermacam-macam persangkaan. 

Di situlahdiuji orang-orang mukmin dan digoncangkan hatinya dengan goncangan yang   dahysat."   (QS.   al-Ahzab:   10-11)   Keadaan semakin   buruk   di   mana   orang-orang   Yahudi membatalkan perjanjian mereka dengan kaum Muslim dan mereka bergabung dengan al-Ahzab. Demikianlah        Bani     Quraizhah      membatalkan       perjanjiannya      dan    mereka      lupa  terhadap pengkhianatan   bani   Nadhir   dan   pembalasan   Nabi   saw   terhadap   mereka.   Setiap   hari   keadaan semakin buruk.    Kaum Muslim benar-benar mengalami ujian yang berat di mana pikiran mereka benar-benar kacau. Ketika keadaan mencapai puncaknya kaum Muslim bertanya kepada Rasul saw, "apa yang harus mereka katakan?" Rasulullah saw memberitahu agar mereka mengatakan: "Ya Allah, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami untuk mengatasi mereka." Doa   tersebut   keluar   dari   mulut-mulut   kaum   yang   telah   melaksanakan   kewajiban   mereka   dan telah   membuat   mukjizat  mereka   dalam   menghalau   serangan.   Jadi,   mereka   tidak   memiliki   apa- apa selain doa dan Allah SWT-lah Yang Maha Mendengar permintaan hamba-Nya dan Dia yang mengabulkannya.          Dia    mengetahui      orang     yang    melaksanakan       kewajibannya       dan    akan mengabulkan   orang   yang   berdoa.   Akhirnya,   kaum   Muslim   benar-benar   mendapatkan   rahmat Allah SWT. Kemudian perjalanan pertempuran bergerak dengan cara yang tidak bisa dipahami. Para    penyerang      menyadari     bahwa     mereka    sebenamya      telah   kalah   di  mana     mereka    telah menyerang selama tiga pekan namun serangan tersebut tidak memberikan hasil apa pun. Mereka telah mencurahkan berbagai upaya namun tanpa memberikan hasil   yang diharapkan dan boleh jadi   mereka   akan   tetap   begini   selama   tiga   tahun.   Kemudian   datanglah   suatu   malam   di   mana kaum Muslim belum pernah melihat malam segelap itu dan angin sekencang itu, bahkan saking kerasnya   angin   sampai-sampai   suaranya   laksana   halilintar.   Bahkan   saking   gelapnya   malam   itu sehingga   tak   seorang   pun   di   antara   umat   Islam   yang   mampu   melihat   jari-jari   tangannya   atau berdiri   dari   tempatnya   karena   saking   dinginnya   cuaca.   Kemudian   Nabi   saw   datang   menemui Hudaifah   bin   Yaman.   Beliau   tidak   mampu   melihatnya   meskipun   beliau   berdiri   di   sebelahnya. Nabi saw bertanya: "Siapa ini?" Hudaifah menjawab: "Aku adalah Hudaifah." Nabi saw berkata: "Oh, kamu Hudaifah." Hudaifah tetap tinggal di tempatnya karena ia khawatir jika ia berdiri ia akan tidak mampu karena saking dinginnya dan akan menabrak Rasul saw. Rasul saw berkata kepada Hudaifah, "Aku kehilangan berita penting tentang keadaan kaum yang menyerang kita." Hudaifah sebagai mata-mata dari pasukan Islam merasakan ketakutan di mana ia tidak mampu menahan   cuaca   yang   begitu  dingin,   lalu   bagaimana   ia   dapat   berdiri   dan   keluar   dari   Madinah menuju ke tempat pasukan musuh dan menyusup di tengah barisan mereka lalu kembali kepada Nabi saw dengan membawa berita tentang mereka. Hudaifah bangkit dari tempatnya ketika Nabi saw selesai dari pembicaraannya.  Nabi saw memberikan doa kebaikan kepadanya. Hudaifah pun pergi   dan   kehangatan   keimanannya   mengalahkan   kegelapan   malam   dan   kedinginan   cuaca.   Ia keluar      dari   Madinah      dan     menyusup       di   tengah-tengah      pasukan      musuh.      Nabi    saw memerintahkannya   untuk   tidak   melakukan   tindakan   apa   pun   selain         mendapatkan   berita   dan kembali.   Inilah   tugas   utamanya.   Hudaifah   sampai   di   tengah-tengah   musuh.   Mereka   berusaha menyalakan       api  namun     angin   segera   mematikannya       sebelum    menyala     dan   di  dekat   api itu terdapat seorang lelaki yang berdiri sambil mengulurkan tangannya ke arah api dengan maksud untuk menghangatkannya. Lelaki itu adalah pemimpin kaum musyrik yaitu Abu Sofyan. Melihat itu,   Hudaifah     segera    memasang       anak   panah    pada    busur    yang   dibawanya      dan    ia  ingin memanahnya. Seandainya ia berhasil membunuhnya, maka kaum Muslim dapat merasa tenang dengannya, namun ia ingat pesan Rasulullah saw kepadanya agar ia tidak melakukan tindakan apa    pun.   Kemudian      ia  kembali    meletakkan     anak   panahnya     dan   menyembunyikannya.          Abu Sofyan berkata: "Wahai orang-orang Quraisy situasi saat ini tidak menguntungkan bagi kalian, maka pergilah kalian karena   aku pun akan pergi." Abu Sofyan melompat ke atas untanya lalu mendudukinya         dan   memukulnya        sehingga    unta   itu   bangkit.   Hudaifah     kembali     menemui Rasulullah   saw   dengan   membawa   berita   mundumya   pasukan   Ahzab   dan   gagalnya   serangan mereka. Ketika mendengar peristiwa penarikan mundur pasukan musuh, Rasulullah saw berkata: "Sekarang   kita   akan   menyerang   mereka   dan   mereka   tidak   akan   menyerang   kita."   Belum  lama pasukan Ahzab kembali ke negerinya dengan tangan hampa sehingga beliau keluar dari Madinah bersama   pasukannya   menuju   ke   kaum   Yahudi   Bani   Quraizhah.   Orang-orang   Yahudi   itu   telah mengkhianati peijanjian mereka bersama Nabi saw. Mereka menipu Islam di saat-saat genting. Oleh   karena   itu,   mereka   harus   membayar       biaya   pengkhianatan   mereka       sekarang.   Nabi    saw memerintahkan   agar   para   sahabat   tidak   melaksanakan   salat   Ashar   kecuali   di   Bani   Quraizhah. Kaum      Muslim     memahami      bahwa   perintah   tersebut     berarti   mereka   akan   menerobos   benteng kaum Yahudi sebelum matahari tenggelam. Orang-orang Yahudi menelan kekalahan pahit lalu mereka     datang    kepada    Sa'ad   bin  Mu'ad    agar  ia  memutuskan       perkara   mereka.    Sa'ad   adalah pemimpin   kaum   Aus   dan   kaum   Aus   adalah   sekutu   orang-orang   Yahudi   Quraizhah   di   masa jahiliah. Kaum Yahudi mengharap bahwa mereka dapat memanfaatkan hubungan yang terjalin selama     ini  sebagaimana      kaum    Aus   membayangkan        bahwa    tokoh    mereka    akan   memberikan keringanan   terhadap   sekutu-sekutu   mereka.   Sa'ad   ketika   itu   terluka   dan   ia   sedang   dirawat   di kemahnya karena terkcna panah kauni Ahzab. Sebagian kaunmya membujuknya agar ia bersikap baik     terhadap     orang-orang       Yahudi,     sekutu-sekutu      mereka,      dan    orang-orang      Yahudi membujuknya         agar    ia  bersikap     lembut    terhadap     mereka.    Kemudian       Sa'ad    mengatakan pernyataannya yang terkenal: "Telah tiba waktunya bagi Sa'ad untuk memutuskan hukum sesuai dengan kehendak Allah tanpa peduli dengan celaan para pencela." Sa'ad memutuskan agar kaum lelaki   dibunuh   dan   keturunannya   ditawan   serta   harta-harta   mereka   dibagi-bagikan.   Nabi   pun menyetujui      keputusan    tegas   Sa'ad   itu.  Beliau   berkata   kepadanya:     "Sungguh     engkau    telah memutuskan kepada mereka dengan keputusan Allah SWT dari tujuh langit." Sa'ad mengetahui bahwa perantaraan, permohonan, harapan, dan menjaga berbagai pertimbangan lazim selayaknya berada di suatu genggaman, dan masa depan Islam berada di genggaman yang lain. Yahudi Bani Quraizhah adalah penyebab berkecamuknya peperangan Ahzab dan sumpah mereka      dan     berbagai    tipu    daya    mereka      berusaha     untuk    memblokade        Islam     dan menghancurkannya.Oleh   karena    itu,  kini  telah  tiba  saatnya  untuk   mencabut    pohon-pohon beracun dari akarnya tanpa memperdulikan kasih sayang. Demikianlah kaum Yahudi dibersihkan dari Madinah.

