Mushola Al-Islah Jl leces no.7 Sonosari Kab.Malang kumpulan doa rezeki,kumpulan doa tasawuf,makrifat,bahasa arab,sejarah kerajaan islam,sejarah kerajaan indonesia,sejarah kebudayaan islam

Rabu, 23 April 2025

Kisah nabi Harun as dan Musa as

Kisah Nabi Harun As dan Nabi Musa As

Yakub  atau  Israil  tinggal  di  Mesir  sejak  ia  datang  untuk  bertemu  dengan

anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di  tempat di mana

ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak  Israil  lebih memilih untuk hidup di Mesir

di  sisi  Yusuf.  Keadaan Mesir,  kebaikannya  yang  banyak,  kelayakan  tanahnya,

dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka untuk

tinggal  di  dalamnya.  Anak-anak  Israil  tinggal  di  Mesir  dalam  tempo  yang

lumayan.  Mereka  menikah  sehingga  jumlah  mereka  bertambah  banyak.

Berlalulah  tahun demi  tahun dan kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf

telah mengubah  Islam  saat  beliau memegang  tampuk  kekuasaan.  Nabi  Yusuf

memperjuangkan  Islam  dan  setiap  nabi  yang  diutus  oleh  Allah  s.w.t  pasti

memperjuangkan  agama  Islam  sejak  Nabi  Adam  as  sampai  Nabi  Muhammad saw.

 Pengertian  Islam  di  sini  ialah,  mengesakan  Allah  s.w.t  dan  hanya

semata-mata menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan berdoa

kepada-  Nya.  Islam  juga  bererti  menyerahkan  niat  dan  amal  hanya

semata-mata kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita

maksud  dari  kata  al-Islam,  bukan  sistem  sosial  yang  dibawa  oleh  Nabi  yang

terakhir,  yaitu Nabi Muhammad  saw.  Sistem  ini merupakan  kepanjangan  dari

sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan tidak

berbeda dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.



Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di

Mesir  berubah  menjadi  agama  tauhid  atau  Islam.  Nabi  Yusuf  as  menyeru

manusia untuk memeluk  Islam  saat beliau ada di dalam penjara ketika beliau

mengatakan:



"Manakah yang baik,  tuhan-tuhan yang bermacam-macam  itu ataukah Allah

Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)



Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:


"Wafatkanlah  aku  dalam  keadaan  Islam  dan  gabungkanlah  aku  dengan

orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf: 101)



Dan  ketika  Nabi  Yusuf  meninggal,  Mesir  mengubah  sistem  tauhid  ke  sistem

multi  tuhan  untuk  kedua  kalinya.  Menurut  dugaan  kuat  bahawa  hal  ini

terwujud  dengan  adanya  campur  tangan  kelompok-kelompok  elit  yang

berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini - ketika di bawah agama tauhid - mereka

tidak  mendapatkan  suatu  perlakukan  istimewa  atau  dibezakan  dengan

masyarakat umum, sehingga kerananya mereka mempunyai kepentingan untuk

mengembalikan  sistem  penyembahan  multi  tuhan.  Kemudian  masyarakat

mengikuti  sistem  penyembahan  Fir'aun.  Dan  akhirnya,  Mesir  dipimpin

keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahawa mereka adalah tuhan

atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.


Pada  dasarnya,  masyarakat  Mesir  adalah  masyarakat  yang  beradab.  Mereka

disibukkan  dengan  pembangunan  peradaban. Mereka memiliki  kecenderungan

keagamaan  yang  kuat.  Dan  barangkali  kelompok-  kelompok  dari  masyarakat

Mesir meyakini  bahawa  Fir'aun  bukan  tuhan  namun  kerana mereka mendapat

tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak  ingin dari kaumnya kecuali agar

mereka  mentaatinya  sehingga  mereka  pun  terpaksa  menyembunyikan

keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir.

Hal yang bisa difahami adalah, bahawa Fir'aun menguasai semua macam tuhan

dan ia mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian

ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di Mesir -

meskipun masyarakatnya meyakini  tuhan utama, yaitu Fir'aun  - kelompok elit

yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan melaksanakan

perintah-perintahnya  serta  membenarkan  tindakan  semena-menanya.  Kita

akan  mengetahui  dan  kita  akan  membuka  lembaran-lembaran  Nabi  Musa  as

bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Majoriti masyarakat  saat  itu

mendapatkan kehinaan yang  luar biasa dan diperlakukan secara  lalim. Mereka

harus  taat  sepenuhnya  kepada  Fir'aun.  Mereka  selalu  diancam  oleh

algojo-algojo Fir'aun dan para tenteranya.



Allah  s.w.t  menceritakan  Fir'aun  yang  hidup  di  zaman  Nabi  Musa  dalam

firman-Nya:



"Maka dia mengumpulkan  (pembesar-pembesarnya)  lalu berseru memanggil

kaumnya  (seraya  berkata):  'Akulah  Tuhanmu  yang  paling  tinggi.'"  (QS.

an-Nazi'at: 23-24)



Manusia  saat  itu  benar-benar  tunduk  terhadap  pernyataan  orang-orang  kafir.

Mereka mentaati  -  barangkali  itu  kerana  terpaksa  -  perkataan  Fir'aun.  Mesir

kembali  menggunakan  sistem  multi  tuhan  setelah  sebelumnya  disinari  oleh

tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub atau

anak-anak  Israil  mereka  telah  menyimpang  dari  tauhid.  Mereka  mengikuti

orang-orang  Mesir.  Sedikit  sekali  dari  keluarga  mereka  yang  masih

mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.



Datanglah  suatu  masa  atas  Bani  Israil  di  mana  mereka  semakin  banyak  dan

semakin  menyebar.  Mereka  mengerjakan  berbagai  macam  pekerjaan,  dan

mereka  memenuhi  pasar-pasar  Mesir.  Berlalulah  hari  demi  hari.  Mesir

diperintah  oleh  seorang  raja  yang  bengis  di  mana  orang-orang  Mesir

menyembahnya.  Raja  yang  jahat  ini melihat  Bani  Israil  semakin  banyak  dan

semakin  berkembang  serta mengambil  posisi-posisi  penting.  Raja mendengar

pembicaraan  Bani  Israil  tentang  berita  yang  samar  di mana  dalam  berita  itu

dikatakan  bahawa  salah  seorang  anak  Bani  Israil  akan  menjatuhkan  Fir'aun

Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita  itu berasal dari suatu mimpi dari

mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi hati kelompok minoriti

yang  tertindas,  dan  mungkin  itu  merupakan  berita  gembira  yang  tersebut

dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita  ini  telah  sampai di  telinga

Fir'aun.



Kemudian  Fir'aun  mengeluarkan  perintah  yang  aneh,  yaitu  jangan  sampai

seorang  pun  dari  Bani  Israil  yang melahirkan  anak.  Maksud  dari  perintah  ini

adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh. Aturan ini

mulai  diterapkan.  Tapi  para  pakar  ekonomi  berkata  kepada  Fir'aun:

Orang-orang  tua  dari  Bani  Israil  akan  mati  sesuai  dengan  ajal  mereka,

sedangkan  anak-anak  kecilnya  disembelih  maka  ini  akan  berakhir  pada

hancurnya  dan  binasanya Bani  Israil  namun  Fir'aun  akan  kehilangan  kekayaan

dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi budak-budaknya

dan  wanita-wanita  tidak  dapat  lagi  dimilikinya.  Maka  yang  terbaik  adalah,

hendaklah  dilakukan  suatu  proses  sebagai  berikut:  Anak  laki-laki  disembelih

pada  tahun  yang  pertama  dan  hendaklah  mereka  dibiarkan  pada  tahun

berikutnya.  Fir'aun  sependapat  dengan  fikiran  ini  kerana  itu  dianggap  lebih

menguntungkan dari sisi ekonomi.



Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak dibunuh

maka  ia  melahirkannya  secara  terang-terangan.  Ketika  datang  tahun  yang

ditetapkan di dalamnya bahawa anak-anak kecil harus dibunuh,  ia melahirkan

Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang luar biasa. la

mencemaskan  bahawa  jangan-jangan  anaknya  akan  dibunuh.  Maka  si  ibu

menyusuinya  secara  sembunyi-  sembunyi.  Kemudian  datanglah  suatu  malam

yang penuh berkah di mana Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:



"Dan  Kami  ilhamkan  kepada  ibu  Musa:  'Susuilah  dia  dan  apabila  khuatir

terhadapnya maka  jatuh  kalah  ia  ke dalam  sungai  (Nil). Dan  janganlah  kamu

khuatir  dan  janganlah  (pula)  bersedih  hati,  kerana  sesungguhnya  Kami  akan

mengembalikannya  kepadamu,  dan  menjadikannya  (salah  seorang)  dari  para

rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)



Mendengar wahyu Allah  s.w.t  itu dan mendengar panggilan  yang penuh  kasih

sayang  dan  suci  ini,  ibu  Musa  langsung mentaatinya.  Ia  diperintahkan  untuk

membuat peti kecil bagi Musa. Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti

itu. Kemudian  ia pergi  ke  tepi  sungai Nil dan membuangnya di  atas  air. Hati

sang  ibu  adalah  hati  yang  paling  pengasih  di  dunia.  Hatinya  dipenuhi

penderitaan  saat  ia melemparkan  anaknya  di  sungai Nil,  tetapi  ia menyedari

bahawa Allah s.w.t lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya.


Allah s.w.t lebih mencintainya dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t adalah

Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.



Belum  lama  peti  itu  menyentuh  sungai  Nil  sehingga  sang  Pencipta

mengeluarkan perintah kepada arus  sungai agar menjadi  tenang dan bersikap

lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari akan menjadi Nabi.

Sebagaimana Allah  s.w.t memerintahkan  kepada api agar menjadi dingin dan

membawa  keselamatan  bagi  Nabi  Ibrahim,  begitu  juga  Allah  s.w.t

memerintahkan  kepada  sungai  Nil  agar  membawa  Musa  dengan  tenang  dan

penuh  kelembutan  sehingga menyerahkannya  ke  istana  Fir'aun.  Air  sungai  nil

membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya

kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin

berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak

kerana Musa  sedang  tidur. Rumput  itu pun mentaati perintah angin dan Musa

tetap tidur.



Pada  hari  itu,  matahari  menyinari  istana  Fir'aun.  Isteri  Fir'aun  keluar

berjalan-jalan  di  kebun  istana  sebagaimana  biasanya.  Kita  tidak mengetahui

apa  gerangan  yang menjadikannya  berjalan-jalan  dan menempuh  jarak  yang

lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.



Isteri  Fir'aun  berbeza  sekali  dengan  Fir'aun.  Fir'aun  adalah  seorang  kafir

sementara isterinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang yang

keras  kepala  sementara  isterinya  adalah  seorang  yang  penyayang.  Fir'aun

adalah seorang penjahat sementara  isterinya adalah seorang yang  lembut dan

penuh cinta. Di samping itu, isterinya merasakan kesedihan yang dalam kerana

ia  belum mampu melahirkan  anak.  Ia merindukan  untuk mendapatkan  anak.

Isteri  Fir'aun  berhenti  di  sisi  kebun  kemudian  bau  harum  yang  datang  dari

pohon  itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa kesendirian. Pada saat yang

sama, wanita-wanita  yang membantunya  sudah memenuhi  tempat-tempat air



yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka

Mereka membawa peti  itu  seperti  semula ke  isteri Fir'aun.  Ia memerintahkan

untuk membukanya  lalu mereka  pun membukanya.  Betapa  terkejutnya  ister

Fir'aun  ketika melihat Musa  di  dalamnya. Maka  ia  pun merasakan  bahawa  ia

mencintainya seperti anaknya sendiri. Allah s.w.t menaruh dalam hatinya rasa

cinta kepada Musa sehingga air matanya berlinang.



Kemudian  ia membawa  peti mati  itu.  Isteri  Fir'aun membolak-balikkan  Musa

sambil menangis. Musa terbangun dan  ia pun menangis. Musa tampak  lapar  ia

membutuhkan  air  susu  pagi  dan  tetap menangis.  Fir'aun  duduk  di  atas meja

makan.  Ia  menantikan  isterinya  namun  yang  ditunggu  belum  hadir.  Fir'aun

mulai  marah  dan  mencarinya.  Tiba-tiba  ia  dikejutkan  dengan  kedatangan

isterinya dengan membawa Musa. Isteri Fir'aun tampak sangat menyayanginya.

Ia  terus  menciuminya  dan  air  matanya  berlinangan.  Fir'aun  bertanya,  "dari

mana  datangnya  anak  kecil  ini?"  Kemudian mereka menceritakan  kepadanya

bahawa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi sungai. Fir'aun berkata:

"Ini  adalah  salah  satu  anak  Bani  Israil.  Sesuai  dengan  peraturan,  anak-anak

yang  lahir  tahun  ini  harus  dibunuh."  Mendengar  keputusan  Fir'aun  itu,  isteri

Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa lebih keras:



"Dan  berkatalah  isteri  Fir'aun:  '(Ia)  adalah  penyejuk mata  hati  bagiku  dan

bagimu.  Janganlah  kamu  membunuhnya,  mudah-mudahan  ia  bermanfaat

kepada kita atau kita ambil ia jadi anak.'" (QS. al- Qashash: 9)



Fir'aun  tampak  kehairanan  sekali melihat  aksi  isterinya  yang mendekap  anak

kecil  yang mereka  temukan di  tepi  sungai. Fir'aun  tampak  tercengang kerana

isterinya menangis  dengan  gembira  di mana  Fir'aun  tidak  pernah mendapati

isterinya  menangis  kerana  gembira  seperti  ini.  Fir'aun  mulai  mengetahui

bahawa  isterinya menyayangi anak  ini seperti anaknya sendiri. Fir'aun berkata

dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan

menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh

isterinya.  Fir'aun memenuhi  keinginannya  dan menyetujuinya  untuk mendidik

anak ini di istananya.



Ketika  mendengar  persetujuan  Fir'aun,  tampaklah  keceriaan  yang  luar  biasa

pada wajah isterinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini.

Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya, juga perhiasan

dan  budak  tetapi  ia  belum  pernah  tersenyum  meskipun  sekali.  Fir'aun

menyangka  bahawa  isterinya  tidak  mengerti    sebuah  senyuman.  Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum keceriaan.

Sementara  itu,  Musa mulai menangis  kerana  lapar.  Isteri  Fir'aun mengetahui

bahawa  Musa  sedang  lapar.  Ia  berkata  kepada  Fir'aun:  "Anakku  yang  kecil

sedang  lapar."  Fir'aun  berkata:  "Datangkanlah  kepadanya  para  wanita  yang

menyusui." Kemudian didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui

dari istana. Wanita itu mencuba untuk menyusui Musa tetapi apa yang terjadi?

Musa  menolaknya.  Lalu  didatangkan  wanita  yang  kedua  sampai  ketiga  dan

sampai kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin menyusu kepada

seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan  itu,  isteri Fir'aun menangis

kerana  tidak  tahan melihat  penderitaan  anak  kecil  itu.  Ia  tidak mengetahui

apa yang harus dilakukannya.



Bukan hanya  isteri Fir'aun  satu-satunya  yang merasa  sedih dan menangis,  ibu

Musa  adalah  wanita  lain  yang  merasa  sedih  dan  menangis.  Ketika  ia

melemparkan Musa  ke  sungai Nil,  ia merasa  bahawa  ia  sedang melemparkan

buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan  itu hilang dibawa oleh air

sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika datang waktu pagi, ibu Musa

merasakan  kesedihan  yang  selalu  menghantuinya.  Hampir  saja  ia  pergi  ke

istana Fir'aun untuk mendapatkan berita  tentang anaknya kalau bukan kerana

Allah s.w.t menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan

anaknya  kepada  Allah  s.w.t.  Alhasil,  ia  berkata  kepada  saudara  perempuan

Musa:  "Pergilah  dengan  tenang  ke  istana  Fir'aun  dan  berusahalah  untuk

mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah engkau hati-hati agar jangan

sampai  mereka  mengetahuimu."  Kemudian  saudara  perempuan  Musa  pergi

dengan  tenang.  Akhirnya,  ia  mendengarkan  kisah  tentang  Musa  secara

sempurna.  Ia  melihat  Musa  dari  kejauhan  dan  mendengarkan  suara

tangisannya.  Ia melihat mereka dalam  keadaan  kebingungan di mana mereka

tidak  mengetahui  bagaimana  menyusuinya.  Ia  mendengar  bahawa  Musa

menolak setiap wanita yang mencuba menyusuinya.



Saudara  perempuan  Musa  berkata  kepada  para  pengawal  Fir'aun:  "Apakah

kalian mahu aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat

mengasuhnya."  Isteri  Fir'aun menjawab:  "Seandainya  engkau  dapat membawa

kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya nescaya

kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan

akan  kami  penuhi."  Lalu  saudara  perempuan  Musa  itu  kembali  dan

menghadirkan  ibunya.  Si  ibu  menyusuinya  dan  Musa  pun  menyusu  dengan

tenang. Melihat hal itu, Isteri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia

sehingga masa penyusuannya selesai,  lalu kembalikanlah dia kepada kami dan

kami  akan  memberimu  suatu  balasan  yang  besar  atas  penyusuan  dan

pendidikan yang engkau berikan."



Demikianlah  Allah  s.w.t mengembalikan  Musa  kepada  ibunya  agar  ia merasa

gembira  dan  hatinya  menjadi  tenang  dan  tidak  bersedih  serta  agar  ia

mengetahui  bahawa  janji  Allah  s.w.t  benar  dan  bahawa  perintah-  Nya  dan

ketentuan-Nya  pasti  terlaksana  meskipun  banyak  rintangan  dan  tantangan.



Allah s.w.t berfirman:


"Dan  menjadi  kosonglah  hati  ibu  Musa.  Sesungguhnya  hampir  saja  ia

menyatakan rahsia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya,

supaya  ia  termasuk  orang-orang  yang  percaya  (kepada  janji  Allah).  Dan

berkatalah  ibu Musa  kepada  saudara Musa  yang  perempuan:  'Ikutilah  dia.'

Maka  kelihatanlah  olehnya  Musa  dari  jauh,  sedang  mereka  tidak

mengetahuinya,  dam  Kami  cegah  Musa  dari  menyusu  kepada

perempuan-perempuan  yang  mahu  menyusui(nya)  sebelum  itu;  maka

berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlu bait

yang  akan  memeliharanya  untukmu  dan  mereka  dapat  berlaku  baik

kepadanya?'.  Maka  Kami  kembalikan  Musa  kepada  ibunya,  supaya  senang

hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahawa janji Allah

itu  adalah  benar,  tetapi  kebanyakan  manusia  tidak  mengetahuinya."  (QS.


al-Qashash: 10-13)



Ibu Musa menyempurnakan penyusuan  lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun.

Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang. 


Allah s.w.t berfirman:


Dan Aku  telah melimpahkan  kepadamu  kasih  sayang  yang datang dari- Ku;

dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)



Tiada  seorang  pun  yang  melihat  Musa  kecuali  ia  akan  mencintainya.  Musa

dididik  di  istana  terbesar  di  bawah  bimbingan  dan  penjagaan  Allah  s.w.t.

Pendidikan Musa dimulai di  rumah Fir'aun di mana di dalamnya  terdapat  ahli

pendidikan dan para pengajar. Mesir saat  itu merupakan negara yang besar di

dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. kerana  itu, secara sederhana

Fir'aun mampu mengumpulkan  para  pakar  pendidikan  dan  para  cendekiawan.

Demikianlah  hikmah  Allah  s.w.t  berkehendak  agar  Musa  terdidik  di  bawah

pendidikan  yang  besar  dan  ditangani  pakar-pakar  pendidikan  yang  terlatih.

Ironisnya, hal  ini  terjadi di  rumah musuhnya yang pada  suatu hari nanti akan

hancur di tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah s.w.t.



Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan,

ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh kerana

itu,  Musa  tidak  mendengar  omongan  kosong  yang  dikatakan  oleh  pendidik

tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali  ia mendengar bahawa Fir'aun adalah

tuhan.  Beliau  pun  menepis  pernyataan  dan  anggapan  ini.  Beliau  tinggal

bersama  Fir'aun  di  satu  rumah.  Beliau mengetahui  lebih  daripada  orang  lain

bahawa Fir'aun hanya  sekadar manusia biasa  tetapi  ia orang yang  lalim. Musa

mengetahui bahawa ia bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang

dari Bani Israil. Beliau menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan

para  pengikutnya  menindas  Bani  Israil.  Akhirnya,  Musa  tumbuh  besar  dan

mencapai kekuatannya.



Ketika para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan- jalan

di sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut Fir'aun

yang  sedang berkelahi dengan  seseorang dari Bani  Israil. Lalu  seseorang  yang

lemah dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa pun turut campur

dalam  urusan  itu.  Musa  mendorong  dengan  tangannya  seorang  lelaki  yang

berbuat  aniaya  itu.  Ternyata  Musa  membunuhnya.  Saat  itu  Musa  memang

terkenal  sebagai  orang  yang  kuat  sampai  pada  batas  di mana  dengan  sekali

pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak

sengaja untuk membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu

tersungkur  dan  kemudian  mati.  Musa  berkata  kepada  dirinya:  Ini  adalah

perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang menyesatkan dan nyata.

Kemudian  Musa  berdoa  kepada  Tuhannya  dan  berkata:  "Ya  Tuhanku,

sesungguhnya  aku  telah menganiaya  diriku maka  ampunilah  aku."  Allah  s.w.t

pun mengampuninya.  Dia Maha  Pengampun  dan Maha  Penyayang. 




Allah  s.w.t berfirman:


"Dan  setelah Musa  sudah cukup umur dan  sempurna akalnya, Kami berikan

kepadanya  hikmah  kenabian  dan  pengetahuan.  Dan  demikianlah  Kami

memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke

kota  (Memphis)  ketika  penduduknya  sedang  lemah,  maka  didapatinya  di

dalam  kota  itu  dua  orang  laki-laki  yang  berkelahi;  yang  seorang  dari

golongannya  (Bani  Israil)  dan  seorang  lagi  dari  musuhnya  (kaum  Fir'aun).

Maka  orang  yang  dari  golongannya  meminta  pertolongan  darinya,  untuk

mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah

musuhnya  itu.  Musa  berkata:  'Ini  adalah  perbuatan  setan.  Sesungguhnya

setan  itu  adalah  musuh  yang  menyesatkan  lagi  nyata  (permusuhannya).

Musa  berdoa:  'Ya  Tuhanku,  sesungguhnya  aku  telah  menganiaya  diriku

sendiri  kerana  itu  ampunilah  aku.'  Maka  Allah  mengampuninya,

sesungguhnya  Dialah  Yang  Maha  Pengampun  lagi  Maha  Penyayang.  Musa berkata:  'Ya  Tuhanku,  demi  nikmat  yang  telah  Engkau  anugerahkan

kepadaku,  aku  sekali-kali  tiada  akan  menjadi  penolong  bagi  orang-orang

yang berdosa.'" (QS. al-Qashash: 14-17)



Kemudian  Nabi  Musa  menjadi  takut  di  tengah-tengah  kota  dan  merasa

terancam.  Dalam  ayat  itu  digambarkan  bagaimana  Nabi  Musa  merasakan

ketakutan  di mana  ia mengkhuatirkan  kejahatan  akan  datang  padanya  pada

setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-geri di sekitarnya. Nabi

Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya Nabi

Musa hanya  ingin mempertahankan dirinya  saat menolong  seseorang dari Bani

Israil.  Ketika  itu  Nabi  Musa  mendorong  dengan  tangannya  dan  bertujuan

memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru membunuhnya.



Dalam  undang-undang  positif  dinyatakan  bahawa  pembunuhan  semacam  ini

dianggap  sebagai  pembunuhan  kerana  keteledoran  atau  kerana  kesalahan

bukan kerana faktor kesengajaan sehingga kerananya yang bersangkutan tidak

akan mendapatkan suatu hukuman yang berat. Biasanya orang yang melakukan

pembunuhan  tanpa  sengaja  akan  mendapatkan  keputusan  yang

meringankannya  kerana  ia  membunuh  tanpa  kesengajaan.  Tentu  kejadian

semacam ini tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja kerana

yang  bersangkutan  tidak  ingin  mencelakakan  orang  lain.  Nabi  Musa  tidak

memukul  orang  itu. Yang  ia  lakukan  hanya mendorongnya. Atau  dengan  kata

lain,  Nabi  Musa  hanya  sekadar  menyingkirkan  orang  tersebut.  Kita  akan

mengetahui  bahawa  Nabi  Musa  adalah  cermin  lain  dari  Nabi  Ibrahim.

Kedua-duanya  dari  kalangan  ulul  azmi,  tetapi  Nabi  Ibrahim  adalah  cermin

kesabaran dan kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan

dan keperkasaan.



Musa menjadi  takut  dan  terancam  di  tengah-tengah  kota.  Beliau  berjanji  di

kemudian  hari  bahawa  beliau  tidak  akan  lagi menjadi  sahabat  orang-  orang

yang  berbuat  jahat.  Beliau  tidak  akan  lagi  terlibat  dalam  pertengkaran  dan

permusuhan  antara  sesama  penjahat.  Di  tengah-tengah  perjalanannya,  Musa

dikejutkan  ketika  melihat  orang  yang  ditolongnya  kelmarin  saat  ini  lagi-lagi

memanggilnya  dan  minta  tolong  padanya.  Lagi-  lagi  orang  itu  terlibat

permusuhan dan pertengkaran dengan seorang Mesir. Musa mengetahui bahawa

orang  Israil  ini  berbuat  aniaya.  Musa  mengetahui  bahawa  ia  termasuk  salah

seorang preman di  situ. Akhirnya, Musa berteriak di depan wajah orang  Israil

itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau adalah orang yang jahat."


Musa  mengatakan  demikian  sambil  mendorong  keduanya  dan  ia  melerai

pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahawa Musa akan mencelakakannya

maka  ia  diliputi  rasa  takut.  Sambil  meminta  kasih  sayang  kepada  Musa,  ia

berkata:  "Wahai Musa apakah engkau akan membunuhku  sebagaimana engkau

membunuh  orang  yang  kelmarin.  Apakah  engkau  ingin  menjadi  seorang

penguasa  di  muka  bumi  dan  tidak  ingin  menjadi  orang  yang  memperbaiki

bumi."  Ketika  mendengar  orang  Israil  yang  mengatakan  demikian,  Musa

berhenti  dan  amarahnya  mereda.  Musa  mengingat  apa  yang  dilakukannya

kelmarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk

tidak  menjadi  pembantu  orang-orang  yang  berbuat  jahat.  Musa  kemudian

kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.



