Kisah Nabi Harun As dan Nabi Musa As
Yakub atau Israil tinggal di Mesir sejak ia datang untuk bertemu dengan
anaknya, Yusuf. Ketika beliau wafat mereka menguburnya di tempat di mana
ia dilahirkan di Palestina. Anak-anak Israil lebih memilih untuk hidup di Mesir
di sisi Yusuf. Keadaan Mesir, kebaikannya yang banyak, kelayakan tanahnya,
dan keharmonisan iklimnya merupakan daya tarik tersendiri bagi mereka untuk
tinggal di dalamnya. Anak-anak Israil tinggal di Mesir dalam tempo yang
lumayan. Mereka menikah sehingga jumlah mereka bertambah banyak.
Berlalulah tahun demi tahun dan kemudian Nabi Yusuf meninggal. Nabi Yusuf
telah mengubah Islam saat beliau memegang tampuk kekuasaan. Nabi Yusuf
memperjuangkan Islam dan setiap nabi yang diutus oleh Allah s.w.t pasti
memperjuangkan agama Islam sejak Nabi Adam as sampai Nabi Muhammad saw.
Pengertian Islam di sini ialah, mengesakan Allah s.w.t dan hanya
semata-mata menyembah-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan berdoa
kepada- Nya. Islam juga bererti menyerahkan niat dan amal hanya
semata-mata kepada Allah s.w.t. Demikianlah yang kita fahami atau yang kita
maksud dari kata al-Islam, bukan sistem sosial yang dibawa oleh Nabi yang
terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Sistem ini merupakan kepanjangan dari
sistem-sistem sosial yang dibawa para nabi. Jadi, esensi akidah satu dan tidak
berbeda dari Nabi Adam sampai Nabi Muhammad saw.
Ketika Nabi Yusuf menjadi penguasa di Mesir dan ketua para menteri agama di
Mesir berubah menjadi agama tauhid atau Islam. Nabi Yusuf as menyeru
manusia untuk memeluk Islam saat beliau ada di dalam penjara ketika beliau
mengatakan:
"Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah
Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa (QS.Yusuf: 39)
Dan beliau berdoa pada suatu hari ketika mimpinya terwujud:
"Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan
orang-orang yang soleh. " (QS. Yusuf: 101)
Dan ketika Nabi Yusuf meninggal, Mesir mengubah sistem tauhid ke sistem
multi tuhan untuk kedua kalinya. Menurut dugaan kuat bahawa hal ini
terwujud dengan adanya campur tangan kelompok-kelompok elit yang
berkuasa. Kelompok-kelompok elit ini - ketika di bawah agama tauhid - mereka
tidak mendapatkan suatu perlakukan istimewa atau dibezakan dengan
masyarakat umum, sehingga kerananya mereka mempunyai kepentingan untuk
mengembalikan sistem penyembahan multi tuhan. Kemudian masyarakat
mengikuti sistem penyembahan Fir'aun. Dan akhirnya, Mesir dipimpin
keluarga-keluarga Fir'aun dan mereka mengklaim bahawa mereka adalah tuhan
atau wakil-wakil tuhan atau orang-orang yang berbicara atas nama tuhan.
Pada dasarnya, masyarakat Mesir adalah masyarakat yang beradab. Mereka
disibukkan dengan pembangunan peradaban. Mereka memiliki kecenderungan
keagamaan yang kuat. Dan barangkali kelompok- kelompok dari masyarakat
Mesir meyakini bahawa Fir'aun bukan tuhan namun kerana mereka mendapat
tantangan keras dari Fir'aun dan Fir'aun tidak ingin dari kaumnya kecuali agar
mereka mentaatinya sehingga mereka pun terpaksa menyembunyikan
keimanan dalam diri mereka. Jadi, tuhan-tuhan berhala banyak sekali di Mesir.
Hal yang bisa difahami adalah, bahawa Fir'aun menguasai semua macam tuhan
dan ia mengisyaratkan dengannya dan berbicara atas namanya. Yang demikian
ini adalah sangat jelas di Mesir. Ketika terdapat sistem multi tuhan di Mesir -
meskipun masyarakatnya meyakini tuhan utama, yaitu Fir'aun - kelompok elit
yang berkuasa membatasi untuk hanya menyembah Fir'aun dan melaksanakan
perintah-perintahnya serta membenarkan tindakan semena-menanya. Kita
akan mengetahui dan kita akan membuka lembaran-lembaran Nabi Musa as
bagaimana masyarakat Mesir hidup di zamannya. Majoriti masyarakat saat itu
mendapatkan kehinaan yang luar biasa dan diperlakukan secara lalim. Mereka
harus taat sepenuhnya kepada Fir'aun. Mereka selalu diancam oleh
algojo-algojo Fir'aun dan para tenteranya.