Perjanjian Hudaibiyah

Nabi saw kembali melanjutkan pergulatannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah   perjanjian   yang   beliau   lakukan   bersama   orang-orang   Quraisy.   Nabi   saw   berjalan   untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka   sampai      di  Hudaibiyah   pinggiran   kota    Mekah,   tiba-tiba   unta   yang   ditunggangi    Nabi duduk dan ia tidak mau melangkah menuju Mekah. Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan mereka meminta   agar   aku   menyambung   tali   silaturahmi   niscaya   aku   akan   menyetujuinya."   Nabi   saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan    Haram.     Mekah     telah  menetapkan      agar   tak  seorang    pun   dari  kaum     Muslim     dapat memasukinya.       Semua     kaum    Quraisy   telah  keluar   untuk   memerangi      kaum    Muslim.    Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu mereka bahwa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada   Allah   SWT   dan   mengagumkan   kemuliaan   rumah-Nya   yang   suci. 

 Mekah   menetapkan untuk melakukan perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai   kaum   Muslim   memasuki   Baitul   Haram   pada   tahun   ini   kecuali   setelah   mereka   kembali pada   tahun   depan.   Datanglah   juru   runding   kaum   Quraisy   lalu   Rasul   saw   menyambutnya   dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian   yang intinya pelaksanaan perdamaian dan   penarikan   mundur   pasukan   Muslim.   Nabi   saw   menyetujui   semua   syarat-syarat   perjanjian meskipun   tampak   bahwa   perjanjian   tersebut   tidak   menguntungkan   kaum   Muslim   di   mana   itu dianggap     sebagai   titik  kemunduran     politik  dan   militer  kaum    Muslim,    dan   yang   menambah kebingungan       kaum    Muslim    adalah   bahwa    Rasul    saw   tidak  melibatkan    seseorang    pun   dari kalangan     sahabatnya     untuk   bermusyawarah       dalam    hal  ini.  Tidak   biasanya   beliau   bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut   kepada   mereka,   dan   beliau   tidak   kembali   kecuali   membawa   berita   persetujuan   dengan perjanjian yang di prakarsai orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.