Orang Mesir  yang  berkelahi  dengan  orang  Israil  itu mengetahui  bahawa Musa

adalah  pembunuh  orang  Mesir  yang  mayatnya  mereka  temukan  kelmarin.

Petugas  keamanan  Mesir  tidak  berhasil  menyingkap  kasus  pembunuhan  itu.

Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu seorang lelaki Mesir yang beriman datang

dari  penjuru  kota.  Ia  membisikkan  kepada  Musa  bahawa  ada  suatu  rencana

untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa agar meninggalkan Mesir secepatnya.




Allah s.w.t berfirman:


"kerana itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan

khuatir  (akibat  perbuatannya),  maka  tiba-tiba  orang  yang  meminta

pertolongan  kelmarin  berteriak  meminta  pertolongan  kepadanya.  Musa

berkata  kepadanya:  'Sesungguhnya  kamu  benar-  benar  orang  yang  sesat

yang  nyata  (kesesatannya).  Maka  tat-kala  Musa  memegang  dengan  keras

orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata:  'Hai Musa apakah

kamu  bermaksud  untuk  membunuhku,  sebagaimana  kamu  kelmarin  telah

membunuh  seorang  manusia?  Kamu  tidak  bermaksud  melainkan  hendak

menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri  (ini), dan  tiadalah

kamu  hendak  menjadi  salah  seorang  dari  orang-orang  yang  mengadakan

perdamaian.' Dan datanglah  seorang  laki-laki dari ujung kota  tergesa-  gesa

seraya  berkata:  'Hai  Musa,  sesungguhnya  pembesar  sedang  berunding

tentang  kamu.  Sesungguhnya  aku  termasuk  orang-orang  yang  memberi

nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)



Allah menyembunyikan  kepada  kita nama  laki-laki  yang datang mengingatkan

Musa  itu.  Tetapi  menurut  hemat  kami,  ia  adalah  seorang  lelaki  Mesir  yang

tentu memiliki  jabatan  penting.  Sesuai  dengan  ayat  tersebut,  ia mengetahui

adanya  persengkongkolan  untuk  menyingkirkan  Musa  dari  kedudukan  yang tinggi.  Seandainya  ia  orang  yang  biasa-biasa  saja  maka  orang  itu  tidak

mengenalnya.  Orang  itu  mengetahui  bahawa  Musa  tidak  berhak  untuk

mendapatkan  hukum  bunuh  atas  dosanya.  Musa  membunuh  kerana  faktor

kesalahan, bukan kerana faktor kesengajaan. Kesalahan semacam itu menurut

undang-undang  Mesir  yang  dahulu  dihukum  dengan  penjara.  Lalu,  mengapa

timbul  keinginan  untuk  membunuh  Musa?  Kalau  kita  memperhatikan  nasihat

orang Mesir  itu terhadap Musa maka kita akan menemukan jawapannya. Yaitu

perkataannya:  "Para  pembesar  merencanakan  persekongkolan  untuk

menyingkirkanmu."



Al-Mala'  adalah  para  penguasa  atau  para  pembesar  yang  bertanggungjawab

pada  keamanan.  Mereka  menyiapkan  persekongkolan  untuk  menyingkirkan

Musa. Apa  yang  dilakukan  oleh Musa  -  kalau memang  dianggap  sebagai  suatu

kesalahan  -  adalah  kejahatan  biasa  yang  hanya  dituntut  dengan  hukuman

penjara.  Lalu  siapakah  yang membuat  rencana  yang  demikian,  dan  siapakah

yang mendorong untuk melakukan persekongkolan untuk membunuhnya? Kami

kira  bahawa  kepala  keamanan  Mesir  tidak  menyukai  Musa.  Ia  mengetahui

bahawa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahawa sampainya peti

di  istana  Fir'aun  merupakan  suatu  rekayasa  yang  dirancang  oleh  musuh-

musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti kerana keteledorannya

dan  ketelodaran  anak-anak  buahnya.  Berapa  kali  orang  itu  menasihati  dan

menganjurkan  agar Musa  dibunuh  tetapi  Fir'aun  justru menampik  fikiran  itu.

Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk membunuh Musa, Fir'aun justru

tunduk terhadap Isterinya yang sangat mencintai Musa.



Akhirnya, kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya mengatakan

kepadanya bahawa Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan

jasadnya  kelmarin.  Selesailah  urusan  ini.  Kemudian  datanglah  perintah  dan

kesempatan  untuk membunuh Musa. Orang-orang  yang membenci Musa mulai

mendapatkan angin kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh,

tetapi Allah s.w.t mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa

agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.



Allah s.w.t berfirman:



"Maka  keluarlah  Musa  dari  kota  itu  dengan  rasa  takut menunggu-  nunggu

dengan  khuatir,  dia  berdoa:  'Ya  Tuhanku,  selamatkanlah  aku  dari

orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)



Musa meninggalkan  kota  dan menjadi  orang  yang  terusir. Musa  segera  keluar

dalam  keadaan  takut dan  sambil waspada Musa  selalu berdoa dalam hatinya:

"Ya  Tuhanku,  selamatkanlah  aku  dari  orang-orang  yang  lalim."  Kaum  itu

memang  benar-benar  orang-orang  yang  lalim.  Mereka  ingin  menerapkan

hukuman  bagi  pembunuh  dengan  sengaja  atas  Musa,  padahal  Musa  tidak

melakukan  selain  berusaha  memisahkan  orang  yang  berkelahi  tetapi  dengan

tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi

pergi  ke  istana  Fir'aun  dan  tidak  mengganti  pakaiannya,  dan  beliau  tidak

membawa  makanan  untuk  perjalanan.  Beliau  tidak  membawa  binatang

tunggangan  yang  dapat menghantarkannya.  Beliau  tidak  pergi  bersama  suatu

kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan khabar dari seorang mukmin

yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.



Musa melalui jalan yang tidak  lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun

dan  ia menuju  ke  suatu  tempat  yang  di  situ  Allah  s.w.t membimbingnya.  Ini

adalah pertama kalinya beliau keluar dan mengharungi gurun pasir  sendirian.

Kemudian  sampailah  Musa  di  suatu  tempat  yang  bernama  Madyan.  Musa

istirahat  dan  duduk-duduk  di  dekat  sumur  yang  besar  di  mana  di  situ

orang-orang mengambil  air  untuk memberi minum  kepada  binatang-binatang

tunggangan  mereka  dan  binatang-binatang  gembalaan  mereka.  Musa  tidak

membawa  makanan  selain  daun-daun  pohon.  Musa  minum  dari  sumur-sumur

yang  ditemukannya  di  tengah  jalan.  Sepanjang  perjalanan  Musa  merasakan

ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya. Ketika

Musa  sampai di kota Madyan Musa berbaring di  sisi pohon dan  istirahat. Musa

merasa  lapar  dan  keletihan.  Sandal  yang  dipakainya  tampak  mulai  rosak.

Beliau  tidak  mempunyai  wang  yang  cukup  untuk  membeli  sandal  baru,  dan

beliau  juga  tidak mempunyai wang  yang  cukup  untuk membeli makanan  dan

minuman.



Nabi Musa memperhatikan  kumpulan  pengembala  yang  sedang mengambil  air

untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat bahawa ia sedang lapar dan haus.

Ia  berkata  dalam  dirinya:  Aku  tidak  dapat  memenuhi  perutku  dengan  air

selama  aku  tidak memiliki  wang  yang  cukup  untuk membeli makanan.  Musa

berjalan  menuju  tempat  air.  Sebelum  sampai,  ia  mendapati  dua  orang

perempuan  yang  sedang  menyendirikan  kambing-kambingnya  agar  jangan

sampai  tercampur  dengan  kambing  orang  lain.  Melalui  ilham,  Musa  merasa

bahawa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa

hausnya,  lalu  beliau menuju  ke  arah mereka  dan  bertanya,  apakah  ia  dapat

membantu  mereka?  Lalu  seorang  gadis  yang  paling  tua  berkata:  "Kami

menunggu  sampai  selesainya  para  gembala  itu mengambil  air  untuk  binatang

gembalaan  mereka."  Musa  bertanya:  "Mengapa  kalian  tidak  mengambil  air sekarang?"  Gadis  yang  paling  kecil  berkata:  "Kami  tidak  mampu  untuk

berdesak-desakan  dengan  kaum  lelaki."  Nabi  Musa  kehairanan  kerana

mengetahui  kedua  gadis  itu  menggembala  kambing.  Seharusnya  yang

mengembala  kambing  adalah  kaum  lelaki.  Ini  adalah  tugas  yang  berat  dan

sangat melelahkan. Musa  bertanya:  "Mengapa  kalian menggembala  kambing?"

Masih  kata  gadis  yang  paling  kecil:  "Orang  tua  kami  sudah  tua  di  mana

kesehatannya  tidak  dapat  membantunya  untuk  keluar  dari  rumah  dan

menggembala  kambing  setiap  hari."  Musa  berkata:  "Kalau  begitu,  aku  akan

membantu kalian untuk mengambil air tersebut."



Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahawa para penggembala

meletakkan  di  atas  bibir  air  suatu  batu  besar  yang  tidak  bisa  digerakkan

kecuali  oleh  sepuluh  orang.  Musa  merangkul  dan  mengangkatnya  dari  bibir

sumur.  Otot-otot  Musa  tampak  menonjol  saat  memindahkan  batu  itu.  Musa

adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi

remaja  puteri  itu,  dan  kemudian  ia mengembalikan  batu  itu  ke  tempatnya.

Musa  kembali  duduk  di  bawah  naungan  pohon.  Saat  itu  Musa  lupa  untuk

minum.  Perut Musa menempel  ke  punggungnya  kerana  saking  laparnya. Musa

mengingat Allah s.w.t dan memanggil-Nya dalam hatinya:



"Ya  Tuhanku,  sesungguhnya  aku  sangat  memerlukan  suatu  kebaikan  yang

Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)



"Dan  tatkala  ia  menghadap  ke  jurusan  negeri  Madyan  ia  berdoa  (lagi):

'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia

sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang

yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang

banyak  itu,  dua  orang  wanita  yang  sedang  menambat  (ternaknya)  Musa

berkata:  'Apakah  maksudmu  (dengan  berbuat  begitu)?'  Kedua  wanita  itu

menjawab:  'Kami  tidak  dapat  meminumkan  (ternak  kami),  sebelum

pengembala-pengembala  itu memulangkan  (ternaknya),  sedang bapak kami

adalah  orang  tua  yang  telah  lanjut  umurnya.' Maka Musa memberi minum

ternak  itu  untuk  (menolong)  keduanya,  kemudian  dia  kembali  ke  tempat

yang teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan

suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)



Marilah  kita  tinggalkan  sejenak  Nabi  Musa  yang  sedang  duduk  di  bawah

naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis

itu.  Kedua  gadis  itu  kembali  ke  rumah  ayahnya.  Si  ayah  bertanya:  "Hari  ini

kalian  kembali  lebih  cepat  dari  biasanya?"  Gadis  yang  paling  tua  berkata:

"Sungguh  hari  ini  kami  sangat  beruntung. Wahai  ayah,  kami  bertemu  dengan

seorang  lelaki  yang mulia  yang mengambilkan  air  bagi  haiwan  kami  sebelum

orang-orang  lain mengambilnya." Si ayah berkata:  "Alhamdulillah." Gadis yang

paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku dia datang dari tempat yang jauh

dan  tampak  ia  sedang  lapar.  Saya  melihat  dia  dalam  keadaan  kecapaian

meskipun ia seorang lelaki yang kuat."

Si  ayah  berkata  kepada  anak  perempuannya:  Pergilah  engkau  padanya  dan

katakan,  sesungguhnya  ayahku  memanggilmu  untuk  memberimu  upah  atas

jasamu  mengambilkan  air  untukku.  Kemudian  anak  perempuan  itu  pergi

menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri

di  depan  Musa  dan  menyampaikan  surat  dari  ayahnya.  Musa  bangkit  dari

tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak bermaksud

mengambilkan  air  untuk  mereka  dengan  tujuan  mengharapkan  upah  dari

mereka.  Beliau  membantu  mereka  hanya  semata-mata  kerana  Allah  s.w.t.

Beliau  merasakan  dalam  dirinya  bahawa  Allah  s.w.t-lah  yang  mengarahkan

beliau untuk membantu mereka.



Gadis  itu  berjalan  di  depan Musa  kemudian  bertiuplah  angin  dan menyentuh

pakaiannya  sehingga  Musa  menundukkan  pandangan  matanya  kerana  merasa

malu.  Musa  berkata  kepadanya:  "Saya  akan  berjalan  di  depanmu  dan

tunjukkanlah  jalan  kepadaku."  Mereka  pun  sampai  di  kediaman  si  ayah.

Sebahagian  ahli  tafsir  mengatakan  bahawa  si  ayah  ini  adalah  Nabi  Syu'aib.

Beliau  memperoleh  usia  yang  panjang  setelah  kematian  kaumnya.  Ada  juga

yang mengatakan bahawa si ayah adalah putera dari saudara Syu'aib. Ada yang

mengatakan  bahawa  ia  adalah  anak  dari  pamannya,  dan  ada  juga  yang

mengatakan  bahawa  ia  adalah  seorang  lelaki  mukmin  dari  kaumnya.  Yang

jelas,  ia adalah seorang tua yang soleh. Orang tua  itu menghidangkan kepada

Nabi Musa makanan  siang  dan  bertanya  kepadanya  dari mana  ia  datang  dan

kemudian ke mana ia akan pergi.



Musa  mengungkapkan  ceritanya.  Orang  tua  itu  berkata  kepadanya,  jangan

khuatir  dan  jangan  takut.  Engkau  akan  selamat  dari  orang-orang  yang  lalim.

Negeri  ini  tidak  tunduk  pada  Mesir  dan  mereka  tidak  akan  sampai  di  sini.

Mendengar  ucapan  itu, Musa menjadi  tenang  dan  bangkit  untuk  pergi.  Salah

seorang anak perempuan  itu berkata kepada ayahnya dengan berbisik: "Wahai

ayahku,  berilah  dia  upah."  Sesungguhnya  engkau  akan  memberikan  upah

kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah bertanya kepadanya: "Bagaimana

engkau  mengetahui  dia  seorang  lelaki  yang  kuat?"  Anak  perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang tidak mampu diangkat

oleh  sepuluh  orang  lelaki."  Si  ayah  bertanya  lagi:  "Bagaimana  engkau

mengetahui bahawa  dia  seseorang  yang  jujur."  Perempuan  itu menjawab:  "Ia

menolak untuk berjalan di belakangku dan  ia berjalan di depanku sehingga  ia

tidak melihatku saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang-

bincang padanya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu

dan adab yang baik darinya."



Kemudian orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa,

aku ingin menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan syarat, hendaklah

engkau  bekerja  menggembala  kambing  bersamaku  selama  delapan  tahun.

Seandainya  engkau  menyempurnakan  sepuluh  tahun  maka  itu  adalah

kemurahan  darimu.  Aku  tidak  ingin  menyusahkanmu.  Sungguh  insya-Allah

engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini

adalah  kesepakatan  antar  aku  dan  engkau  dan  Allah  s.w.t  sebagai  saksi  atas

kesepakatan  kita,  baik  aku  melaksanakan  pekerjaan  selama  delapan  tahun

mahupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana saja."



Allah s.w.t berfirman:


"Kemudian  datanglah  kepada  Musa  salah  seorang  dari  kedua  wanita  itu

berjalan  kemalu-maluan,  ia  berkata:  'Sesungguhnya  bapakku  memanggil

kamu  agar  ia  memberi  balasan  terhadap  (kebaikan)  mu  memberi  minum

(ternak)  kami.'  Maka  tatkala  Musa  mendatangi  bapaknya  (Syu'aib)  dan

menceritakan  kepadanya  cerita  (mengenai  dirinya),  Syu'aib  berkata:

'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang lalim itu.'

Salah  seorang  dari  kedua wanita  itu  berkata:  'Wahai  bapakku,  ambillah  ia

sebagai  orang  yang  bekerja  (pada  kita),  kerana  sesungguhnya  orang  yang

paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat

lagi  dapat  dipercayai.  Berkatalah  dia  (Syu'aib):  'Sesungguhnya  aku

bermaksud menikahkan kamu dengan  salah  seorang dari kedua anakku  ini,

atas  dasar  bahawa  kamu  bekerja  denganku  delapan  tahun  dan  jika  kamu

cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka

aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan mendapatiku

termasuk  orang-orang  yang  baik.'  Dia  (Musa)  berkata:  'Itulah  (perjanjian)

antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan  itu aku

sempurnakan,  maka  tidak  ada  tuntutan  tambahan  atas  diriku  (lagi).  Dan

Allah adalah saksi atas apa yang aku ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)




Ketika  sampai  pada  kisah  ini,  banyak  pena  bertebaran  untuk  mendapatkan jawapan  dari  pertanyaan-pertanyaan  yang  mencuba  menerobos  kesamaran.

Mereka  bertanya  tentang  anak  perempuan  yang menikahi Musa:  apakah  anak

perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan yang paling kecil, dan

Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka

menyampaikan  berbagai  macam  riwayat  dan  kisah  yang  mereka  yakini

kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahawa Musa menikah dengan salah satu

anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan

siapa  namanya.  Kami  meyakini  bahawa  beliau  menikah  dengan  gadis  yang

memanggilnya  untuk  menemui  ayahnya.  Kemudian  gadis  itulah  yang

menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.



Al-Quran  al-Karim  melalui  konteks  ayatnya  menyingkap  bentuk  kekaguman

yang  tersembunyi  di  balik  gadis  itu  terhadap  Musa.  Barangkali  orang  tuanya

mengetahui bahawa anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan

boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan kepada Musa,  ia menyerahkan

sepenuhnya  kebebasan  Musa  untuk  memilih.  Mungkin  Musa  memilih  sendiri

gadis  mana  yang  diminatinya.  Tetapi,  siapa  gadis  yang  dipilih  oleh  Musa:


apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran

tidak  menyebutkan  hal  tersebut,  meskipun  ia  hanya  memberikan  isyarat

kepadanya dalam firman-Nya:



"Kemudian  datanglah  kepada  Musa  salah  seorang  dari  kedua  wanita  itu

berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)



Begitu  juga Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh

Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup dengan

delapan  tahun.  Kami  sendiri  meyakini  sesuai  dengan  kebiasaan  Musa  dan

kemurahannya  serta kenabiannya  serta kedudukannya  sebagai  salah  satu nabi

ulul azmi bahawa beliau memilih masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun.

Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu Abas.



Demikianlah Nabi Musa mengabdi kepada orang  tua  itu  selama  sepuluh  tahun

penuh.  Pekerjaan  Nabi Musa  terbatas  pada  keluar  dari  rumah  di waktu  pagi

untuk  menggembala  kambing.  Kami  kira  bahawa  sepuluh  tahun  masa  yang

dihabiskan  oleh  Nabi  Musa  di  Madyan  merupakan  suatu  ketentuan  yang

dirancang  oleh  Allah  s.w.t.  Musa  berdasarkan  agama  Yakub.  Kakek  beliau

adalah Yakub  dan  Yakub  sendiri  adalah  cucu  dari  Ibrahim. Dengan  demikian,

Musa  adalah  cucu  dari  Ibrahim  dan  setiap  nabi  yang  datang  setelah  Ibrahim

berasal  dari  sulbinya. Maka  dari  sini  kita memahami  bahawa Musa  berada  di

atas agama ayah-ayahnya dan datuk- datuknya.



Nabi Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa

sepuluh  tahun  itu  dalam  keadaan  jauh  dari  kaumnya  dan  keluarganya.  Masa

sepuluh  tahun  ini  adalah  masa  yang  paling  penting  dalam  kehidupannya.  Ia

merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap malam Musa merenungkan

bintang-bintang. Musa mengikuti  terbitnya matahari  dan  tenggelamnya. Pada

setiap  siang  Musa  memikirkan  tumbuh-tumbuhan:  bagaimana  ia  membelah

tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi

setelah  bumi  itu mati,  lalu  bumi  itu menjadi  tempat  yang  indah  dan  subur.

Musa  memperhatikan  alam  yang  luas  dan  ia  tampak  tercengang  dan  kagum

dengan ciptaan Allah s.w.t.



Sebenarnya  pemikiran-pemikiran  dan  perenungan-perenungan  tersebut

jauh-jauh  hari  sudah  tersembunyi  di  dalam  dirinya  dan  menetap  di  dalam

jiwanya.  Bukankah  Musa  telah  terdidik  di  istana  Fir'aun.  Ini  bererti  bahawa

beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir

yang menunjukkan kekuatan fizikalnya; orang Mesir dengan segala makanannya

dan  minumannya.  Jadi,  segala  hal  yang  ada  pada  Musa  berbau  Mesir.  Musa

siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi

yang  langsung  datang  tanpa  perantara  seorang malaikat  di mana  Allah  s.w.t

akan berbicara dengannya tanpa perantara.



Oleh kerana itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental

dan moral,  sedangkan  persiapan  fizik  telah  selesai  dilaluinya  di  Mesir.  Musa

tumbuh di istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu

pemerintahan  yang  paling  kaya  di bumi. Musa menjadi  seorang  pemuda  yang

kuat  di mana  hanya  sekadar memisahkan  seseorang  yang  berkelahi,  ia  justru

membunuhnya.  Setelah  persiapan  fizik  yang  sangat  kuat,  kini  Musa  harus

melewati  persiapan  mental  yang  seimbang.  Yaitu  persiapan  yang  dilakukan

melalui  pengasingan  yang  sempurna  di  mana  beliau  hidup  di  tengah-tengah

gurun  dan  tempat  penggembalaan  yang  beliau  belum  pernah  menginjakkan

kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah orang asing yang belum pernah

beliau lihat sebelumnya.


Sering kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan

itu. Allah s.w.t mempersiapkan hal tersebut kepada nabi- Nya agar setelah itu

beliau mampu memegang amanat yang besar dari Allah s.w.t. Datanglah suatu

hari  atas Musa.  Selesailah masa  yang  ditentukan.  Kemudian Musa merasakan

kerinduan  untuk  kembali  ke  Mesir.  Dengan  berlalunya  waktu,  hukuman  yang

harus  dijalaninya  dengan  sendirinya  gugur.  Musa  mengetahui  hal  itu,  tetapi beliau  juga mengetahui  bahawa  undang-undang  di Mesir  sebenarnya  terletak

pada  kekuatan  penguasa;  jika  penguasa  berkehendak  maka  Musa  dapat

menerima hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya,

meskipun  yang  bersangkutan  berhak  mendapatkan  hukuman.  Alhasil,  Musa

menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat ketika beliau

menginjakkan kakinya di Mesir seperti keyakinannya bahawa beliau selamat di

tempatnya  sekarang.  Meskipun  demikian,  rasa  rindunya  untuk  melakukan

perjalanan  kembali  ke  tempatnya mendorong  Musa  segera menuju  ke  Mesir.

Musa tepat mengambil keputusan.


Musa berkata kepada Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir."

Isterinya berkata dalam dirinya:  "Di dalam perjalanan  terdapat  seribu macam

bahaya  tetapi  ketenangan  tetap  menghiasai  wajah  Musa."  Isteri  Musa  tetap

taat  kepada  Musa.  Nabi  Musa  sendiri  tidak  mengetahui  rahsia  tentang

keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh tahun beliau

pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia kembali ke sana? Apakah beliau

rindu  kepada  ibunya  dan  saudaranya?  Apakah  beliau  berfikir  untuk

mengunjungi Isteri Fir'aun yang telah mendidiknya layaknya ibunya dan sangat

mencintainya layaknya ibunya sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui

apa yang  terlintas dalam diri Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke

Mesir.  Hanya  saja,  yang  kita  ketahui  bahawa  Nabi  Musa  terbimbing  dengan

ketetapan- ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali

berdasarkan ketetapan tersebut.



Musa  keluar  bersama  keluarganya  dan  melakukan  perjalanan.  Bulan

bersembunyi di balik gumpalan awan  yang  tebal, dan kegelapan  rnenyelimuti

sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan

hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah- tengah perjalanannya, Musa

tersesat. Musa mendapatkan dua potongan batu kemudian beliau memukulkan

kedua-nya  dan  menggesek-gesekan  keduanya  agar  mendapatkan  api  darinya

sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi sayang, beliau tidak mampu melakukan

hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil itu.


Nabi Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di

tengah-tengah  keluarganya.  Kemudian  Nabi  Musa mengangkat  kepalanya  dan

menyaksikan  sesuatu dari  jauh.  Sesuatu  yang beliau  saksikan adalah api yang

sangat  besar  yang  menyala-nyala  dari  kejauhan.  Maka  hati  Musa  dipenuhi

dengan  rasa  gembira.  Ia  berkata  kepada  keluarganya:  "Aku  melihat  api  di

sana." Lalu beliau memerintahkan kepada mereka untuk  tinggal di  tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu

berita  atau  akan  menemukan  seseorang  yang  dapat  memberinya  petunjuk

sehingga  beliau  tidak  tersesat,  atau  beliau  dapat  membawa  sebahagian  api

yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.




Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka

tidak  melihat  sesuatu  pun.  Mereka  tetap  mentaatinya  dan  duduk  sambil

menunggu  kedatangan  Musa.  Musa  bergerak  menuju  ke  tempat  api.  Musa

segera berjalan  untuk menghangatkan  tubuhnya,  sementara  tangan  kanannya

memegang  tongkatnya dan  tubuhnya  tampak basah kuyup kerana hujan. Nabi

Musa  tetap  berjalan  sampai  ia mencapai  suatu  lembah  yang  bernama  Thua'.

Beliau menyaksikan  sesuatu  yang unik di  lembah  ini. Di  lembah  itu  tidak ada

rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi

Musa  mendekati  api.  Belum  lama  beliau  mendekatinya  sehingga  beliau

mendengar suara panggilan:



"Maka  tatkala  dia  tiba  di  (tempat)  api  itu,  diserulah  dia:  'bahawa  telah

diberkati  orang-orang  yang  berada  di  dekat  api  itu,  dan  orang-orang  yang

berada  di  sekitarnya.  Dan  Maha  Suci  Allah,  Tuhan  semesta  alam."  (QS.

an-Naml: 8)



Tiba-tiba  Nabi  Musa  berhenti  dan  badannya  menggigil.  Suara  itu  tampak

terdengar  dan  datang  dari  segala  tempat  dan  tidak  berasal  dari  tempat

tertentu.  Musa  melihat  api  dan  beliau  kembali  merasa  menggigil.  Beliau

mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon  itu terbakar dan

berkobar api darinya maka pohon  itu  justru  semakin hijau. Seharusnya pohon

itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar, tetapi anehnya api justru

meningkatkan  warna  hijaunya.  Musa  tetap  menggigil  meskipun  beliau

merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.