Allah s.w.t menceritakan Fir'aun yang hidup di zaman Nabi Musa dalam
firman-Nya:
"Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil
kaumnya (seraya berkata): 'Akulah Tuhanmu yang paling tinggi.'" (QS.
an-Nazi'at: 23-24)
Manusia saat itu benar-benar tunduk terhadap pernyataan orang-orang kafir.
Mereka mentaati - barangkali itu kerana terpaksa - perkataan Fir'aun. Mesir
kembali menggunakan sistem multi tuhan setelah sebelumnya disinari oleh
tauhid yang disuarakan oleh Nabi Yusuf. Sementara itu, anak-anak Yakub atau
anak-anak Israil mereka telah menyimpang dari tauhid. Mereka mengikuti
orang-orang Mesir. Sedikit sekali dari keluarga mereka yang masih
mempertahankan agama tauhid secara tersembunyi.
Datanglah suatu masa atas Bani Israil di mana mereka semakin banyak dan
semakin menyebar. Mereka mengerjakan berbagai macam pekerjaan, dan
mereka memenuhi pasar-pasar Mesir. Berlalulah hari demi hari. Mesir
diperintah oleh seorang raja yang bengis di mana orang-orang Mesir
menyembahnya. Raja yang jahat ini melihat Bani Israil semakin banyak dan
semakin berkembang serta mengambil posisi-posisi penting. Raja mendengar
pembicaraan Bani Israil tentang berita yang samar di mana dalam berita itu
dikatakan bahawa salah seorang anak Bani Israil akan menjatuhkan Fir'aun
Mesir dari singgahsananya. Barangkali berita itu berasal dari suatu mimpi dari
mimpi-mimpi hidup atau mimpi nyata yang mengelilingi hati kelompok minoriti
yang tertindas, dan mungkin itu merupakan berita gembira yang tersebut
dalam kitab-kitab mereka. Apa pun halnya, berita ini telah sampai di telinga
Fir'aun.
Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintah yang aneh, yaitu jangan sampai
seorang pun dari Bani Israil yang melahirkan anak. Maksud dari perintah ini
adalah, hendaklah setiap anak yang lahir dari jenis laki-laki dibunuh. Aturan ini
mulai diterapkan. Tapi para pakar ekonomi berkata kepada Fir'aun:
Orang-orang tua dari Bani Israil akan mati sesuai dengan ajal mereka,
sedangkan anak-anak kecilnya disembelih maka ini akan berakhir pada
hancurnya dan binasanya Bani Israil namun Fir'aun akan kehilangan kekayaan
dan aset manusia yang dapat bekerja untuknya atau menjadi budak-budaknya
dan wanita-wanita tidak dapat lagi dimilikinya. Maka yang terbaik adalah,
hendaklah dilakukan suatu proses sebagai berikut: Anak laki-laki disembelih
pada tahun yang pertama dan hendaklah mereka dibiarkan pada tahun
berikutnya. Fir'aun sependapat dengan fikiran ini kerana itu dianggap lebih
menguntungkan dari sisi ekonomi.
Ibu Musa mengandung Harun pada tahun di mana anak-anak kecil tidak dibunuh
maka ia melahirkannya secara terang-terangan. Ketika datang tahun yang
ditetapkan di dalamnya bahawa anak-anak kecil harus dibunuh, ia melahirkan
Musa. Saat melahirkan Musa, sang ibu merasakan ketakutan yang luar biasa. la
mencemaskan bahawa jangan-jangan anaknya akan dibunuh. Maka si ibu
menyusuinya secara sembunyi- sembunyi. Kemudian datanglah suatu malam
yang penuh berkah di mana Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa: 'Susuilah dia dan apabila khuatir
terhadapnya maka jatuh kalah ia ke dalam sungai (Nil). Dan janganlah kamu
khuatir dan janganlah (pula) bersedih hati, kerana sesungguhnya Kami akan
mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para
rasul.'" (QS. al-Qashash: 7)
Mendengar wahyu Allah s.w.t itu dan mendengar panggilan yang penuh kasih
sayang dan suci ini, ibu Musa langsung mentaatinya. Ia diperintahkan untuk
membuat peti kecil bagi Musa. Setelah menyusuinya, ia meletakkannya di peti
itu. Kemudian ia pergi ke tepi sungai Nil dan membuangnya di atas air. Hati
sang ibu adalah hati yang paling pengasih di dunia. Hatinya dipenuhi
penderitaan saat ia melemparkan anaknya di sungai Nil, tetapi ia menyedari
bahawa Allah s.w.t lebih Pengasih terhadap Musa dibandingkan dengan dirinya.