 Para sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita   kaum   musyrik?"   Nabi   saw   hanya   mengiyakan   pertanyaan-pertanyaan   tersebut.   Umar   bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada     di  atas   kebenaran?      Mengapa      kita  menerima      syarat-syarat     perjanjian    yang   justru menguntungkan         kaum    musyrik?     Apakah     kita  takut  terhadap    mereka?"     Mendengar      berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawaban yang unik bagi   mereka   di   mana   beliau   berkata:   "Aku   adalah   hamba   Allah   SWT   dan   Rasul-Nya   dan   aku tidak   mungkin   menentang   perintah-Nya   dan   Dia   tidak   mungkin   akan   menyia-nyiakan   aku." Makna       dari  kalimat     beliau   adalah,    "taatilah   apa   yang    telah   aku    lakukan    tanpa    perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar." Perjalanan hari menetapkan bahwa perjanjian   yang   menimbulkan   pro   dan   kontra   di   tengah-tengah   sahabat   itu   justru   membawa kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut diperoleh   sebagai   hasil   dari   kebijaksanaan   sang   Nabi   saw   yang   mengalahkan   kelihaian   politik kaum     Quraisy.    Kaum     Quraisy   telah   memfokuskan       semua    kelihaian-nya     agar   kaum    Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw    justru   mampu     mencapai     pengelihatan     yang   tidak   dapat   dijangkau    oleh   kaum    itu  yang berkenaan dengan masa depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum   Muslim,   maka   setelah   berlangsung   beberapa   bulan   ia   justru   mendatangkan   kemenangan yang   spektakuler.   Suhail   bin   Amr   adalah   wakil   dari   delegasi   kaum   Quraisy   dan   Ali   bin   Abi Thalib adalah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy berkata,    aku   tidak  mengenal     ini.  Tapi   tulislah  dengan    nama-Mu,      ya  Allah.   Rasulullah     saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan Quraisy itu tidak berarti sama sekali karena tidak ada perbedaan yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara. Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku   bersaksi   bahwa   engkau   adalah   utusan   Allah   niscaya   aku   tidak   akan   memerangimu,   tetapi tulislah   namamu   dan   nama   ayahmu."   Nabi   berkata   kepada   Ali   tulislah:   "Inilah   kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr." Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil, semuanya   terjadi   dengan   ilham   dari   Allah   SWT.   Ali   kembali   menulis   bahwa   Muhammad   bin Abdillah     dan   Suhail   bin   Amr    sama-sama      sepakat    untuk   menghentikan       peperangan     selama sepuluh     tahun   di  mana     hendaklah    masing-masing       mereka     memberikan      keamanan      terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara orangorang Quraisy seseorang yang masuk Islam alu    ia  datang    kepada    Muhammad        saw    tanpa   izin  walinya     hendaklah     kaum    Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy.

Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad     saw,  maka   tidak  ada   keharusan    bagi  orang   Quraisy    untuk   mengembalikannya kepada   Nabi.   Syarat   tersebut   sangat   menyakitkan   kaum   Muslim.   Tampak   bahwa   orang-orang Quraisy     memaksakan      kehendaknya      dalam    syarat-syarat   perjanjian   yang   tidak  adil  itu.  Ali melanjutkan      tulisannya,   hendaklah    Nabi   saw   pulang   dari  Mekah    pada   tahun   ini  dan  tidak memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya        untuk   melaksanakan      umrah    selama    tiga  hari  dan   setelah   itu  beliau   harus meninggalkannya. Persyaratan tersebut  sangat merugikan      kaum     Muslim     dan   terkesan membingungkan.   Di   tengah-tengah   perjanjian   tersebut   terjadi   suatu   peristiwa   yang   menambah penderitaan     dan   kebingungan     Muslimin    di  mana    anak   dari  juru  runding   Quraisy    meminta perlindungan   kepada   kaum   Muslim.   Ia   masuk   Islam   dan   ingin   bergabung   dengan   kelompok Islam     namun     ayahnya,     Suhail   segera    bangkit    menyusulnya      bahkan     memukulnya       dan mengembalikannya         kepada     kaumnya.     Orang    Mukalaf    itu  segera    berteriak   dan   meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak mengubah agamanya. Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya   untuk   bersabar   dan   tegar   dalam   menanggung   penderitaan   karena   Allah   SWT   akan menjadikannya       dan   orang-orang    yang    sepertinya   suatu  jalan   keluar  dan   kelapangan.    Nabi memahamkannya   bahwa   beliau   telah   mengadakan   suatu   peijanjian   dengan   kaum   Quraisy   dan bahwa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian mereka. Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan       ke  Mekah     dalam    keadaan     tersiksa.  Kemudian      Selesailah   penandatanganan perjanjian    antara   pihak   kaum    Muslim    dan   pihak   kaum    musyrik.   Setelah   penandatanganan perjanjian   itu,   Rasulullah   saw   memerintahkan   para   sahabatnya   agar   mereka   memotong   hewan kurban   dan   mencukur   rambut   mereka   (tahalul)   dari   umrah   mereka   dan   kembali   ke   Madinah. Namun       tak  seorang    pun   bangkit    menyambut      perintah   tersebut,   lalu  beliau   mengulangi perintahnya      ketiga  kali.  Di   tengah-tengah     kaum    Muslim     yang    tampak    membisu     karena ketegangan   dan   kesedihan,   beliau   menyembelih   unta   dan   memanggil   tukang   cukurnya   untuk mencukur      rambutnya     dan  beliau   tidak  berbicara   dengan    seorang   pun.   Ketika   para  sahabat mengetahui   bahwa   Nabi   saw   tampak   marah   dan   telah   mendahului   mereka   dengan   tahalul   dari umrahnya,   maka   mereka   bangkit   untuk   menyembelih   kurban   dan   memotong   rambut   mereka. Perjalanan hari menunjukkan bahwa perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum   kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap   Islam, maka ketika tersebar   berita   perjanjian   mereka   bersama   kaum   Muslim,   maka   padamlah   fitnah-fitnah   kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berAllah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.