Lembah yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua

tangannya  di  atas  kedua  matanya  kerana  saking  dahsyatnya  cahaya.  Beliau

melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua matanya.

Kemudian Musa bertanya dalam dirinya:  Ini cahaya atau api? Tiba-tiba beliau

tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut, lalu 


Allah s.w.t memanggil:


"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)



Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:

"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)

Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."



Allah  s.w.t berkata:  "Maka  lepaskanlah  kedua  sandalmu  sesungguhnya  engkau

berada  di  lembah  yang  suci  yang  bernama  Thua'." Musa  tertunduk  dan  rukuk

sementara  tubuhnya  tampak  gementar  dan  beliau  mulai  melepas  sandalnya



Allah s.w.t berkata:


Maka  tinggalkanlah  kedua  terompahmu;  sesungguhnya  kamu  berada  di

lembah yang suci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)



Musa  rukuk  dan  melepas  kedua  sandalnya.  Kemudian  Allah  s.w.t  kembali


berkata:


"Dan  Aku  telah  memilih  kamu,  maka  dengarkanlah  apa  yang  akan

diwahyukan  (kepadamu).  Sesungguhnya  Aku  ini  adalah  Allah,  tidak  ada

Tuhan  (yang  hak)  selain  Aku,  maka  sembahlah  Aku  dan  dirikanlah  salat

untuk  mengingat  Aku.  Sesungguhnya  hari  kiamat  itu  akan  datang.  Aku

merahsiakan  (waktunya)  agar  supaya  tiap-tiap  diri  itu  dibalas  dengan  apa

yang diusahakan. Maka sekali-kali  janganlah kamu dipalingkan darinya oleh

orang yang  tidak beriman kepadanya dan oleh orang  yang mengikuti hawa

nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)



Musa  semakin gementar  saat beliau menerima wahyu  Ilahi dan  saat berdialog

dengan  Allah  s.w.t.  Allah  s.w.t  yang  Maha  Pengasih  dan  Maha  Penyayang

berkata:


"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)



Bertambahlah kehairanan Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang mengajaknya

berbicara  dan  tentu  Dia  lebih  mengetahui  daripada  Musa  tentang  apa  yang

dipegangnya,  lalu mengapa Allah  s.w.t  bertanya  kepadanya  jika memang Dia

lebih  mengetahui  darinya.  Tak  ragu  lagi  bahawa  di  sana  ada  hikmah  yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak mengigil:



"Ini  adalah  tongkatku,  aku  bertelekan  padanya,  dan  aku  pukul  (daun)

dengannya  untuk  kambingku,  dan  bagiku  ada  lagi  keperluan  yang  lain

padanya." (QS. Thaha: 18)



Allah berfirman:

"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)



Musa  melemparkan  tongkatnya  dari  tangannya  dan  rasa  hairannya  semakin

menjadi-jadi.  Tiba-tiba  Musa  dikejutkan  ketika  melihat  tongkat  itu  menjadi

ular  yang  besar.  Ular  itu  bergerak  dengan  cepat.  Musa  tidak  mampu  lagi

menahan  rasa  takutnya.  Musa  merasa  tubuhnya  bergetar  kerana  rasa  takut.

Musa membalikkan tubuhnya kerana takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari,

belum sampai dua langkah, Allah s.w.t memanggilnya:



"Hai  Musa,  janganlah  kamu  takut,  sesungguhnya  orang  yang  menjadikan

rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)




"Hai  Musa  datanglah  kepada-Ku  dan  janganlah  kamu  takut.  Sesungguhnya

kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash: 31)



Musa  kembali memutar  badannya  dan  berdiri.  Tongkat  itu  tampak  bergerak

dan ular itu pun tetap bergerak. 



Allah s.w.t berkata kepada Musa:

"Peganglah  ia  dan  janganlah  takut,  Kami  akan  mengembalikannya  kepada

keadaannya semula. " (QS. Thaha: 21)



Musa  menghulurkan  tangannya  ke  ular  itu  dalam  keadaan  menggigil.  Musa

belum  sempat menyentuhnya  sehingga ular  itu menjadi  tongkat. Demikianlah

perintah  Allah  s.w.t  terjadi  dengan  cepat.  Kemudian  Allah  s.w.t

memerintahkan kepadanya:



"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar putih tidak bercacat bukan  kerana  penyakit,  dan  dekapkanlah  kedua  tanganmu  (ke  dada)mu  bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)



Musa  meletakkan  tangannya  di  kantongnya  lalu  ia  mengeluarkannya  dan

tiba-tiba  tangan  itu  bersinar  bagaikan  bulan.  Kembali  rasa  kagum  Musa

bertambah.  Lalu  ia  meletakkan  tangannya  di  dadanya  sebagaimana

diperintahkan Allah s.w.t padanya sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.



Musa  merasa  tenang  dan  terdiam.  Kemudian  Allah  s.w.t  memerintahkan

kepadanya - setelah beliau melihat kedua mukjizat  ini, yaitu mukjizat tangan

dan mukjizat tongkat - untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya

dengan  penuh  kelembutan  dan  kasih  sayang  dan  Allah  s.w.t memerintahkan

kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa

takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahawa  ia  telah membunuh  seseorang

di  antara  mereka  dan  beliau  khuatir  mereka  akan  membunuhnya  dan

membalasnya.  Musa  meminta  kepada  Allah  s.w.t  dan  memohon  kepada-Nya

agar mengirim  saudaranya Harun bersamanya. Allah  s.w.t menenangkan Musa

dengan  mengatakan  bahawa  Dia  akan  selalu  bersama  mereka  berdua.  Dia

mendengar  dan  menyaksikan  gerak-geri  dan  perbuatan  mereka.  Meskipun

Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali  ini Fir'aun

tidak  akan  mampu  mengganggu  atau  menyakiti  mereka.  Allah  s.w.t

memberitahu  Musa  bahawa  Dia-lah  yang  akan  menang.  Musa  berdoa  dan

memohon  kepada  Allah  s.w.t  agar  melapangkan  hatinya  dan  memudahkan

urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.



Allah s.w.t berfirman:


"Apakah  telah  sampai  kepadamu  kisah  Musa  ?  Ketika  ia  melihat  api,  lalu

berkatalah  ia kepada keluarganya:  'Tinggallah kamu  (di sini), sesungguhnya

aku  melihat  api,  mudah-mudahan  aku  dapat  membawa  sedikit  darinya

kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika

ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah

Tuhanmu.  Maka  tinggalkanlah  kedua  terompahmu;  sesungguhnya  kamu

berada  di  lembah  yang  suci,  Thuwa'.  Dan  Aku  telah memilih  kamu, maka

dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini

adalah Allah,  tidak ada Tuhan  (yang hak)  selain Aku, maka  sembahlah Aku

dan  dirikanlah  salat  untuk  mengingat  Aku.  Sesungguhnya  hari  kiamat  itu

akan  datang.  Aku  merahsiakan  (waktunya)  agar  supaya  tiap-tiap  diri  itu

dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu kamu

dipalingkan  darinya  oleh  orang  yang  tidak  beriman  kepadanya  dan  oleh orang  yang  mengikuti  hawa  nafsunya,  yang  menyebabkan  kamu  binasa.

Apakah  itu  yang  ada  di  tangan  kananmu,  hai Musa,  'Ini  adalah  tongkatku,

aku  bertelehan  padanya,  dan  aku  pukul  (daun)  dengannya  untuk

kambingmu,  dan  bagiku  ada  lagi  keperluan  yang  lain  padanya.'  Allah

berfirman:  Lemparkanlah  ia,  hai  Musa!'  Lalu  dilemparkanlah  tongkat  itu,

maka  tiba-tiba  ia  menjadi  seekor  ular  yang  merayap  dengan  cepat.

Peganglah  ia  dan  janganlah  takut,  Kami  akan  mengembalikannya  kepada

keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, nescaya  ia ke

luar  menjadi  putih  cemerlang  tanpa  cacat,  sebagai  mukjizat  yang  lain

(pula),  untuk  Kami  perlihatkan  kepadamu  sebahagian  dari  tanda-tanda

kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah

melampaui  batas.  Berkata  Musa:  'Ya  Tuhanku,  lapangkanlah  untukku

dadaku,  dan  mudahkanlah  untukku  urusanku,  dan  lepaskanlah  kekakuan

dari  lidah,  supaya mereka mengerti  perkataanku,  dan  jadikanlah  untukku

seorang  pembantu  dari  keluargaku,  (yaitu)  Harun  saudaraku,  teguhkanlah

dengan dia kekuatanku, dan  jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya

kami  banyak  bertasbih  kepada  Engkau,  dan  banyak  mengingat  Engkau.

Sesungguhnya  Engkau  adalah  Maha  Melihat  (keadaan)  kami.'  Allah

berfirman:  'Sesungguhnya  telah  diperkenankan  permintaanmu,  hai  Musa.'

Dan  sesungguhnya  Kami  telah  memberi  nikmat  kepadamu  pada  kali  yang

lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan,

yaitu:  Letakkanlah  ia  (Musa)  di  dalam  peti,  kemudian  lemparkanlah  ia  ke

sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh

(Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku  telah melimpahkan kepadamu

kasih  sayang  yang  datang  dari-Ku;  dan  supaya  kamu  diasuh  di  bawah

pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia

berkata kepada  (keluarga Fir'aun):  'Bolehkah  saya menunjukkan kepadamu

orang  yang  akan  memeliharanya?'  Maka  Kami  mengembalikanmu  kepada ibumu,  agar  senang  hatinya  dan  tidak  berduka  cita.  Dan  kamu  pernah

membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan

Kami  telah  mencubamu  dengan  beberapa  cubaan;  maka  kamu  tinggal

beberapa  tahun  di  antara  penduduk  Madyan,  kemudian  kamu  datang

menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku  telah memilihmu untuk

diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)



Kita tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar

berkaitan  dengan  firman  Allah  s.w.t  kepada  salah  seorang  hamba-Nya:  "Dan

Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah

salah  satu puncak  kemuliaaan di mana  tidak  ada  seseorang pun di  zaman  itu

yang  mampu  mencapainya  selain  Musa.  Nabi  Musa  kembali  untuk  menemui

keluarganya  setelah  Allah  s.w.t memilihnya  sebagai  Rasul  atau  utusan  untuk berdakwah  ke  Fir'aun.  Akhirnya,  Nabi  Musa  beserta  keluarganya  berjalan

menuju ke Mesir. Hanya Allah  s.w.t  yang mengetahui  fikiran-fikiran apa  yang

terlintas  di  dalam  diri Musa  saat  beliau mengayunkan  langkahnya menuju  ke Mesir.

Selesailah  masa-masa  perenungan  dan  dimulailah  hari-hari  kedamaian  dan

kebahagiaan,  dan  akhirnya  datanglah  hari-hari  yang  sulit.  Demikianlah  Nabi

Musa memikul  amanat  kebenaran  dan  pergi  untuk menyampaikannya  kepada

salah  satu penguasa  yang paling bengis dan paling  kejam dan paling  jahat di

zamannya.  Nabi  Musa  mengetahui  bahawa  Fir'aun  adalah  orang  yang  jahat.

Fir'aun  akan  berusaha memberhentikan  langkah  dakwahnya  dan  Fir'aun  akan

menentangnya tetapi Allah s.w.t memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan

berdakwah  kepadanya  dengan  kelembutan  dan  kasih  sayang.  Allah  s.w.t

mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun tidak akan beriman tetapi Nabi Musa

tidak peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil

yang sedang diseksa oleh Fir'aun.




Allah s.w.t berkata kepada Musa dan Harun:


"Maka  datanglah  kamu  berdua  kepadanya  (Fir'aun)  dan  katakanlah:

'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani

Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka." (QS. Thaha: 47)

Inilah tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan

tantangan.  Fir'aun menyeksa Bani  Israil dan menjadikan mereka budak-budak

dan memaksa mereka untuk bekerja di  luar kemampuan mereka. Fir'aun  juga

menodai  kehormatan  wanita-wanita mereka  dan menyembelih  anak  laki-laki

mereka.  Nabi  Musa  mengetahui  bahawa  rejim  Mesir  berusaha  untuk

memperbudak  Bani  Israil  dan  mengeksploitasi  mereka  di  luar  kemampuan

mereka  demi  kepentingan  penguasa. Tetapi Nabi Musa  tetap memperlakukan

dan  menghadapi  Fir'aun  dengan  penuh  kelembutan  dan  kasih  sayang

sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t padanya:


"Pergilah  kamu  berdua  kepada  Fir'aun,  sesungguhnya  dia  telah melampaui

batas; maka  berbicaralah  kamu  berdua  kepadanya  dengan  kata-kata  yang

lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)



Musa  bercerita  kepada  Fir'aun  tentang  siapa  sebenarnya  Allah  s.w.t,  tentang

rahmat-Nya,  tentang  syurganya, dan  tentang  kewajipan mengesakan-Nya  dan

menyembah-Nya.  Beliau  berusaha mem-bangkitkan  aspek-aspek  kemanusiaan

Fir'aun  melalui  pembicaraan  tersebut.  Fir'aun  mendengarkan  apa  yang

dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahawa

seseorang yang di hadapannya adalah orang gila yang nekad untuk menentang

dan menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat  tangannya dan

berbicara:  "Apa  yang engkau  inginkan, hai Musa?" Musa menjawab:  "Aku  ingin

agar  engkau membebaskan  Bani  Israil."  Fir'aun  bertanya:  "Mengapa  aku  harus

membebaskan mereka bersamamu sementara mereka adalah budak- budakku?"

Musa  menjawab:  "Mereka  adalah  hamba-hamba  Allah  s.w.t,  Tuhan  Pengatur

alam  semesta."  Dengan  nada  mengejek  Fir'aun  bertanya:  "Bukankah  engkau

mengatakan bahawa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun berkata:

"Bukankah  engkau  yang  kami  temukan  di  sungai  Nil  saat  engkau masih  kecil

yang  tidak mempunyai  daya  dan  kekuatan?  Bukankah  engkau  Musa  yang  aku

didik  di  istana  ini,  lalu  engkau  memakan  makanan  kami  dan  meminum  air

kami, dan engkau menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau

yang membunuh seseorang  lalu setelah itu engkau  lari? Tidakkah engkau  ingat

semua  itu?  Bukankah  mereka  mengatakan  bahawa  pembunuhan  merupakan

suatu  kekufuran?  Kalau  begitu,  engkau  seorang  kafir  dan  engkau  seorang

pembunuh. Jadi engkau adalah Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah

seseorang  yang  lari  dan menghindari  keadilan.  Lalu  sekarang  engkau  datang

kepadaku dan berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai

Musa. Sungguh aku telah lupa."


Musa  mengerti  bahawa  Fir'aun  mengingatkan  padanya  tentang  masa  lalunya

dan  Fir'aun  berusaha  menunjukkan  kepadanya  bahawa  ia  telah  mendidiknya

dan  berlaku  baik  padanya.  Musa  juga  memahami  bahawa  Fir'aun

mengancamnya  dengan  pembunuhan.  Musa  memberitahu  Fir'aun,  bahawa  ia

bukan  seorang  kafir  ketika  membunuh  seorang  Mesir  tetapi  saat  itu  beliau

melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu Fir'aun bahawa ia lari

dari  Mesir  kerana  khuatir  akan  pembalasan  mereka.  Pembunuhan  yang

dilakukan  olehnya  bersifat  tidak  sengaja.  Musa  tidak  bermaksud  untuk

membunuh  seseorang.  Musa  telah  memberitahu  Fir'aun  bahawa  Allah  s.w.t

telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah s.w.t

menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara'


sebagaimana firman-Nya:


"Dan  (ingatlah)  ketika  Tuhanmu  menyeru  Musa  (dengan  firman-Nya):

'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak

bertakwa?  Berkata  Musa:  'Ya  Tuhanku,  sesungguhnya  aku  takut  bahawa

mereka  akan  mendustakan  aku.  Dan  (kerananya)  sempitlah  dadaku  dan

tidak  lancar  lidahku maka  utuslah  (Jibril)  kepada Harun. Dan  aku  berdosa

terhadap  mereka,  maka  aku  takut  mereka  akan  membunuhku.'  Allah

berfirman: 'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka

pergilah  kamu  berdua  dengan  membawa  ayat-ayat  Kami

(mukjizat-mukjizat);  sesungguhnya  Kami  bersamamu  mendengarkan

(apa-apa  yang  mereka  katakan).  Maka  datanglah  kamu  berdua  kepada

Fir'aun  dan  katakanlah:  'Sesungguhnya  kami  adalah  Rasul  Tuhan  semesta

alam,  lepaskanlah  Bani  Israil  (pergi)  beserta  kami.'  Fir'aun  menjawab:

'Bukankah kami  telah mengasuhmu di antara  (keluarga) kami, waktu kamu

masih  kanak-kanak  dan  kamu  tinggal  bersama  kami  beberapa  tahun  dari

umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan

itu  dan  kamu  termasuk  golongan  orang-orang  yang  tidak membalas  guna.'

Berkata Musa:  'Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu  itu termasuk

orang-orang yang khilaf. Lalu aku  lari meninggalkan kamu ketika aku  takut

kepadamu,  kemudian  Tuhanku  memberikan  kepadaku  ilmu  serta  Dia

menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara: 10-21)


Kemudian bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahawa  ia

telah berbuat baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:



"Budi  yang  kamu  limpahkan  kepadaku  itu  adalah  (disebabkan)  kamu  telah

memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 22)



Musa  ingin  berkata  kepadanya,  apakah  engkau mengira  bahawa  nikmat  yang

engkau  berikan  kepadaku  lalu  engkau merasa  telah  berbuat  baik  padaku,  di

mana aku adalah salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat

ini  sebanding  dengan  cara-caramu  memperlakukan  bangsa  yang  besar  ini  di

mana engkau memperbudak mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan

cara  yang  semena-mena.  Jika  ini memang  demikian maka  logik mengatakan

bahawa  kita  seimbang:  tiada  yang berhutang dan  tiada  yang meminjam.  Jika

tidak demikian maka siapa yang memberikan bahagian yang lebih besar?



Alhasil masalahnya adalah dakwah di jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang

aku  tidak  membawa  kepadamu  dari  diriku  sendiri.  Aku  bukan  utusan  dari

bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku adalah

seorang  utusan  dari  Allah  s.w.t.  Aku  adalah  utusan  Tuhan  Pengatur  alam

semesta.  Sampai  pada  tahap  ini  Fir'aun  mulai  memasuki  pembicaraan  lebih

serius: 


Fir'aun bertanya:


"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:

"Tuhan Pencipta  langit dan bumi dan  apa-apa  yang di  antaranya  keduanya

(itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." (QS.

asy-Syu'ara': 24)

Berkata  Fir'aun  kepada  orang-orang  sekelilingnya: "Apakah  kamu  tidak

mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 25)

Musa berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:

"Tuhan  kamu  dan  Tuhan  nenek-nenek  moyang  kamu  yang  dahulu.  "  (QS.

asy-Syu'ara': 26)



Fir'aun  berkata  kepada  mereka  yang  datang  bersama  Musa  dari  Bani  Israil:

"Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar- benar orang

gila."  Musa  kembali  berkata  dan  tidak  memperhatikan  tuduhan  Fir'aun  dan

ejekannya:



"Tuhan  yang  menguasai  timur  dan  barat  dan  apa  yang  ada  di  antara

keduanya:  (Itulah  Tuhanmu)  jika  kamu  mempergunakan  akal.  "  (QS.

asy-Syu'ara': 28)



Allah  s.w.t  menceritakan  sebahagian  dialog  yang  terjadi  antara  Fir'aun  dan

Musa dalam surah as-Syu'ara':



"Fir'aun bertanya:  'Siapakah Tuhan  semesta alam  itu?' Musa Menjawab:  'Tuhan

Pencipta  langit  dan  bumi  dan  apa-apa  yang  di  antara  keduanya  (itulah

Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun

kepada  orang-orang  sekelilingnya:  'Apakah  kamu  tidak  mendengarkan?'  Musa

berkata:  "Tuhan  kamu  dan  Tuhan  nenek-nenek  moyang  kamu  yang  dahulu.'

Fir'aun  berkata:  'Sesungguhnya  Rasulmu  yang  diutus  kepada  kamu  sekalian

benar-benar  orang  gila.'  Musa  berkata: 'Tuhan  yang  menguasai  timur  dan

barat  dan  apa  yang  ada  di  antara  keduanya:  (Itulah  Tuhanmu)  jika  kamu

mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)




Allah  s.w.t  mengingatkan  dalam  surah  Thaha  sebahagian  dari  peristiwa

pertemuan antara Fir'aun dan Nabi Musa. Allah s.w.t berfirman:



"Maka  datanglah  kamu  kedua  kepadanya  (Fir'aun)  dan  katakanlah:

'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani

Israil  bersama  kami  dan  janganlah  kamu menyeksa mereka.  Sesungguhnya

kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti  (atas kerasulan kami)

dari  Tuhanmu.  Dan  keselamatan  itu  dilimpahkan  kepada  orang  yang

mengikuti petunjuk.  Sesungguhnya  telah diwahyukan  kepada  kami bahawa

seksa  itu  (ditimpakan)  atas  orang-orang  yang mendustakan  dan  berpaling.'

Berkata Fir'aun:  'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata:

'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu

bentuk  kejadiannya,  kemudian  memberinya  petunjuk.'  Berkata  Fir'aun:

'Maka  bagaimanakah  keadaan-keadaan  umat-umat  yang  dahulu?  Musa

menjawab:  'Pengetahuan  tentang  itu ada di  sisi Tuhanku, di dalam  sebuah

kitab. Tuhan kami  tidak akan salah dan  tidak akan salah  (pula)  lupa.'"  (QS.

Thaha: 47-52)



Kita  perhatikan  bahawa  Fir'aun  tidak  bertanya  kepada  Nabi  Musa  tentang

Tuhan  Pengatur  alam  atau  Tuhan  Musa  dan  Harun  dengan  maksud  bertanya

sesungguhnya  atau  pertanyaan  yang  bermaksud  untuk mengetahui  kebenaran

tetapi  perkataan  yang  dilontarkan  Fir'aun  semata-  mata  hanya  untuk

mengejek.  Nabi  Musa  as  menjawabnya  dengan  jawapan  yang  sempurna  dan

mengena.  Nabi  Musa  berkata:  "Sesungguhnya  Tuhan  kami  adalah  Dia  yang

memberi  sesuatu  ciptaannya  kemudian  Dia  membimbing  ciptaannya.  Dialah

sang  Pencipta.  Dia menciptakan  berbagi macam makhluk  dan  Dia  juga  yang

membimbingnya  sesuai  dengan  kebutuhannya  sehingga  makhluk-makhluk

tersebut  dapat  menjalani  kehidupan  dengan  baik.  Allah  s.w.t-lah  yang

mengarahkan  segala  sesuatu;  Allah  s.w.t-lah  yang menguasai  segala  sesuatu;

Allah  s.w.t-lah  yang  mengetahui  segala  sesuatu;  Allah  s.w.t-lah  yang

menyaksikan  segala  sesuatu."  Al-Quran  al-Karim  mengungkapkan  semua  itu

dalam ungkapan yang sederhana namun padat ertinya, yaitu dalam firman-Nya:



"Musa  berkata:  "Tuhan  kami  ialah  (Tuhan)  yang  telah memberikan  kepada

tiap-tiap  sesuatu  bentuk  kejadiannya,  kemudian  memberinya  petunjuk."

(QS. Thaha: 50)



Kemudian  Fir'aun  bertanya,  "lalu  bagaimana  keadaan  manusia-manusia  yang

hidup di abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?"



Fir'aun masih  ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab:

"bahawa masa-masa yang dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t

adalah masalah yang semua itu berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain,

semua  itu  diketahui  oleh  Allah  s.w.t.  Keadaan  di  masa-masa  yang  dahulu

tercatat  dalam  kitab  Allah  s.w.t.  Allah  s.w.t  menghitung  apa  yang  mereka

kerjakan  di  dalam  kitab.  Allah  s.w.t  tidak  pernah  lupa."  Jawapan  Nabi Musa

tersebut  berusaha  menenangkan  Fir'aun  tentang  orang-orang  yang  hidup  di

masa-masa pertama. Jadi Allah s.w.t mengetahui segala sesuatu dan mencatat

apa saja yang dilakukan manusia dan Allah s.w.t tidak menyia-nyiakan pahala

mereka.  Kemudian  Nabi  Musa  kembali  menyempurnakan  dan  menyelesaikan

pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:



"Yang  telah  menjadikan  bagimu  bumi  sebagai  hamparan  dan  yang  telah

menjadikan bagimu di bumi  itu  jalan-jalan, dan menurunkan dari  langit air

hujan.  Maka  Kami  tumbuhkan  dengan  air  hujan  itu  berjenis-jenis  dari

tumbuh-tumbuhan.  Makanlah  dan  gembalakanlah  binatang-binatangmu.

Sesungguhnya  pada  yang  demikian  itu,  terdapat  tanda-tanda  kekuasaan

Allah  bagi  orang-orang  yang  berakal.  Dari  bumi  (tanah)  itulah  Kami

menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya

Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. " (QS. Thaha: 53-55)



Nabi  Musa  menarik  perhatian  Fir'aun  tentang  tanda-tanda  kebesaran  Allah s.w.t di alam semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan

angin, hujan, dan  tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa  juga menunjukkan

bagaimana pengaruh semua  itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun

bahawa Allah  s.w.t menciptakan manusia dari  tanah dan  setelah  itu Dia akan

mengembalikan padanya dengan kematian  lalu mengeluarkan manusia darinya

di  hari  kebangkitan.  Jadi,  di  sana  terjadi  hari  kebangkitan  dan  pada  hari

kiamat manusia akan menghadap kepada Allah s.w.t. Tidak ada seseorang pun

yang  dikecualikan  dari  hal  itu.  Semua  hamba  Allah  s.w.t  akan  berdiri

dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk Fir'aun.



