Mushola Al-Islah Jl leces no.7 Sonosari Kab.Malang kumpulan doa rezeki,kumpulan doa tasawuf,makrifat,bahasa arab,sejarah kerajaan islam,sejarah kerajaan indonesia,sejarah kebudayaan islam

Senin, 21 April 2025

kisah nabi Musa as

 KISAH NABI MUSA


Yakub  atau  Israil  tinggal  di  Mesir  sejak  ia  datang  untuk  bertemu  dengan

anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di  tempat di mana

ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak  Israil  lebih memilih untuk hidup di Mesir

di  sisi  Yusuf.  Keadaan Mesir,  kebaikannya  yang  banyak,  kelayakan  tanahnya,

dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka untuk

tinggal  di  dalamnya.  Anak-anak  Israil  tinggal  di  Mesir  dalam  tempo  yang

lumayan.  Mereka  menikah  sehingga  jumlah  mereka  bertambah  banyak.

Berlalulah  tahun demi  tahun dan kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf

telah mengubah  Islam  saat  beliau memegang  tampuk  kekuasaan.  Nabi  Yusuf

memperjuangkan  Islam  dan  setiap  nabi  yang  diutus  oleh  Allah  s.w.t  pasti

memperjuangkan  agama  Islam  sejak  Nabi  Adam  as  sampai  Nabi  Muhammad saw. 

kisah nabi musa


 Pengertian  Islam  di  sini  ialah,  mengesakan  Allah  s.w.t  dan  hanya

semata-mata menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan berdoa

kepada-  Nya.  Islam  juga  bererti  menyerahkan  niat  dan  amal  hanya

semata-mata kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita

maksud  dari  kata  al-Islam,  bukan  sistem  sosial  yang  dibawa  oleh  Nabi  yang

terakhir,  yaitu Nabi Muhammad  saw.  Sistem  ini merupakan  kepanjangan  dari

sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan tidak

berbeda dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.


Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di

Mesir  berubah  menjadi  agama  tauhid  atau  Islam.  Nabi  Yusuf  as  menyeru

manusia untuk memeluk  Islam  saat beliau ada di dalam penjara ketika beliau

mengatakan:


"Manakah yang baik,  tuhan-tuhan yang bermacam-macam  itu ataukah Allah

Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)


Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:

"Wafatkanlah  aku  dalam  keadaan  Islam  dan  gabungkanlah  aku  dengan

orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf: 101)


Dan  ketika  Nabi  Yusuf  meninggal,  Mesir  mengubah  sistem  tauhid  ke  sistem

multi  tuhan  untuk  kedua  kalinya.  Menurut  dugaan  kuat  bahawa  hal  ini

terwujud  dengan  adanya  campur  tangan  kelompok-kelompok  elit  yang

berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini - ketika di bawah agama tauhid - mereka


tidak  mendapatkan  suatu  perlakukan  istimewa  atau  dibezakan  dengan

masyarakat umum, sehingga kerananya mereka mempunyai kepentingan untuk

mengembalikan  sistem  penyembahan  multi  tuhan.  Kemudian  masyarakat

mengikuti  sistem  penyembahan  Fir'aun.  Dan  akhirnya,  Mesir  dipimpin

keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahawa mereka adalah tuhan

atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.


Pada  dasarnya,  masyarakat  Mesir  adalah  masyarakat  yang  beradab.  Mereka

disibukkan  dengan  pembangunan  peradaban. Mereka memiliki  kecenderungan

keagamaan  yang  kuat.  Dan  barangkali  kelompok-  kelompok  dari  masyarakat

Mesir meyakini  bahawa  Fir'aun  bukan  tuhan  namun  kerana mereka mendapat

tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak  ingin dari kaumnya kecuali agar

mereka  mentaatinya  sehingga  mereka  pun  terpaksa  menyembunyikan

keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir.

Hal yang bisa difahami adalah, bahawa Fir'aun menguasai semua macam tuhan

dan ia mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian

ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di Mesir -

meskipun masyarakatnya meyakini  tuhan utama, yaitu Fir'aun  - kelompok elit

yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan melaksanakan

perintah-perintahnya  serta  membenarkan  tindakan  semena-menanya.  Kita

akan  mengetahui  dan  kita  akan  membuka  lembaran-lembaran  Nabi  Musa  as

bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Majoriti masyarakat  saat  itu

mendapatkan kehinaan yang  luar biasa dan diperlakukan secara  lalim. Mereka

harus  taat  sepenuhnya  kepada  Fir'aun.  Mereka  selalu  diancam  oleh

algojo-algojo Fir'aun dan para tenteranya.


Allah  s.w.t  menceritakan  Fir'aun  yang  hidup  di  zaman  Nabi  Musa  dalam

firman-Nya:


"Maka dia mengumpulkan  (pembesar-pembesarnya)  lalu berseru memanggil

kaumnya  (seraya  berkata):  'Akulah  Tuhanmu  yang  paling  tinggi.'"  (QS.

an-Nazi'at: 23-24)


Manusia  saat  itu  benar-benar  tunduk  terhadap  pernyataan  orang-orang  kafir.

Mereka mentaati  -  barangkali  itu  kerana  terpaksa  -  perkataan  Fir'aun.  Mesir

kembali  menggunakan  sistem  multi  tuhan  setelah  sebelumnya  disinari  oleh

tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub atau

anak-anak  Israil  mereka  telah  menyimpang  dari  tauhid.  Mereka  mengikuti

orang-orang  Mesir.  Sedikit  sekali  dari  keluarga  mereka  yang  masih

mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.


Datanglah  suatu  masa  atas  Bani  Israil  di  mana  mereka  semakin  banyak  dan

semakin  menyebar.  Mereka  mengerjakan  berbagai  macam  pekerjaan,  dan

mereka  memenuhi  pasar-pasar  Mesir.  Berlalulah  hari  demi  hari.  Mesir

diperintah  oleh  seorang  raja  yang  bengis  di  mana  orang-orang  Mesir

menyembahnya.  Raja  yang  jahat  ini melihat  Bani  Israil  semakin  banyak  dan

semakin  berkembang  serta mengambil  posisi-posisi  penting.  Raja mendengar

pembicaraan  Bani  Israil  tentang  berita  yang  samar  di mana  dalam  berita  itu

dikatakan  bahawa  salah  seorang  anak  Bani  Israil  akan  menjatuhkan  Fir'aun

Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita  itu berasal dari suatu mimpi dari

mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi hati kelompok minoriti

yang  tertindas,  dan  mungkin  itu  merupakan  berita  gembira  yang  tersebut

dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita  ini  telah  sampai di  telinga

Fir'aun.


Kemudian  Fir'aun  mengeluarkan  perintah  yang  aneh,  yaitu  jangan  sampai

seorang  pun  dari  Bani  Israil  yang melahirkan  anak.  Maksud  dari  perintah  ini

adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh. Aturan ini

mulai  diterapkan.  Tapi  para  pakar  ekonomi  berkata  kepada  Fir'aun:

Orang-orang  tua  dari  Bani  Israil  akan  mati  sesuai  dengan  ajal  mereka,

sedangkan  anak-anak  kecilnya  disembelih  maka  ini  akan  berakhir  pada

hancurnya  dan  binasanya Bani  Israil  namun  Fir'aun  akan  kehilangan  kekayaan

dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi budak-budaknya

dan  wanita-wanita  tidak  dapat  lagi  dimilikinya.  Maka  yang  terbaik  adalah,

hendaklah  dilakukan  suatu  proses  sebagai  berikut:  Anak  laki-laki  disembelih

pada  tahun  yang  pertama  dan  hendaklah  mereka  dibiarkan  pada  tahun

berikutnya.  Fir'aun  sependapat  dengan  fikiran  ini  kerana  itu  dianggap  lebih

menguntungkan dari sisi ekonomi.


Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak dibunuh

maka  ia  melahirkannya  secara  terang-terangan.  Ketika  datang  tahun  yang

ditetapkan di dalamnya bahawa anak-anak kecil harus dibunuh,  ia melahirkan

Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang luar biasa. la

mencemaskan  bahawa  jangan-jangan  anaknya  akan  dibunuh.  Maka  si  ibu

menyusuinya  secara  sembunyi-  sembunyi.  Kemudian  datanglah  suatu  malam

yang penuh berkah di mana Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:


"Dan  Kami  ilhamkan  kepada  ibu  Musa:  'Susuilah  dia  dan  apabila  khuatir

terhadapnya maka  jatuh  kalah  ia  ke dalam  sungai  (Nil). Dan  janganlah  kamu

khuatir  dan  janganlah  (pula)  bersedih  hati,  kerana  sesungguhnya  Kami  akan

mengembalikannya  kepadamu,  dan  menjadikannya  (salah  seorang)  dari  para

rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)


Mendengar wahyu Allah  s.w.t  itu dan mendengar panggilan  yang penuh  kasih

sayang  dan  suci  ini,  ibu  Musa  langsung mentaatinya.  Ia  diperintahkan  untuk

membuat peti kecil bagi Musa. Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti

itu. Kemudian  ia pergi  ke  tepi  sungai Nil dan membuangnya di  atas  air. Hati

sang  ibu  adalah  hati  yang  paling  pengasih  di  dunia.  Hatinya  dipenuhi

penderitaan  saat  ia melemparkan  anaknya  di  sungai Nil,  tetapi  ia menyedari

bahawa Allah s.w.t lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya.

Allah s.w.t lebih mencintainya dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t adalah

Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.


Belum  lama  peti  itu  menyentuh  sungai  Nil  sehingga  sang  Pencipta

mengeluarkan perintah kepada arus  sungai agar menjadi  tenang dan bersikap

lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari akan menjadi Nabi.

Sebagaimana Allah  s.w.t memerintahkan  kepada api agar menjadi dingin dan

membawa  keselamatan  bagi  Nabi  Ibrahim,  begitu  juga  Allah  s.w.t

memerintahkan  kepada  sungai  Nil  agar  membawa  Musa  dengan  tenang  dan

penuh  kelembutan  sehingga menyerahkannya  ke  istana  Fir'aun.  Air  sungai  nil

membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya

kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin

berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak

kerana Musa  sedang  tidur. Rumput  itu pun mentaati perintah angin dan Musa

tetap tidur.


Pada  hari  itu,  matahari  menyinari  istana  Fir'aun.  Isteri  Fir'aun  keluar

berjalan-jalan  di  kebun  istana  sebagaimana  biasanya.  Kita  tidak mengetahui

apa  gerangan  yang menjadikannya  berjalan-jalan  dan menempuh  jarak  yang

lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.


Isteri  Fir'aun  berbeza  sekali  dengan  Fir'aun.  Fir'aun  adalah  seorang  kafir

sementara isterinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang yang

keras  kepala  sementara  isterinya  adalah  seorang  yang  penyayang.  Fir'aun

adalah seorang penjahat sementara  isterinya adalah seorang yang  lembut dan

penuh cinta. Di samping itu, isterinya merasakan kesedihan yang dalam kerana

ia  belum mampu melahirkan  anak.  Ia merindukan  untuk mendapatkan  anak.

Isteri  Fir'aun  berhenti  di  sisi  kebun  kemudian  bau  harum  yang  datang  dari

pohon  itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa kesendirian. Pada saat yang

sama, wanita-wanita  yang membantunya  sudah memenuhi  tempat-tempat air


yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka

Mereka membawa peti  itu  seperti  semula ke  isteri Fir'aun.  Ia memerintahkan

untuk membukanya  lalu mereka  pun membukanya.  Betapa  terkejutnya  ister

Fir'aun  ketika melihat Musa  di  dalamnya. Maka  ia  pun merasakan  bahawa  ia

mencintainya seperti anaknya sendiri. Allah s.w.t menaruh dalam hatinya rasa

cinta kepada Musa sehingga air matanya berlinang.


Kemudian  ia membawa  peti mati  itu.  Isteri  Fir'aun membolak-balikkan  Musa

sambil menangis. Musa terbangun dan  ia pun menangis. Musa tampak  lapar  ia

membutuhkan  air  susu  pagi  dan  tetap menangis.  Fir'aun  duduk  di  atas meja

makan.  Ia  menantikan  isterinya  namun  yang  ditunggu  belum  hadir.  Fir'aun

mulai  marah  dan  mencarinya.  Tiba-tiba  ia  dikejutkan  dengan  kedatangan

isterinya dengan membawa Musa. Isteri Fir'aun tampak sangat menyayanginya.

Ia  terus  menciuminya  dan  air  matanya  berlinangan.  Fir'aun  bertanya,  "dari

mana  datangnya  anak  kecil  ini?"  Kemudian mereka menceritakan  kepadanya

bahawa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi sungai. Fir'aun berkata:

"Ini  adalah  salah  satu  anak  Bani  Israil.  Sesuai  dengan  peraturan,  anak-anak

yang  lahir  tahun  ini  harus  dibunuh."  Mendengar  keputusan  Fir'aun  itu,  isteri

Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa lebih keras:


"Dan  berkatalah  isteri  Fir'aun:  '(Ia)  adalah  penyejuk mata  hati  bagiku  dan

bagimu.  Janganlah  kamu  membunuhnya,  mudah-mudahan  ia  bermanfaat

kepada kita atau kita ambil ia jadi anak.'" (QS. al- Qashash: 9)


Fir'aun  tampak  kehairanan  sekali melihat  aksi  isterinya  yang mendekap  anak

kecil  yang mereka  temukan di  tepi  sungai. Fir'aun  tampak  tercengang kerana

isterinya menangis  dengan  gembira  di mana  Fir'aun  tidak  pernah mendapati

isterinya  menangis  kerana  gembira  seperti  ini.  Fir'aun  mulai  mengetahui

bahawa  isterinya menyayangi anak  ini seperti anaknya sendiri. Fir'aun berkata

dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan

menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh

isterinya.  Fir'aun memenuhi  keinginannya  dan menyetujuinya  untuk mendidik

anak ini di istananya.


Ketika  mendengar  persetujuan  Fir'aun,  tampaklah  keceriaan  yang  luar  biasa

pada wajah isterinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini.

Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya, juga perhiasan

dan  budak  tetapi  ia  belum  pernah  tersenyum  meskipun  sekali.  Fir'aun

menyangka  bahawa  isterinya  tidak  mengerti    sebuah  senyuman.  Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum keceriaan.

Sementara  itu,  Musa mulai menangis  kerana  lapar.  Isteri  Fir'aun mengetahui

bahawa  Musa  sedang  lapar.  Ia  berkata  kepada  Fir'aun:  "Anakku  yang  kecil

sedang  lapar."  Fir'aun  berkata:  "Datangkanlah  kepadanya  para  wanita  yang

menyusui." Kemudian didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui

dari istana. Wanita itu mencuba untuk menyusui Musa tetapi apa yang terjadi?

Musa  menolaknya.  Lalu  didatangkan  wanita  yang  kedua  sampai  ketiga  dan

sampai kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin menyusu kepada

seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan  itu,  isteri Fir'aun menangis

kerana  tidak  tahan melihat  penderitaan  anak  kecil  itu.  Ia  tidak mengetahui

apa yang harus dilakukannya.


Bukan hanya  isteri Fir'aun  satu-satunya  yang merasa  sedih dan menangis,  ibu

Musa  adalah  wanita  lain  yang  merasa  sedih  dan  menangis.  Ketika  ia

melemparkan Musa  ke  sungai Nil,  ia merasa  bahawa  ia  sedang melemparkan

buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan  itu hilang dibawa oleh air

sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika datang waktu pagi, ibu Musa

merasakan  kesedihan  yang  selalu  menghantuinya.  Hampir  saja  ia  pergi  ke

istana Fir'aun untuk mendapatkan berita  tentang anaknya kalau bukan kerana

Allah s.w.t menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan

anaknya  kepada  Allah  s.w.t.  Alhasil,  ia  berkata  kepada  saudara  perempuan

Musa:  "Pergilah  dengan  tenang  ke  istana  Fir'aun  dan  berusahalah  untuk

mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah engkau hati-hati agar jangan

sampai  mereka  mengetahuimu."  Kemudian  saudara  perempuan  Musa  pergi

dengan  tenang.  Akhirnya,  ia  mendengarkan  kisah  tentang  Musa  secara

sempurna.  Ia  melihat  Musa  dari  kejauhan  dan  mendengarkan  suara

tangisannya.  Ia melihat mereka dalam  keadaan  kebingungan di mana mereka

tidak  mengetahui  bagaimana  menyusuinya.  Ia  mendengar  bahawa  Musa

menolak setiap wanita yang mencuba menyusuinya.