Penaklukan kota Mekah

Saat   aktivitas   kaum   Quraisy  terhenti,   maka   kaum   Muslim   mengalami   peningkatan   aktivitas   di mana   mereka   berhasil   menarik   orang-orang   yang   masih   memiliki   kemampuan   untuk   melihat kebenaran.   Sejak   dua   tahun   dari   masa   penandatanganan   perjanjian   itu   jumlah   penganut   Islam semakin bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahwa saat Rasul saw keluar  ke   Hudaibiyah   beliau   ditemani   dengan   seribu   empat   ratus   Muslim  namun   ketika   beliau keluar    pada    tahun    penaklukan     kota    Mekah     beliau   disertai   dengan     sepuluh    ribu   Muslim. Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum   Muslim   yang   luar   biasa   ini   adalah   dikarenakan   hikmah   sang   Nabi   saw   dan   kejauhan pandangannya.   Nabi   saw   keluar   sebagai   pemenang   dalam   pergulatan   politiknya,   dan   syarat- syarat   yang   tadinya   merugikan   kaum   Muslim   kini   telah   berubah   menjadi   syarat-syarat   yang merugikan kaum Quraisy. Barangsiapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya karena   Allah SWT telah memampukan   Islam darinya, dan barangsiapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan   ia   dapat   hidup   laksana   duri   di   tengah-tengah   kaum   Quraisy.   Belum   lama   waktu   berjalan sehingga   kaum   Quraisy   mengutus   utusannya   kepada   Nabi   saw   dan   mengharap   kepada   beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang telah   mereka   diktekan   dan   Nabi   saw   pun   menerimanya   dengan   puas.   Perundingan   itu   justru menguatkan   barisan   Nabi   savv.   Demikianlah   Nabi   saw   terus   menjalani   mata   rantai   pergulatan yang   tiada   henti-hentinya   di   mana   kehidupan   beliau   yang   pribadi   sekali   pun   tidak   sunyi   dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang istri. Perkawinan beliau dengan sembilan istri tersebut merupakan keistimewaan pribadi yang hanya beliau miliki karena berhubungan dengan sebab-sebab   dakwah   Islam.   Yaitu   suatu   dakwah   yang   membolehkan   para   pengikutnya   untuk menikahi empat orang istri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu istri jika seorang Muslim khawatir   tidak   dapat     berbuat   adil.   Kaum    orentalis   dan   musuh-musuh   Islam   mencoba   untuk menghina       Nabi   dan   memojokkannya,        dan   salah   satu   cela  yang    mereka    manfaatkan      adalah perkawinan       beliau   dengan    sembilan     wanita.   Kita   mengetahui     bahwa     pernikahan-pernikahan beliau    terlaksana    dengan     sebab-sebab     politik   atau  kemanusiaan       yang    berhubungan      dengan dakwah   Islam. Dan   yang terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahwa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat beliau berusia dua puluh   lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi istri yang lain sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau   menikahi   Khadijah   sebelum   beliau   diutus   untuk   menyebarkan   Islam.   Beliau   tetap   setia bersama      Khadijah    sampai     ia  meninggal     dan   beliau   diangkat    menjadi     Nabi.   Namun      beban kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang istri sampai mencapai   sembilan   orang   istri.   Perkawinan   beliau   dengan   Aisyah   yang   saat   itu   masih   belia merupakan usaha untuk   menjalin ikatan dengan   Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkawinan beliau    dengan     Hafshah    meskipun     ia  sedikit   kurang    cantik   merupakan      usaha   beliau   untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin       pasukannya      yang    mati   syahid   di  jalan   Allah  SWT     dan   wanita    itu  merasakan penderitaan   bersama   beliau   saat   hijrah   di   Habasyah   dan   hijrah   ke   Madinah.

 Ketika   suaminya meninggal   dan   ia   sendirian   menghadapi   berbagai   persoalan   kehidupan,   maka  Nabi   saw   segera merangkulnya        di   rumah     kenabian.    Perkavvinan      beliau    dengan    Sawadah      sebagai    bentuk penghormatan        terhadap     keislaman     wanita    itu   dan   kemuliannya       dari   kaum     lelaki   serta kesendiriannya dalam menjalani kehidupan. Sementara itu, pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy   merupakan   ujian   berat   bagi   beliau   di   mana   perintah   pernikahan   itu   datang   dari   Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan     nasab    yang   dimilikinya    yang    karenanya    ia  menolak     ketika   ditawari   untuk   menikah dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan Zaid: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukimin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetaphan   suatu ketetapan, akan   ada bagi mereka pilihan yang   lain   tentang   urusan   mereka.   Dan   barangsiapa   mendurhahai   Allah   dan   Rasul-Nya,   maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36) Sejak semula tampak jelas bahwa pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan tipe lelaki   yang   mampu menahan kehidupan bersama seorang   wanita   yang hatinya jauh darinya.   Zaid   datang   kepada   Nabi   saw   guna   mengadu   kepada   beliau   dan   meminta   izin   untuk menceraikan       istrinya.   Allah   SWT     mewahyukan        kepada    Rasul-Nya     agar   membiarkan       Zaid menceraikan   istrinya,   lalu   hendaklah   beliau   menikahinya.   Nabi   saw   merasakan   kesulitan   yang luar   biasa   dan   beliau   berbicara   kepada   Zaid   agar   ia   terus   melangsungkan   kehidupannya   dan bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahwa ia menikahi istri dari anaknya tetapi apa yang dikhawatirkan oleh Nabi saw justru merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh     karena    itu,  Zaid   dapat    mencerai     istrinya   lalu  Nabi    dapat   menikahi     Zainab     untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat   mendengar   berbagai   ocehan   yang   akan   dikatakan   oleh   manusia   kepadanya.   Ini   bukanlah pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu, Allah   SWT   berfirman:   "Dan   (ingatlah),   ketika   kamu   berkata   kepada   orang   yang   Allah   telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu   (juga) telah memberi nikmat   kepadanya:   'Tahanlah terus   istrimu   dan   bertakwalah   kepada   Allah,'   sedang   kamu   menyembunyikan   di   dalam   hatimu apa   yang   Allah akan menyatakannya, dan kamu   takut kepada manusia, sedang Allah-lah   yang