Musa  datang  kepada  Fir'aun  sebagai  pembawa  berita  gembira  dan  sebagai

pemberi  peringatan,  tetapi  peringatan  dari  Musa  ini  tidak  membikin  Fir'aun

merenung dan mendapatkan pelajaran namun justru dialog antara dirinya dan

Musa  semakin  menajam.  Bisa  dikatakan  bahawa  dialog  di  antara  mereka

menjadi  pertentangan.  Ketajaman  dialog  mulai  menghangat.  Kemudian

berubahlah bahasa dialog itu. Musa berusaha menyampaikan argumentasi yang

sangat  kuat  kepada  Fir'aun.  Musa  berusaha  membawa  argumentasi  rasional

tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup dialog yang berdasarkan logik



yang  sehat.  Fir'aun  berusaha  menggunakan  dialog  dalam  bentuk  yang  baru,

yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya. Ia mulai menyerang

Musa dan mengancamnya.


Fir'aun  menunjukkan  penentangannya  kepada  kebenaran  yang  dibawa  oleh

Musa.  Fir'aun  acuh  tak  acuh  terhadap  dakwah  Nabi  Musa.  Fir'aun  mulai

menyerang  peribadi  Musa.  Ia  mulai  mempersoalkan  pakaian  Musa  dan

kedudukan  sosialnya  bahkan  ia  pun menyerang  cara Musa  berbicara.  Setelah

menghina  Musa  sedemikian  rupa,  Fir'aun  sengaja memakai metode  kekuatan

mutlak.  Fir'aun  bertanya  kepada  Musa,  bagaimana  ia  berani  menentang

penyembahan  terhadap  dirinya;  bagaimana  Musa  menyembah  selain  dirinya;

tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa tidak

mengetahui  hakikat  ini  padahal  ia  terdidik  di  istana  Fir'aun  dan  sangat

mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang

ketuhanan-nya  secara mendasar,  ia  bertanya  kepada  Musa,  bagaimana  Musa

berani  menyembah  tuhan  selain  dirinya.  Ini  bererti  bahawa  Musa  ingin

dimasukan  ke  dalam  penjara.  Tiada  ketentuan  di  sisi  kami  bagi  orang  yang

menyembah selain Fir'aun kecuali penjara adalah tempatnya:



"Fir'aun  berkata:  'Sungguh  jika  kamu  menyembah  Tuhan  selain  aku,

benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'"


(QS. asy-Syu'ara': 29)


Musa  mengetahui  bahawa  argumentasi-argumentasi  rasional  tidak  lagi

bermanfaat. Dialog yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan

serta  pada  akhirnya  menjadi  ancaman  hukuman  penjara.  Musa  mengetahui

bahawa  telah  tiba  waktunya  untuk  menunjukkan  mukjizat  yang  dibawanya.

Setelah diancam akan dimasukan ke dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:


"Musa  berkata:  'Dan  apakah  (kamu  akan  melakukan  ini)  kendatipun  aku

tunjukkan kepadamu  sesuatu  (keterangan) yang nyata?'"  (QS. asy- Syu'ara':30)


Musa menantang  kepada  Fir'aun  dan  Fir'aun menerima  tantangannya.  Fir'aun

ingin tahu sejauh mana kebenaran Musa.

"Fir'aun  berkata:  'Datangkanlah  sesuatu  (keterangan)  yang  nyata  itu,  jika

kamu adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy- Syu'ara': 30-31)



Musa melemparkan  tongkatnya  di  ruangan  yang  besar  itu.  Mula-mula  Fir'aun

menganggap  bahawa  tongkat  yang  dibawanya  jatuh  kerana  Musa  gementar

menghadapinya.  Setelah  Fir'aun  meminta  padanya  bukti  atas  kebenaran

dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang menyentuh tanah itu berubah menjadi ular

yang  besar  yang  bergerak  dengan  cepat  dan  gesit.  Ular  itu menuju  ke  arah

Fir'aun. Fir'aun  tampak pucat  kerana  takut.  Ia  tampak  gementar di  kerusinya

kemudian  ia  berteriak  agar mereka menjauhkan  ular  itu  darinya.  Nabi  Musa

menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu kembali menjadi tongkat yang

ada  di  tangannya  sebagaimana  semula.  Setelah  peristiwa  itu,  keheningan

menyeliputi  istana  Fir'aun.  Nabi  Musa  kembali  menunjukkan  kepada

orang-orang  yang  berdiri  di  sekitarnya,  mukjizatnya  yang  kedua.  Musa

memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba tangan itu

menjadi  putih  seperti  bulan;  tangan  itu  tiba-tiba mengeluarkan  cahaya  yang

memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ merasakan

kekaguman  yang  luar  biasa  sedangkan  Fir'aun  wajahnya  tampak  menghijau

kerana saking takutnya.



Allah s.w.t berfirman:


"Maka Musa melemparkan  tongkatnya, yang  tiba-tiba  tongkat  itu  (menjadi)

ular  yang  nyata.  Dan  ia  menarik  tangannya  (dari  dalam  bajunya),  maka

tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang- orang yang melihatnya."

(QS. asy-Syu'ara': 32-33)



Keheningan  semakin menyelimuti  istana  Fir'aun.  Pengaruh  dua mukjizat  yang

dibawa  oleh  Nabi  Musa  tertanam  pada  jiwa  orang-orang  yang  hadir  di  situ.

Pertama-tama mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi

Musa  mengembalikan  tangannya  ke  sakunya  lalu  tangannya  kembali  seperti

semula.



Fir'aun  berkata:  "Sekarang,  pergilah  kalian  berdua. Nanti  kita  akan  lanjutkan

perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun

tampak  terpukul  atas  peristiwa  itu.  Fikirannya  mulai  berputar-putar.  Ia

membayangkan  apa  yang  terjadi  di  istananya  dan  di  wilayah  kekuasaannya

seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia,

lalu  manusia  mulai  membicarakan  tentang  Musa  dan  Harun.  Fir'aun

mengeluarkan perintahnya agar orang- orang yang melihat peristiwa  itu  tidak

membuka hal  itu kepada masyarakat umum, tetapi para pembantu  istana dan sebahagian dari Bani  Israil menyaksikan dua peristiwa  itu. Akhirnya, mulailah

terjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua mukjizat

itu. Fir'aun benar-benar terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa

oleh Nabi Musa. Ketika Musa keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa

takut dan gementar, kini menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada

menterinya dan para pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada mereka

tanpa sebab yang diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk keluar dari

ruangannya dan meningggalkan dirinya sendirian.



Fir'aun  berusaha  untuk menghadapi masalah  itu  dengan  lebih  tenang.  Fir'aun

meminum  beberapa  gelas  dari  minuman  keras  tetapi  rasa  marahnya  belum

hilang  juga.  Kemudian  ia  mengeluarkan  perintah  untuk  mengumpulkan

orang-orang dekatnya dan  semua para menteri di  istana  serta para pemimpin

di  Mesir.  Fir'aun  mengeluarkan  perintahnya  kepada  Haman  salah  satu  ketua

para  menterinya  untuk  mengepalai  pertemuan  tersebut.  Kemudian  para

pembesar  dari  kaum  Fir'aun  berkumpul.  Fir'aun  memasuki  ruang  pertemuan

dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak mahu menerima dengan

mudah  adanya  tuhan  lain  yang  disembah  orang-orang  Mesir  selain  dirinya.

Fir'aun  cukup  berbahagia  ketika  ia menguasai Mesir  dari memerintah  dengan

semahunya.  Tiba-tiba,  ia  dikejutkan  dengan  kedatangan  Musa  yang  ingin

menghancurkan  apa  saja  yang  telah  dibangunnya.  Musa  mengatakan  pada

dirinya bahawa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di

alam  semesta.  Ini  bererti  bahawa  Fir'aun  adalah  seorang  pembohong.

Pemikiran  ini  menghantui  kepala  Fir'aun  sehingga  Fir'aun  menoleh  kepada

ketua  para  menterinya  yaitu  Haman  akhirnya  pertemuan  bersejarah  itu

diadakan.



Tidak  ada  seorang  pun  yang  berani  membuka  mulutnya.  Fir'aun  membuka

pertemuan  itu  dengan  secara  tiba-tiba  ia  melontarkan  pertanyaan  kepada

Haman:  "Apakah  aku  seseorang  pembohong wahai Haman?" Haman menunduk

dan bertanya:  "Siapa  yang berani menentang  Fir'aun?"  Fir'aun berkata dengan

marah:  "Musa."  Bukankah  ia  mengatakan  bahawa  ada  tuhan  lain  di  langit."

Dengan mantap Haman menjawab:  "Sungguh wahai  tuanku, Musa berbohong."

Fir'aun  berkata  dalam  keadaan  memutar  wajahnya  ke  arah  yang  lain:  "Aku

mengetahui  bahawa  ia  berbohong."  Kemudian  Fir'aun  kembali  menoleh  ke


Haman:

"Dan  berkatalah  Fir'aun:  'Hai  Haman,  buatkanlah  bagiku  sebuah  bangunan

yang  tinggi  supaya  aku  sampai  ke  pintu-pintu,  (yaitu)  pintu-  pintu  langit,

supaya  aku  dapat  melihat  Tuhan  Musa  dan  sesungguhnya  aku

memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)



Fir'aun mengeluarkan perintah untuk membangun  suatu bangunan yang kukuh

dan tinggi di mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu

berdasarkan  peradaban  Mesir  yang  lagi  maju  di  mana  mereka  cenderung

membangun  bangunan  yang  spektakuler.  Namun  Fir'aun  lupa  pada

aturan-aturan  teknik  pembangunan.  Meskipun  demikian,  Haman  bersikap

munafik,  padahal  ia mengetahui  kemustahilan membangun  sesuatu  bangunan

semegah dan  setinggi  itu. Haman berkata:  "Saya  ingin melaksanakan perintah

untuk  mendirikan  bangunan  itu  sesegera  mungkin,  tetapi  wahai  tuanku  dan

izinkanlah  aku  untuk  pertama  kalinva  aku  menentang  perintahmu.  Sungguh

engkau  tidak akan mendapati  sesuatu pun di  langit. Tidak ada di  sana Tuhan

selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya itu dengan

sangat  puas,  seakan-akan  ia  mendengarkan  suatu  hakikat  yang  ditetapkan.

Kemudian  dalam  perkumpulan  yang  terkenal  itu,  Fir'aun  melontarkan

kata-katanya yang bersejarah:


"Hai  pembesar  kaumku,  aku  tidak  mengetahui  tuhan  bagimu  selain  aku."

(QS. al-Qashash: 38)


Semua yang hadir di  tempat  itu menundukkan kepala  tanda  setuju. Di antara

mereka  terdapat  dua  orang  atau  tiga  orang  yang masih memiliki  akal  sehat.

Ketiga  orang  itu  mengetahui  bahawa  sebenarnya  Fir'aun  adalah  seorang

pembohong.  Meskipun  demikian,  mereka  membiarakan  kebohongan  itu  dan

memilih apa yang disetujui oleh Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada

masyarakat Mesir yang harus membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para

tentera Mesir, para pembesar  istana, dan para dukun  tunduk kepada kegilaan

Fir'aun.  Fir'aun  berkata  dengan maksud  bertanya  kepada  para  penasihatnya:

"Apa  yang  kalian  katakan  tentang  Musa?"  Haman  berkata:  "Ia  adalah  seorang

yang pembohong."



Salah  seorang  menteri  yang  lain  berkata:  "Saya  kira  ia  adalah  seorang  yang

gila."  Sementara  itu  salah  seorang  dukun  berkata:  "  -  Tampaknya  ia  khuatir

mereka  akan  mencurigainya  jika  ia  tidak  mengatakan  sesuatu  pun  kepada

mereka - saya kira ia terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan mereka

dengan  mengatakan:  "Sungguh  kalian  menggambarkan  Musa  macam-macam,

namun  kalian belum menjawab pertanyaanku. Apa  sebenarnya maunya Musa?

Apa  sebenarnya  persekongkolan  yang  disembunyikannya."  Para  penasihat

terdiam kerana  rasa  takut dan  sebagai bentuk kemunafikan  terhadap Fir'aun.


Mereka  hanya  menunggu  Fir'aun  mengucapkan  kalimat-kalimat  tertentu  lalu

mereka  menirukannya  dengan  mulut-mulut  mereka  layaknya  burung  beo.

Setelah keheningan menyelimuti ruangan itu, Fir'aun berkata: "Aku kira bahawa

Musa adalah  salah  satu  tukang  sihir yang hebat.  Ia  ingin mengeluarkan kalian

dari  negeri  kalian  dengan  sihirnya.  Lalu  persekongkolan  apa  yang  kalian

siapkan?"


Adalah hal yang maklum di rejim kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang

dihadiri oleh para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pendapat

sesama mereka  bererti  hanya  sekadar  untuk mengulang-ulang  dan menerima

keputusan  mutlak  dari  penguasa.  Para  penasihat  berkata  -  setelah  Fir'aun

memberi mereka  kesempatan  untuk mengutarakan pendapat:  "Sungguh benar

apa  yang  dikatakan  oleh  Fir'aun.  Musa  adalah  seorang  tukang  sihir.  Kalau

begitu,  masalahnya  telah  selesai.  Kita  akan  mengembalikan  Musa  dan

saudaranya,  dan  kita  akan  menyebarkan  perintah  Fir'aun  di  Mesir  untuk

menghadirkan  tukang  sihir. Jika para  tukang  sihir  telah datang dan berdiri di

hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahawa Musa memang

tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara demikian,

kita dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan anak-anak Bani

Israil."  Perundingan  bersejarah  itu  sepakat  untuk  melaksanakan  hal  itu.

Sepuluh  orang  dari  pembantu  Fir'aun  keluar  dari  istana,  Fir'aun  dengan

menunggangi  kenderaan  mereka  dan  mereka  segera  berpencar  di  seluruh

penjuru  Mesir.  Kemudian  diumumkan  pada  hari  kedua  di  pasar-pasar  Mesir

bahawa  seluruh  jago-jago  sihir  hendaklah  menuju  ke  istana  Fir'aun  untuk

mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan yang penting.



Fir'aun  memanggil  Nabi  Musa  dan  berusaha  mengancamnya  dan  menakut-

nakutkan tetapi Nabi Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa:

"Sesungguhnya  engkau  seorang  tukang  sihir,  dan  aku  menetapkan  untuk

menyingkap  kedokmu  di  hadapan  semua  orang.  Tidak  lama  lagi  para  tukang

sihir  akan  datang."  Nabi  Musa  bertanya:  "Kapan  aku  akan  bertemu  dengan

tukang  sihir  itu?"  Fir'aun  berkata:  "Di  sana  terdapat  suatu  pertemuan  atau

acara yang  sebentar  lagi akan dimulai yang dihadiri oleh banyak orang. Yaitu

hari di mana angin bertiup dengan sepoi-sepoi; hari di mana bumi berhias diri

menyambut  kedatangan  musim  semi.  Sungguh  itu  suatu  pertemuan  yang

menakjubkan  dan  engkau  akan  dikalahkan.  Sekarang  aku  beri  kesempatan

kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan kesempatan yang terakhir

bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."



Musa  berkata  dengan  tidak  memperhatikan  perkataan  Fir'aun  yang  terakhir:

"Kami sepakat atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia

akan  berkumpul  di pagi hari."  Fir'aun  bertanya:  "Kapan  engkau  akan  datang?"

Musa berkata: "Insya-Allah aku akan hadir di waktu fajar di permulaan siang."



Allah s.w.t berfirman:


"Dan sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda- tanda

kekuasaan  Kami  semuanya,  maka  ia  mendustakan  dan  enggan  (menerima

kebenaran).  Berkata  Fir'aun:  'Adakah  kamu  datang  kepada  kami  untuk

mengusir  kami  dari  negeri  kami  (ini)  dengan  sihirmu,  hai Musa!  Dan  kami

pun  pasti  akan  mendatangkan  (pula)  kepadamu  sihir  semacam  itu,  maka

buatlah  suatu waktu  untuk  pertemuan  antara  kami  dan  kamu,  yang  kami

tidak  akan  menyalahinya  dan  tidak  (pula)  kamu  di  suatu  tempat  yang

pertengahan  (letaknya).'  Berkata  Musa:  "Waktu  untuk  pertemuan  (kami

dengan)  kamu  itu  ialah  di  hari  raya  dan  hendaklah  dikumpulkan manusia

pada waktu matahari sepenggalah naik.'" (QS. Thaha: 56-59)



Nabi Musa  pergi  dalam  keadaaan  tenang.  Kemudian  para  utusan  tukang  sihir

datang ke istana Fir'aun. Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar

mereka semua menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir

sujud  kepadanya.  Fir'aun  memerintahkan  mereka  untuk  berdiri,  kemudian

Fir'aun mulai berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati wajah mereka

dan pakaian mereka. Fir'aun tampak terdiam memikirkan sesuatu dan tiba-tiba

ia  berdiri  dan  berkata:  "Wahai  para  tukang  sihir,  kami  sekarang menghadapi

masalah  yang  kecil  dan  kami  telah  memerintahkan  agar  kalian  dihadirkan

untuk memecahkan masalah itu." Para tukang sihir itu menundukkan kepalanya

dan  mereka  mendengarkan  dengan  hikmat.  Fir'aun  kembali  berkata:  "Salah

seorang lelaki datang kepada kami dan ia mengaku utusan Allah s.w.t; seorang

lelaki  yang  bernama  Musa  dan  bersama  saudaranya,  Harun.  Musa  ini  adalah

tukang sihir yang mahir, lebih tangkas dan lebih hebat dari Harun. Oleh kerana

itu,  kalian  harus  mengalahkannya  dengan  kekalahan  yang  teruk  sehingga  ia

tidak mampu  lagi mengangkat kepalanya kerana  rasa malu." Para  tukang  sihir

tetap menundukkan kepalanya dan mereka terdiam. Fir'aun berkata: "Mengapa

seseorang  di  antara  kalian  tidak  bertanya  kepadaku  tentang  sihirnya  Musa."

Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami menunggu tuan yang

agung  menceritakannya  kepada  kami.  Kami  tidak  ingin  memutus

pembicaraanmu wahai tuan."



Dengan  nada  marah,  Fir'aun  berkata:  "Musa  melemparkan  tongkatnya  dan

tiba-tiba  tongkatnya  itu  menjadi  ular  yang  sangat  besar  lalu  ia  mencabut

tangannya  dan  tiba-tiba  tangannya  menjadi  putih  yang  menakjubkan

orang-orang yang melihatnya." Tampak senyum manis menghiasi wajah- wajah

para  tukang  sihir  dan  salah  seorang mereka  berkata:  "Hendaklah  hati  Fir'aun

tenang. Ini adalah permainan kuno; permainan tongkat yang berubah menjadi

ular. Sesungguhnya itu hanya sekadar imaginasi yang menipu orang-orang yang

melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak padahal ia tetap di tempatnya."



Fir'aun berkata:  "Aku  tidak  ingin untuk memasuki perdebatan  sekitar masalah

pembuatan sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah

sepakat  untuk  bertemu  pada  hari  ketika  musim  semi  akan  tiba.  Masyarakat

Mesir  semuanya akan berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian  saat kalian

mengalahkannya. Oleh kerana itu, kalian harus dapat mengalahkannya."



Selesailah perkataan  Fir'aun.  Ia menunggu para  tukang  sihir meninggalkannya

tapi mereka masih berdiri. Salah seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita

Fir'aun  tidak  berbicara  kepada  kita  tentang  urusan  yang  lebih  penting

seandainya  kita  dapat  mengalahkan  Musa?"  Dengan  kehairanan  Fir'aun

bertanya:  "Apa  sesuatu  yang  lebih  penting  itu?"  Salah  seorang  tukang  sihir

berkata:  "Tentu kami minta upah jika kami menang." Dengan  tertawa, Fir'aun

berkata:  "Jangan  khuatir,  aku  akan memuaskan  kalian.  Kalian  akan menjadi

orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan baru di

istana bagi para  tukang  sihir. Kalian  jangan  khuatir. Tenanglah  kerana  kalian

akan menerima upah yang layak."


Fir'aun  tertawa  melihat  kepercayaan  para  tukang  sihir  kepada  diri  mereka,

kemudian  ia  memerintahkan  agar  mereka  meninggalkan  tempatnya.  Lalu  ia

sendiri menuju ke meja makan  siang. Fir'aun duduk  sambil makan.  Ia berkata

sambil  menyantap  paha  kambing  yang  besar:  "Semenjak  Musa  datang  selera

makanku terganggu. Namun sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."




Allah s.w.t berfirman:


"Dan Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan

dari  Tuhan  alam  semesta,  wajib  atasku  tidak  mengatakannya  sesuatu

terhadap  Allah,  kecuali  yang  hak.  Sesungguhnya  aku  datang  kepadamu

dengan membawa  bukti  yang  nyata  dari  Tuhanmu, maka  lepaskanlah  Bani

Israil  (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab:  'Jika benar kamu membawa

sesuatu  bukti,  maka  datangkanlah  bukti  itu  jika  (betul)  kamu  termasuk

orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan  itu menjadi putih bercahaya  (kelihatan) oleh orang-orang yang

melihatnya. Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini

adalah ahli  sihir yang pandai, yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu

dari  negerimu.'  (Fir'aun  berkata):  'Maka  apakah  yang  kamu  anjurkan?

Pemuka-pemuka  itu  menjawab:  'Beritahulah  ia  dan  saudara-saudaranya

serta  kirimlah  ke  kota-kota  beberapa  orang  yang  akan  mengumpulkan

(ahli-ahli  sihir),  supaya mereka membawa kepadamu  semua ahli  sihir yang

pandai.'  Dan  beberapa  ahli  sihir  telah  datang  kepada  Fir'aun mengatakan:

'(Apakah)  sesungguhnya  kami  akan  mendapat  upah,  jika  kamilah  yang

menang  Fir'aun menjawab:  'Ya  dan  sesungguhnya  kamu  benar-benar  akan

termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf: 104-114)


Kemudian  datanglah  hari  yang  dijanjikan. Orang-orang  berbondong-  bondong

keluar dari rumah. Mereka membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa

dan  Fir'aun.  Mereka menuju  ke  tempat  perayaan  sejak  pagi  hari.  Tidak  ada

seorang pun di Mesir yang tidak mengetahui tentang peristiwa itu. Orang-orang

begitu  gembira  ketika para  tukang  sihir  itu datang  sebagaimana mereka  juga

gembira ketika melihat Fir'aun datang, namun keheningan menyelimuti tempat

itu ketika Nabi Musa dan Nabi Harun datang. Tempat perayaan itu diadakan di

tempat  terbuka  yang  hanya  ditutupi  oleh  payung  Fir'aun  yang  melindungi

kepalanya dari terik matahari. Fir'aun berdiri di tengah-tengah tenteranya.  Ia

memakai  emas  dan  permata.  Sementara  itu,  Nabi  Musa  berdiri  dengan

menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat Allah s.w.t.


Keadaan  saat  itu  benar-benar  hening.  Kemudian  para  tukang  sihir  maju

menemui Musa. Mereka  berkata  kepada Musa:  "Apakah  engkau  yang  pertama

kali  melempar  atau  kami  yang  pertama  kali  melempar."  Musa  berkata:

"Kalianlah  yang  pertama  kali  melempar."  Para  tukang  sihir  berkata:  "Demi

kemuliaan  Fir'aun,  sesungguhnya  kami  akan menang."  Musa  berkata:  "Celaka

kalian,  janganlah kalian membuat dusta kepada Allah  s.w.t nescaya Dia akan

mendatangkan seksa bagi kalian." Sebahagian ahli hakikat berkata: "Nabi Musa

menoleh  dan  kemudian  ia melihat  Jibril  di  sebelah  kanannya."  Jibril  berkata

kepadanya:  "Wahai  Musa,  hendaklah  kamu  bersikap  sopan  kepada  wali-wali

Allah s.w.t." Musa berkata dalam dirinva: "Mereka para tukang sihir itu datang

dengan  maksud  menyimpangkan  agama  Fir'aun."  Jibril  kembali  berkata:

"Bersikap  lembutlah  terhadap  wali-wali  Allah  s.w.t.  Mereka  saat  ini  sampai

salat  Ashar  berada  di  sisimu  dan  setelah  salat  Ashar mereka  akan  berada  di

syurga."



Para tukang sihir  itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali

mereka.  Tiba-tiba  arena  itu  dipenuhi  dengan  ular-ular.  Mereka  menipu  dan

menyihir pandangan orang-orang yang melihatnya. Orang- orang yang melihat

sihir  itu  merasa  takut  kerana  mereka  mendatangkan  sihir  yang  besar.

Orang-orang  merasa  gembira  dan  Fir'aun  pun  menampakkan  senyumnya.  Ia

berkata  dalam  dirinya:  Sungguh  hari  ini  adalah  hari  pembalasan  atas  Musa.

Mukjizatnya  berupa  tongkat  yang  ada  di  tangannya  yang  dapat  berubah

menjadi ular, sekarang Fir'aun menghadirkan kepadanya seluruh tukang sihir di

mana  tongkat-tongkat  dan  tali-tali  yang  ada  di  tangan mereka  pun  berubah

menjadi ular. Senyuman Fir'aun pun semakin melebar.



Nabi Musa memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia

merasa  takut.  Nabi  Musa  ingat  apa  yang  dikatakan  oleh  Jibril  dan  ia  mulai

merasakan  ketakutan.  Bagaimana mungkin  para  tukang  sihir  itu  akan masuk

syurga dan mereka  akan menjadi wali-wali Allah  s.w.t? Nabi Musa merasakan

semua  itu, namun tiada seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang

terlintas  dalam  benak  Nabi  Musa  saat  ia  berdiri  dengan  bajunya  yang

sederhana bersama saudaranya di hadapan kumpulan manusia yang banyak dari

para pengawal dan tentera Fir'aun. Ketika Musa merasakan ketakutan tersebut,

maka  cahaya  yang  terang  menembus  dalam  dirinya  dan  



Allah  s.w.t  berkata kepadanya:


"Kami  berkata:  'Janganlah  kamu  takut,  sesungguhnya  kamulah  yang  paling

unggul  (menang).  Dan  lemparkanlah  apa  yang  ada  di  tangan  kananmu,

nescaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang

mereka perbuat  itu adalah  tipu daya  tukang  sihir  (belaka). Dan  tidak akan

menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang." (QS.Thaha: 68-69)


Musa merasa senang ketika mendengar Allah s.w.t menenangkannya. Nabi Musa

dapat  mengendalikan  dirinya,  kemudian  beliau  mengangkat  tongkatnya  dan

melemparkannya.  Sebelum  tongkat  itu menyentuh  tanah,  tiba-tiba  terjadilah

suatu  mukjizat.  Orang-orang  dan  para  tukang  sihir  Fir'aun  bahkan  Fir'aun

sendiri  menyaksikan  sesuatu  yang  belum  pernah  mereka  saksikan  di  dunia.