Saudara  perempuan  Musa  berkata  kepada  para  pengawal  Fir'aun:  "Apakah

kalian mahu aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat

mengasuhnya."  Isteri  Fir'aun menjawab:  "Seandainya  engkau  dapat membawa

kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya nescaya

kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan

akan  kami  penuhi."  Lalu  saudara  perempuan  Musa  itu  kembali  dan

menghadirkan  ibunya.  Si  ibu  menyusuinya  dan  Musa  pun  menyusu  dengan

tenang. Melihat hal itu, Isteri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia

sehingga masa penyusuannya selesai,  lalu kembalikanlah dia kepada kami dan

kami  akan  memberimu  suatu  balasan  yang  besar  atas  penyusuan  dan

pendidikan yang engkau berikan."


Demikianlah  Allah  s.w.t mengembalikan  Musa  kepada  ibunya  agar  ia merasa

gembira  dan  hatinya  menjadi  tenang  dan  tidak  bersedih  serta  agar  ia

mengetahui  bahawa  janji  Allah  s.w.t  benar  dan  bahawa  perintah-  Nya  dan

ketentuan-Nya  pasti  terlaksana  meskipun  banyak  rintangan  dan  tantangan.


Allah s.w.t berfirman:

"Dan  menjadi  kosonglah  hati  ibu  Musa.  Sesungguhnya  hampir  saja  ia

menyatakan rahsia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya,

supaya  ia  termasuk  orang-orang  yang  percaya  (kepada  janji  Allah).  Dan

berkatalah  ibu Musa  kepada  saudara Musa  yang  perempuan:  'Ikutilah  dia.'

Maka  kelihatanlah  olehnya  Musa  dari  jauh,  sedang  mereka  tidak

mengetahuinya,  dam  Kami  cegah  Musa  dari  menyusu  kepada

perempuan-perempuan  yang  mahu  menyusui(nya)  sebelum  itu;  maka

berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlu bait

yang  akan  memeliharanya  untukmu  dan  mereka  dapat  berlaku  baik

kepadanya?'.  Maka  Kami  kembalikan  Musa  kepada  ibunya,  supaya  senang

hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahawa janji Allah

itu  adalah  benar,  tetapi  kebanyakan  manusia  tidak  mengetahuinya."  (QS.

al-Qashash: 10-13)


Ibu Musa menyempurnakan penyusuan  lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun.

Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. 

Allah s.w.t berfirman:

Dan Aku  telah melimpahkan  kepadamu  kasih  sayang  yang datang dari- Ku;

dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)


Tiada  seorang  pun  yang  melihat  Musa  kecuali  ia  akan  mencintainya.  Musa

dididik  di  istana  terbesar  di  bawah  bimbingan  dan  penjagaan  Allah  s.w.t.

Pendidikan Musa dimulai di  rumah Fir'aun di mana di dalamnya  terdapat  ahli

pendidikan dan para pengajar. Mesir saat  itu merupakan negara yang besar di

dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. kerana  itu, secara sederhana

Fir'aun mampu mengumpulkan  para  pakar  pendidikan  dan  para  cendekiawan.

Demikianlah  hikmah  Allah  s.w.t  berkehendak  agar  Musa  terdidik  di  bawah

pendidikan  yang  besar  dan  ditangani  pakar-pakar  pendidikan  yang  terlatih.

Ironisnya, hal  ini  terjadi di  rumah musuhnya yang pada  suatu hari nanti akan

hancur di tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah s.w.t.


Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan,

ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh kerana

itu,  Musa  tidak  mendengar  omongan  kosong  yang  dikatakan  oleh  pendidik

tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali  ia mendengar bahawa Fir'aun adalah

tuhan.  Beliau  pun  menepis  pernyataan  dan  anggapan  ini.  Beliau  tinggal

bersama  Fir'aun  di  satu  rumah.  Beliau mengetahui  lebih  daripada  orang  lain

bahawa Fir'aun hanya  sekadar manusia biasa  tetapi  ia orang yang  lalim. Musa

mengetahui bahawa ia bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang

dari Bani Israil. Beliau menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan

para  pengikutnya  menindas  Bani  Israil.  Akhirnya,  Musa  tumbuh  besar  dan

mencapai kekuatannya.


Ketika para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan- jalan

di sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut Fir'aun

yang  sedang berkelahi dengan  seseorang dari Bani  Israil. Lalu  seseorang  yang

lemah dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa pun turut campur

dalam  urusan  itu.  Musa  mendorong  dengan  tangannya  seorang  lelaki  yang

berbuat  aniaya  itu.  Ternyata  Musa  membunuhnya.  Saat  itu  Musa  memang

terkenal  sebagai  orang  yang  kuat  sampai  pada  batas  di mana  dengan  sekali

pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak

sengaja untuk membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu

tersungkur  dan  kemudian  mati.  Musa  berkata  kepada  dirinya:  Ini  adalah

perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang menyesatkan dan nyata.

Kemudian  Musa  berdoa  kepada  Tuhannya  dan  berkata:  "Ya  Tuhanku,

sesungguhnya  aku  telah menganiaya  diriku maka  ampunilah  aku."  Allah  s.w.t

pun mengampuninya.  Dia Maha  Pengampun  dan Maha  Penyayang. 


Allah  s.w.t berfirman:

"Dan  setelah Musa  sudah cukup umur dan  sempurna akalnya, Kami berikan

kepadanya  hikmah  kenabian  dan  pengetahuan.  Dan  demikianlah  Kami

memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke

kota  (Memphis)  ketika  penduduknya  sedang  lemah,  maka  didapatinya  di

dalam  kota  itu  dua  orang  laki-laki  yang  berkelahi;  yang  seorang  dari

golongannya  (Bani  Israil)  dan  seorang  lagi  dari  musuhnya  (kaum  Fir'aun).

Maka  orang  yang  dari  golongannya  meminta  pertolongan  darinya,  untuk

mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah

musuhnya  itu.  Musa  berkata:  'Ini  adalah  perbuatan  setan.  Sesungguhnya

setan  itu  adalah  musuh  yang  menyesatkan  lagi  nyata  (permusuhannya).

Musa  berdoa:  'Ya  Tuhanku,  sesungguhnya  aku  telah  menganiaya  diriku

sendiri  kerana  itu  ampunilah  aku.'  Maka  Allah  mengampuninya,

sesungguhnya  Dialah  Yang  Maha  Pengampun  lagi  Maha  Penyayang.  Musa berkata:  'Ya  Tuhanku,  demi  nikmat  yang  telah  Engkau  anugerahkan

kepadaku,  aku  sekali-kali  tiada  akan  menjadi  penolong  bagi  orang-orang

yang berdosa.'" (QS. al-Qashash: 14-17)


Kemudian  Nabi  Musa  menjadi  takut  di  tengah-tengah  kota  dan  merasa

terancam.  Dalam  ayat  itu  digambarkan  bagaimana  Nabi  Musa  merasakan

ketakutan  di mana  ia mengkhuatirkan  kejahatan  akan  datang  padanya  pada

setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-geri di sekitarnya. Nabi

Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya Nabi

Musa hanya  ingin mempertahankan dirinya  saat menolong  seseorang dari Bani

Israil.  Ketika  itu  Nabi  Musa  mendorong  dengan  tangannya  dan  bertujuan

memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru membunuhnya.


Dalam  undang-undang  positif  dinyatakan  bahawa  pembunuhan  semacam  ini

dianggap  sebagai  pembunuhan  kerana  keteledoran  atau  kerana  kesalahan

bukan kerana faktor kesengajaan sehingga kerananya yang bersangkutan tidak

akan mendapatkan suatu hukuman yang berat. Biasanya orang yang melakukan

pembunuhan  tanpa  sengaja  akan  mendapatkan  keputusan  yang

meringankannya  kerana  ia  membunuh  tanpa  kesengajaan.  Tentu  kejadian

semacam ini tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja kerana

yang  bersangkutan  tidak  ingin  mencelakakan  orang  lain.  Nabi  Musa  tidak

memukul  orang  itu. Yang  ia  lakukan  hanya mendorongnya. Atau  dengan  kata

lain,  Nabi  Musa  hanya  sekadar  menyingkirkan  orang  tersebut.  Kita  akan

mengetahui  bahawa  Nabi  Musa  adalah  cermin  lain  dari  Nabi  Ibrahim.