lebih   berrhak   kamu    takuti.   Maka   tatkala   Zaid  telah   mengakhiri    keperluan   terhadap   istrinya (menceraikannya),   Kami   nikahkan   kamu   dengan   dia   supaya   tidak   ada   heberatan   bagi   orang- orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. " (QS.     al-Ahzab:    37)   Pemikahan      beliau   dipenuhi    dengan    unsur   politik   dan   usaha    untuk menyebarkan        kebaikan     dan    rahmat     serta   penghormatan       nilai-nilai   yang     tinggi   dan menggabungkannya   di   rumah   kenabian.   Sementara   itu,   Ummu   Habibah   binti   Abu   Sofyan   bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah. Ia berhadapan      dengan     keterasingan    dan   kekhawatiran      dalam    membela     agama     Allah   SWT. Kemudian   suaminya   mati   meninggalkannya   sendirian   dalam   menjalani   kehidupan.   Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian. Pada suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi istri Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempt tidur itu dari ayahnya.     Melihat    sikap  anaknya    itu,  ayahnya    bertanya   kepadanya:     "Apakah     engkau    mulai membenciku?" Dengan penuh keberaniaan ia menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya." Adapun Shofiyah binti   Huyay    adalah   anak   seorang   raja  Yahudi.    Sedangkan     Juwairiyah    binti  Haris,   ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan.   Pemikahan   Nabi   dengan   kedua   wanita   itu   terkesan   dipaksa   oleh   orang-orang   yang kalah   itu   dan   sebagai   ajakan   agar   kaum   Muslim   memperlakukan   mereka   dengan   baik.   Mula- mula kaum Muslim menolak untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan   sikapnya   ingin   menyingkap   aspek   kemanusiaan   dalam   peperangannya   dan   beliau mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta. Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang      yang   kalah   itu   dengan   maksud   agar   kebebasan   dan   kemuliaan   kembali   kepada keluarga   mereka   dan   mereka   dapat   masuk   Islam   secara   puas   dan   sukarela.   Kemudian   beliau menikah   dengan   Maryam   al-Qibtiyah.   Muqauqis   telah   memberikannya   kepada   Nabi   sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh   Al-Qur'an antara  Islam dan   Masehi   dan   sebagai   bentuk   hukum   bagi   kaum   Muslim   dengan   dihalalkannya   pernikahan dengan   wanita-wanita   ahlul   kitab.   Maryam   memberikan   anak   kepada   Nabi   saw   yang   bernama Ibrahim, nama dari kakeknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat   masih   menyusu.   Kematiannya   merupakan   ujian   bagi   Nabi   dan   sebagai   isyarat   dari   Ilahi bahwa pewaris-pewaris Rasul dari kaum pria adalah para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak dari sulbinya. Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw     mempunyai      banyak     waktu    untuk   mencari    kesenangan      meskipun     halal.  Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw

hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan Muslim di zamannya. Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan   yang luar biasa sehingga sebagian istrinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau keluarga Umar bahkan sebagian istrinya   bersatu   untuk   meminta   kepada   beliau   agar   beliau   menambah   nafkah   mereka   sehingga Nabi     meninggalkan       istri-istrinya,  lalu  tersebarlah     isu  yang   menyatakan       bahwa     beliau   telah menceraikan   semua   istrinya.   Kemudian   turunlah   ayat   Takhyir   (yaitu   ayat   yang   memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi untuk tetap menjadi istri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al- Qur'an al-Karim memberikan pilihan pada istri-istri Nabi antara menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh   kesederhanaan atau menerima perceraian. Allah   SWT berfirman: "Hai Nabi,    katakanlah   kepada   istri-istrimu:      'Jika   kamu    sekalian   mengingini   kehidupan   dunia   dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara   yang   baik.   Dan   jika   kamu   sekalian   menghendaki   (keridhaan)   Allah   dan   Rasul-Nya   serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di   antaramu      pahala    yang    besar.   "  (QS.    al-Ahzab:     28-29)    Selesailah    fitnah.   Demikianlah pergulatan      di  rumah    Rasul    saw.   Akhirnya,     istri-istri  beliau   memilih     kehidupan     zuhud    dan bersabar serta akhirat daripada kehidupan dunia. Permintaan istri-istri nabi tidak melebihi hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh umat, karena itu beliau harus   menjadi   teladan   bagi   umat   sehingga   beliau   dapat   menjadi   cermin   tertinggi   yang   layak diemban   oleh   seorang       yang    memegang   tampuk   kepemimpinan   Muslimin.                Allah   SWT   telah membalas   pengorbanan   istri-istri   Nabi   saw   dalam   bentuk   mengangkat   kedudukan   mereka   dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman: "Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri- istrinya   adalah   ibu-ibu   mereka."   (QS.   al-Ahzab:   6)   Dan,   sebagai   penegasan   terhadap   keibuan spiritual   ini,   Islam   mewajibkan   hijab   yang   teliti   kepada   mereka,   yaitu   suatu   hijab   yang   tidak diberlakukan   seperti   itu   kepada   Muslimah-Muslimah   lain.   Nabi   saw   melanjutkan   dakwahnya. Beliau     mengirim     surat   ke   raja-raja  dan    para  penguasa      di  mana    beliau   ingin   menunjukkan universalitas   ajaran   Islam.   Nabi   saw   mengajak   Kaisar   Romawi   untuk   mengikuti   Islam,   lalu beliau   mengirim   utusan   ke   Amir   Damaskus   mengajaknya   untuk   memeluk   Islam,   dan   beliau mengutus       utusan    ke   Amir    Basrah    bagian     dari  wilayah     Romawi      dan   mengajaknya        untuk mengikuti   Islam,   dan   beliau   juga   mengirim   surat   ke   penguasa   Qibti   dan   mengajaknya   untuk masuk      Islam,   dan   beliau   juga   menulis    surat  ke   Kisra,   Raja   Persia   dan   mengajaknya   untuk mengikuti      Islam.    Beliau   juga    mengirim     utusan    ke   Amir    Bahrain    dan    mengajaknya       untuk mengikuti   Islam.   Lalu   berbagai   reaksi   disampaikan   berkenaan   dengan   surat-surat   Nabi   itu.   Di antara mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahwa ia masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek surat itu dan   di   antara   mereka   ada   yang   membalas   surat   itu   dengan   jawaban   yang   baik,   dan   di   antara mereka   ada   yang   menerima   kebenaran.   Demikianlah   hari   berlalu   dalam   pergulatan   yang   tidak pernah padam, suatu pergulatan yang dipimpin oleh Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan    menyucikan       jazirah   Arab.  