Biasanya  seorang  tukang  sihir  dapat  menipu  pandangan  manusia  dan

memperdaya mereka  seolah-olah  ada  ular  yang  bergerak  padahal  ia  tetap  di

tempatnya. Tetapi apa yang  terjadi saat  itu adalah sesuatu yang benar-benar

berbeza.  Belum  sampai  tongkat  Nabi  Musa  menyentuh  tanah  sehingga  ia

berubah menjadi ular yang besar dan sangat gesit.



Tiba-tiba ular  ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka

yang  bergerak  dan  ia  mulai  memakannya  satu  persatu.  Tongkat  Nabi  Musa

memakan  tali-tali  tukang  sihir  dan  tongkat-tongkat  mereka  dengan  cepat.

Belum berselang beberapa minit sehingga arena itu kosong dari tali-tali tukang

sihir  dan  tongkat-tongkat  mereka.  Tongkat-tongkat  dan  tali-tali  tukang  sihir

tersembunyi dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah ular yang besar

menuju Nabi Musa  lalu beliau menghulurkan  tangannya dan  tiba-tiba  ular  itu

berubah menjadi tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahawa mereka bukan

di hadapan seorang penyihir. Mereka sebenamya adalah tokoh-tokoh sihir dan

para pakar dalam hal  itu di  zaman mereka,  tetapi apa  yang mereka  saksikan

saat ini bukan termasuk sihir. Itu adalah mukjizat dari Allah s.w.t.



Akhirnya,  para  tukang  sihir  itu  sujud  di  atas  tanah.  Mereka  berkata:  "Kami

beriman kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa

dan Harun." Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil menyaksikan mukjizat

yang  mengagumkan  ini.  Mereka  melihat  bagaimana  tukang  sihir-tukang  sihir

Fir'aun sujud kepada Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahawa bola itu kini

berada di tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan berteriak

di  depan  tukang  sihir:  "Bagaimana  kalian  beriman  kepadanya  sebelum  aku

memberi  izin kepada kalian." Para  tukang sihir berkata:  "Untuk beriman  tidak

perlu izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang jelas.

Sesungguhnya  Musa  adalah  guru  kalian  yang  mengajari  kalian  sihir.  Sungguh

tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan kalian akan disalib

di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang jelas."



Para tukang sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun.

Kami  tidak memilihmu  dan  kami  tidak mengutamakanmu  atas mukjizat  Ilahi

ini.  Sesungguhnya  kami  beriman  kepada  Tuhan  kami  agar  Dia  mengampuni

kami  dan  menghapus  kesalahan-kesalahan  kami.  Apa  yang  engkau  berikan

terhadap kami adalah sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah s.w.t

lebih baik dan lebih abadi. Seandainya engkau menyeksa kami dan membunuh

kami  dan  menyalib  kami,  maka  engkau  hanya  dapat  menyeksa  kami  di

kehidupan dunia  ini. Tentu kehidupan dunia tidak dapat dibandingkan dengan

kehidupan  akhirat.  Kami  hanya  ingin  mendapatkan  pengampunan  dari  Allah s.w.t  dan  memasuki  syurga."  Kemudian  Fir'aun  mengeluarkan  perintahnya

untuk  menyalib  semua  tukang  sihir.  Ketika  menyaksikan  peristiwa  tersebut,

orang-orang  menjadi  ketakutan.  Kemudian  Nabi  Musa  dan  Nabi  Harun

meninggalkan  tempat  itu  dan  Fir'aun  kembali  ke  istananya.  Allah  s.w.t

menceritakan  dalam  surah  al-A'raf  apa  yang  dialami  tukang  sihir  dan  Musa


dalam firman-Nya:


"Ahli-ahli  sihir  berkata:  'Hai Musa,  kamukah  yang  akan melemparkan  lebih

dahulu,  ataukah  kami  yang  akan  melemparkan?'  Musa  menjawab:

'Lemparkanlah  (lebih  dahulu)! Maka  tatkala mereka melemparkan, mereka

menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka

mendatangkan  sihir  yang  besar  (menakjubkan).  Dan  Kami  mewahyukan

kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong tongkat itu

menelan  apa  yang mereka  sulapkan.  kerana  itu  nyatalah  yang  benar  dan

gagallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan

jadilah mereka  orang-orang  yang  hina.  Dan  ahli-ahli  sihir  itu  serta merta

meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata:  'Kami beriman kepada

Tuhan  semesta  alam,  (Yaitu)  Tuhan  Musa  dan  Harun.  Fir'aun  berkata:

'Apakah  kamu  beriman  kepadanya  sebelum  aku memberi  izin  kepadamu?'

Sesungguhnya  (perbuatan)  ini  adalah  suatu  muslihat  yang  telah  kamu

rencanakan  di  dalam  kota  ini,  untuk mengeluarkan  penduduknya  darinya;

maka kelah kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini); sesungguhnya

aku akan memotong  tangan dan kakimu dengan bersilang  secara bertimbal

balik,  kemudian  sungguh-  sungguh  aku  akan  menyalib  kamu  semuanya.

Ahli-ahli sihir itu menjawab: 'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali.

Dan  kamu  tidak  membalas  dendam  dengan  menyeksa  kami,  melainkan

kerana  kami  telah  beriman  kepada  ayat-ayat  Tuhan  kami  ketika  ayat-ayat

itu  datang  kepada  kami.'  (Mereka  berdoa):  'Ya  Tuhan  kami,  limpahkanlah

kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri

(kepada-Mu).'" (QS. al-A"raf: 115-126)



Para tukang sihir Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang

dibawa oleh Nabi Musa. Mereka beriman kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka

dinaikkan  di  batang-batang  pohon  kurma  untuk  disalib  dan  dipotong

tangan-tangan mereka  dan  kaki-kaki mereka.  Mereka meminta  kepada  Allah s.w.t agar mereka dimatikan sebagai orang-orang Muslim.



Kemudian  Musa memahami  apa  yang  diucapkan  oleh  Jibril  as:  Mereka  sejak

saat  ini sampai salat Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di syurga.

Ketika memasuki waktu  Ashar  tubuh  para  tukang  sihir  itu  berlumuran  darah.

Mereka  disalib  oleh  para  tentera  Fir'aun.  Fir'aun  menghadapi  masalah  baru.

Fir'aun mengadakan  serangkaian pertemuan- pertemuan penting di  istananya.

Fir'aun  memanggil  penanggung  jawab  tentera  dan  pasukan.  Fir'aun  juga

memanggil  apa  saat  ini  dinamakan  dengan  kepala  intelejen.  Bahkan  Fir'aun

juga memanggil  para menteri  dan  para  penjabat  serta  tukang-tukang  dukun.

Jadi,  Fir'aun  memanggil  semua  yang  mempunyai  kekuatan  untuk  mengubah

jarum sejarah.



Fir'aun  bertanya  kepada  kepala  intelejennya:  "Apa  yang  dikatakan  orang-

orang?" Ia berkata: "Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka

mendapat informasi bahawa Musa dapat memenangkan perlumbaan itu kerana

ia  berhasil membikin  suatu  konspirasi  bersama  para  tukang  sihir."  Kemudian

Fir'aun bertanya kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi pada

jasad-jasad tukang sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantunginya di tempat

umum  dan  di  pasar-pasar  untuk menakuti manusia  dan  kami  sebarkan  berita

bahawa  Fir'aun  akan membunuh  setiap  orang  yang memiliki  persekongkolan."

Lalu  Fir'aun  bertanya  kepada  komandan  pasukan:  "Apa  yang  dikatakan  oleh

pasukan?"  Ia  menjawab:  "Mereka  menginginkan  agar  mendapatkan  perintah

untuk  bergerak  di  tempat  mana  pun  yang  ditentukan  oleh  Fir'aun."  Fir'aun

berkata: "Belum datang giliran pasukan maka akan datang gilirannya."


Fir'aun  kemudian  terdiam.  Lalu  Haman  salah  seorang  ketua  para  menteri

bergerak  dan mengangkat  tangannya  dan  ia mulai meminta  untuk  berbicara,

dan  Fir'aun  mengizinkan  kepadanya.  Haman  berkata:  "Apakah  kita  akan

membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerosakan di muka bumi dan

mereka  mengalihkan  ibadah  kepada  selainmu?"  Fir'aun  berkata:  "Sungguh

engkau  dapat  membaca  fikiranku  wahai  Haman.  Kita  akan  membunuh

anak-anak mereka dan akan mempermalukan perempuan-perempuan mereka.

Aku memiliki kekuasaan di atas mereka."



Pasukan  Fir'aun  pergi  untuk  membunuh  anak-anak  laki  dari  Bani  Israil  dan

menodai  kehormatan  wanita-wanita  mereka,  serta  memenjarakan  siapa  pun

yang  menentang.  Musa  berdiri  menyaksikan  apa  yang  terjadi  tanpa  mampu

turut  campur  dan  tanpa  mampu  mencegahnya.  Yang  beliau  lakukan  hanya

memerintahkan kaumnya untuk bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk

meminta pertolongan kepada Allah s.w.t dan bersabar atas segala ujian. Beliau

menjadikan para tukang sihir sebagai teladan bagi mereka di mana tukang sihir

Mesir  itu mampu menahan  derita  di  jalan  Allah  s.w.t  tanpa  berkeluh  kesah.

Nabi  Musa  memberitahu  mereka  bahawa  tentera-tentera  Fir'aun  berbuat

aniaya  di  muka  bumi  yang  seakan-akan  bumi  adalah  milik  khusus  mereka.

Sebenarnya  Allah  s.w.t  akan  mewariskan  bumi  kepada  orang-orang  yang

bertakwa.


Kemudian  intimidasi  yang  dilakukan  Fir'aun  sangat  mempengaruhi  jiwa  Bani

Israil  sehingga  mereka  merasakan  kekalahan  dan  pesimis.  Mereka  berkata

kepada Musa: "Wahai Musa kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan

sesudah  kedatanganmu,  anak-anak  dibunuh  sebelum  kedatanganmu  dan sesudah  kedatanganmu."  Seakan-akan  mereka  berkata  kepada  Musa  bahawa

keberadaanmu  tidak memberikan manfaat  sedikit pun. Kami tetap merasakan

kesendirian.  Musa  menolak  kebodohan  mereka  ini.  Ia  memberitahu  mereka

bahawa  Allah  s.w.t  akan  menghancurkan  musuh-musuh  mereka,  kemudian

Allah  s.w.t  akan  menjadikan  bumi  dikuasai  oleh  mereka.  Tetapi  lagi-lagi

mereka  tetap mengadu  kepada Musa  dan  tampak  bahawa mereka  tidak  kuat

lagi menahan penderitaan yang mereka alami.


Musa  menghadapi  keadaan  yang  sulit.  Beliau  berusaha  melawan  kemarahan

Fir'aun dan konspirasinya. Pada saat yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan

kaumnya.  Di  tengah-tengah  keadaan  yang  demikian,  Qarun  bergerak.  Qarun

adalah  seorang  putera  Bani  Israil.  Ia  berasal  dari  kaum Musa  tetapi  ia  justru

menentang Musa. Kekayaannya dan status sosialnya menjadikannya lebih dekat

kepada  rejim Fir'aun. Allah s.w.t menceritakan kepada kita  tentang kekayaan

Qarun.  Allah  s.w.t  berkata  kepada  kita  bahawa  kunci-kunci  kamar  yang

menyimpan  kekayaannya  sangat  sulit  dipikul  oleh  sekelompok  laki-laki  yang

kuat  sekalipun.  Seandainya  kita  ingin  mengetahui  kunci-kunci  kekayaan  ini

yang  sedemikian  rupa, maka  kita  dapat membayangkan  kekayaan  itu  sendiri.

Qarun  memiliki  berbagai  macam  kekayaan  dan  dalam  jumlah  yang  banyak.

Bahkan  saking  kayanya,  pelana  kudanya  terbuat  dari  kulit  yang  dihiasi  oleh

perak dan emas.


Jika  Qarun  keluar  dengan  membawa  pesona  dunia  yang  diikuti  oleh

rombongannya  dan  disinari  oleh matahari, maka  emas-emas  yang  dibawanya

tampak menyala di bawah  sengatan matahari. Pemandangan demikian  sangat

mengagumkan bagi orang-orang yang mencintai dunia. Kekayaan yang dimiliki

Qarun  membuatnya  bersikap  angkuh  sehingga  tidak  mudah  baginya  untuk

menerima  nasihat.  Tampak  bahawa  kekayaannya  dan  kesombongannya

membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun menjadi tertawa

yang  paling  terkenal  di  kalangan  Bani  Israil,  dan  kebenarannya  menyaingi

kebenaran Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman) menguasai

Mesir  secara  keseluruhan,  sedangkan  Qarun  hanya mengusai  sebahagian  dari Mesir.



Orang-orang yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia berfikir sejenak

tentang akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya: "Sesungguhnya

tak  seorang  pun menasihatimu  untuk meninggalkan  dunia  secara  keseluruhan

dan  menempuh  jalan  orang-orang  yang  zuhud  tetapi  mereka  menasihatimu

agar  engkau  tidak  melupakan  bahagianmu  dari  dunia.  Sebagaimana  mereka

menasihatimu  agar  jangan  sampai  engkau  melupakan  bahagianmu  dari akhirat."




Qarun  hanya merasa  puas  dengan  bahagiannya  dari  dunia.  Imaginasi  akalnya

mengatakan bahawa kekayaan  ini datang kerana usaha kerasnya  sebagaimana

ia menduga kekayaannya adalah tanda bahawa Allah mencintainya. Bahkan  ia

mengira  bahawa  ia  lebih  utama  dan  lebih  mulia  dari  Musa.  Musa  adalah

seorang  yang  fakir  sedangkan  Qarun  adalah  seorang  yang  kaya,  maka

bagaimana  seorang yang  fakir yang  tidak memakai  satu pun gelang dari emas

dapat  memperoleh  kedudukan  yang  mulia  di  sisi  Allah  dibandingkan  dengan

seorang  yang  kaya  yang  mampu  membuat  pelana  kudanya  dari  emas.

Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap Musa.



Allah s.w.t berfirman:


"Bukankah  aku  lebih  baik  daripada  orang  yang  hina  ini  dan  yang  hampir

tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)


Demikianlah  pernyataan  Fir'aun  kepada  Musa.  Terdapat  kesesuaian  antara

pendapat  Fir'aun  dan  Qarun  terhadap  Musa.  Sesuai  dengan  kedudukan  sosial

dan  kekayaannya,  Qarun  menjadi  sahabat  Fir'aun  dan  mendukung  rejim

kekuasaannya. Bukan hanya Qarun, Fir'aun dan Haman yang menjadi  tawanan

khayalan  ini,  bahkan  kaum  Fir'aun  pun memiliki  pendapat  yang  sama.  Yakni,

bagi  orang-orang  Mesir,  Musa  hanya  sekadar  seorang  tukang  sihir  yang

mengalahkan  jaguh-jaguh  sihir  lainnya.  Namun  ini  tidak  bererti  bahawa

masyarakat  Mesir  tidak  memiliki  keutamaan  sedikit  pun.  Di  tengah-tengah

masyarakat Mesir masih terdapat orang yang beriman kepada Nabi Musa namun

ia menyembunyikan keimanannya kerana khuatir terhadap kejahatan Fir'aun.


Di  sana  juga  ada  orang  yang  bertanya-tanya  dengan  kebodohan:  Jika  Allah s.w.t memang mencintai Musa  lalu mengapa  ia  dijadikan  seorang  yang  fakir

Qarun menjadi  fitnah  atau  cubaan  di  tengah-tengah  kaumnya  dan  juga  bag

orang-orang  Mesir.  Ketika  Qarun  keluar  dengan  membawa  pesona  dunianya

maka orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata:



"Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Berkatalah

orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia:  'Moga- moga kiranya kita

mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia

benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." (QS. al-Qashash: 79)



Sedangkan orang-orang  yang berakal  sehat  - biarpun  jumlah mereka  sedikit  -

mereka  memandang  bahawa  kekayaan  Qarun  yang  begitu  luar  biasa  tidak

bererti  sedikit pun di  sisi Allah  s.w.t. Allah  s.w.t  tidak memandang kekayaan

yang  banyak  jika  jiwa  manusia  menjadi  gelap  kerananya.  Di  tengah-tengah

keadaan  yang  demikian  sulit,  Nabi  Musa  menghadapi  Qarun  yang

menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan sikap yang baik

dan  kesucian  yang  agung.  Tampaknya  Qarun  sepakat  dengan  Fir'aun  untuk

berusaha  menjatuhkan  Musa  di  depan  pengikutnya  dengan  tuduhan  yang

berlawanan dengan kesuciannya.



Akhirnya, pada suatu hari Nabi Musa dikejutkan dengan suatu tuduhan di mana

ada  seorang wanita  yang menuduhnya  berbuat  tidak  senonoh  kepadanya  dan

mengatakan bahawa Musa pernah  tidur bersamanya  kelmarin. Kami  kira Nabi

Musa  sangat kaget dengan  tuduhan  ini dan beliau  tidak mengetahui apa yang

dikatakannya  atau  bagaimana  beliau  membela  dirinya  menghadapi  tuduhan

seperti  itu.  Kemungkinan  besar  beliau  salat  dan  menghadap  Allah  s.w.t.

Kemudian beliau menemui wanita  itu dan bertanya, mengapa  ia menuduhkan

padanya sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba wanita itu menangis dan meminta

ampun  kepada Musa.  Ia memberitahu Musa  bahawa Qarun memberinya wang

sebagai imbalan atas fitnah yang ditebarkannya terhadap Musa. Mendengar itu,

Musa mendoakan buruk buat Qarun. Kemudian Allah s.w.t berkehendak untuk

mendatangkan mukjizat di saat yang tepat yang menjelaskan kepada manusia

bahawa  Dia  Maha  kuasa,  Maha  kuat,  dan  Maha  Perkasa,  dan  bahawa  harta

hanya  sebahagian  ujian  dan  fitnah,  bukan  sebagai  suatu  keutamaan  yang

dengannya manusia dapat dinilai.



Mukjizat  yang  Allah  s.w.t  turunkan  adalah  membinasakan  Qarun  dan

menenggelamkan  rumahnya  dan  hartanya.  Qarun  keluar  untuk  menemui

kaumnya dengan menampakkan pesona dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah

kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi. Kami tidak mengetahui apakah itu

gempa  yang  pertama  kali  terjadi  atau  itu  adalah  gempa  yang  Allah  s.w.t

perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui adalah bahawa bumi

terbelah  dan  ia menelan  Qarun.  Bumi menenggelamkan  istana-istana  Qarun,

hewan-hewan  ternaknya,  emasnya,  peraknya  dan  semua  kekayaannya  serta

orang dekatnya.


Sebahagian  dongeng  mengatakan  bahawa  itu  terjadi  di  Fuyum,  dan  danau

Qarun  adalah  yang  dikenal  orang-orang  Mesir  dengan  nama  ini.  Ia  adalah

tempat  yang  dihuni  oleh  Qarun  dan  menjadi  tempat  istananya  dan  tempat

menyimpan  hartanya.  Alhasil,  Al-Quran  al-Karim  tidak  menentukan  tempat

datangnya azab ini dan tidak juga menyebut kapan itu terjadi. Al-Quran hanya

menceritakan  apa  yang  terjadi.  Tentu  penentuan  tempat  dan  waktu  bukan

sesuatu yang penting tetapi yang penting adalah pelajaran yang terjadi itu.




Allah s.w.t berfirman dalam surah al-Qhashash:


"Sesungguhnya Qarun adalah  termasuk kaum Musa, maka  ia berlaku aniaya

terhadap  mereka,  dan  Kami  telah  menganugerahkan  kepadanya

perbendaharaan  harta  yang  kunci-kuncinya  sungguh  berat  dipikul  oleh

sejumlah  orang  yang  kuat-kuat.  (Ingatlah)  ketika  kaumnya  berkata

kepadanya:  'Janganlah  kamu  terlalu  bangga;  sesungguhnya  Allah  tidak

menyukai  orang-orang  yang  terlalu membanggakan  diri.'  Dan  carilah  pada

apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,

dan  janganlah  kamu melupakan  kebahagiaanmu dari  (kenikmatan) duniawi

dan  berbuat  baiklah  (kepada  orang  lain)  sebagaimana  Allah  telah  berbuat

baik  kepadamu,  dan  janganlah  kamu  berbuat  kerosakan  di  (muka)  bumi.

Sesungguhnya  Allah  tidak menyukai  orang-orang  yang  berbuat  kerosakan.

Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang

ada padaku.' Dan  apakah  ia  tidak mengetahui, bahawasanya Allah  sungguh

telah membinasakan  umat-umat  sebelumnya  yang  lebih  kuat  daripadanya,

dan  lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu ditanya kepada

orang-orang  yang  berdosa  itu,  tentang  dosa-dosa mereka.  Maka  keluarlah

Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang

menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti

apa  yang  telah  diberikan  kepada  Qarun;  sesungguhnya  ia  benar-benar

mempunyai  keberuntungan  yang  besar.  Berkatalah  orang-orang  yang

dianugerahi  ilmu:  'Kecelakaan  yang  besarlah  bagimu,  pahala  Allah  adalah

lebih  baik  bagi  orang-orang  yang  beriman  dan  beramal  saleh,  dan  tidak

diperoleh  pahala  itu,  kecuali  orang-  orang  yang  sabar.'  Maka  Kami

benamkanlah  Qarun  beserta  rumahnya  ke  dalam  bumi.  Maka  tidak  ada

baginya  suatu  golongan  pun  yang  menolongnya  terhadap  azab  Allah,  dan

tiadalah  ia  termasuk  orang-  orang  (yang  dapat)  membela  (dirinya).  Dan

jadilah  orang-orang  yang  kelmarin  mencita-citakan  kedudukan  Qarun  itu,

berkata:  "Aduhai  benarlah  Allah  melapangkan  rezeki  bagi  siapa  yang  Dia

kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah  tidak

melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula).  Aduhai  benarlah,  tidak  beruntung  orang-  orang  yang  mengingkari

(nikmat  Allah).'  Negeri  akhirat  itu.  Kami  jadikan  untuk  orang-orang  yang

tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di (muka) bumi. Dan

kesudahan  (yang  baik)  itu  adalah  bagi  orang-orang  yang  bertakwa.  "  (QS.al-Qashash: 76-83)



Orang-orang  dahulu  banyak  membicarakan  ilmu  ini  yang  Qarun  mengklaim

bahawa  ia diberi  ilmu  itu. Sebahagian mereka mengatakan bahawa  itu adalah

ilmu kimia yang dengannya Qarun mampu mengubah  tembaga menjadi emas.

Sebahagian  lagi  mereka  mengatakan  bahawa  Qarun  mengetahui  ismullah

al-A'zham  (nama  Allah  yang  agung)  lalu  ia menggunakannya  untuk mengubah

bahan-bahan itu menjadi emas. Tetapi orang-orang yang berakal dari kalangan

orang-orang  dahulu  membantah  hal  itu.  Menurut  mereka,  Qarun  tidak

mengetahui  ismullah  al-A'zham.  Qarun  adalah  seorang munafik.  Mereka  juga

tidak percaya bahawa Qarun dapat membuat racikan kimia.



Kami  kira,  ini  semua  adalah  dongengan  semata  yang  tidak  layak  untuk

menjelaskan  sebab-sebab  kekayaannya.  Menurut  hemat  kami,  Qarun  adalah

seorang  yang  lalim  di  mana  ia  melakukan  pekerjaan  yang  tidak  sehat.  Dan

boleh  jadi  ia memanfaatkan persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan

fasiliti-fasiliti dari Fir'aun. Dan kerana persahabatan  itu,  ia berani menentang

Musa. Qarun melakukan  kejahatan  di  sana-sini  dan  kerananya  ia mengatakan

bahawa harta yang diperolehnya adalah hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya.

Qarun  telah  membuat  kebohongan  dan  kelaliman  dan  ia  mendapatkan

kekayaan dengan cara-cara yang tidak sehat.




Penyimpangan  dari  keimanan  kepada  Allah  s.w.t  meskipun  sehujung  rambut

pada akhirnya menyeret manusia kepada sikap kesombongan. Manusia itu akan

menentang kebenaran dan  ia tidak mampu  lagi mengikuti kebenaran sehingga

pada  gilirannya  sesuatu  yang  bohong  pun  akan menjadi  laksana  sesuatu  yang

realistik  dan  tidak  perlu  lagi  dipersoalkan.  Belum  lama  Qarun  mendapatkan

seksa  sehingga  orang-  orang  mukmin  yang  mengikuti  Nabi  Musa  merasakan

kelapangan yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang Mesir dan

anak-anak Israil menyaksikan mukjizat ini.




Akhirnya,  pertentangan  antara  Fir'aun  dan  Nabi  Musa  mencapai  puncaknya.

Fir'aun  meyakini  bahawa  Musa  sangat  mengancam  kekuasaannya.  Musa  -

sebagaimana  nabi-nabi  yang  lain  -  membawa  ajarannya  dengan  penuh

kelembutan  tetapi  ketika  ia  berhadapan  dengan  puncak  kejahatan  dan

sumber-sumber  yang  lalim  maka  ia  tidak  segan-  segan  untuk

menghancurkannya.  Nabi  Musa  menantang  sumber  kejahatan  di  zamannya,

yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun

mengira  bahawa  membunuh  Musa  adalah  cara  satu-satunya  untuk menyelesaikan masalahnya:



"Dan  berkata  Fir'aun  (kepada  pembesar-pembesarnya):  'Biarkanlah  aku

membunuh  Musa  dan  hendaklah  ia  memohon  kepada  Tuhannya,  kerana

sesungguhnya  aku  khuatir  dia  akan menukar  agamamu  atau menimbulkan

kerusakan di muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)



Kita  perhatikan  bahawa  Fir'aun  berusaha  untuk  mencegah  orang-orang  yang

menuju  kebenaran;  Fir'aun  berusaha  memberhentikan  tugas  para  nabi;  ia

berusaha menyesatkan manusia dengan mengatakan bahawa  justru Musa yang

ingin menyesatkan mereka;  ia mengusulkan kepada para menterinya dan para

pembesarnya  untuk  membiarkannya  membunuh  Musa.  Tentu  ia  tidak

membunuh  Musa  dengan  tangannya  sendiri  tetapi  ia  hanya  sekadar

melontarkan  fikiran  untuk  membunuhnya  di  depan  mereka  dan  yang

melaksanakan  hal  tersebut  adalah  para  pejabat  istana.  Kami  kira  Haman

sangat berperan dalam pelaksanaan  ide  ini. Kemudian  terbentuklah kelompok

orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.