Allah s.w.t lebih mencintainya dibandingkan dengan dirinya. Allah s.w.t adalah
Tuhannya dan Tuhan sungai Nil.
Belum lama peti itu menyentuh sungai Nil sehingga sang Pencipta
mengeluarkan perintah kepada arus sungai agar menjadi tenang dan bersikap
lembut terhadap bayi yang dibawanya yang pada suatu hari akan menjadi Nabi.
Sebagaimana Allah s.w.t memerintahkan kepada api agar menjadi dingin dan
membawa keselamatan bagi Nabi Ibrahim, begitu juga Allah s.w.t
memerintahkan kepada sungai Nil agar membawa Musa dengan tenang dan
penuh kelembutan sehingga menyerahkannya ke istana Fir'aun. Air sungai nil
membawa peti yang mulia ini ke istana Fir'aun. Di sana ombak menyerahkannya
kepada tepi pantai kemudian ia mewasiatkan kepada tepi pantai itu. Dan angin
berkata kepada rumput yang tidur di sisi peti: Jangan engkau banyak bergerak
kerana Musa sedang tidur. Rumput itu pun mentaati perintah angin dan Musa
tetap tidur.
Pada hari itu, matahari menyinari istana Fir'aun. Isteri Fir'aun keluar
berjalan-jalan di kebun istana sebagaimana biasanya. Kita tidak mengetahui
apa gerangan yang menjadikannya berjalan-jalan dan menempuh jarak yang
lebih jauh dari yang biasa di tempuhnya.
Isteri Fir'aun berbeza sekali dengan Fir'aun. Fir'aun adalah seorang kafir
sementara isterinya adalah seorang yang beriman. Fir'aun adalah seorang yang
keras kepala sementara isterinya adalah seorang yang penyayang. Fir'aun
adalah seorang penjahat sementara isterinya adalah seorang yang lembut dan
penuh cinta. Di samping itu, isterinya merasakan kesedihan yang dalam kerana
ia belum mampu melahirkan anak. Ia merindukan untuk mendapatkan anak.
Isteri Fir'aun berhenti di sisi kebun kemudian bau harum yang datang dari
pohon itu menyebarkan perasaan sedih akan rasa kesendirian. Pada saat yang
sama, wanita-wanita yang membantunya sudah memenuhi tempat-tempat air
yang diambil dari sungai. Tiba-tiba mereka mendapati peti di sisi kaki mereka
Mereka membawa peti itu seperti semula ke isteri Fir'aun. Ia memerintahkan
untuk membukanya lalu mereka pun membukanya. Betapa terkejutnya ister
Fir'aun ketika melihat Musa di dalamnya. Maka ia pun merasakan bahawa ia
mencintainya seperti anaknya sendiri. Allah s.w.t menaruh dalam hatinya rasa
cinta kepada Musa sehingga air matanya berlinang.
Kemudian ia membawa peti mati itu. Isteri Fir'aun membolak-balikkan Musa
sambil menangis. Musa terbangun dan ia pun menangis. Musa tampak lapar ia
membutuhkan air susu pagi dan tetap menangis. Fir'aun duduk di atas meja
makan. Ia menantikan isterinya namun yang ditunggu belum hadir. Fir'aun
mulai marah dan mencarinya. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan kedatangan
isterinya dengan membawa Musa. Isteri Fir'aun tampak sangat menyayanginya.
Ia terus menciuminya dan air matanya berlinangan. Fir'aun bertanya, "dari
mana datangnya anak kecil ini?" Kemudian mereka menceritakan kepadanya
bahawa mereka menemukannya di sebuah peti di tepi sungai. Fir'aun berkata:
"Ini adalah salah satu anak Bani Israil. Sesuai dengan peraturan, anak-anak
yang lahir tahun ini harus dibunuh." Mendengar keputusan Fir'aun itu, isteri
Fir'aun berteriak dan ia mendekap Musa lebih keras:
"Dan berkatalah isteri Fir'aun: '(Ia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan
bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat
kepada kita atau kita ambil ia jadi anak.'" (QS. al- Qashash: 9)
Fir'aun tampak kehairanan sekali melihat aksi isterinya yang mendekap anak
kecil yang mereka temukan di tepi sungai. Fir'aun tampak tercengang kerana
isterinya menangis dengan gembira di mana Fir'aun tidak pernah mendapati
isterinya menangis kerana gembira seperti ini. Fir'aun mulai mengetahui
bahawa isterinya menyayangi anak ini seperti anaknya sendiri. Fir'aun berkata
dalam dirinya: Barangkali ia ingat bahawa ia tidak mampu melahirkan anak dan
menginginkan anak ini. Akhirnya, Fir'aun sepakat atas apa yang dikatakan oleh
isterinya. Fir'aun memenuhi keinginannya dan menyetujuinya untuk mendidik
anak ini di istananya.