Akhirnya,     manusia     masuk    dalam    agama     Allah   SWT     dalam keadaan berbondong-bodong, dan Allah SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi   saw   melaksanakan   haji   wada'   (haji   yang   terakhir)   dan   turunlah   kepada   beliau   wahyu   di Arafah sebagaimana firman-Nya:   "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan   untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. " (QS.   al-Maidah:   3)   Ayat   tersebut   dibacakan   kepada   Abu   Bakar   sehingga   ia   menangis.   Allah SWT   merasa   bahwa   telah   tiba   waktunya   untuk   mengakhiri   misi   Rasul-Nya.   Aisyah   berkata kepada   anak-anak       yang   berteriak   dan   bermain-main   di   luar   rumah:   "Diamlah   kalian   karena Rasulullah saw sedang sakit." Anak-anak itu pun terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar    biasa.   Pada    hari-hari    terakhir,   Rasulullah     saw    tidak   lagi   bercanda     dengan     mereka sebagaimana   yang   biasa   beliau   lakukan.   Mereka   memperhatikan   bahwa   kepucatan   yang   aneh menyelimuti Nabi saw yang biasanya wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan   Fadl   bin   Abbas   dan   Ali   bin   Abu   Thalib.   Beliau   merasakan   keletihan   dan   kesakitan. Kemudian   Aisyah   menidurkan   beliau   di   atas   ranjangnya   yang   kasar   dan   Aisyah   meletakkan tangannya   di   atas   kening   beliau.   Kepala   beliau   tampak   panas   karena   saking   hebatnya   demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu   beliau   tertidur.   Kemudian   mengalirlah   dalam   memori   Nabi   saw   berbagai   gambar   hidup: Jibril   turun   kepada   beliau   dengan   membawa   wahyu   di   gua   Hira.   Beliau   telah   melewati   waktu yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi. Bahkan empat puluh   tahun     yang   mendahuluinya   tampak   seperti   gambar          yang   hanya    dilukis   sesaat.   Segala sesuatu   menjadi   mudah   bagi   Allah   SWT   dan   Rasulullah   saw   telah   berhasil   melalui   berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan       akidah    kepada     para   pengikutnya     dengan     penuh    kemantapan.      Akhirnya,     Islam menjadi     mulia    dan   benderanya      semakin    berkibar.    Kemudian      beliau   bangun     karena    melihat tangisan   yang   tersembunyi   dari   Aisyah.   Beliau   membuka   kedua   matanya   dan   melihat   wajah Aisyah      sambil    beliau    sendiri    berusaha     melawan      rasa   pusing,    demam,      dan    sakit   yang dirasakannya.       Beliau    kembali    tersenyum      untuk    menenangkan        Aisyah    dan    beliau   kembali memejamkan         matanya     dan    tidak  sadarkan     diri.  Apa    gerangan     yang    menyebabkan       Aisyah menangis?   Tidakkah   Allah   SWT   memahkotai   jihad   Nabi   saw   yang   berat   dengan   penaklukan Mekah dan penyucian Baitul Haram? Berbagai gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori   Nabi   saw.   Beliau   mengingat   bagaimana   tindakan   orang   Quraisy  ketika   membantalkan perjanjian   Hudaibiyah   dan   mereka   memerangi   Khaza'ah   yang   saat   itu   bersekutu   dengan   kaum Muslim      dan    akhirnya    mereka     membunuh        semua    sekutu    kaum     Muslim     di  Baitul    Haram. Kemudian beliau berjalan bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan telah   siap,   dan   tentara   Muslim   turun   dari   gunung   Mekah   laksana   air   bah   yang   tidak   berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah, dan pedang; telah lewatiah masa di   mana   Rasulullah   saw   memimpim   pasukan   yang   di   dalamnya   terdapat   kaum   Muhajirin   dan Anshar.