Ide  tersebut hampir  segera dibenarkan  kalau  tidak ada  seorang dari  keluarga

Fir'aun. Ia adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang.

Al-Quran  tidak  menyebutkan  namanya  kerana  namanya  tidak  begitu  penting

dan  begitu  juga  ia  tidak menyebutkan  sifatnya  kerana  sifatnya  tidak  begitu

penting.  Al-Quran  hanya  menceritakan  keadaan  lelaki  ini  yang

menyembunyikan  keimanannya.  Ia  berbicara  di  tengah-tengah  perkumpulan

yang  di  situ  disampaikan  ide  untuk  membunuh  Musa.  Kemudian  ia

menghentikan  ide  gila  itu  dan  berusaha  meruntuhkan  ide  itu.  Ia  berkata

bahawa  Musa  hanya  mengatakan  bahawa  Allah  s.w.t  adalah  Tuhannya,  lalu

untuk mendukung  penyataannya  itu  ia membekali  dirinya  dengan  bukti-bukti

yang jelas yang menunjukkan bahawa  ia benar-benar seorang rasul. Kemudian

ada  dua  kemungkinan  dan  tidak  ada  kemungkinan  ketiga:  pertama  bahawa

Musa adalah seorang pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang

pembohong maka kebohongannya  itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan

ia  tidak melakukan  sesuatu  yang  kerananya  ia  harus  dibunuh.  Namun  jika  ia

benar  lalu  kita membunuhnya maka  gerangan  apa  yang  akan menjamin  kita

dari  keselamatan  terhadap  azab  yang  dijanjikannya?  Seorang  mukmin  yang

menyembunyikan  keimanannya  itu  berkata  kepada  kaumnya:  "Sesungguhnya

hari ini kita berada di tempat-tempat kekuatan sebagaimana yang dialami oleh

Qarun  di mana  ia memiliki  kekayaan  dan  kekuatan  kemudian  terjadilah  apa

yang terjadi padanya. Siapakah yang akan menyelamatkan kita dari azab Allah

s.w.t ketika datang? Siapakah yang dapat menolong kita dari seksaan-Nya jika

menimpa  kita?  Tindakan  melampaui  batas  kita  dan  usaha  kita  untuk

membohongkan kebenaran telah membuat kita rugi."



Perkataan  lelaki mukmin  itu memuaskan para hadirin. Orang  lelaki  itu adalah

seseorang yang tidak begitu menampakkan loyalitinya kepada Fir'aun. Ia bukan

dari  kalangan  pengikut Musa. Tampaknya  ia  berbicara  dengan motivasi  untuk

mempertahankan  kekuasaan  Fir'aun,  dan menurutnya  tidak  ada  sesuatu  yang

dapat menjatuhkan  kekuasaan  Fir'aun  seperti  kebohongan  dan  tindakan  yang

melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak berdosa.



Dari sinilah kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup

mempengaruhi  Fir'aun,  para  menterinya,  dan  anak  buahnya.  Meskipun  ide

Fir'aun  untuk  membunuh  Musa  digagalkan  oleh  lelaki  mukmin  itu,  namun

Fir'aun  mengatakan  kata-kata  bersejarahnya  yang  kemudian  menjadi  contoh

dari sikap orang-orang yang lalim:



"Fir'aun berkata: Aku  tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang

aku pandang baik; dan aku  tiada menunjukkan kepadamu selain  jalan yang

benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)



Demikianlah pernyataan para penguasa yang  lalim ketika mereka menghadapi

masyarakat mereka. Aku  tidak melihat pendapatku kecuali sesuai dengan apa

yang aku pertimbangkan. Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia merupakan

pendapat  yang  membimbing  kalian  menuju  jalan  petunjuk,  sedangkan

pendapat  lainnya  salah.  Oleh  kerana  itu,  kita  harus  tetap  melawannya  dan

membinasakannya.  Allah  s.w.t menceritakan  sikap  demikian  ini  dalam  surah


Ghafir:

"Dan  seorang  laki-laki  yang  beriman  di  antara  pengikut-pengikut  Fir'aun

yang  menyembunyikan  imannya  berkata:  'Apakah  kamu  akan  membunuh

seorang  laki-laki kerana dia menyatakan:  'Tuhanku  ialah Allah,' padahal dia

telah  datang  kepadamu  dengan  membawa  keterangan-keterangan  dari

Tuhanmu.  Dan  jika  ia  seorang  pendusta  maka  dialah  yang  menanggung

(dosa)  dustanya  itu;  dan  jika  ia  seorang  yang  benar  nescaya  sebahagian

(bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya

Allah  tidak  menunjuki  orang-orang  yang  melampaui  batas  lagi  pendusta.

(Musa  berkata):  'Hai  kaumku,  untukmu  lah  kerajaan  pada  hari  ini  dengan

berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah

jika  azab  itu  menimpa  kita!'  Fir'aun  berkata:  'Aku  tidak  mengemukakan kepadamu,  melainkan  apa  saja  yang  aku  pandang  baik;  dan  aku  tiada

menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)



Perdebatan  tersebut  tidak  berhenti  pada  batas  ini.  Fir'aun  mengutarakan

kata-katanya tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya, kemudian

lelaki mukmin itu kembali berbicara:


"Dan  orang  yang  beriman  itu  berkata:  'Hai  kaumku,  sesungguhnya  aku

khuatir  kamu  akan  ditimpa  (bencana)  seperti  kehancuran  golongan  yang

bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang

yang  datang  sesudah mereka.  Dan  Allah  tidak  akan menghendaki  berbuat

kelaliman  terhadap  hamba-hamba-Nya.  Hai  kaumku,  sesungguhnya  aku

khuatir  terhadapmu  akan  seksaan  hari  panggil-memanggil,  (yaitu)  hari

(ketika)  kamu  (lari)  berpaling  ke  belakang,  tidak  ada  bagimu  seorang  pun

yang  menyelamatkan  dirimu  dari  (azab)  Allah,  dan  siapa  yang  disesatkan

Allah, nescaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk.

Dan  sesungguhnya  telah  datang  Yusuf  kepadamu  dengan  membawa

keterangan-  keterangan,  tetapi  kamu  senantiasa  dalam  keraguan  tentang

apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata:

'Allah tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah

Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu)

orang-orang  yang  memperdebatkan  ayat-ayat  Allah  tanpa  alasan  yang

sampai  kepada mereka. Amat  besar  kemurkaan  (bagi mereka)  di  sisi Allah

dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati

orang yang sombong dan sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)


Kita  perhatikan  dalam  pembicaraan  tersebut  terdapat  perbezaan  dengan

pembicaraan  sebelumnya.  Lelaki  mukmin  itu  berusaha  menguraikan  pada

pembicaraan  akhirnya  tentang  bukti-bukti  sejarah.  Ia menyampaikan  kepada

Firaun dan kaumnya argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan

kebenaran Musa.  Ia memperingatkan mereka agar  jangan  sampai mengganggu

Musa. Sebelum masa mereka, terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul

yang dikirim oleh Allah s.w.t, lalu Allah s.w.t menghancurkan mereka. Mereka

adalah  kaum Nuh,  kaum  'Ad, dan  kaum Tsamud.  Zaman mereka  tidak  terlalu

jauh dengan zaman sekarang.



Sejarah  Mesir  menunjukkan  bukti  kebenaran  ucapannya  di mana  Nabi  Yusuf

datang dengan membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang

merugikan  dakwahnya  lalu  mereka  beriman  padanya  setelah  keselamatan

hampir saja tercabut dari mereka. Lalu apa keanehan di balik pengutusan para

rasul  dari  Allah  s.w.t?  Sejarah  masa  lalu  harus  menjadi  bahan  renungan.

Bukankah  kelompok  minoriti  orang-  orang  mukmin  memperoleh  kemenangan

ketika  mereka  benar-benar  beriman  atas  kelompok  majoriti  yang  kafir?

Bukankah  Allah  s.w.t  telah  menghancurkan  orang-  orang  kafir?  Allah  s.w.t

menenggelamkan  mereka  dengan  taufan  dan  Allah  s.w.t  menghancurkan

mereka  dengan  kilat  atau  Allah  s.w.t menenggelamkan mereka  dalam  bumi.

Apa  yang  kita  tunggu  sekarang  dan  dari  mana  kita  tahu  bahawa  usaha  kita

membela Fir'aun mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita semua?



Pembicaraan  lelaki  mukmin  yang  intelektual  itu  mengandung  beberapa

peringatan  yang mengerikan. Tampaknya  ia berhasil memuaskan para  hadirin

bahawa  ide membunuh Musa  adalah  ide  yang  tidak  aman.  Atau  dengan  kata

lain, itu adalah ide yang tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh kerana itu,

ide  tersebut  hendaklah  ditinggalkan.  Setelah  itu,  lelaki mukmin  itu  berusaha

untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang

semula menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa

yang terang dan gamblang. Ia telah berani menampakkan kebenaran:



"Orang  yang  beriman  itu  berkata:  'Hai  kaumku,  ikutilah  aku,  aku  akan

menunjukkan  kepadamu  jalan  yang  benar.  Hai  kaumku,  sesungguhnya

kehidupan  dunia  ini  hanyalah  kesenangan  (sementara)  dan  sesungguhnya

akhirat itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat,

maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan

barang  siapa  mengerjakan  amal  yang  saleh  baik  laki-laki  mahupun

perempuan  sedang  ia  dalam  keadaan  beriman, maka mereka  akan masuk

syurga,  mereka  diberi  rezeki  di  dalamnya  tanpa  hisab.'"  (QS.  al-Mu'min:

38-40)



Akhirnya,  keimanan  lelaki  mukmin  itu  pun  tersingkap.  Ia  diketahui  sebagai

seorang  mukmin  yang  tidak  lagi  menyembunyikan  keimanannya.  Pada  akhir

pembicaraannya, ia menegaskan:



"Hai  kaumku,  bagaimanakah  kamu,  aku menyeru  kamu  kepada  keselamatan,

tetapi kamu menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada

Allah  dan mempersekutukan-Nya  dengan  apa  yang  tidak  aku  ketahui  padahal

aku  menyeru  kamu  (beriman)  kepada  Yang  Maha  Perkasa  lagi  Maha

Pengampun?  Sudah  pasti  bahawa  apa  yang  kamu  seru  supaya  aku  (beriman)

kepadanya  tidak  dapat  memperkenankan  seruan  apa  pun  baik  di  dunia

maupun  di  akhirat.  Dan  sesungguhnya  kita  kembali  kepada  Allah  dan

sesungguhnya  orang-orang  yang  melampaui  batas,  mereka  itulah  penghuni

neraka. Kelak kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu.

Dan  aku  menyerahkan  urusanku  kepada  Allah.  Sesungguhnya  Allah  Maha

Melihat akan hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)



Lelaki mukmin  itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani  ini.

Kami kira, Allah  s.w.t  telah mengirim  lelaki mukmin  ini dari kalangan Fir'aun

agar Fir'aun melupakan Musa. Konteks Al-Quran menyingkap bahawa  lelaki  ini

merupakan  salah  seorang  intelektual  Mesir  yang  mengetahui  sejarah  dan

mampu  menganalisis  serta  memiliki  kemampuan  untuk  menghubungkan  satu

peristiwa dengan peristiwa yang  lain sehingga  ia mengetahui sebab-sebab dan

akhir dari suatu peristiwa.


Orang  yang  beriman  itu mampu menggiring  akal mereka menuju  kebenaran.

Fir'aun  tersibukkan  dengan  lelaki  mukmin  ini  hingga  beberapa  saat  ia  lupa

untuk  memikirkan  Musa.  Lelaki mukmin  itu  berasal  dari  keluarga  Fir'aun.  Ia

adalah  kerabat  dekatnya  dan  salah  seorang  pejabat  negaranya. Keimanannya

terhadap kebenaran menjadikan istana Fir'aun terbagi menjadi dua kubu: kubu

pro Musa  dan  kubu  anti Musa.  Ini  bererti  kemenangan  yang  besar  bagi Musa.

kerana  itu,  membunuh  lelaki  mukmin  itu  akan  mengganggu  atau

menggoyangkan  keberadaan  cendekiawan  Mesir  di  mana  ia  adalah  salah

seorang dari mereka.



Demikianlah, Fir'aun menghadapi masalah yang rasa-rasanya sulit atau mustahil

untuk  terpecahkan.  Membunuh  lelaki  mukmin  itu  tidak  akan  memberikan

dampak  yang baik, begitu  juga membiarkannya hidup  juga  tidak memberikan

dampak  yang  baik.  Akhirnya,  mereka  membikin  suatu  konspirasi  untuk

menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan Allah s.w.t diturunkan:



"Maka  Allah memeliharanya  dari  kejahatan  tipu  daya mereka,  dan  Fir'aun

beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min: 45)



Untuk  beberapa  saat,  Fir'aun  disibukkan  dengan  masalah  baru  ini,  tetapi

Fir'aun  adalah  Fir'aun.  Ia  tetap  memakai  busana  kesombongannya;  ia  tetap

menyeksa  Bani  Israil,  menghina  mereka  dan  menodai  kehormatan

wanita-wanita  serta  membunuh  anak-anak.  Akhirnya,  tibalah  waktunya  bagi

Allah  s.w.t  untuk  bersikap  keras  kepada  keluarga  Fir'aun.  Allah  s.w.t

menurunkan bencana kepada mereka dan menakut-nakuti mereka dengan azab

sehingga mereka mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan  laki-laki

mukmin  itu,  dan  sebagai  pembuktian  atas  kebenaran  kenabian  Musa.  Allah s.w.t  menurunkan  tahun-tahun  yang  kering  dan  tandus  kepada  orang-orang

Mesir  di  mana  bumi  tampak  kering  kontang  dan  sungai  Nil  pun  mengering

hingga  buah-buahan  jarang  sekali  ditemukan  dan  harga  semakin  mencekik

leher.  Akibatnya,  kelaparan melanda  di  sana-sini.  Dalam  keadaan  demikian,

orang-orang  Mesir menganggap  bahawa  kehidupan mereka  terancam.  Adalah

hal yang maklum bahawa seksa yang seperti  ini akan selalu menimpa manusia

ketika mereka berpaling dari keimanan dan takwa.




Allah s.w.t berfirman:


"Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah

Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi

mereka  mendustakan  (ayat-ayat  Kami)  itu,  maka  Kami  seksa  mereka

disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)


Hukum  yang  lama  diperlakukan  atas  penduduk  Mesir  kerana  dua  sebab:

pertama,  sikap  dingin  mereka  terhadap  pembunuhan  yang  dilakukan  Fir'aun

kepada  para  tukang  sihir,  kedua,  sikap  dingin  mereka  terhadap  kelaliman

penguasa  mereka.  Aneh  sekali  ketika  kaum  Fir'aun  mengembalikan  masa

paceklik  ini  dan  musibah  kelaparan  ini  pada  suatu  sebab  yang  sangat

menghairankan.  Mereka  mengatakan  bahawa  apa  yang  menimpa  mereka

kerana  kesialan  yang  dibawa  oleh  Musa.  Kelaparan  yang  melanda  mereka,

kefakiran, dan  kekurangan buah-buahan  yang mereka  rasakan  saat  ini  adalah

disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah mereka.



Kemudian kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh

dari  kebenaran.  Mereka  meyakini  bahawa  sihir  Musa  adalah  yang

bertanggungjawab  terhadap  apa  yang menimpa mereka  pada musim  paceklik

ini.  Mereka  mengira  dengan  kebodohan  mereka  bahawa  kekeringan  yang

melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan yang digunakan oleh

Musa  untuk  menyihir  mereka.  Namun  perlu  diperhatikan  bahawa  pemikiran

demikian  tidak  mewakili  pemikiran  umumnya  masyarakat  saat  itu,  tetapi

pemikiran  ini  datang  dan  dihembuskan  oleh  kelompok-kelompok  yang

berkuasa.  Akhirnya,  Allah  s.w.t  menurunkan  azab  yang  lebih  keras  kepada

mereka. 



Allah s.w.t berfirman:


"Dan  sesungguhnya  Kami  telah menghukum  (Fir'aun  dan)  kaumnya  dengan

(mendatangkan)  musim  kemarau  yang  panjang  dan  kekurangan buah-buahan,  supaya  mereka  mengambil  pelajaran.  Kemudian  apabila

datang  kepada  mereka  kemakmuran,  mereka  berkata:  'Ini  adalah  kerana

(usaha) kami.' Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab

kesialan  itu  kepada  Musa  dan  orang-orang  yang  besertanya.  Ketahuilah,

sesungguhnya kesialan mereka  itu adalah ketetapan dari Allah, akan  tetapi

kebanyakan  neraka  tidak mengetahuinya.  Mereka  berkata:  'Bagaimanapun

kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan

keterangan  itu maka, kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' Maka

Kami  kirimkan  kepada  mereka  taufan,  belalang,  kutu,  katak  dan  darah

sebagai  bukti  yang  jelas,  tetapi  mereka  tetap  menyombongkan  diri  dan

mereka adalah kaum yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)



Allah  s.w.t mengirimkan  berbagai macam  azab  dengan  harapan  agar mereka

kembali  kepada  Allah  s.w.t  dan  melepaskan  Bani  Israil  serta  membiarkan

mereka  pergi  bersama  Musa.  Allah  s.w.t  mengirim  taufan  kepada  mereka.

Setelah masa paceklik, datanglah tahun yang penuh dengan air sehingga bumi

pun  tenggelam  dengan  air  sehingga  mereka  tidak  dapat  bercucuk  tanam.

Setelah  mereka  diseksa  dengan  sedikitnya  air  maka  kali  ini  mereka

mendapatkan limpahan air yang luar biasa. Mereka segera datang kepada Nabi

Musa sambil berkata:



"Dan ketika mereka ditimpa azab  (yang  telah diterangkan  itu) mereka pun

berkata:  'Hai  Musa,  mohonkanlah  untuk  kami  kepada  Tuhanmu  dengan

(perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya

jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman

kepadamu  dan  akan  kami  biarkan  Bani  Israil  pergi  bersamamu.'"  (QS.

al-A'raf: 134)


Kemudian Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari

mereka.  Air  yang memancar  dengan  dahsyat  itu  berhenti  dan  bumi  kembali

mengambil air yang cukup sehingga  layak untuk dibuat bercucuk  tanam. Nabi

Musa  meminta  kepada  mereka  untuk  mewujudkan  janji  mereka,  yaitu

melepaskan  tawanan  Bani  Israil.  Tapi mereka  tidak memenuhinya.  Kemudian

datanglah  tanda  kebesaran  yang  lain  yaitu  dalam  bentuk  turunnya  belalang.

Allah  s.w.t  mengirim  sekawanan  belalang  yang  memenuhi  tanaman  dan

buah-buahan.  Ketika  belalang-  belalang  itu  terbang  maka  tanaman-tanaman

mereka  dan  buah-buahan mereka  tersembunyi  dari  pandangan  kerana  saking

banyaknya belalang- belalang itu. Belalang itu memakan makanan orang-orang

Mesir.


Melihat keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya

agar berdoa kepada Tuhannya agar menyingkirkan seksaan ini dari mereka dan

mereka berjanji untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi

berdoa  kepada  Tuhannya  sehingga  Allah  s.w.t  menyingkirkan  azab  itu  dari

mereka. Dan belalang-belalang  itu  kembali  ke  tempat  asalnya. Mereka dapat

menanami kembali bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta kepada mereka

untuk melepaskan Bani Israil namun mereka menunda-nundanya sehingga Nabi

Musa  mengetahui  bahawa  sebenarnya  mereka  tidak  serius  untuk  memenuhi

janji mereka.


Kemudian datanglah  seksaan Allah  s.w.t yang  lain, yaitu dikirim-Nya berbagai

macam  hama.  Tersebarlah  hama  yang membawa  penyakit.  Lagi-  lagi mereka

datang  kepada  Nabi  Musa  dan  mengulangi  janji  mereka  dan  Nabi  Musa  pun

berdoa  kepada  Allah  s.w.t.  Kali  ini  mereka  pun  tetap  mengingkari  janji

mereka. Lalu datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain dalam bentuk dikirim-Nya

katak  di mana  bumi  dipenuhi  dengan  katak.  Katak  itu  melompat-lompat  ke

sana-sini  dan memenuhi makanan  orang-  orang  Mesir  serta  berada  di  rumah

mereka  sehingga mereka  sangat  terganggu dengan  kehadiran  katak-katak  liar

itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa dan kembali mengulangi janji mereka

dan  meminta  padanya  agar  ia  berdoa  kepada  Tuhannya  agar  Allah  s.w.t

menyingkirkan  azab dari mereka. Tetapi mereka pun  tetap mengingkari  janji

mereka.



Selanjutnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lain yaitu darah di mana sungai

Nil  berubah menjadi  darah  sehingga  tidak  seorang  pun  dapat  meminumnya.

Kita  ketahui  bahawa  mukjizat-mukjizat  pertama  berupa  sesuatu  yang  biasa

terjadi  pada  tanaman.  Berkurangnya  air  Nil  atau  bertambahnya  air  tersebut

atau serangan belalang atau hama dan katak, semua ini adalah bukan hal baru

bagi  orang-orang Mesir.  Yang  baru  adalah  kejadian  ini  terjadi  dengan  sangat

tiba-tiba  dan  sangat  mencekam.  Sedangkan  mukjizat  atau  azab  yang  lain

adalah azab  yang  tidak biasa  terjadi di daerah Mesir,  yaitu  azab  yang belum

pernah terjadi sebelumnya di mana air sungai Nil berubah menjadi darah.


Perubahan  sungai  itu menjadi  darah  hanya  terjadi  di  kalangan  orang-  orang

Mesir  sedangkan Musa dan  kaumnya dapat meminum  airnya  seperti biasanya.

Namun  ketika  seorang  Mesir memenuhi  tempat  gelasnya  dengan  air maka  ia

akan  mendapati  bahawa  gelasnya  penuh  dengan  darah.  Melihat  peristiwa

tersebut,  orang-orang  Mesir  tergoncang  sebagaimana  istana  Fir'aun  juga

tergoncang  melihat  seksa  yang  mengerikan  dan  baru  ini.  Lagi-lagi  mereka

menuju ke Nabi Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya

dan mereka berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil.

Nabi  Musa  pun  berdoa  kepada  Tuhannya  sehingga  azab  itu  disingkirkan  dari

orang-orang  Mesir.  Meski  demikian.  istana  Fir'aun  tidak  mengizinkan  Musa

untuk  menemui  kaumnya  dan  pergi  bersama  mereka.  Lalu  bagaimana  sikap

Fir'aun  sendiri?  Fir'aun  tetap  menunjukkan  pembangkangnya  dan

kesombongannya.  Fir'aun  mengumumkan  di  tengah-tengah  kaumnya  bahawa

dia  tuhan.  Bukankah  -  kata  Fir'aun  -  dia  memiliki  kerajaan  Mesir  dan

sungai-sungai  ini  mengalir  di  bawah  kekuasaannya?  Fir'aun  memberitahu

bahawa Musa adalah tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang fakir yang

tidak mampu menggunakan satu kalung emas dan satu gelang emas.




Allah s.w.t berfirman:


"Dan  sesungguhnya  Kami  telah  mengutus  Musa  dengan  membawa

mukjizat-mukjizat  Kami  kepada  Fir'aun  dan  pemuka-pemuka  kaumnya.

Maka  Musa  berkata:  'Sesungguhnya  aku  adalah  dari  utusan  Tuhan  seru

sekalian  alam.  Maka  tatkala  dia  datang  kepada mereka  dengan membawa

mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka mengetawakannya. Dan

tidakkah  Kami  perlihatkan  kepada  mereka  sesuatu  mukjizat  kecuali

mukjizat  itu  lebih  besar  dari  mukjizat-mukjizat  sebelumnya.  Dan  Kami

timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (kejalan yang benar).

Dan  mereka  berkata:  'Hai  ahli  sihir  berdoalah  kepada  Tuhanmu  untuk

(melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu;

sesungguhnya  kami  (jika  doamu  dikabulkan)  benar-benar  akan  menjadi

orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azab  itu

dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun

berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah kerajaan

Mesir  ini  kepunyaanku  dan  (bukankah)  sungai-sungai  ini  mengalir  di

bawahku; maka apakah kamu  tidak melihat(nya)?' Bukankah aku  lebih baik

dari  orang  yang  hina  ini  dan  yang  hampir  tidak  dapat  dijelaskan

(perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau

malaikat  datang  bersama-sama  dia  untuk  mengiringkannya.'  Maka  Fir'aun

mempengaruhi  kaumnya  dengan  (perkataannya  itu)  lalu  mereka  patuh

kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf:

46-54)



Perhatikanlah  ungkapkan  Al-Quran:  Maka  Fir'aun  mempengaruhi  kaumnya

dengan  (perkataannya  itu)  lalu mereka  patuh  kepadanya.  Fir'aun memenjara

akal  mereka,  membelenggu  kebebasan  mereka,  dan  menutup  masa  depan

mereka  yang  cerah.  Fir'aun  menodai  kemanusiaan  mereka  sehingga  mereka

mentaatinya. Bukankah  ketaatan  ini  aneh? Namun  keanehan  ini  hilang  ketika

kita  mengetahui  bahawa  mereka  adalah  orang-  orang  yang  fasik.  Kefasikan

menjadikan seseorang tidak peduli dengan masa depannya dan kepentingannya

serta  urusannya.  Pada  akhirnya,  ia  akan mendapati  kehancuran. Demikianlah

yang terjadi pada kaum Fir'aun.



Allah s.w.t berfirman:


"Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu

Kami  tenggelamkan mereka  semuanya  (di  laut),  dan  Kami  jadikan mereka

sebagai  pelajaran  dan  contoh  bagi  orang-orang  yang  kemudian."  (QS.


az-Zukhruf: 55-56)



Tampak  jelas  bahawa  Fir'aun  tidak  beriman  kepada  Musa.  Fir'aun  tidak

menghentikan  usaha  untuk  menyeksa  Bani  Israil  dan  ia  tetap  merendahkan

kaumnya.  Maka  melihat  kenyataan  yang  demikian,  Musa  dan  Harun  berdoa

buruk untuk Fir'aun:



"Musa berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada

Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta kekayaan

dalam  kehidupan  dunia,  ya  Tuhan  kami,  akibatnya  mereka  menyesatkan

(manusia)  dari  jalan  Engkau.  Ya  Tuhan  kami,  binasakanlah  harta  benda

mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga

mereka melihat  seksaan yang pedih.' Allah berfirman:  'Sesungguhnya  telah

diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab  itu  tetaplah kamu berdua

pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali mengikuti jalan orang-orang

yang tidak mengetahui.'" (QS. Yunus: 88-89)



Kemudian datanglah  izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan

disertai oleh kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh.