Ketika mendengar persetujuan Fir'aun, tampaklah keceriaan yang luar biasa
pada wajah isterinya. Fir'aun belum pernah menyaksikan keceriaan seperti ini.
Fir'aun telah menghadirkan berbagai macam hadiah kepadanya, juga perhiasan
dan budak tetapi ia belum pernah tersenyum meskipun sekali. Fir'aun
menyangka bahawa isterinya tidak mengerti sebuah senyuman. Dan sekarang, Fir'aun melihat sendiri wajahnya dipenuhi dengan senyum keceriaan.
Sementara itu, Musa mulai menangis kerana lapar. Isteri Fir'aun mengetahui
bahawa Musa sedang lapar. Ia berkata kepada Fir'aun: "Anakku yang kecil
sedang lapar." Fir'aun berkata: "Datangkanlah kepadanya para wanita yang
menyusui." Kemudian didatangkanlah kepadanya seorang wanita yang menyusui
dari istana. Wanita itu mencuba untuk menyusui Musa tetapi apa yang terjadi?
Musa menolaknya. Lalu didatangkan wanita yang kedua sampai ketiga dan
sampai kesepuluh tetapi Musa tetap menangis dan tidak ingin menyusu kepada
seorang pun di antara mereka. Melihat kenyataan itu, isteri Fir'aun menangis
kerana tidak tahan melihat penderitaan anak kecil itu. Ia tidak mengetahui
apa yang harus dilakukannya.
Bukan hanya isteri Fir'aun satu-satunya yang merasa sedih dan menangis, ibu
Musa adalah wanita lain yang merasa sedih dan menangis. Ketika ia
melemparkan Musa ke sungai Nil, ia merasa bahawa ia sedang melemparkan
buah hatinya di sungai. Lalu peti yang dilemparkan itu hilang dibawa oleh air
sungai dan beritanya pun tersembunyi. Dan ketika datang waktu pagi, ibu Musa
merasakan kesedihan yang selalu menghantuinya. Hampir saja ia pergi ke
istana Fir'aun untuk mendapatkan berita tentang anaknya kalau bukan kerana
Allah s.w.t menarah kedamaian dalam hatinya sehingga ia menyerahkan urusan
anaknya kepada Allah s.w.t. Alhasil, ia berkata kepada saudara perempuan
Musa: "Pergilah dengan tenang ke istana Fir'aun dan berusahalah untuk
mendapatkan berita tentang Musa dan hendaklah engkau hati-hati agar jangan
sampai mereka mengetahuimu." Kemudian saudara perempuan Musa pergi
dengan tenang. Akhirnya, ia mendengarkan kisah tentang Musa secara
sempurna. Ia melihat Musa dari kejauhan dan mendengarkan suara
tangisannya. Ia melihat mereka dalam keadaan kebingungan di mana mereka
tidak mengetahui bagaimana menyusuinya. Ia mendengar bahawa Musa
menolak setiap wanita yang mencuba menyusuinya.
Saudara perempuan Musa berkata kepada para pengawal Fir'aun: "Apakah
kalian mahu aku tunjukkan suatu keluarga yang dapat menyusuinya dan dapat
mengasuhnya." Isteri Fir'aun menjawab: "Seandainya engkau dapat membawa
kepada kami wanita yang dapat menyusuinya dan dapat mengasuhnya nescaya
kami akan memberimu hadiah yang besar. Yakni sesuatu yang engkau inginkan
akan kami penuhi." Lalu saudara perempuan Musa itu kembali dan
menghadirkan ibunya. Si ibu menyusuinya dan Musa pun menyusu dengan
tenang. Melihat hal itu, Isteri Fir'aun sangat gembira dan berkata: "Bawalah dia
sehingga masa penyusuannya selesai, lalu kembalikanlah dia kepada kami dan
kami akan memberimu suatu balasan yang besar atas penyusuan dan
pendidikan yang engkau berikan."