 Di  tengah-tengah pasukan besar tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah   SWT   sampai-sampai   kepalanya   hampir   menyentuh   punggung   unta   yang   dinaiki.   Pintu Mekah     terbuka    untuk   pasukan   ini.  Para  pemimpin     Mekah     dan   pengikut-pengikut     mereka menyerahkan   diri.   Kalimat   Allah   SWT   semakin   meninggi   di   dalamnya.   Nabi   saw   memasuki Baitul Haram lalu beliau berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang   berbaris   di   sekitarnya,   lalu   beliau   memukulnya   dengan   kampaknya.   Kemudian   patung- patung itu berjatuhan dan hancur. Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan mengembalikannya   sebagaimana   yang   diciptakan   oleh   Allah   SWT   sebagai   rumah   tauhid   yang mutlak,   beliau   menoleh   kepada   orang   Quraisy   dan   memaafkan   mereka   dan   mengajak   mereka untuk    kembali   ke  jalan  Allah   SWT.    Kemudian     tibalah  waktu   salat,  lalu  Bilal  naik  di  atas punggung   Ka'bah   dan   mengumandangkan   Azan.   Penduduk   Mekah   mende-ngarkan   panggilan baru ini di mana gemanya berputar-putar di antara gunung: "Allah    Maha    Besar.   Aku   bersaksi   bahwa    tiada  Tuhan    selain  Allah.   Aku   bersaksi   bahwa Muhammad   utusan   Allah.   Marilah   melaksanakan   salat.   Marilah   menuju   keberuntungan.   Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah." Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan kemuliannya.      Kemudian     lagi-lagi  arus  berbagai   gambar    terlintas  dalam   memorinya:      itulah peperangan   Hunain   dengan   kekalahannya,   kemenangannya,   dan   ganimahnya;   Itulah   Nabi   saw yang memberikan ganimah terhadap orang-orang yang bergabung dengan Islam hanya dua hari dari   penduduk   Mekah,   dan   mencegah   untuk   memberi   ganimah   Hunaian   kepada   kaum   Anshar yang telah memberikan segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw   dan   memberitahunya   bahwa   kaum   Anshar   sedang   marah.   Rasul   saw   bertanya:   "Mengapa marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan    pada  seluruh   orang   Arab   namun    mereka    tidak  mendapatkan     apa-apa."   Rasulullah    saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata:    "Aku     tidak   lain   kecuali   seseorang     dari  kaumku."      Rasulullah    saw    berkata: "Kumpulkanlah        kepadaku    kaummu     untuk   masalah    yang   penting   ini  dan  jika  kalian   telah berkumpul,      maka    beritahulah   aku."   Sa'ad   mengumpulkan       seluruh   kaum     Anshar    lalu  ia memberitahu Rasul saw bahwa ia telah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka     dan  berdiri  di  hadapan   mereka    sambil   memuji    Allah   SWT    dan  kemudian     berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir lalu Allah SWT memampukan kalian,   dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian tidak   menjawab   wahai   kaum   Anshar?"   Mereka   berkata:   "Apa   yang   kita   akan   katakan   wahai Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh segala karunia hanya milik Allah SWT   dan   Rasul-Nya."   Rasulullah   saw   berkata:   "Demi   Allah,   seandainya   kalian   mau   niscaya kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan   engkau datang dalam keadaaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang dalam keadaan teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan karunia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah   kalian   akan   marah   terhadap   harta   yang   telah   aku   berikan   kepada   suatu   kaum   dengan harapan   agar   keimanan   meresap   dalam   hati   mereka   dan   kalian   justru   melupakan   karunia   yang telah   Allah   SWT   berikan   kepada   kalian   dalam   bentuk   nikmat  Islam.

  Tidakkah   kalian   wahai kaum   Anshar   merasa   puas   ketika   manusia   pergi   untuk   melakukan   perjalanan   di   musim  dingin sedangkan   kalian   pergi   dengan   Rasulullah   saw.   Maka   demi   Zat   yang   jiwaku   di   tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain niscaya aku akan   melalui    jalan   kaum    Anshar.   Ya   Allah,   rahmatilah    kaum    Anshar    dan   anak-anak     kaum Anshar dan cucu kaum Anshar." Mendengar doa itu, kaum tersebut menanggis sehingga jenggot mereka terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT sebagai Tuhan      dan   sangat    puas   dengan     pembagian      Rasulullah    saw."    Kemudian      Nabi    saw    pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam   keadaan puas. Orang-orang Anshar memahami bahwa Muslim yang hakiki di dunia adalah seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil.

Haji Wada' Rasulullah SAW

Nabi saw terbangun dan beliau mendapati dirinya sendirian di kamar. Suhu tubuh beliau meningkat karena demam, lalu beliau memanggil Aisyah dan meminta kepadanya untuk   membawa   air   yang   dapat   digunakannya   untuk   mendinginkan   tubuhnya.   Aisyah   mulai menuangkan air kepada Rasulullah saw sampai demam beliau berangsur-angsur sedikit menurun. Tampak bahwa waktu berlalu cukup lambat dan berat. Sakit Rasulullah saw semakin meningkat. Beliau   mulai   merasa   bahwa   tidak   mampu   lagi   untuk   salat   bersama   para   sahabat,   lalu   beliau memerintahkan        Abu    Bakar   untuk   salat  bersama     mereka.    Pada   saat  Nabi   mengalami      antara keadaan   terjaga   dan   tidur,   beliau   selalu   berpikir   apa   gerangan   yang   belum    disampaikannya kepada manusia. Beliau telah menyampaikan segala sesuatu dan telah mengajari mereka segala sesuatu serta telah meninggalkan sebuah Kitab yang siapa pun berpegangan dengannya ia tidak akan   sesat.   Rasul   saw   mulai   mengantuk   dan   berbagai   nostalgia   terlintas   di   kepalanya.   Beliau melihat   dirinya   di   haji   Wada'.   Selesailah   perjanjian   yang   diberikan   kepada   kaum   musyrik   dan mereka telah dilarang untuk memasuki Masjidil Haram dan sekarang Nabi saw keluar sebagai pemimpin   haji   dan   mengajari   kaum   Muslim   cara   manasiknya.   Rasulullah   saw   memperhatikan ribuan orang-orang yang bertauhid saat mereka menuju Baitul Haram dalam keadaan memenuhi panggilan Tuhan dan tunduk kepadanya. Mereka menghidupkan memori kakek mereka, Ibrahim Khalilullah.   Nabi   saw   berdiri   dan   berpidato   di   tengah-tengah   keramaian   itu.   Nabi   saw   mulai merasakan bahwa kehidupannya di dunia sebentar lagi akan berakhir. Beliau mengetahui bahwa kafilah ini akan pergi sendirian dalam menjalani kehidupan. Beliau kembali menanamkan nilai- nilai Islam dan wasiat dakwah di jalan Allah SWT. Setelah berjuang selama dua puluh tiga tahun menegakkan        agama     Allah    SWT,      beliau   bertanya     kepada    mereka:     "Apakah      aku    telah menyampaikan   amanat   Tuhan?"   Lalu   manusia   yang   hadir   saat   itu   menyatakan   bahwa   beliau benar-benar telah menyampaikan dakwah.Beliau memanggil Mu'ad bin Jabal dan mengajarinya bagaimana berdakwah kepada manusia di jalan Allah SWT dan bagaimana mengenalkan agama kepada mereka.