Kedua-duanya  dari  kalangan  ulul  azmi,  tetapi  Nabi  Ibrahim  adalah  cermin

kesabaran dan kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan

dan keperkasaan.


Musa menjadi  takut  dan  terancam  di  tengah-tengah  kota.  Beliau  berjanji  di

kemudian  hari  bahawa  beliau  tidak  akan  lagi menjadi  sahabat  orang-  orang

yang  berbuat  jahat.  Beliau  tidak  akan  lagi  terlibat  dalam  pertengkaran  dan

permusuhan  antara  sesama  penjahat.  Di  tengah-tengah  perjalanannya,  Musa

dikejutkan  ketika  melihat  orang  yang  ditolongnya  kelmarin  saat  ini  lagi-lagi

memanggilnya  dan  minta  tolong  padanya.  Lagi-  lagi  orang  itu  terlibat

permusuhan dan pertengkaran dengan seorang Mesir. Musa mengetahui bahawa

orang  Israil  ini  berbuat  aniaya.  Musa  mengetahui  bahawa  ia  termasuk  salah

seorang preman di  situ. Akhirnya, Musa berteriak di depan wajah orang  Israil

itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau adalah orang yang jahat."


Musa  mengatakan  demikian  sambil  mendorong  keduanya  dan  ia  melerai

pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahawa Musa akan mencelakakannya

maka  ia  diliputi  rasa  takut.  Sambil  meminta  kasih  sayang  kepada  Musa,  ia

berkata:  "Wahai Musa apakah engkau akan membunuhku  sebagaimana engkau

membunuh  orang  yang  kelmarin.  Apakah  engkau  ingin  menjadi  seorang

penguasa  di  muka  bumi  dan  tidak  ingin  menjadi  orang  yang  memperbaiki

bumi."  Ketika  mendengar  orang  Israil  yang  mengatakan  demikian,  Musa

berhenti  dan  amarahnya  mereda.  Musa  mengingat  apa  yang  dilakukannya

kelmarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk

tidak  menjadi  pembantu  orang-orang  yang  berbuat  jahat.  Musa  kemudian

kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.


Orang Mesir  yang  berkelahi  dengan  orang  Israil  itu mengetahui  bahawa Musa

adalah  pembunuh  orang  Mesir  yang  mayatnya  mereka  temukan  kelmarin.

Petugas  keamanan  Mesir  tidak  berhasil  menyingkap  kasus  pembunuhan  itu.

Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu seorang lelaki Mesir yang beriman datang

dari  penjuru  kota.  Ia  membisikkan  kepada  Musa  bahawa  ada  suatu  rencana

untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa agar meninggalkan Mesir secepatnya.


Allah s.w.t berfirman:

"kerana itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan

khuatir  (akibat  perbuatannya),  maka  tiba-tiba  orang  yang  meminta

pertolongan  kelmarin  berteriak  meminta  pertolongan  kepadanya.  Musa

berkata  kepadanya:  'Sesungguhnya  kamu  benar-  benar  orang  yang  sesat

yang  nyata  (kesesatannya).  Maka  tat-kala  Musa  memegang  dengan  keras

orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata:  'Hai Musa apakah

kamu  bermaksud  untuk  membunuhku,  sebagaimana  kamu  kelmarin  telah

membunuh  seorang  manusia?  Kamu  tidak  bermaksud  melainkan  hendak

menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri  (ini), dan  tiadalah

kamu  hendak  menjadi  salah  seorang  dari  orang-orang  yang  mengadakan

perdamaian.' Dan datanglah  seorang  laki-laki dari ujung kota  tergesa-  gesa

seraya  berkata:  'Hai  Musa,  sesungguhnya  pembesar  sedang  berunding

tentang  kamu.  Sesungguhnya  aku  termasuk  orang-orang  yang  memberi

nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)


Allah menyembunyikan  kepada  kita nama  laki-laki  yang datang mengingatkan

Musa  itu.  Tetapi  menurut  hemat  kami,  ia  adalah  seorang  lelaki  Mesir  yang

tentu memiliki  jabatan  penting.  Sesuai  dengan  ayat  tersebut,  ia mengetahui

adanya  persengkongkolan  untuk  menyingkirkan  Musa  dari  kedudukan  yang tinggi.  Seandainya  ia  orang  yang  biasa-biasa  saja  maka  orang  itu  tidak

mengenalnya.  Orang  itu  mengetahui  bahawa  Musa  tidak  berhak  untuk

mendapatkan  hukum  bunuh  atas  dosanya.  Musa  membunuh  kerana  faktor

kesalahan, bukan kerana faktor kesengajaan. Kesalahan semacam itu menurut

undang-undang  Mesir  yang  dahulu  dihukum  dengan  penjara.  Lalu,  mengapa

timbul  keinginan  untuk  membunuh  Musa?  Kalau  kita  memperhatikan  nasihat

orang Mesir  itu terhadap Musa maka kita akan menemukan jawapannya. Yaitu

perkataannya:  "Para  pembesar  merencanakan  persekongkolan  untuk

menyingkirkanmu."


Al-Mala'  adalah  para  penguasa  atau  para  pembesar  yang  bertanggungjawab

pada  keamanan.  Mereka  menyiapkan  persekongkolan  untuk  menyingkirkan

Musa. Apa  yang  dilakukan  oleh Musa  -  kalau memang  dianggap  sebagai  suatu

kesalahan  -  adalah  kejahatan  biasa  yang  hanya  dituntut  dengan  hukuman

penjara.  Lalu  siapakah  yang membuat  rencana  yang  demikian,  dan  siapakah

yang mendorong untuk melakukan persekongkolan untuk membunuhnya? Kami

kira  bahawa  kepala  keamanan  Mesir  tidak  menyukai  Musa.  Ia  mengetahui

bahawa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahawa sampainya peti

di  istana  Fir'aun  merupakan  suatu  rekayasa  yang  dirancang  oleh  musuh-

musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti kerana keteledorannya

dan  ketelodaran  anak-anak  buahnya.  Berapa  kali  orang  itu  menasihati  dan

menganjurkan  agar Musa  dibunuh  tetapi  Fir'aun  justru menampik  fikiran  itu.

Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk membunuh Musa, Fir'aun justru

tunduk terhadap Isterinya yang sangat mencintai Musa.


Akhirnya, kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya mengatakan

kepadanya bahawa Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan

jasadnya  kelmarin.  Selesailah  urusan  ini.  Kemudian  datanglah  perintah  dan

kesempatan  untuk membunuh Musa. Orang-orang  yang membenci Musa mulai

mendapatkan angin kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh,

tetapi Allah s.w.t mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa

agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.


Allah s.w.t berfirman:


"Maka  keluarlah  Musa  dari  kota  itu  dengan  rasa  takut menunggu-  nunggu

dengan  khuatir,  dia  berdoa:  'Ya  Tuhanku,  selamatkanlah  aku  dari

orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)


Musa meninggalkan  kota  dan menjadi  orang  yang  terusir. Musa  segera  keluar

dalam  keadaan  takut dan  sambil waspada Musa  selalu berdoa dalam hatinya:

"Ya  Tuhanku,  selamatkanlah  aku  dari  orang-orang  yang  lalim."  Kaum  itu

memang  benar-benar  orang-orang  yang  lalim.  Mereka  ingin  menerapkan

hukuman  bagi  pembunuh  dengan  sengaja  atas  Musa,  padahal  Musa  tidak

melakukan  selain  berusaha  memisahkan  orang  yang  berkelahi  tetapi  dengan

tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi

pergi  ke  istana  Fir'aun  dan  tidak  mengganti  pakaiannya,  dan  beliau  tidak

membawa  makanan  untuk  perjalanan.  Beliau  tidak  membawa  binatang

tunggangan  yang  dapat menghantarkannya.  Beliau  tidak  pergi  bersama  suatu

kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan khabar dari seorang mukmin

yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.