Tidak semua kaumnya beriman kepadanya. Allah s.w.t berfirman:



"Maka  tidak  ada  yang  beriman  kepada  Musa, melainkan  pemuda-  pemuda

dari  kaumnya  (Musa)  dalam  keadaan  takut  bahawa  Fir'aun  dan

pemuka-pemuka kaumnya akan menyeksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu

sewenang-wenang  di  muka  bumi.  Dan  sesungguhnya  dia  termasuk

orang-orang yang melampaui batas." (QS. Yunus: 83)



Selesailah  urusan.  Allah  s.w.t  telah  menetapkan  untuk  membuat  suatu

keputusan  hukum  terhadap  Fir'aun.  Allah  s.w.t memerintahkan  kepada  Musa

untuk  keluar dan mengizinkan Bani  Israil untuk pergi. Mereka bersiap-bersiap

untuk  keluar dan pergi bersama Musa. Mereka membawa perhiasan-perhiasan

mereka  lalu  datanglah  malam  kepada  mereka.  Nabi  Musa  berjalan  bersama

mereka dan menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri Syam. Sementara

itu, utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita kepada Fir'aun

bahawa Musa  telah pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan perintahnya

di  segenap  penjuru  kota  agar  pasukan  yang  besar  berkumpul.  Fir'aun

menyampaikan  alasan  yang  aneh  di  balik  pengumpulan  tentera  itu

sebagaimana disampaikan oleh Al-Quran:



"Dan  sesungguhnya  mereka  membuat  hal-hal  yang  menimbulkan  amarah

kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)



Fir'aun  telah naik pitam melihat aksi Musa.  "Secara peribadi aku  telah marah

padanya.  Jumlah  mereka  sedikit  namun  kemarahan  kita  terhadap  mereka

sungguh banyak. Kalau demikian,  ini adalah peperangan." Fir'aun benar-benar

seorang  penjahat  kelas  kakap.  Ia  tidak  berusaha menyembunyikan  niatnya  di

balik  kata-kata  besarnya.  Misalnya,  secara  diplomasi  ia  dapat  mengatakan

bahawa  keamanan  kerajaan  terancam  atau  sistem  ekonomi  akan  hancur  jika

para pekerja ini yang digaji dengan sangat murah ini akan keluar. Fir'aun tidak

mengatakan  semua  itu  tetapi  ia  hanya menyatakan bahawa  ia  sedang  emosi.

Nabi Musa membuatnya  naik  pitam  dan  ini  sudah  cukup  untuk mengeluarkan

perintah  agar  para  tentera  dikumpulkan.  Manusia  membenarkan  tindakan

Fir'aun  untuk  seribu  kalinya  setelah  membohongkannya.  Tiada  seorang  pun

yang  menentangnya  dan  tidak  ada  seorang  pun  yang  mempersoalkan  sebab

kenapa di balik pengumpulan tentera itu.



Akhirnya,  bergeraklah  tentera  Fir'aun  dengan  membawa  persenjataan  yang

lengkap  dan  mereka  berusaha  mengejar  Nabi  Musa.  Fir'aun  duduk  di  atas

kenderaan perangnya dan mengawasi  tentera di  sekitamya  sambil  tersenyum.

Barangkali  ia  membayangkan,  jika  sejak  semula  ia  melakukan  itu  maka

gerak-geri  Musa  akan  dapat  dipatahkannya  dan  ia  dapat  membunuhnya.

Alhasil, ia sekarang berada di jalan untuk menangkap Musa dan membunuhnya

dan menyelesaikan masalah seluruhnya.



Nabi Musa  berdiri  di  depan  Laut Merah.  Tampak  dari  kejauhan  bahawa  debu

yang ditebarkan oleh tentera Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak

panji-panji  tentera.  Melihat  hal  itu,  kaum  Nabi  Musa  merasakan  ketakutan.

Mereka menghadapi  situasi  sangat  sulit dan berbahaya: di depan mereka ada

laut  sementara  di  belakang  mereka  ada  musuh.  Mereka  tidak  memiliki

kesempatan  sedikit  pun  untuk  berperang  dengan  pasukan  Fir'aun  kerana

mereka  hanya  terdiri  dari  wanita-wanita,  anak-anak  kecil,  dan  orang-orang

lelaki yang tidak bersenjata. Fir'aun akan menyembelih mereka semuanya.



Tiba-tiba  terdengarlah  teriakan dari  kaum Nabi Musa:  "Fir'aun  akan menyusul

kita  dan menangkap  kita."  Nabi  Musa  berusaha menenangkan mereka  sambil

berkata:  "Tidak.  Sesungguhnya  Tuhanku  bersamaku  dan  Dia  pun  akan

membimbingiku."  Kita  tidak mengetahui  bagaimana  perasaan  Nabi Musa  saat

itu  atau  apa  yang  difikirkannya.  Yang  jelas,  ia  tidak mendapat  kepercayaan

seperti  ini  kecuali  setelah  Allah  s.w.t  mewahyukan  kepadanya  agar  ia

memukulkan  tongkatnya ke  lautan  itu. Kemudian Nabi Musa pun memukulkan

tongkat yang dibawanya kepada lautan itu.


Demikianlah  bahawa  kehendak  Allah  s.w.t  pasti  terlaksana  meskipun  harus

bertentangan dengan  logik manusia. Allah  s.w.t  ingin menunjukkan mukjizat,

kemudian Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya

kepada  lautan. Pemukulan tongkat terhadap  lautan hanya sekadar sebab yang

kemudian  diikuti  dengan  terbelahnya  lautan.  Belum  sampai  Nabi  Musa

mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi  lalu Nabi Musa

memukulkan  tongkatnya  ke  lautan.  Tiba-tiba  laut  itu  terbelah  menjadi  dua

bahagian: satu bahagian menjadi kering kontang di mana di sebelah kanannya

terdapat  ombak  dan  di  sebelah  kirinya  juga  terdapat  ombak.  Nabi  Musa

bersama kaumnya berjalan sehingga mereka dapat melewati lautan. Ini adalah

mukjizat  yang  sangat  besar.  Ombak  bergelombang:  meninggi  dan  menurun

sehingga  tampak  ada  tangan  tersembunyi  yang  mencegahnya  agar  jangan

sampai menenggelamkan Nabi Musa atau bahkan membasahinya sekalipun.




Demikianlah Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan. Sementara itu,

Fir'aun  sampai  ke  lautan.  Ia  menyaksikan  mukjizat  ini.  Ia  melihat  lautan

terdapat  jalan  kering  yang  terbelah menjadi  dua.  Fir'aun  saat  itu merasakan

ketakutan  tetapi  lagi-lagi  keras  kepalanya  dan  pembangkangnya  tetap

menyalakan  api  peperangan  sehingga  ia  menyuruh  pasukannya  untuk  maju.

Ketika Musa  selesai menyeberangi  lautan,  ia menoleh  ke  lautan  dan  ia  ingin

memukulkan  dengan  tongkatnya  sehingga  kembali  sebagaimana  mestinya,

tetapi Allah  s.w.t mewahyukan kepadanya agar  ia membiarkan  lautan  seperti

semula.  Seandainya  ia  memukulkan  tongkatnya  kepada  lautan  dan  laut  itu



kembali seperti semula nescaya Nabi Musa akan selamat dan Fir'aun pun akan

selamat,  sedangkan  Allah  s.w.t  telah  berkehendak  untuk  menenggelamkan

Fir'aun. Oleh kerana itu, Musa diperintahkan untuk membiarkan lautan seperti

semula. Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:


"Dan  biarlah  laut  itu  tetap  terbelah.  Sesungguhnya mereka  adalah  tentera

yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 24)


Fir'aun  bersama  tenteranya  sampai  di  tengah  lautan.  Ia  sudah  melewati

separuhnya  dan  ia  akan  sampai  ke  tepi  yang  lain.  Kemudian  Allah  s.w.t

memerintahkan kepada Jibril. Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga ombak

itu menerpa Fir'aun dan menenggelamkannya beserta  tenteranya. Fir'aun dan

tenteranya  tenggelam.  Pembangkang  telah  tenggelam  sedangkan  keimanan


kepada Allah s.w.t telah selamat.


Ketika tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sedar dan tabir

telah  terkuak di depannya. Fir'aun  telah menjemput  sakaratul maut.  Ia  telah

menyedari  bahawa  Musa  adalah  seorang  yang  benar  dan  ia  telah

menyia-nyiakan  dirinya  dengan  menentangnya  dan  berusaha  memeranginya.

Fir'aun berusaha menunjukkan keimanannya.



"Hingga  bila  Fir'aun  itu  hampir  tenggelam  berkatalah  dia:  'Saya  percaya

bahawa  tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani  Israil,

dan  saya  termasuk  orang-orang  yang  berserah  diri  (kepada  Allah).'"  (QS.

Yunus: 90)



Taubat  Fir'aun  tidak  berguna  dan  tidak  diterima;  taubat  yang  justru

disampaikan  ketika  ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu  kematian.

Jibril berkata kepadanya:



"Apakah  sekarang  (baru  kamu  percaya),  padahal  sesungguhnya  kamu  telah

durhaka  sejak  dahulu,  dan  kamu  termasuk  orang-orang  yang  berbuat

kerusakan." (QS. Yunus: 91)



Yakni,  tidak  ada  taubat  bagimu.  Sungguh  telah  selesai waktu  taubat  bagimu

dan  engkau  telah  binasa.  Selesailah  urusan  ini  dan  tiadalah  keselamatan

bagimu.  Yang  selamat  hanyalah  tubuhmu  dan  engkau  akan  dilemparkan  oleh

ombak  ke  tepi  sehingga  tubuhmu  sebagai  bukti  kebesaran  Allah  s.w.t  bagi

orang-orang yang hidup sesudahmu:




"Maka pada hari  ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi

peringatan  bagi  orang-orang  yang  datang  sesudahmu  dan  sesungguhnya

kebanyakan  dari  manusia  lengah  dari  tanda-tanda  kekuasaan  Kami."  (QS.

Yunus: 92)



Apa  yang  terjadi  pada  Fir'aun merupakan  sunatullah  yang  abadi  yang  terjad

sebagai pelajaran bagi hamba-hamba Allah s.w.t.




Allah s.w.t berfirman:


"Maka  tatkala mereka melihat  azab  Kami, mereka  berkata:  'Kami  beriman

hepada Allah  saja  dan  kami  kafir  kepada  sembahan-  sembahan  yang  telah

kami persekutukan dengan Allah.'" (QS. al- Mu'min: 84)



Allah s.w.t menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:


"Dan  Kami  wahyukan  (perintahkan)  kepada  Musa:  'Pergilah  di malam  hari

dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), kerana sesungguhnya kamu

sekalian  akan  disusuli.  Kemudian  Fir'aun  mengirimkan  orang  yang

mengumpulkan (tenteranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya

mereka  (Bani  Israil)  benar-benar  golongan  kecil-kecil,  dan  sesungguhnya

mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya

kita  benar-benar  golongan  yang  selalu  berjaga-jaga.' Maka Kami  keluarkan

Fir'aun  dari  kaumnya  dari  taman-taman  dan  mata  air,  dan  (dari)

perbendaharaan  dan  kedudukan  yang mulia, demikianlah  halnya dan Kami

anugerahkan  semuanya  (itu)  kepada  Bani  Israil.  Maka  Fir'aun  dan  bala

tenteranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah

kedua  golongan  itu  saling  melihat,  berkatalah  pengikut-  pengikut  Musa:

'Sesungguhnya  kita  benar-benar  akan  disusul.' Musa menjawab:  'Sekali-kali

kita  tidak akan  tersusul;  sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan

memberi petunjuk kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang

lain.  Dan  Kami  selamatkan  Musa  dan  orang-orang  yang  besertanya

semuanya.  Dan  Kami  tenggelamkan  golongan  yang  lain  itu.  Sesungguhnya

pada  yang  demikian  itu  benar-benar  merupakan  suatu  tanda  yang  besar

(mukji-  zat)  dan  tetapi  adalah  kebanyakan  mereka  tidak  beriman.  Dan

sesungguhnya  Tuhanmu  benar-benar  Dialah  Yang  Maha  Perkasa  lagi  Maha

Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)



Tersingkaplah  kejahatan  dan  kelaliman  Fir'aun.  Ombak  lautan  menggiring

tubuhnya  ke  tepi.  Kami  tidak  mengetahui  tepi  mana  yang  dimaksud,  yang

menggiring  tubuh  seseorang  yang  mengaku  dirinya  sebagai  tuhan;  seseorang

yang  tidak  ada  seorang  pun  yang  berani menentangnya. Diduga  kuat  bahawa

ombak menggiring  jasadnya  ke  tepi  barat  lalu  orang-orang  Mesir melihatnya

dan  mengetahui  bahawa  tuhan  mereka  yang  mereka  sembah,  yang  mereka

taati adalah  sekadar  seseorang  yang  tidak mampu menjauhkan kematian dari

lehernya.



Setelah  itu,  orang-orang  Mesir  mengetahui  kebenaran  secara  sempurna.

Al-Quran  al-Karim  tidak menceritakan  kepada  kita  apa  yang mereka  perbuat

setelah  jatuhnya  rejim  Fir'aun  dan  setelah  tenteranya  tenggelam;  Al-Quran

tidak menceritakan  kepada  kita bagaimana  reaksi mereka  setelah Allah  s.w.t

menghancurkan  apa  yang  diperbuat  oleh  Fir'aun  dan  kaumnya  dan  apa  yang

mereka  bangun;  Al-Quran  tidak  menyinggung  semua  itu;  Al-Quran  justru

memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan bagaimana peristiwa yang dialami

Bani Israil bersama kedua nabi itu.



Fir'aun Mesir telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan

Bani  Israil. Meskipun  ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada

jiwa  orang-orang  Mesir  dan  Bani  Israil.  Sungguh  sangat  sulit  untuk

menghilangkan  pengaruh  kehinaan  yang  sekian  lama  atau  sekian  tahun

tertanam  dalam  jiwa  dan  kemudian  jiwa  itu  menjadi  mulia.  Fir'aun  telah

menanamkan  pada  jiwa  Bani  Israil  sesuatu  yang  akan  kita  ketahui  dari

ayat-ayat  Al-Quran.  Fir'aun  telah  membiasakan  mereka  untuk  mendapatkan

kehinaan. Fir'aun  telah menghancurkan  jiwa mereka dari dalam. Fir'aun  telah

merusak  suasana  rohani  mereka  yang  bersih.  Fir'aun  telah  merosak  fitrah

mereka  sehingga  mereka  menyeksa  Musa  dan  menyakiti  Musa  dengan  sikap

penentangan dan kebodohan.




Mukjizat  pembelahan  lautan  masih  segar  di  fikiran  mereka.  Pasir-pasir  laut

yang  basah masih membekas  dan masih  terdapat  dalam  sandal-  sandal  Bani

Israil  ketika  mereka  lewat  di  depan  kaum  yang  menyembah  berhala.

Seharusnya mereka menampakkan kemarahan mereka atas kelaliman terhadap

akal,  dan  mereka  memuji  kepada  Allah  s.w.t  kerana  mereka  mendapatkan

petunjuk pada  jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka  justru menoleh

kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan tuhan lain bagi mereka

yang  dapat mereka  sembah  seperti  orang-orang  itu. Mereka merasa  cemburu

ketika  melihat  orang-orang  yang  menyembah  berhala  itu  dan  mereka  pun

menginginkan  hal  yang  sama.  Mereka merasakan  kerinduan  kepada  hari-hari

syirik  yang  lalu  yang  mereka  dapati  di  bawah  naungan  Fir'aun.  Nabi  Musa

mengetahui betapa bodohnya mereka.



Allah s.w.t berfirman:


"Dan  Kami  seberangkan  Bani  Israil  ke  seberang  lautan  itu,  maka  setelah

mereka  sampai  pada  suatu  kaum  yang  tetap menyembah  berhala mereka,

Bani  Israil  berkata:  'Hai Musa,  buatlah  untuk  kami  sebuah  tuhan  (berhala)

sebagaimana  mereka  mempunyai  beberapa  tuhan  (berhala).'  Musa

menjawab:  'Sesungguhnya  kamu  ini  adalah  kaum  yang  tidak  mengetahui

(sifat-sifat  Tuhan).'  Sesungguhnya  mereka  itu  akan  dihancurkan

kepercayaan  yang  dianutnya  dan  akan  batal  apa  yang  selalu  mereka

kerjakan. Musa menjawab:  'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang

selain  daripada  Allah,  padahal  Dialah  yang  telah  melebihkan  kamu  atas

segala  umat.  Dan  (ingatlah  hai  Bani  Israil),  ketika  Kami  menyelamatkan

kamu dari  (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang

sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan

hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cubaan yang besar dari

Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)



Musa berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya

terdapat pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya

terdapat makanan dan air. Kemudian rahmat Allah s.w.t turun kepada mereka

di mana mereka mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh

awan.  Al-Manna  adalah  makanan  yang  rasanya  mendekati  manis  dan  ia

dihasilkan  oleh  sebahagian  pohon-pohon  yang  berbuah  di  mana  angin

membawa kepada mereka rasa demikian ini dari daun-daun pohon. Allah s.w.t

juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu salah satu burung yang bernama

as-Saman.



Ketika mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis

air pun maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga

batu  itu  memancarkan  dua  belas  mata  air.  Bani  Israil  terbagi  menjadi  dua

belas  cucu maka  Allah  s.w.t mengirim  air  tersebut  kepada  setiap  kelompok.

Meskipun  mereka  mendapatkan  kemuliaan  dan  kehormatan  yang  sedemikian

rupa, tetapi lagi-lagi jiwa mereka yang sakit tidak dapat menyedarkan mereka

untuk mensyukuri nikmat-nikmat  ini. Mereka  justru mendebat Nabi Musa  dan

mengatakan  bahawa  mereka  bosan  dengan  makanan  ini  dan  mereka  ingin

memiliki  bawang  merah  dan  bawang  putih  serta  kacang-kacangan.  Semua

makanan  ini  adalah  makanan  tradisional  Mesir.  Bani  Israil  meminta  kepada

Nabi  mereka  untuk  berdoa  kepada  Allah  s.w.t  dan  mengeluarkan  dari  bumi

makanan-  makanan  ini.  Nabi  Musa  melihat  bahawa  mereka  menganiaya  diri

mereka sendiri, dan Nabi Musa menyedari betapa mereka merindukan kehinaan

mereka  saat  mereka  bersama  Fir'aun.  Mereka  berani  menolak  makanan-

makanan yang baik dan makanan-makanan yang mulia, dan  sebagai gantinya,

mereka  malah menginginkan  makanan-makanan  yang  rendah mutunya.  



Allah s.w.t berfirman:


"Dan ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan)

dengan  satu  macam  makanan  saja.  Sebab  itu,  mohon-kanlah  untuk  kami

kepada  Tuhanmu,  agar  Dia  mengeluarkan  bagi  kami  dari  apa  yang

ditumbuhkan  bumi,  yaitu:  'Sayur-sayuran,  ketimunnya,  bawang  putihnya,

kacang  adasnya,  dan  bawang  merahnya.'  Musa  berkata:  'Maukah  kamu

mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah

kamu  ke  suatu  kota,  pasti  kamu memperoleh  apa  yang  kamu minta.'  Lalu

ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan,  serta mereka mendapat

kemurkaan  dari  Allah.  Hal  itu  (terjadi)  kerana mereka  selalu mengingkari

ayat-ayat  Allah  dan membunuh  para  nabi  yang memang  tidak  dibenarkan.

Demikianlah  itu  (terjadi)  kerana  mereka  selalu  berbuat  derhaka  dan

melampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)



Nabi  Musa  berjalan  bersama  kaumnya  menuju  Baitul  Maqdis.  Nabi  Musa

memerintahkan  kaumnya  untuk memasukinya  dan memerangi  siapa  pun  yang

ada  di  dalamnya  serta  berusaha  menguasai  tempat  itu.  Demikianlah  telah

datang  ujian  terakhir  kepada  mereka  setelah  mereka  menyaksikan  mukjizat

dan ayat-ayat Allah s.w.t serta hal-hal yang luar biasa. Telah datang saat ujian

kepada mereka untuk berperang - kerana mereka sebagai orang-orang mukmin

- melawan kaum penyembah berhala. Namun kaum Nabi Musa menolak untuk

memasuki  tanah  suci.  Nabi  Musa  berusaha  menyedarkan  mereka  dengan

menceritakan  bagaimana  nikmat  Allah  s.w.t  yang  turun  kepada  mereka;

bagaimana  Allah  s.w.t  menjadikan  di  tengah-tengah  mereka  para  nabi  dan

menjadikan mereka  raja-raja  yang mewarisi  kerajaan Fir'aun; dan bagaimana

mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan oleh

seseorang pun di dalam dunia.


Kaum Nabi Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahawa di dalamnya

terdapat  kaum  yang  perkasa  dan  mereka  tidak  akan  masuk  ke  tanah  suci

sehingga  orang-orang  yang  kuat  itu  keluar  darinya.  Kitab-kitab  kuno

mengatakan bahawa mereka keluar dalam jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa

tidak dapat mendapatkan seseorang pun di antara mereka yang siap melakukan

peperangan  kecuali dua orang. Kedua orang  ini berusaha untuk menyedarkan

kaum  agar  mereka  memasuki  tanah  suci  itu  dan  berperang.  Mereka  berdua

berkata:  "Sungguh  hanya  sekadar  kalian memasuki  pintu  darinya maka  kalian

akan mendapatkan  kemenangan."  Tetapi  Bani  Israil menampakkan  ketakutan

dan tubuh mereka tampak gementar.


Pada  kali  yang  lain  -  sesuai  dengan  tabiat  mereka  -  mereka  merindukan

menyembah  berhala  ketika  melihat  ada  kaum  yang  menyembah  berhala.

Mereka  telah  rosak  dan mereka  telah  kalah  dari  dalam  diri mereka; mereka

telah biasa mendapatkan  kehinaan  sehingga mereka  tidak mampu berperang.

Yang  tersisa  hanyalah, mereka mampu  untuk  bersikap  tidak  sopan  pada Nabi

Musa  as  dan  kepada  Tuhannya.  Kaum  Nabi  Musa  berkata  kepadanya  dalam

kalimat yang terkenal:



"Pergilah  kamu  bersama  Tuhanmu,  dan  berperanglah  kamu  berdua,

sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)



Mereka mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa

rasa malu. Nabi Musa mengetahui bahawa kaumnya sangat jauh dari kebaikan.

Fir'aun  telah mati  tetapi  pengaruhnya  tetap  tertanam  dalam  jiwa mereka  di

mana  untuk mengubatinya memerlukan waktu  yang  lama. Nabi Musa  kembali

kepada Tuhannya dan memberitahu-Nya bahawa ia tidak memiliki sesuatu pun

kecuali dirinya dan saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar

Allah  s.w.t memisahkan  antara  dirinya  dan mereka.  Allah  s.w.t menurunkan

keputusan-Nya kepada generasi ini yang telah rosak fitrahnya. Yaitu keputusan

yang berupa: mereka disesatkan selama empat puluh  tahun sehingga generasi

ini mati  atau mereka mencapai  usia  senja  dan  kemudian  akan  lahir  generasi

yang  baru;  generasi  yang  belum  rosak  jiwanya  dan  mereka  akan  dapat

berperang dan memperoleh kemenangan.



Allah s.w.t berfirman:


"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah

nikmat  Allah  atasmu  ketika  Dia  mengangkat  nabi-nabi  di  antaramu,  dan

dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikannya kepadamu apa

yang  belum  pernah  diberikan-Nya  kepada  seseorang  pun  di  antara

umat-umat yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang

telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (kerana

takut  kepada musuh) maka  kamu menjadi  orang-orang  yang  rugi.  Mereka

berkata:  'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri  itu ada orang-orang yang

gagah  perkasa,  sesungguhnya  kami  sekali-kali  tidak  akan  memasukinya

sebelum  mereka  keluar  darinya.  Jika  mereka  keluar  darinya,  pasti  kami

akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut

(kepada  Allah)  yang  Allah  telah memberi  nikmat  atas  keduanya:  'Serbulah

mereka  dengan  melalui  pintu  gerbang  (kota)  itu,  maka  bila  kamu

memasukinya  nescaya  kamu  akan  menang.  Dan  hanya  kepada  Allah

hendaklah  kamu  bertawakal,  jika  kamu  benar-benar  orang  yang  beriman.'

Mereka  berkata:  'Hai  Musa,  kami  sekali-kali  tidak  memasukinya

selama-lamanya  selagi mereka  ada  di  dalamnya,  kerana  itu  pergilah  kamu

beasama  Tuhanmu,  dan  berperanglah  kamu  berdua,  sesungguhnya  kami

hanya  duduk menanti  di  sini  saja.'  Berkata Musa:  'Ya  Tuhanku,  aku  tidak

menguasai  kecuali  diriku  sendiri  dan  saudaraku.  Sebab  itu  pisahkanlah

antara  kami  dengan  orang-orang  yang  fasik  itu.  'Allah  berfirman:  '(Jika

demikian), maha  sesungguhnya negeri  itu  diharamkan  atas mereka  selama

empat puluh  tahun,  (selama  itu) mereka akan berputar-putar kebingungan

di bumi  (padang Tiih)  itu. Maka  janganlah kamu bersedih hati  (memikirkan

nasib) orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)



Dimulailah  hari-hari  kesesatan.  Mereka  melewati  tempat  yang  tertutup.

Mereka  memulai  dari  tempat  yang  mereka  akhiri  dan  sebaliknya.  Alhasil,

mereka  berjalan  tanpa  tujuan  sepanjang  siang-malam,  pagi-sore.  Mereka

memasuki daratan di daerah Saina'. Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau

bertemu  di  dalamnya  untuk  pertama  kalinya  dengan  kalimat-  kalimat  Allah s.w.t. Bani Israil turun dari at-Thur, dan Nabi Musa mendaki gunung sendirian.

Di  sana  diturunkan Taurat  dan Tuhannya  berdialog dengannya.  Sebelum Nabi

Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia menjadikan saudaranya, Harun,

sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun diangkatnya sebagai wakilnya yang

bertanggungjawab  untuk  mengurus  kaumnya.  Dan  Musa  pun  pergi  menuju Tuhannya.