Kemudian       beliau   berwasiat    kepadaa    Mu'ad    saat  ia  menunggangi       kendaraannya      sedangkan Rasulullah saw berjalan di sebelah untanya: "Sesungguhnya orang yang paling utama di sisiku adalah orang-orang yang bertakwa, siapa pun mereka dan di mana pun mereka." Nabi saw adalah rahmat   bagi   semua   manusia   dan   sebagal   cermin   yang   tertinggi   dari   cermin   persaudaraan   dan kepatuhan. Beliau menegakkan Al-Qur'an di tengah-tengah umat   Islam namun beliau menolak segala bentuk penampilan yang biasa melekat pada seorang penguasa atau raja atau pemimpin apa   pun.   Beliau   berkata   kepada   para   sahabatnya:   "Aku   hanya   seorang hamba   Allah   SWT dan Rasul-Nya." Beliau keluar menemui sekelompok sahabatnya lalu sebagai bentuk penghormatan kepada beliau mereka berdiri. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka agar tidak berdiri. Ketika    beliau   keluar   untuk   menemui      sahabat-sahabatnya      dan   murid-muridnya,      maka    beliau duduk   bersama   mereka   di   tempat  terakhir   yang   ditemukannya.

    Beliau   sangat   bersahabat   dan ramah     dengan     para   sahabatnya,     bahkan  beliau   bercanda     dengan    anak-anak     mereka     dan mendudukkan mereka di ruangannya. Beliau memenuhi panggilan orang dewasa maupun anak- anak.   Beliau   membesuk   orang-orang   yang   sakit   meskipun   berada   di   tempat   yang   jauh.   Beliau menerima      alasan   orang    yang   mempunyai      uzur.   Beliau   mendahului      orang   yang   ditemuinya dengan     salam    bahkan    beliau   mendahului     berjabat    tangan   dengan    para   sahabatnya.     Ketika seseorang datang untuk menemuinya saat beliau salat, maka beliau mempersingkat salatnya dan menanyakan   keperluan   orang   itu.   Setelah   menyelesaikan   keperluan   manusia,   beliau   kembali menyelesaikan shalatnya. Beliau selalu menebar senyum kepada kawan dan lawan dan memiliki kepribadian yang paling baik. Ketika beliau berada di rumahnya, beliau melayani keluarganya. Beliau    mencuci     bajunya.   Beliau   memperbaiki      sandalnya     dan   memberi    minum     unta.   Beliau makan   bersama   pembantu.   Beliau   memenuhi   kebutuhan   orang   yang   lemah,   orang   yang   sedih, dan   orang   yang   miskin.   Bahkan   kebaikan   beliau   dan   kasih   sayangnya   sampai   pada   tingkat   di mana beliau membiarkan cucunya menaiki punggungnya saat beliau sedang shalat. Kasih sayang beliau tidak hanya terbatas kepada manusia bahkan juga tertuju pada binatang dan pohon. Beliau memberi makan binatang dengan tangannya sendiri bahkan beliau pernah merawat anjing    yang   sakit.  Beliau   memerintahkan       pasukan     Islam   saat  berperang    demi    menegakkan keadilan Islam agar mereka tidak membunuh anak kecil, orang tua, kaum wanita dan hendaklah mereka tidak mencabut pohon dan tidak pula merobohkan rumah. Apa   yang dibawa oleh   Nabi saw bukan hanya suatu undang-undang   yang mengatur hubungan antara manusia dan manusia yang lain, dan apa yang dibawa oleh Nabi saw bukan hanya berisi

suatu   sistem   untuk   meningkatkan   kualitas   kehidupan   dan   kemajuannya,   ini   semua   adalah   hal relatif namun beliau datang dengan membawa peradaban yang abadi yang mengatur hubungan antara manusia dan alam, dan mengembalikan keserasian di alam wujud sehingga semua berjalan secara seimbang dan mencapai kesempurnaan menuju Allah SWT. Meskipun pada titik terakhir dari kehidupannya, beliau masih sibuk mengurusi masa depan dakwah dan beliau sangat cemas terhadap masa depan agama dan sangat peduli dengan problema kaum Muslim. Beliau khawatir suatu saat Islam hanya tinggal namanya namun hakikatnya telah lenyap. Namun sebelum beliau meninggal, Allah SWT telah memperlihatkan kepada beliau sesuatu   yang membuat hati beliau menjadi tenang. Dan di hari Senin dari bulan Rabiul Awal yang mulia, beliau kembali kepada Tuhannya dalam keadaan ridha dan diridhai. Salam kepadamu ya Rasulullah dan kepada keluarga serta sahabat yang setia bersama


0 comments:

Posting Komentar