Musa melalui jalan yang tidak  lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun

dan  ia menuju  ke  suatu  tempat  yang  di  situ  Allah  s.w.t membimbingnya.  Ini

adalah pertama kalinya beliau keluar dan mengharungi gurun pasir  sendirian.

Kemudian  sampailah  Musa  di  suatu  tempat  yang  bernama  Madyan.  Musa

istirahat  dan  duduk-duduk  di  dekat  sumur  yang  besar  di  mana  di  situ

orang-orang mengambil  air  untuk memberi minum  kepada  binatang-binatang

tunggangan  mereka  dan  binatang-binatang  gembalaan  mereka.  Musa  tidak

membawa  makanan  selain  daun-daun  pohon.  Musa  minum  dari  sumur-sumur

yang  ditemukannya  di  tengah  jalan.  Sepanjang  perjalanan  Musa  merasakan

ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya. Ketika

Musa  sampai di kota Madyan Musa berbaring di  sisi pohon dan  istirahat. Musa

merasa  lapar  dan  keletihan.  Sandal  yang  dipakainya  tampak  mulai  rosak.

Beliau  tidak  mempunyai  wang  yang  cukup  untuk  membeli  sandal  baru,  dan

beliau  juga  tidak mempunyai wang  yang  cukup  untuk membeli makanan  dan

minuman.


Nabi Musa memperhatikan  kumpulan  pengembala  yang  sedang mengambil  air

untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat bahawa ia sedang lapar dan haus.

Ia  berkata  dalam  dirinya:  Aku  tidak  dapat  memenuhi  perutku  dengan  air

selama  aku  tidak memiliki  wang  yang  cukup  untuk membeli makanan.  Musa

berjalan  menuju  tempat  air.  Sebelum  sampai,  ia  mendapati  dua  orang

perempuan  yang  sedang  menyendirikan  kambing-kambingnya  agar  jangan

sampai  tercampur  dengan  kambing  orang  lain.  Melalui  ilham,  Musa  merasa

bahawa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa

hausnya,  lalu  beliau menuju  ke  arah mereka  dan  bertanya,  apakah  ia  dapat

membantu  mereka?  Lalu  seorang  gadis  yang  paling  tua  berkata:  "Kami

menunggu  sampai  selesainya  para  gembala  itu mengambil  air  untuk  binatang

gembalaan  mereka."  Musa  bertanya:  "Mengapa  kalian  tidak  mengambil  air sekarang?"  Gadis  yang  paling  kecil  berkata:  "Kami  tidak  mampu  untuk

berdesak-desakan  dengan  kaum  lelaki."  Nabi  Musa  kehairanan  kerana

mengetahui  kedua  gadis  itu  menggembala  kambing.  Seharusnya  yang

mengembala  kambing  adalah  kaum  lelaki.  Ini  adalah  tugas  yang  berat  dan

sangat melelahkan. Musa  bertanya:  "Mengapa  kalian menggembala  kambing?"

Masih  kata  gadis  yang  paling  kecil:  "Orang  tua  kami  sudah  tua  di  mana

kesehatannya  tidak  dapat  membantunya  untuk  keluar  dari  rumah  dan

menggembala  kambing  setiap  hari."  Musa  berkata:  "Kalau  begitu,  aku  akan

membantu kalian untuk mengambil air tersebut."


Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahawa para penggembala

meletakkan  di  atas  bibir  air  suatu  batu  besar  yang  tidak  bisa  digerakkan

kecuali  oleh  sepuluh  orang.  Musa  merangkul  dan  mengangkatnya  dari  bibir

sumur.  Otot-otot  Musa  tampak  menonjol  saat  memindahkan  batu  itu.  Musa

adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi

remaja  puteri  itu,  dan  kemudian  ia mengembalikan  batu  itu  ke  tempatnya.

Musa  kembali  duduk  di  bawah  naungan  pohon.  Saat  itu  Musa  lupa  untuk

minum.  Perut Musa menempel  ke  punggungnya  kerana  saking  laparnya. Musa

mengingat Allah s.w.t dan memanggil-Nya dalam hatinya:


"Ya  Tuhanku,  sesungguhnya  aku  sangat  memerlukan  suatu  kebaikan  yang

Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)


"Dan  tatkala  ia  menghadap  ke  jurusan  negeri  Madyan  ia  berdoa  (lagi):

'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia

sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang

yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang

banyak  itu,  dua  orang  wanita  yang  sedang  menambat  (ternaknya)  Musa

berkata:  'Apakah  maksudmu  (dengan  berbuat  begitu)?'  Kedua  wanita  itu

menjawab:  'Kami  tidak  dapat  meminumkan  (ternak  kami),  sebelum

pengembala-pengembala  itu memulangkan  (ternaknya),  sedang bapak kami

adalah  orang  tua  yang  telah  lanjut  umurnya.' Maka Musa memberi minum

ternak  itu  untuk  (menolong)  keduanya,  kemudian  dia  kembali  ke  tempat

yang teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan

suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)


Marilah  kita  tinggalkan  sejenak  Nabi  Musa  yang  sedang  duduk  di  bawah

naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis

itu.  Kedua  gadis  itu  kembali  ke  rumah  ayahnya.  Si  ayah  bertanya:  "Hari  ini

kalian  kembali  lebih  cepat  dari  biasanya?"  Gadis  yang  paling  tua  berkata:

"Sungguh  hari  ini  kami  sangat  beruntung. Wahai  ayah,  kami  bertemu  dengan

seorang  lelaki  yang mulia  yang mengambilkan  air  bagi  haiwan  kami  sebelum

orang-orang  lain mengambilnya." Si ayah berkata:  "Alhamdulillah." Gadis yang

paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku dia datang dari tempat yang jauh

dan  tampak  ia  sedang  lapar.  Saya  melihat  dia  dalam  keadaan  kecapaian

meskipun ia seorang lelaki yang kuat."

Si  ayah  berkata  kepada  anak  perempuannya:  Pergilah  engkau  padanya  dan

katakan,  sesungguhnya  ayahku  memanggilmu  untuk  memberimu  upah  atas

jasamu  mengambilkan  air  untukku.  Kemudian  anak  perempuan  itu  pergi

menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri

di  depan  Musa  dan  menyampaikan  surat  dari  ayahnya.  Musa  bangkit  dari

tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak bermaksud

mengambilkan  air  untuk  mereka  dengan  tujuan  mengharapkan  upah  dari

mereka.  Beliau  membantu  mereka  hanya  semata-mata  kerana  Allah  s.w.t.

Beliau  merasakan  dalam  dirinya  bahawa  Allah  s.w.t-lah  yang  mengarahkan

beliau untuk membantu mereka.


Gadis  itu  berjalan  di  depan Musa  kemudian  bertiuplah  angin  dan menyentuh

pakaiannya  sehingga  Musa  menundukkan  pandangan  matanya  kerana  merasa

malu.  Musa  berkata  kepadanya:  "Saya  akan  berjalan  di  depanmu  dan

tunjukkanlah  jalan  kepadaku."  Mereka  pun  sampai  di  kediaman  si  ayah.

Sebahagian  ahli  tafsir  mengatakan  bahawa  si  ayah  ini  adalah  Nabi  Syu'aib.

Beliau  memperoleh  usia  yang  panjang  setelah  kematian  kaumnya.  Ada  juga

yang mengatakan bahawa si ayah adalah putera dari saudara Syu'aib. Ada yang

mengatakan  bahawa  ia  adalah  anak  dari  pamannya,  dan  ada  juga  yang

mengatakan  bahawa  ia  adalah  seorang  lelaki  mukmin  dari  kaumnya.  Yang

jelas,  ia adalah seorang tua yang soleh. Orang tua  itu menghidangkan kepada

Nabi Musa makanan  siang  dan  bertanya  kepadanya  dari mana  ia  datang  dan

kemudian ke mana ia akan pergi.


Musa  mengungkapkan  ceritanya.  Orang  tua  itu  berkata  kepadanya,  jangan

khuatir  dan  jangan  takut.  Engkau  akan  selamat  dari  orang-orang  yang  lalim.

Negeri  ini  tidak  tunduk  pada  Mesir  dan  mereka  tidak  akan  sampai  di  sini.