Demikianlah Allah s.w.t mengembalikan Musa kepada ibunya agar ia merasa
gembira dan hatinya menjadi tenang dan tidak bersedih serta agar ia
mengetahui bahawa janji Allah s.w.t benar dan bahawa perintah- Nya dan
ketentuan-Nya pasti terlaksana meskipun banyak rintangan dan tantangan.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia
menyatakan rahsia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya,
supaya ia termasuk orang-orang yang percaya (kepada janji Allah). Dan
berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang perempuan: 'Ikutilah dia.'
Maka kelihatanlah olehnya Musa dari jauh, sedang mereka tidak
mengetahuinya, dam Kami cegah Musa dari menyusu kepada
perempuan-perempuan yang mahu menyusui(nya) sebelum itu; maka
berkatalah saudara Musa: 'Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlu bait
yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik
kepadanya?'. Maka Kami kembalikan Musa kepada ibunya, supaya senang
hatinya dan tidak berduka cita dan supaya ia mengetahui bahawa janji Allah
itu adalah benar, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya." (QS.
al-Qashash: 10-13)
Ibu Musa menyempurnakan penyusuan lalu menyerahkannya ke rumah Fir'aun.
Saat itu Musa disenangi dan disukai semua orang.
Allah s.w.t berfirman:
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari- Ku;
dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku." (QS.Thaha: 39)
Tiada seorang pun yang melihat Musa kecuali ia akan mencintainya. Musa
dididik di istana terbesar di bawah bimbingan dan penjagaan Allah s.w.t.
Pendidikan Musa dimulai di rumah Fir'aun di mana di dalamnya terdapat ahli
pendidikan dan para pengajar. Mesir saat itu merupakan negara yang besar di
dunia dan Fir'aun sebagai raja yang paling kuat. kerana itu, secara sederhana
Fir'aun mampu mengumpulkan para pakar pendidikan dan para cendekiawan.
Demikianlah hikmah Allah s.w.t berkehendak agar Musa terdidik di bawah
pendidikan yang besar dan ditangani pakar-pakar pendidikan yang terlatih.
Ironisnya, hal ini terjadi di rumah musuhnya yang pada suatu hari nanti akan
hancur di tangannya, sebagai bentuk pelaksanaan dari perintah Allah s.w.t.
Musa tumbuh di rumah Fir'aun. Beliau mempelajari ilmu hisab, ilmu bangunan,
ilmu kimia, dan bahasa. Beliau tidur di bawah bimbingan agama. Oleh kerana
itu, Musa tidak mendengar omongan kosong yang dikatakan oleh pendidik
tentang ketuhanan Fir'aun. Jarang sekali ia mendengar bahawa Fir'aun adalah
tuhan. Beliau pun menepis pernyataan dan anggapan ini. Beliau tinggal
bersama Fir'aun di satu rumah. Beliau mengetahui lebih daripada orang lain
bahawa Fir'aun hanya sekadar manusia biasa tetapi ia orang yang lalim. Musa
mengetahui bahawa ia bukanlah anak dari Fir'aun. Beliau adalah salah seorang
dari Bani Israil. Beliau menyaksikan bagaimana pengawal-pengawal Fir'aun dan
para pengikutnya menindas Bani Israil. Akhirnya, Musa tumbuh besar dan
mencapai kekuatannya.
Ketika para pengawal lalai darinya, Musa memasuki kota. Musa berjalan- jalan
di sekitar kota. Kemudian Musa mendapati seorang lelaki dari pengikut Fir'aun
yang sedang berkelahi dengan seseorang dari Bani Israil. Lalu seseorang yang
lemah dari kedua orang itu meminta tolong kepadanya. Musa pun turut campur
dalam urusan itu. Musa mendorong dengan tangannya seorang lelaki yang
berbuat aniaya itu. Ternyata Musa membunuhnya. Saat itu Musa memang
terkenal sebagai orang yang kuat sampai pada batas di mana dengan sekali
pukul saja untuk melerai musuhnya, ia justru membunuhnya. Tentu Musa tidak
sengaja untuk membunuh orang laki-laki itu. Tetapi apa yang terjadi? Lelaki itu
tersungkur dan kemudian mati. Musa berkata kepada dirinya: Ini adalah
perbuatan setan. Sesungguhnya ia adalah musuh yang menyesatkan dan nyata.