Allah s.w.t berfirman:


"Dan telah Kami jadikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu

waktu  tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan  jumlah malam  itu dengan

sepuluh  (malam  lagi), maka  sempurnakanlah waktu  yang  telah  ditentukan

Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada  saudaranya yaitu

Harun:  'Gantikanlah  aku  dalam  (memimpin)  kaumku,  dan  perbaikilah,  dan

janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerosakan'" (QS

al-A'raf: 142)


Orang-orang dahulu mengatakan bahawa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh

hari  sepanjang  malam  dan  siang  tanpa  mencecah  makanan  sedikit  pun

kemudian Nabi Musa  tidak  ingin untuk berdialog  kepada Tuhannya  sementara

mulutnya  dalam  keadaan  seperti  mulut  orang  yang  berpuasa.  Lalu  beliau

memakan  sedikit  dari  tanaman  bumi  dan  beliau  mengunyahnya.  Tuhannya

berkata kepadanya: "Mengapa engkau berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku,

aku  tidak  ingin  berbicara  denganmu  kecuali  mulutku  dalam  keadaan  baik

baunya."  Allah  s.w.t  menjawab:  "Tidakkah  engkau  mengetahui  wahai  Musa

bahawa mulut  orang  yang  berpuasa  di  sisi-Ku  lebih  baik  daripada  bau misik.

Kembalilah  engkau  berpuasa  selama  sepuluh  hari  kemudian  datanglah

kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan perintah-Nya.

Kami  tidak  mengetahui  secara  pasti,  mengapa  Nabi  Musa  berpuasa  selama


empat  puluh malam,  bukan  tiga  puluh  hari.  Yang  kita  ketahui 

bahawa  Allah s.w.t menambah sepuluh hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlahkepadanya sepuluh wasiat:


1.  Perintah  untuk  hanya  menyembah  kepada  Allah  s.w.t  dan  tidak menyekutukan-Nya.

2. Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah s.w.t.

3. Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.

4. Perintah untuk menghormati ayah dan ibu.

5. menyedari bahawa Allah s.w.t yang dapat memberi dan membagi.

6. Janganlah engkau membunuh.

7. Janganlah engkau berzina.

8. Janganlah engkau mencuri.

9. Janganlah memberikan kesaksian yang palsu.

10.  Jangan  engkau merasa  tertipu  atau  terpikat  kepada  rumah  temanmu


atau Isterinya atau budaknya atau sapinya atau keledainya.




Para  ulama  salaf  mengatakan  bahawa  kandungan  sepuluh  wasiat  ini  telah

terdapat dalam dua ayat dalam Al-Quran, yaitu dalam firman-Nya:



"Katakanlah:  'Marilah  kubacakan  apa  yang  diharamkan  atas  kamu  oleh


Tuhanmu,  yaitu:  Janganlah  kamu  mempersekutukan  sesuatu  dengan  Dia,

berbuat  baiklah  terhadap  kedua  ibu  dan  bapakmu,  dan  janganlah  kamu

membunuh anak-anak kamu kerana  takut kemiskinan. Kami akan memberi

rezeki  kepadamu  dan  kepada  mereka;  dan  janganlah  kamu  mendekati

perbuatan-perbuatan  yang  keji,  baik  yang  tampak  di  antaranya  mahupun

yang  tersembunyi,  dan  janganlah  kamu membunuh  jiwa  yang  diharamkan

Allah  (membunuhnya)  melainkan  dengan  sesuatu  (sebab)  yang  benar.'

Demikian  itu  yang  diperintahkan  oleh  Tuhanmu  kepadamu  supaya  kamu

memahaminya.  Dan  janganlah  kamu mendekati  harta  anak  yatim,  kecuali

dengan  cara  yang  lebih  bermanfaat,  hingga  sampai  ia  dewasa.  Dan

sempurnakan  takaran  dan  timbangan  dengan  adil.  Kami  tidak memikulkan

beban  kepada  seseorang  melainkan  dengan  kesanggupannya.  Dan  apabila

kamu  berkata, maka  hendaklah  kamu  berlaku  adil  kendatipun  dia  adalah

kerabat(mu),  dan  penuhilah  janji  Allah.  Yang  demikian  itu  diperintahkan

Allah kepadamu agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151- 152)



Allah s.w.t menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia perg

untuk menemui  janji  dengan  Tuhannya. Musa  ketika  berpuasa  selama  empat

puluh malam bermaksud untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika 

Allah s.w.t  berdialog  dengannya,  maka  Musa  merasakan  cinta  yang  semakin

bergelora kepada Tuhannya. Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada d

hati  Musa  ketika  ia  meminta  kepada  Tuhannya  agar  dapat  melihatnya.

Seringkali cinta yang ada di dalam manusia mendorong dirinya untuk meminta

sesuatu  yang  mustahil.  Lalu  bagaimana  bayangan  Anda  terhadap  cinta  yang

berhubungan  dengan  cinta  kepada  Allah  s.w.t.  Ia  adalah  hakikat  cinta.

Kedalaman  perasaan  Nabi  Musa  kepada  Tuhannya  dan  kecintaannya  kepada

sang  Pencipta,  semua  ini  mendorongnya  untuk  meminta  kepada  Allah  s.w.t

agar dapat melihatnya.



Allah s.w.t berfirman:

"Dan  tatkala  Musa  datang  untuk  (munajat  dengan  Kami)  pada waktu  yang

telah  Kami  tentukan  dan  Tuhan  telah  berfirman  (langsung)  kepadanya,

berkatalah Musa:  'Ya  Tuhanku,  tampakkanlah  (diri  Engkau)  kepadaku  agar

aku dapat melihat kepada Engkau.'" (QS. al- A'raf: 143)



Demikianlah  dorongan  cinta  dari  para  pencinta  sejati.  Musa  bertanya  dan

meminta  kepada  Tuhannya  sesuatu  yang  menakjubkan  tetapi  Allah  s.w.t

menjawabnya:



"Tuhan berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku." (QS. al-A'raf:


143)



Seandainya  Allah  s.w.t  hanya  mengatakan  demikian  maka  ini  pun  sebagai

bentuk  keadilan  dari-Nya,  tetapi  keadaan  di  sini  adalah  keadaan  cinta  Ilahi

dari Musa.  Dorongan  cinta  yang  dibalas  dengan  dorongan  cinta.  Demikianlah

Nabi Musa mendapatkan  rahmat  dari  Tuhannya.  Allah  s.w.t memberitahunya

bahawa  ia  tidak  akan mampu melihat-Nya  kerana  tak  satu  pun  dari makhluk

yang  tidak  dapat  "menangkap  cahaya"  dari  Allah  s.w.t.  Allah  s.w.t

memerintahkannya agar melihat gunung, dan jika gunung itu masih menetap di

tempatnya maka ia akan dapat melihat Tuhannya.




Allah s.w.t berfirman:


"Tetapi  lihatlah  ke  bukit  itu,  maka  jika  ia  tetap  di  tempatnya  (sebagai

sediakala) nescaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan

diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun

jatuh pengsan. (QS. al-A'raf: 143)




Tiada  seorang  pun  yang  dapat  "menangkap"  cahaya  Allah  s.w.t.  Nabi  Musa

mengetahui  hakikat  ini  dan  menyaksikan  sendiri.  Ash'aq  adalah  al-Maut

(kematian)  atau  al-Ighma'  (keadaan  tidak  sedarkan  diri  atau  pengsan).  Kami

tidak  mengetahui  bagaimana  keadaan  yang  dialami  Nabi  Musa  ketika  ia

kehilangan kehidupannya atau kesedarannya.



"Maka  setelah  Musa  sedar  kembali,  dia  berkata:  'Maha  Suci  Engkau,  aku

bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'" (QS.

al-A'raf: 143)


Para mufasir  klasik  cukup  serius meneliti  dan memperbincangkan  ayat-  ayat

ini. Misalnya, mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta  kepada

Allah  s.w.t  agar  dapat  melihat-Nya,  padahal  ia  tahu  bahawa  itu  adalah  hal

yang  tidak mungkin  atau mustahil. Mereka  berselisih  pendapat  dalam  hal  itu

dan  saling  adu  argumentasi.  Mu'tazilah  memiliki  pendapat  yang  lain  dan

Ahlusunah pun memiliki pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan semuanya

berkisar pada: bagaimana  seorang nabi  tidak mengetahui  - padahal  ia adalah

makhluk  Allah  s.w.t  yang  paling  dekat  dengan-Nya  -  bahawa  melihat  


Allah s.w.t adalah hal yang sangat mustahil?


Kami kira bahawa sikap Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan

kedalaman dari hatinya, yang ini merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah

yang  dilalui  oleh  Nabi  Musa.  Kita  sekarang  berada  di  hadapan  puncak  cinta

kepada  Allah  s.w.t.  Dan  seorang  pencinta  tidak menginginkan  selain melihat

"wajah" kekasihnya. Menurut  logik akal bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal

yang mustahil,  tetapi  kapan  cinta  pernah peduli  dengan  logik  itu. Nabi Musa

terdorong untuk mendapatkan pengalaman baru yaitu  suatu pengalaman yang

kayaknya  ia  sengaja  melakukannya  untuk  mewakili  kita  semua.  Nabi  Musa

nekad dan mendorong kita untuk meminta. Ia lebih dahulu merasakan keadaan

tidak  sedarkan  diri  dan  ia  telah membuktikan  kepada  kita  dengan  tubuhnya

yang mulia dan  rohnya yang  suci bahawa  tak  seorang pun dapat  "menangkap"

cahaya  Allah  s.w.t.  Nabi  Musa  dalam  keadaan  tak  sedarkan  diri  lalu  ketika

bangun  ia  memuja-muja  Allah  s.w.t  dan  bertaubat  serta  meminta  ampun

kepadaNya:



"Dia  berkata:  'Maha  Suci  Engkau,  aku  bertaubat  kepada  Engkau.'"  (QS.

al-A'raf: 143)



Mengapa  Nabi  Musa  bertaubat?  Orang-orang  sufi  berkata:  Ia  bertaubat  dari

dorongan cinta yang besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal

ia menyedari  itu  adalah mustahil.  Ini  adalah  tafsiran  yang memuaskan  yang

didukung  oleh  konteks  ayat-ayat  tersebut.  Perhatikanlah  ayat-ayat

(tanda-kebesaran) Allah s.w.t dan bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap

apa-apa  yang  diterimanya  dari  berbagai macam  nikmat.  Allah  s.w.t  berkata

kepada Musa:



"Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang

lain  (di masamu) untuk membawa  risalah-Ku dan untuk berbicara  langsung

dengan-Ku.  Sebab  itu,  berpegang  teguhlah  kepada  apa  yang  Aku  berikan

kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan

telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai

pelajaran  dan  penjelasan  bagi  segala  sesuatu;  maka  (Kami  berfirman):

'Berpeganglah  kepadanya  dengan  teguh  dan  suruhlah  kaummu  berpegang

kepada  (perintah-perintahnya)  dengan  sebaik-baiknya.'"  (QS.  al-A'raf:144-145)



Ahli tafsir memperhatikan firman Allah s.w.t kepada Musa: "Sesungguhnya Aku

memilih  (melebihkan)  kamu  dari  manusia  yang  lain  (di  masamu)  untuk

membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."


Kemudian  dilakukanlah  perbandingan  antara  Nabi  Musa  dan  nabi-nabi  yang

lain.  Dikatakan  bahawa  pemilihan  ini  dikhususkan  hanya  kepadanya  dan  di

zamannya  saja,  dan  tidak  berlaku  di  zaman  sebelumnya  kerana  ada  Nabi

Ibrahim di zaman itu, sedangkan Nabi Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa. Begitu

juga  pemilihan  ini  tidak  berlaku  pada  zaman  setelahnya  kerana  ada  Nabi

Muhammad bin Abdullah saw dan ia lebih baik dari mereka berdua.



Kami  ingin menghindari  perdebatan  ini,  bukan  kerana  kami  percaya  bahawa

semua  nabi  sama.  Memang  Allah  s.w.t  memberitahu  kita  bahawa  Dia

mengutamakan  sebahagian  nabi  atau  sebahagian  yang  lain  dan  mengangkat

darjat  sebahagian mereka atau  sebahagian yang  lain,  tetapi pengutamaan  ini

adalah  hal  yang  tidak  boleh  kita  sentuh.  Hendaklah  kita  beriman  kepada

seluruh  nabi  dan  kita  harus menunjukkan  penghormatan  kita  kepada mereka

semua.  Adalah  bukan  hal  yang  sopan  jika  kita  mencuba

membanding-bandingkan  di  antara  para  nabi.  Yang  utama  adalah,  hendaklah

kita meyakini dan mengimani mereka semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan

Musa dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam

keadaan marah  dan  jengkel.  Di  alam wujud  tidak  ada  seorang manusia  yang

memiliki  kelembutan  dan  kerelaan  hati  yang  begitu  besar  seperti Nabi Musa,

tetapi  ia  diberitahu  oleh  Tuhannya  bahawa  kaumnya  telah menyimpang  dari

jalannya.  Oleh  kerana  itu,  ia  kembali  dalam  keadaan  marah  dan  jengkel

kepada mereka. Allah s.w.t berfirman:




"Mengapa  kamu  datang  lebih  cepat  daripada  kaummu,  hai  Musa?  Berkata

Musa:  'Itulah mereka  sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu,

ya Tuhanku, agar  supaya Engkau  redha  (kepadaku). Allah berfirman:  'Maka

sesungguhnya, Kami  telah menguji  kaummu  sesudah  kamu  tinggalkan,  dan

mereka  telah  disesatkan  oleh  Samiri.  Kemudian  Musa  kembali  kepada

kaumnya dengan marah dan bersedih hati. " (QS. Thaha: 83-86)


Musa  turun  dari  gunung  dan  membawa  papan  Taurat.  Rasa-rasanya  hatinya

mendidih  dan  jengkel.  Kita  dapat  membayangkan  bagaimana  emosi  yang

membakar  Nabi  Musa  saat  ia  mengayunkan  langkahnya  menuju  kaumnya.


Betapa  tidak,  belum  lama  Nabi  Musa  meninggalkan  kaumnya  dan  menemui

Tuhannya,  mereka  mendapatkan  fitnah  melalui  Samiri.  Fitnah  ini  adalah,

bahawa  Bani  Israil  -  ketika  keluar  dari  Mesir  - membawa  banyak  dari  harta

perhiasan  orang-orang  Mesir  dan  emas-emas  mereka.  Mereka  mengambilnya

untuk mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka. Kemudian mereka

selamat kerana mukjizat pembelahan  lautan di mana  lautan menenggelamkan

Fir'aun dan tenteranya sehingga harta mereka yang berupa emas dimiliki oleh

Bani Israil.



Harun  mengetahui  bahawa  emas  tersebut  bukan  milik  mereka  lalu  Harun

memintanya  dari  mereka  dan  menimbunnya  di  tanah.  Bani  Israil  tidak

memerlukannya  kerana  saat  ini mereka  sedang  tersesat.  Mereka  berjalan  di

tengah-tengah gurun  sehingga  tidak bermanfaat bagi mereka emas- emas  itu.

Harun, saudara kandung Musa, menggali tanah dan meletakkan emas-emas  itu

lalu menimbunkan  di  atasnya  tanah.  Samiri melihat  apa  yang  dilakukan  oleh

Harun.  Setelah  itu,  dia  mengeluarkannya  dan  membuat  sebuah  patung  sapi

yang  menyerupai  sapi  Ibis  sesembahan  orang-orang  Mesir.  Samiri  adalah

seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi yang menarik di

mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk darinya udara

dari  celah bahagian belakangnya  lalu  keluar dari hidungnya.  Samiri membuat

suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.


Konon,  rahsia  kehebatan  sapi  ini  adalah  kerana  Samiri  telah  mengambil

segenggam  tanah  yang  dilalui  Jibril  ketika  ia  turun  ke  bumi  dalam  peristiwa

mukjizat pembelahan laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh

kaum Nabi Musa. Kemudian dia mengambil  segenggam  tanah dari bekas  yang

dilalui  seorang  utusan  (Jibril)  dan  meletakkannya  bersama  emas.  Samiri

membuat  darinya  anak  sapi.  Jibril  as  tidak  berjalan  di  atas  sesuatu  kecuali

sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas lalu

membuat  darinya  anak  sapi maka  anak  sapi  itu  dapat  bersuara  seperti  anak

sapi  yang  sebenarnya.  Demikianlah  kisah  Samiri.  Kita  mengetahui  sekarang

bahawa  jika  tanah  ditambahkan  ke  emas  dan melebur maka  tanah  itu  akan

terpisah  dari  emas  dan  akan  meninggalkan  bekas  (lubang)  di  tempat

terpisahnya  itu.  Diduga  kuat  bahawa  Samiri  menggunakan  tanah  itu  seperti

tanah  yang  lain  dalam  usaha  untuk mengeringkan  bahagian  dalam  dari  anak

sapi di mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara.


Setelah  itu,  Samiri  keluar  menemui  Bani  Israil  dengan  membawa  apa  yang

dibuatnya. Mereka bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini

adalah tuhan kalian dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang

menemui  Tuhannya?"  Samiri  menjawab:  "Musa  telah  lupa  ia  pergi  untuk

menemui  tuhannya  di  sana,  padahal  sebenarnya  tuhannya  ada  di  sini."

Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini.



Barangkali  pembaca  akan merasa  hairan  terhadap  fitnah  ini.  Bagaimana  akal

kaum  itu  dapat  tunduk  sampai  pada  keadaan  seperti  ini?  Bukankah  mereka

telah  menyaksikan  mukjizat  yang  besar?  Bagaimana  mereka  dengan  mudah

menyembah  berhala?  Kebingungan  tersebut  segera  hilang  ketika  kita  lihat

keadaan kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik

di Mesir pada saat mereka menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak

sapi  Ibis.  Mereka  terdidik  di  bawah  kehinaan  dan  perbudakan  sehingga  jiwa

mereka  menjadi  ternoda  dan  fitrah  mereka  menjadi  tercemar.  Mereka

menyaksikan  mukjizat-mukjizat  dari  Allah  s.w.t  tetapi  mukjizat  itu

berbenturan  dengan  jiwa-jiwa  yang  putus  asa.  Mukjizat  ini  tidak  mampu

memuaskan  mereka  untuk  mempercayai  kebenaran.  Mereka  masih  saja

dihinggapi  keinginan  untuk  menyembah  berhala.  Mereka  adalah  para

penyembah  berhala  seperti  tokoh-tokoh Mesir  yang  dahulu.  Oleh  kerana  itu,

mereka  menyembah  anak  sapi.  Sikap  mereka  ini  tidak  terlalu  mengagetkan

kita. Sebab, setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka

melihat suatu kaum yang menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi

Musa  agar  menjadikan  tuhan  bagi  mereka  seperti  kaum  yang  menyembah

berhala itu.


Jadi,  masalahnya  adalah  masalah  klasik.  Pada  hakikatnya,  hasrat  untuk

menyembah  berhala  bererti  menyembah  berhala  itu  sendiri.  Apa  yang

dilakukan Samiri adalah,  ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah

berhala.  Kemudian  Samiri  memilih  agar  anak  sapi  yang  diciptakannya

berbentuk  emas  kerana  ia  mengetahui  bahawa  umumnya  Bani  Israil  lemah

(mudah  terpedaya) pada emas. Akhirnya,  fitnah yang ditimbulkan oleh Samiri

tersebar  di  sana  sini.  Harun  sangat  terpukul  ketika  mengetahui  Bani  Israil

menyembah  anak  sapi  dari  emas.  Mereka  terbagi  menjadi  dua  kelompok:

minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini adalah tipu daya dan

kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari Harun dan tetap

melampiaskan  kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri di

tengah-  tengah  kaumnya  dan  mulai  menasihati  mereka.  Ia  berkata  kepada

mereka:  "Sesungguhnya  kalian  tertipu  dengannya.  Ini  adalah  fitnah  (godaan).

Samiri  telah memanfaatkan  kebodohan  kalian  dengan menciptakan  anak  sapi

itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:




"Dan sungguh, sebelumnya Harun telah berkata kepada mereka, "Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu hanya sekedar diberi cobaan (dengan patung anak sapi) itu dan sungguh, Tuhanmu ialah (Allah) Yang Maha Pengasih, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku!"(QS. Thaha: 90)



Para  penyembah  anak  sapi  menolak  nasihat  Harun.  Kelompok  orang-  orang

yang  bodoh  itu  tidak  mahu  lagi  menerima  nasihat.  Harun  kembali

memperingatkan mereka dan menceritakan kembali kepada mereka bagaimana

mukjizat-mukjizat  Allah  s.w.t  dapat menyelamatkan mereka,  dan  bagaimana

Allah s.w.t memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka menutup telinga

dan menolak  segala  nasihatnya. Mereka  justru melemahkan  posisi Harun  dan

nyaris  saja membunuhnya.  Adalah  jelas  bahawa  Harun  lebih  lemah  daripada

Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khuatir jika ia menggunakan

kekuatan  dan  menghancurkan  berhala-berhala  yang  mereka  sembah,  maka

akan terjadi  fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang saudara.

Akhirnya,  Harun  memilih  untuk  menunda  hal  itu  sampai  kedatangan  Musa.

Harun  mengetahui  bahawa  Musa  seorang  yang  kuat  yang  mampu  mengatasi

fitnah  ini  tanpa  harus menumpahkan  darah.  Sementara  itu,  Bani  Israil  terus

menari di sekitar anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya -

adalah  penyebab  fitnah  ini,  dan  ia  menari-nari  serta  berputar-putar  di

sekeliling berhala.



Al-Qurthubi  dalam  tafsirnya  pada  juz  kesebelas  menyebutkan  fitnah  yang

timbulkan  oleh  Samiri.  Qurthubi  berkata:  "Imam  Abu  Bakar  at-Thurthusi

ditanya:  "Apa  yang  dikatakan  oleh  pemimpin  kita  al-Faqih  tentang  kelompok

lelaki  yang  memperbanyak  zikrullah  dan  menyebut  Muhammad  saw.

Sebahagian  mereka  menari-nari  sehingga  pengsan.  Mereka  menghadirkan

sesuatu  dan  memakannya.  Apakah  hadir  bersama  mereka  boleh  atau  tidak?

Berilah  kami  fatwa,  mudah-mudahan  engkau  diberi  pahala."  Qurthubi

menjawab  pertanyaan  ini  dengan  menukil  penjelasan  gurunya:  "Mazhab  sufi

(yang  beliau  maksudkan  adalah  orang-orang  yang  menari-nari  yang

dipraktikkan  oleh  sebahagian  aliran  sufi  untuk  mengekspresikan  zikir)

berdasarkan kebodohan dan kesesatan  serta  sesuatu yang  sia-sia.  Islam hanya

berdasarkan Kitab Allah s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik tari-tarian seperti

itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut Samiri

ketika  mereka  menjadikan  anak  sapi  sebagai  tuhan  mereka.  Mereka

menari-nari di  sekitarnya dan berkumpul di  situ.  Itu adalah agama  kekufuran

dan penyembahan terhadap anak sapi."



Nabi  saw  duduk  bersama  sahabatnya  dan  seakan-akan  di  atas  kepala mereka

terdapat burung, kerana saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah

penguasa  dan wakilnya mencegah  orang-orang  itu  untuk  hadir  di masjid  dan selainnya.  Dan  tidak  diperkenankan  bagi  seorang  pun  yang  beriman  kepada

Allah  s.w.t  dan  hari  kemudian  untuk  hadir  bersama  orang-orang  itu  atau

membantu kebatilan mereka. Ini adalah pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah,

Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari para imam kaum Muslim.


Demikianlah pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda

dapat membayangkan sejauh mana kecemerlangan fikirannya dan sejauh mana

ketakwaannya.  Selanjutnya,  kita  kembali  kepada  kisah Nabi Musa. Nabi Musa

turun dari gunung untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian  ia mendengar

teriakan kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti

ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka. Dan  tiba-tiba keheningan

menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata:


"Dan  tatkala Musa  telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan  sedih

hati,  berkatalah  dia:  'Alangkah  buruknya  perbuatan  yang  kamu  kerjakan

sesudah kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)


Musa  berjalan  menuju  ke  Harun,  lalu  ia  meletakkan  papan  Taurat  dengan

tangannya di atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa

memegang  Harun  dari  rambut  kepalanya  sampai  rambut  janggutnya  sambil

berkata:

"Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah

sesat,  (sehingga)  kamu  tidak  mengikuti  aku?  Maka  apakah  kamu  telah

(sengaja) menderhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)



Musa  bertanya,  "Apakah  Harun  tidak  mentaati  perintahnya,  bagaimana  ia

mendiamkan  fitnah  ini;  bagaimana  ia  tetap  bersama  mereka  dan  tidak

meninggalkan mereka serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia

tetap  diam  dan  tidak  berusaha melawan mereka,  bukankah  orang  yang  diam

atau membiarkan  suatu  kesalahan  itu  bertanda  bahawa  ia merestuinya  atau

bahagian dari kesalahan itu?" Keheningan semakin meningkat ketika gelora api

kemarahan  Musa  semakin  membara.  Harun  berbicara  kepada  Musa  dan

meminta  kepadanya  untuk  melepaskan  kepalanya  dan  janggutnya  kerana

mereka  berdua  berasal  dari  ibu  yang  satu.  Harun  mengingatkan  Musa  akan

kedekatan  hubungannya  melalui  ibu,  bukan  melalui  ayah  agar  hal  itu  lebih

dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:



"Harun menjawab: 'Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan

jangan (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)


Harun  memberi  pengertian  kepada  Musa  bahawa  ia  sama  sekali  tidak

bermaksud  menentang  perintahnya,  dan  ia  pun  tidak  menunjukkan  sikap

merestui  penyembahan  anak  sapi,  tetapi  ia  khuatir  jika  ia  meninggalkan

mereka  dan  pergi  lalu  Musa  bertanya  kepadanya,  mengapa  ia  tidak  tetap

tinggal  bersama  mereka?  Mengapa  seorang  yang  bertanggungjawab  kepada

mereka  justru meninggalkan mereka?  Di  samping  itu,  ia  juga  khuatir  jika  ia

memerangi  mereka  dengan  kekerasan  maka  terjadi  peperangan  di  antara

mereka.  Lalu  Musa  akan  bertanya  kepadanya,  mengapa  ia  membikin

perpecahan  di  antara  mereka  dan  mengapa  ia  tidak  menunggu  kembalinya

Musa 



0 comments:

Posting Komentar