Mendengar  ucapan  itu, Musa menjadi  tenang  dan  bangkit  untuk  pergi.  Salah

seorang anak perempuan  itu berkata kepada ayahnya dengan berbisik: "Wahai

ayahku,  berilah  dia  upah."  Sesungguhnya  engkau  akan  memberikan  upah

kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah bertanya kepadanya: "Bagaimana

engkau  mengetahui  dia  seorang  lelaki  yang  kuat?"  Anak  perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang tidak mampu diangkat

oleh  sepuluh  orang  lelaki."  Si  ayah  bertanya  lagi:  "Bagaimana  engkau

mengetahui bahawa  dia  seseorang  yang  jujur."  Perempuan  itu menjawab:  "Ia

menolak untuk berjalan di belakangku dan  ia berjalan di depanku sehingga  ia

tidak melihatku saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang-

bincang padanya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu

dan adab yang baik darinya."


Kemudian orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa,

aku ingin menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan syarat, hendaklah

engkau  bekerja  menggembala  kambing  bersamaku  selama  delapan  tahun.

Seandainya  engkau  menyempurnakan  sepuluh  tahun  maka  itu  adalah

kemurahan  darimu.  Aku  tidak  ingin  menyusahkanmu.  Sungguh  insya-Allah

engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini

adalah  kesepakatan  antar  aku  dan  engkau  dan  Allah  s.w.t  sebagai  saksi  atas

kesepakatan  kita,  baik  aku  melaksanakan  pekerjaan  selama  delapan  tahun

mahupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana saja."


Allah s.w.t berfirman:

"Kemudian  datanglah  kepada  Musa  salah  seorang  dari  kedua  wanita  itu

berjalan  kemalu-maluan,  ia  berkata:  'Sesungguhnya  bapakku  memanggil

kamu  agar  ia  memberi  balasan  terhadap  (kebaikan)  mu  memberi  minum

(ternak)  kami.'  Maka  tatkala  Musa  mendatangi  bapaknya  (Syu'aib)  dan

menceritakan  kepadanya  cerita  (mengenai  dirinya),  Syu'aib  berkata:

'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang lalim itu.'

Salah  seorang  dari  kedua wanita  itu  berkata:  'Wahai  bapakku,  ambillah  ia

sebagai  orang  yang  bekerja  (pada  kita),  kerana  sesungguhnya  orang  yang

paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat

lagi  dapat  dipercayai.  Berkatalah  dia  (Syu'aib):  'Sesungguhnya  aku

bermaksud menikahkan kamu dengan  salah  seorang dari kedua anakku  ini,

atas  dasar  bahawa  kamu  bekerja  denganku  delapan  tahun  dan  jika  kamu

cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka

aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan mendapatiku

termasuk  orang-orang  yang  baik.'  Dia  (Musa)  berkata:  'Itulah  (perjanjian)

antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan  itu aku

sempurnakan,  maka  tidak  ada  tuntutan  tambahan  atas  diriku  (lagi).  Dan

Allah adalah saksi atas apa yang aku ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)


Ketika  sampai  pada  kisah  ini,  banyak  pena  bertebaran  untuk  mendapatkan jawapan  dari  pertanyaan-pertanyaan  yang  mencuba  menerobos  kesamaran.

Mereka  bertanya  tentang  anak  perempuan  yang menikahi Musa:  apakah  anak

perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan yang paling kecil, dan

Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka

menyampaikan  berbagai  macam  riwayat  dan  kisah  yang  mereka  yakini

kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahawa Musa menikah dengan salah satu

anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan

siapa  namanya.  Kami  meyakini  bahawa  beliau  menikah  dengan  gadis  yang

memanggilnya  untuk  menemui  ayahnya.  Kemudian  gadis  itulah  yang

menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.


Al-Quran  al-Karim  melalui  konteks  ayatnya  menyingkap  bentuk  kekaguman

yang  tersembunyi  di  balik  gadis  itu  terhadap  Musa.  Barangkali  orang  tuanya

mengetahui bahawa anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan

boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan kepada Musa,  ia menyerahkan

sepenuhnya  kebebasan  Musa  untuk  memilih.  Mungkin  Musa  memilih  sendiri

gadis  mana  yang  diminatinya.  Tetapi,  siapa  gadis  yang  dipilih  oleh  Musa:

apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran

tidak  menyebutkan  hal  tersebut,  meskipun  ia  hanya  memberikan  isyarat

kepadanya dalam firman-Nya:


"Kemudian  datanglah  kepada  Musa  salah  seorang  dari  kedua  wanita  itu

berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)


Begitu  juga Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh

Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup dengan

delapan  tahun.  Kami  sendiri  meyakini  sesuai  dengan  kebiasaan  Musa  dan

kemurahannya  serta kenabiannya  serta kedudukannya  sebagai  salah  satu nabi

ulul azmi bahawa beliau memilih masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun.

Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu Abas.


Demikianlah Nabi Musa mengabdi kepada orang  tua  itu  selama  sepuluh  tahun

penuh.  Pekerjaan  Nabi Musa  terbatas  pada  keluar  dari  rumah  di waktu  pagi

untuk  menggembala  kambing.  Kami  kira  bahawa  sepuluh  tahun  masa  yang

dihabiskan  oleh  Nabi  Musa  di  Madyan  merupakan  suatu  ketentuan  yang

dirancang  oleh  Allah  s.w.t.  Musa  berdasarkan  agama  Yakub.  Kakek  beliau

adalah Yakub  dan  Yakub  sendiri  adalah  cucu  dari  Ibrahim. Dengan  demikian,

Musa  adalah  cucu  dari  Ibrahim  dan  setiap  nabi  yang  datang  setelah  Ibrahim

berasal  dari  sulbinya. Maka  dari  sini  kita memahami  bahawa Musa  berada  di

atas agama ayah-ayahnya dan datuk- datuknya.


Nabi Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa

sepuluh  tahun  itu  dalam  keadaan  jauh  dari  kaumnya  dan  keluarganya.  Masa

sepuluh  tahun  ini  adalah  masa  yang  paling  penting  dalam  kehidupannya.  Ia

merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap malam Musa merenungkan

bintang-bintang. Musa mengikuti  terbitnya matahari  dan  tenggelamnya. Pada

setiap  siang  Musa  memikirkan  tumbuh-tumbuhan:  bagaimana  ia  membelah

tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi

setelah  bumi  itu mati,  lalu  bumi  itu menjadi  tempat  yang  indah  dan  subur.

Musa  memperhatikan  alam  yang  luas  dan  ia  tampak  tercengang  dan  kagum

dengan ciptaan Allah s.w.t.


Sebenarnya  pemikiran-pemikiran  dan  perenungan-perenungan  tersebut

jauh-jauh  hari  sudah  tersembunyi  di  dalam  dirinya  dan  menetap  di  dalam

jiwanya.  Bukankah  Musa  telah  terdidik  di  istana  Fir'aun.  Ini  bererti  bahawa

beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir

yang menunjukkan kekuatan fizikalnya; orang Mesir dengan segala makanannya

dan  minumannya.  Jadi,  segala  hal  yang  ada  pada  Musa  berbau  Mesir.  Musa

siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi

yang  langsung  datang  tanpa  perantara  seorang malaikat  di mana  Allah  s.w.t

akan berbicara dengannya tanpa perantara.


Oleh kerana itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental

dan moral,  sedangkan  persiapan  fizik  telah  selesai  dilaluinya  di  Mesir.  Musa

tumbuh di istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu

pemerintahan  yang  paling  kaya  di bumi. Musa menjadi  seorang  pemuda  yang

kuat  di mana  hanya  sekadar memisahkan  seseorang  yang  berkelahi,  ia  justru

membunuhnya.  Setelah  persiapan  fizik  yang  sangat  kuat,  kini  Musa  harus

melewati  persiapan  mental  yang  seimbang.  Yaitu  persiapan  yang  dilakukan

melalui  pengasingan  yang  sempurna  di  mana  beliau  hidup  di  tengah-tengah

gurun  dan  tempat  penggembalaan  yang  beliau  belum  pernah  menginjakkan

kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah orang asing yang belum pernah

beliau lihat sebelumnya.