Kemudian Musa berdoa kepada Tuhannya dan berkata: "Ya Tuhanku,
sesungguhnya aku telah menganiaya diriku maka ampunilah aku." Allah s.w.t
pun mengampuninya. Dia Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan setelah Musa sudah cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan
kepadanya hikmah kenabian dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami
memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan Musa masuk ke
kota (Memphis) ketika penduduknya sedang lemah, maka didapatinya di
dalam kota itu dua orang laki-laki yang berkelahi; yang seorang dari
golongannya (Bani Israil) dan seorang lagi dari musuhnya (kaum Fir'aun).
Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan darinya, untuk
mengalahkan orang yang dari musuhnya lalu Musa meninjunya, dan matilah
musuhnya itu. Musa berkata: 'Ini adalah perbuatan setan. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang menyesatkan lagi nyata (permusuhannya).
Musa berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku
sendiri kerana itu ampunilah aku.' Maka Allah mengampuninya,
sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Musa berkata: 'Ya Tuhanku, demi nikmat yang telah Engkau anugerahkan
kepadaku, aku sekali-kali tiada akan menjadi penolong bagi orang-orang
yang berdosa.'" (QS. al-Qashash: 14-17)
Kemudian Nabi Musa menjadi takut di tengah-tengah kota dan merasa
terancam. Dalam ayat itu digambarkan bagaimana Nabi Musa merasakan
ketakutan di mana ia mengkhuatirkan kejahatan akan datang padanya pada
setiap langkahnya, dan ia begitu sensitif melihat gerak-geri di sekitarnya. Nabi
Musa saat itu menampakkan kegoncangan jiwa yang dahsyat. Sebenarnya Nabi
Musa hanya ingin mempertahankan dirinya saat menolong seseorang dari Bani
Israil. Ketika itu Nabi Musa mendorong dengan tangannya dan bertujuan
memisahkan orang Mesir dari orang Israil tetapi ia justru membunuhnya.
Dalam undang-undang positif dinyatakan bahawa pembunuhan semacam ini
dianggap sebagai pembunuhan kerana keteledoran atau kerana kesalahan
bukan kerana faktor kesengajaan sehingga kerananya yang bersangkutan tidak
akan mendapatkan suatu hukuman yang berat. Biasanya orang yang melakukan
pembunuhan tanpa sengaja akan mendapatkan keputusan yang
meringankannya kerana ia membunuh tanpa kesengajaan. Tentu kejadian
semacam ini tidak dapat dianggap sebagai pembunuhan dengan sengaja kerana
yang bersangkutan tidak ingin mencelakakan orang lain. Nabi Musa tidak
memukul orang itu. Yang ia lakukan hanya mendorongnya. Atau dengan kata
lain, Nabi Musa hanya sekadar menyingkirkan orang tersebut. Kita akan
mengetahui bahawa Nabi Musa adalah cermin lain dari Nabi Ibrahim.
Kedua-duanya dari kalangan ulul azmi, tetapi Nabi Ibrahim adalah cermin
kesabaran dan kelembutan sementara Nabi Musa adalah cermin dari kekuatan
dan keperkasaan.
Musa menjadi takut dan terancam di tengah-tengah kota. Beliau berjanji di
kemudian hari bahawa beliau tidak akan lagi menjadi sahabat orang- orang
yang berbuat jahat. Beliau tidak akan lagi terlibat dalam pertengkaran dan
permusuhan antara sesama penjahat. Di tengah-tengah perjalanannya, Musa
dikejutkan ketika melihat orang yang ditolongnya kelmarin saat ini lagi-lagi
memanggilnya dan minta tolong padanya. Lagi- lagi orang itu terlibat
permusuhan dan pertengkaran dengan seorang Mesir. Musa mengetahui bahawa
orang Israil ini berbuat aniaya. Musa mengetahui bahawa ia termasuk salah
seorang preman di situ. Akhirnya, Musa berteriak di depan wajah orang Israil
itu sambil berkata: "Sungguh ternyata engkau adalah orang yang jahat."
Musa mengatakan demikian sambil mendorong keduanya dan ia melerai
pertengkaran itu. Orang Israil itu mengira bahawa Musa akan mencelakakannya
maka ia diliputi rasa takut. Sambil meminta kasih sayang kepada Musa, ia
berkata: "Wahai Musa apakah engkau akan membunuhku sebagaimana engkau
membunuh orang yang kelmarin. Apakah engkau ingin menjadi seorang
penguasa di muka bumi dan tidak ingin menjadi orang yang memperbaiki
bumi." Ketika mendengar orang Israil yang mengatakan demikian, Musa
berhenti dan amarahnya mereda. Musa mengingat apa yang dilakukannya
kelmarin dan bagaimana ia meminta ampun dan bertaubat serta berjanji untuk
tidak menjadi pembantu orang-orang yang berbuat jahat. Musa kemudian
kembali dan meminta ampun kepada Tuhannya.