Sering kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan

itu. Allah s.w.t mempersiapkan hal tersebut kepada nabi- Nya agar setelah itu

beliau mampu memegang amanat yang besar dari Allah s.w.t. Datanglah suatu

hari  atas Musa.  Selesailah masa  yang  ditentukan.  Kemudian Musa merasakan

kerinduan  untuk  kembali  ke  Mesir.  Dengan  berlalunya  waktu,  hukuman  yang

harus  dijalaninya  dengan  sendirinya  gugur.  Musa  mengetahui  hal  itu,  tetapi beliau  juga mengetahui  bahawa  undang-undang  di Mesir  sebenarnya  terletak

pada  kekuatan  penguasa;  jika  penguasa  berkehendak  maka  Musa  dapat

menerima hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya,

meskipun  yang  bersangkutan  berhak  mendapatkan  hukuman.  Alhasil,  Musa

menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat ketika beliau

menginjakkan kakinya di Mesir seperti keyakinannya bahawa beliau selamat di

tempatnya  sekarang.  Meskipun  demikian,  rasa  rindunya  untuk  melakukan

perjalanan  kembali  ke  tempatnya mendorong  Musa  segera menuju  ke  Mesir.

Musa tepat mengambil keputusan.


Musa berkata kepada Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir."

Isterinya berkata dalam dirinya:  "Di dalam perjalanan  terdapat  seribu macam

bahaya  tetapi  ketenangan  tetap  menghiasai  wajah  Musa."  Isteri  Musa  tetap

taat  kepada  Musa.  Nabi  Musa  sendiri  tidak  mengetahui  rahsia  tentang

keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh tahun beliau

pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia kembali ke sana? Apakah beliau

rindu  kepada  ibunya  dan  saudaranya?  Apakah  beliau  berfikir  untuk

mengunjungi Isteri Fir'aun yang telah mendidiknya layaknya ibunya dan sangat

mencintainya layaknya ibunya sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui

apa yang  terlintas dalam diri Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke

Mesir.  Hanya  saja,  yang  kita  ketahui  bahawa  Nabi  Musa  terbimbing  dengan

ketetapan- ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali

berdasarkan ketetapan tersebut.


Musa  keluar  bersama  keluarganya  dan  melakukan  perjalanan.  Bulan

bersembunyi di balik gumpalan awan  yang  tebal, dan kegelapan  rnenyelimuti

sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan

hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah- tengah perjalanannya, Musa

tersesat. Musa mendapatkan dua potongan batu kemudian beliau memukulkan

kedua-nya  dan  menggesek-gesekan  keduanya  agar  mendapatkan  api  darinya

sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi sayang, beliau tidak mampu melakukan

hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil itu.


Nabi Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di

tengah-tengah  keluarganya.  Kemudian  Nabi  Musa mengangkat  kepalanya  dan

menyaksikan  sesuatu dari  jauh.  Sesuatu  yang beliau  saksikan adalah api yang

sangat  besar  yang  menyala-nyala  dari  kejauhan.  Maka  hati  Musa  dipenuhi

dengan  rasa  gembira.  Ia  berkata  kepada  keluarganya:  "Aku  melihat  api  di

sana." Lalu beliau memerintahkan kepada mereka untuk  tinggal di  tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu

berita  atau  akan  menemukan  seseorang  yang  dapat  memberinya  petunjuk

sehingga  beliau  tidak  tersesat,  atau  beliau  dapat  membawa  sebahagian  api

yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.


Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka

tidak  melihat  sesuatu  pun.  Mereka  tetap  mentaatinya  dan  duduk  sambil

menunggu  kedatangan  Musa.  Musa  bergerak  menuju  ke  tempat  api.  Musa

segera berjalan  untuk menghangatkan  tubuhnya,  sementara  tangan  kanannya

memegang  tongkatnya dan  tubuhnya  tampak basah kuyup kerana hujan. Nabi

Musa  tetap  berjalan  sampai  ia mencapai  suatu  lembah  yang  bernama  Thua'.

Beliau menyaksikan  sesuatu  yang unik di  lembah  ini. Di  lembah  itu  tidak ada

rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi

Musa  mendekati  api.  Belum  lama  beliau  mendekatinya  sehingga  beliau

mendengar suara panggilan:


"Maka  tatkala  dia  tiba  di  (tempat)  api  itu,  diserulah  dia:  'bahawa  telah

diberkati  orang-orang  yang  berada  di  dekat  api  itu,  dan  orang-orang  yang

berada  di  sekitarnya.  Dan  Maha  Suci  Allah,  Tuhan  semesta  alam."  (QS.

an-Naml: 8)


Tiba-tiba  Nabi  Musa  berhenti  dan  badannya  menggigil.  Suara  itu  tampak

terdengar  dan  datang  dari  segala  tempat  dan  tidak  berasal  dari  tempat

tertentu.  Musa  melihat  api  dan  beliau  kembali  merasa  menggigil.  Beliau

mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon  itu terbakar dan

berkobar api darinya maka pohon  itu  justru  semakin hijau. Seharusnya pohon

itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar, tetapi anehnya api justru

meningkatkan  warna  hijaunya.  Musa  tetap  menggigil  meskipun  beliau

merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.


Lembah yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua

tangannya  di  atas  kedua  matanya  kerana  saking  dahsyatnya  cahaya.  Beliau

melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua matanya.

Kemudian Musa bertanya dalam dirinya:  Ini cahaya atau api? Tiba-tiba beliau

tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut, lalu 

Allah s.w.t memanggil:

"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)


Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:

"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)

Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."


Allah  s.w.t berkata:  "Maka  lepaskanlah  kedua  sandalmu  sesungguhnya  engkau

berada  di  lembah  yang  suci  yang  bernama  Thua'." Musa  tertunduk  dan  rukuk

sementara  tubuhnya  tampak  gementar  dan  beliau  mulai  melepas  sandalnya


Allah s.w.t berkata:

Maka  tinggalkanlah  kedua  terompahmu;  sesungguhnya  kamu  berada  di

lembah yang suci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)


Musa  rukuk  dan  melepas  kedua  sandalnya.  Kemudian  Allah  s.w.t  kembali

berkata:

"Dan  Aku  telah  memilih  kamu,  maka  dengarkanlah  apa  yang  akan

diwahyukan  (kepadamu).  Sesungguhnya  Aku  ini  adalah  Allah,  tidak  ada

Tuhan  (yang  hak)  selain  Aku,  maka  sembahlah  Aku  dan  dirikanlah  salat

untuk  mengingat  Aku.  Sesungguhnya  hari  kiamat  itu  akan  datang.  Aku

merahsiakan  (waktunya)  agar  supaya  tiap-tiap  diri  itu  dibalas  dengan  apa

yang diusahakan. Maka sekali-kali  janganlah kamu dipalingkan darinya oleh

orang yang  tidak beriman kepadanya dan oleh orang  yang mengikuti hawa

nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)


Musa  semakin gementar  saat beliau menerima wahyu  Ilahi dan  saat berdialog

dengan  Allah  s.w.t.  Allah  s.w.t  yang  Maha  Pengasih  dan  Maha  Penyayang

berkata:

"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)


Bertambahlah kehairanan Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang mengajaknya

berbicara  dan  tentu  Dia  lebih  mengetahui  daripada  Musa  tentang  apa  yang

dipegangnya,  lalu mengapa Allah  s.w.t  bertanya  kepadanya  jika memang Dia

lebih  mengetahui  darinya.  Tak  ragu  lagi  bahawa  di  sana  ada  hikmah  yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak mengigil:


"Ini  adalah  tongkatku,  aku  bertelekan  padanya,  dan  aku  pukul  (daun)

dengannya  untuk  kambingku,  dan  bagiku  ada  lagi  keperluan  yang  lain

padanya." (QS. Thaha: 18)


Allah berfirman:

"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)


Musa  melemparkan  tongkatnya  dari  tangannya  dan  rasa  hairannya  semakin

menjadi-jadi.  Tiba-tiba  Musa  dikejutkan  ketika  melihat  tongkat  itu  menjadi

ular  yang  besar.  Ular  itu  bergerak  dengan  cepat.  Musa  tidak  mampu  lagi

menahan  rasa  takutnya.  Musa  merasa  tubuhnya  bergetar  kerana  rasa  takut.

Musa membalikkan tubuhnya kerana takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari,

belum sampai dua langkah, Allah s.w.t memanggilnya:


"Hai  Musa,  janganlah  kamu  takut,  sesungguhnya  orang  yang  menjadikan

rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)


"Hai  Musa  datanglah  kepada-Ku  dan  janganlah  kamu  takut.  Sesungguhnya

kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash: 31)


Musa  kembali memutar  badannya  dan  berdiri.  Tongkat  itu  tampak  bergerak

dan ular itu pun tetap bergerak. 