Orang Mesir yang berkelahi dengan orang Israil itu mengetahui bahawa Musa
adalah pembunuh orang Mesir yang mayatnya mereka temukan kelmarin.
Petugas keamanan Mesir tidak berhasil menyingkap kasus pembunuhan itu.
Akhirnya, rahsia Musa tersingkap lalu seorang lelaki Mesir yang beriman datang
dari penjuru kota. Ia membisikkan kepada Musa bahawa ada suatu rencana
untuk membunuhnya. Ia menasihati Musa agar meninggalkan Mesir secepatnya.
Allah s.w.t berfirman:
"kerana itu, jadilah Musa di kota itu merasa takut menunggu-nunggu dengan
khuatir (akibat perbuatannya), maka tiba-tiba orang yang meminta
pertolongan kelmarin berteriak meminta pertolongan kepadanya. Musa
berkata kepadanya: 'Sesungguhnya kamu benar- benar orang yang sesat
yang nyata (kesesatannya). Maka tat-kala Musa memegang dengan keras
orang yang menjadi musuh keduanya, musuhnya berkata: 'Hai Musa apakah
kamu bermaksud untuk membunuhku, sebagaimana kamu kelmarin telah
membunuh seorang manusia? Kamu tidak bermaksud melainkan hendak
menjadi orang yang berbuat sewenang-wenang di negeri (ini), dan tiadalah
kamu hendak menjadi salah seorang dari orang-orang yang mengadakan
perdamaian.' Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota tergesa- gesa
seraya berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya pembesar sedang berunding
tentang kamu. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi
nasihat kepadamu.'" (QS. al-Qashash: 18-20)
Allah menyembunyikan kepada kita nama laki-laki yang datang mengingatkan
Musa itu. Tetapi menurut hemat kami, ia adalah seorang lelaki Mesir yang
tentu memiliki jabatan penting. Sesuai dengan ayat tersebut, ia mengetahui
adanya persengkongkolan untuk menyingkirkan Musa dari kedudukan yang tinggi. Seandainya ia orang yang biasa-biasa saja maka orang itu tidak
mengenalnya. Orang itu mengetahui bahawa Musa tidak berhak untuk
mendapatkan hukum bunuh atas dosanya. Musa membunuh kerana faktor
kesalahan, bukan kerana faktor kesengajaan. Kesalahan semacam itu menurut
undang-undang Mesir yang dahulu dihukum dengan penjara. Lalu, mengapa
timbul keinginan untuk membunuh Musa? Kalau kita memperhatikan nasihat
orang Mesir itu terhadap Musa maka kita akan menemukan jawapannya. Yaitu
perkataannya: "Para pembesar merencanakan persekongkolan untuk
menyingkirkanmu."
Al-Mala' adalah para penguasa atau para pembesar yang bertanggungjawab
pada keamanan. Mereka menyiapkan persekongkolan untuk menyingkirkan
Musa. Apa yang dilakukan oleh Musa - kalau memang dianggap sebagai suatu
kesalahan - adalah kejahatan biasa yang hanya dituntut dengan hukuman
penjara. Lalu siapakah yang membuat rencana yang demikian, dan siapakah
yang mendorong untuk melakukan persekongkolan untuk membunuhnya? Kami
kira bahawa kepala keamanan Mesir tidak menyukai Musa. Ia mengetahui
bahawa Musa adalah anggota Bani Israil. Ia mengetahui bahawa sampainya peti
di istana Fir'aun merupakan suatu rekayasa yang dirancang oleh musuh-
musuhnya yang menginginkan kedudukannya. Ini bererti kerana keteledorannya
dan ketelodaran anak-anak buahnya. Berapa kali orang itu menasihati dan
menganjurkan agar Musa dibunuh tetapi Fir'aun justru menampik fikiran itu.
Dan ketika datang saat yang ditentukan untuk membunuh Musa, Fir'aun justru
tunduk terhadap Isterinya yang sangat mencintai Musa.