Allah s.w.t berkata kepada Musa:

"Peganglah  ia  dan  janganlah  takut,  Kami  akan  mengembalikannya  kepada

keadaannya semula. " (QS. Thaha: 21)


Musa  menghulurkan  tangannya  ke  ular  itu  dalam  keadaan  menggigil.  Musa

belum  sempat menyentuhnya  sehingga ular  itu menjadi  tongkat. Demikianlah

perintah  Allah  s.w.t  terjadi  dengan  cepat.  Kemudian  Allah  s.w.t

memerintahkan kepadanya:


"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar putih tidak bercacat bukan  kerana  penyakit,  dan  dekapkanlah  kedua  tanganmu  (ke  dada)mu  bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)


Musa  meletakkan  tangannya  di  kantongnya  lalu  ia  mengeluarkannya  dan

tiba-tiba  tangan  itu  bersinar  bagaikan  bulan.  Kembali  rasa  kagum  Musa

bertambah.  Lalu  ia  meletakkan  tangannya  di  dadanya  sebagaimana

diperintahkan Allah s.w.t padanya sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.


Musa  merasa  tenang  dan  terdiam.  Kemudian  Allah  s.w.t  memerintahkan

kepadanya - setelah beliau melihat kedua mukjizat  ini, yaitu mukjizat tangan

dan mukjizat tongkat - untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya

dengan  penuh  kelembutan  dan  kasih  sayang  dan  Allah  s.w.t memerintahkan

kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa

takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahawa  ia  telah membunuh  seseorang

di  antara  mereka  dan  beliau  khuatir  mereka  akan  membunuhnya  dan

membalasnya.  Musa  meminta  kepada  Allah  s.w.t  dan  memohon  kepada-Nya

agar mengirim  saudaranya Harun bersamanya. Allah  s.w.t menenangkan Musa

dengan  mengatakan  bahawa  Dia  akan  selalu  bersama  mereka  berdua.  Dia

mendengar  dan  menyaksikan  gerak-geri  dan  perbuatan  mereka.  Meskipun

Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali  ini Fir'aun

tidak  akan  mampu  mengganggu  atau  menyakiti  mereka.  Allah  s.w.t

memberitahu  Musa  bahawa  Dia-lah  yang  akan  menang.  Musa  berdoa  dan

memohon  kepada  Allah  s.w.t  agar  melapangkan  hatinya  dan  memudahkan

urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.


Allah s.w.t berfirman:

"Apakah  telah  sampai  kepadamu  kisah  Musa  ?  Ketika  ia  melihat  api,  lalu

berkatalah  ia kepada keluarganya:  'Tinggallah kamu  (di sini), sesungguhnya

aku  melihat  api,  mudah-mudahan  aku  dapat  membawa  sedikit  darinya

kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika

ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah

Tuhanmu.  Maka  tinggalkanlah  kedua  terompahmu;  sesungguhnya  kamu

berada  di  lembah  yang  suci,  Thuwa'.  Dan  Aku  telah memilih  kamu, maka

dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini

adalah Allah,  tidak ada Tuhan  (yang hak)  selain Aku, maka  sembahlah Aku

dan  dirikanlah  salat  untuk  mengingat  Aku.  Sesungguhnya  hari  kiamat  itu

akan  datang.  Aku  merahsiakan  (waktunya)  agar  supaya  tiap-tiap  diri  itu

dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu kamu

dipalingkan  darinya  oleh  orang  yang  tidak  beriman  kepadanya  dan  oleh orang  yang  mengikuti  hawa  nafsunya,  yang  menyebabkan  kamu  binasa.

Apakah  itu  yang  ada  di  tangan  kananmu,  hai Musa,  'Ini  adalah  tongkatku,

aku  bertelehan  padanya,  dan  aku  pukul  (daun)  dengannya  untuk

kambingmu,  dan  bagiku  ada  lagi  keperluan  yang  lain  padanya.'  Allah

berfirman:  Lemparkanlah  ia,  hai  Musa!'  Lalu  dilemparkanlah  tongkat  itu,

maka  tiba-tiba  ia  menjadi  seekor  ular  yang  merayap  dengan  cepat.

Peganglah  ia  dan  janganlah  takut,  Kami  akan  mengembalikannya  kepada

keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, nescaya  ia ke

luar  menjadi  putih  cemerlang  tanpa  cacat,  sebagai  mukjizat  yang  lain

(pula),  untuk  Kami  perlihatkan  kepadamu  sebahagian  dari  tanda-tanda

kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah

melampaui  batas.  Berkata  Musa:  'Ya  Tuhanku,  lapangkanlah  untukku

dadaku,  dan  mudahkanlah  untukku  urusanku,  dan  lepaskanlah  kekakuan

dari  lidah,  supaya mereka mengerti  perkataanku,  dan  jadikanlah  untukku

seorang  pembantu  dari  keluargaku,  (yaitu)  Harun  saudaraku,  teguhkanlah

dengan dia kekuatanku, dan  jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya

kami  banyak  bertasbih  kepada  Engkau,  dan  banyak  mengingat  Engkau.

Sesungguhnya  Engkau  adalah  Maha  Melihat  (keadaan)  kami.'  Allah

berfirman:  'Sesungguhnya  telah  diperkenankan  permintaanmu,  hai  Musa.'

Dan  sesungguhnya  Kami  telah  memberi  nikmat  kepadamu  pada  kali  yang

lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan,

yaitu:  Letakkanlah  ia  (Musa)  di  dalam  peti,  kemudian  lemparkanlah  ia  ke

sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh

(Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku  telah melimpahkan kepadamu

kasih  sayang  yang  datang  dari-Ku;  dan  supaya  kamu  diasuh  di  bawah

pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia

berkata kepada  (keluarga Fir'aun):  'Bolehkah  saya menunjukkan kepadamu

orang  yang  akan  memeliharanya?'  Maka  Kami  mengembalikanmu  kepada ibumu,  agar  senang  hatinya  dan  tidak  berduka  cita.  Dan  kamu  pernah

membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan

Kami  telah  mencubamu  dengan  beberapa  cubaan;  maka  kamu  tinggal

beberapa  tahun  di  antara  penduduk  Madyan,  kemudian  kamu  datang

menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku  telah memilihmu untuk

diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)


Kita tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar

berkaitan  dengan  firman  Allah  s.w.t  kepada  salah  seorang  hamba-Nya:  "Dan

Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah

salah  satu puncak  kemuliaaan di mana  tidak  ada  seseorang pun di  zaman  itu

yang  mampu  mencapainya  selain  Musa.  Nabi  Musa  kembali  untuk  menemui

keluarganya  setelah  Allah  s.w.t memilihnya  sebagai  Rasul  atau  utusan  untuk berdakwah  ke  Fir'aun.  Akhirnya,  Nabi  Musa  beserta  keluarganya  berjalan

menuju ke Mesir. Hanya Allah  s.w.t  yang mengetahui  fikiran-fikiran apa  yang

terlintas  di  dalam  diri Musa  saat  beliau mengayunkan  langkahnya menuju  ke Mesir.

Selesailah  masa-masa  perenungan  dan  dimulailah  hari-hari  kedamaian  dan

kebahagiaan,  dan  akhirnya  datanglah  hari-hari  yang  sulit.  Demikianlah  Nabi

Musa memikul  amanat  kebenaran  dan  pergi  untuk menyampaikannya  kepada

salah  satu penguasa  yang paling bengis dan paling  kejam dan paling  jahat di

zamannya.  Nabi  Musa  mengetahui  bahawa  Fir'aun  adalah  orang  yang  jahat.

Fir'aun  akan  berusaha memberhentikan  langkah  dakwahnya  dan  Fir'aun  akan

menentangnya tetapi Allah s.w.t memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan

berdakwah  kepadanya  dengan  kelembutan  dan  kasih  sayang.  Allah  s.w.t

mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun tidak akan beriman tetapi Nabi Musa

tidak peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil

yang sedang diseksa oleh Fir'aun.


0 comments:

Posting Komentar