Akhirnya, kesempatan emas ada di depannya. Para pembantunya mengatakan
kepadanya bahawa Musalah yang membunuh orang Mesir yang mereka temukan
jasadnya kelmarin. Selesailah urusan ini. Kemudian datanglah perintah dan
kesempatan untuk membunuh Musa. Orang-orang yang membenci Musa mulai
mendapatkan angin kegembiraan di mana mereka akan melihat Musa terbunuh,
tetapi Allah s.w.t mengirim seorang Mesir yang baik untuk mengingatkan Musa
agar berlari dari kejaran orang-orang yang lalim.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu- nunggu
dengan khuatir, dia berdoa: 'Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari
orang-orang yang lalim itu.'" (QS. al-Qashash: 21)
Musa meninggalkan kota dan menjadi orang yang terusir. Musa segera keluar
dalam keadaan takut dan sambil waspada Musa selalu berdoa dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang lalim." Kaum itu
memang benar-benar orang-orang yang lalim. Mereka ingin menerapkan
hukuman bagi pembunuh dengan sengaja atas Musa, padahal Musa tidak
melakukan selain berusaha memisahkan orang yang berkelahi tetapi dengan
tidak sengaja ia membunuhnya. Musa segera keluar dari Mesir. Beliau tidak lagi
pergi ke istana Fir'aun dan tidak mengganti pakaiannya, dan beliau tidak
membawa makanan untuk perjalanan. Beliau tidak membawa binatang
tunggangan yang dapat menghantarkannya. Beliau tidak pergi bersama suatu
kafilah. Beliau langsung pergi ketika mendapatkan khabar dari seorang mukmin
yang mengingatkannya dari ancaman Fir'aun.
Musa melalui jalan yang tidak lazim dilalui orang biasa. Musa memasuki gurun
dan ia menuju ke suatu tempat yang di situ Allah s.w.t membimbingnya. Ini
adalah pertama kalinya beliau keluar dan mengharungi gurun pasir sendirian.
Kemudian sampailah Musa di suatu tempat yang bernama Madyan. Musa
istirahat dan duduk-duduk di dekat sumur yang besar di mana di situ
orang-orang mengambil air untuk memberi minum kepada binatang-binatang
tunggangan mereka dan binatang-binatang gembalaan mereka. Musa tidak
membawa makanan selain daun-daun pohon. Musa minum dari sumur-sumur
yang ditemukannya di tengah jalan. Sepanjang perjalanan Musa merasakan
ketakutan; jangan-jangan Fir'aun mengirim orang untuk menangkapnya. Ketika
Musa sampai di kota Madyan Musa berbaring di sisi pohon dan istirahat. Musa
merasa lapar dan keletihan. Sandal yang dipakainya tampak mulai rosak.
Beliau tidak mempunyai wang yang cukup untuk membeli sandal baru, dan
beliau juga tidak mempunyai wang yang cukup untuk membeli makanan dan
minuman.
Nabi Musa memperhatikan kumpulan pengembala yang sedang mengambil air
untuk kambing-kambing mereka. Musa ingat bahawa ia sedang lapar dan haus.
Ia berkata dalam dirinya: Aku tidak dapat memenuhi perutku dengan air
selama aku tidak memiliki wang yang cukup untuk membeli makanan. Musa
berjalan menuju tempat air. Sebelum sampai, ia mendapati dua orang
perempuan yang sedang menyendirikan kambing-kambingnya agar jangan
sampai tercampur dengan kambing orang lain. Melalui ilham, Musa merasa
bahawa kedua wanita itu membutuhkan pertolongan. Musa lupa terhadap rasa
hausnya, lalu beliau menuju ke arah mereka dan bertanya, apakah ia dapat
membantu mereka? Lalu seorang gadis yang paling tua berkata: "Kami
menunggu sampai selesainya para gembala itu mengambil air untuk binatang
gembalaan mereka." Musa bertanya: "Mengapa kalian tidak mengambil air sekarang?" Gadis yang paling kecil berkata: "Kami tidak mampu untuk
berdesak-desakan dengan kaum lelaki." Nabi Musa kehairanan kerana
mengetahui kedua gadis itu menggembala kambing. Seharusnya yang
mengembala kambing adalah kaum lelaki. Ini adalah tugas yang berat dan
sangat melelahkan. Musa bertanya: "Mengapa kalian menggembala kambing?"
Masih kata gadis yang paling kecil: "Orang tua kami sudah tua di mana
kesehatannya tidak dapat membantunya untuk keluar dari rumah dan
menggembala kambing setiap hari." Musa berkata: "Kalau begitu, aku akan
membantu kalian untuk mengambil air tersebut."
Musa berjalan menuju tempat air. Musa mengetahui bahawa para penggembala
meletakkan di atas bibir air suatu batu besar yang tidak bisa digerakkan
kecuali oleh sepuluh orang. Musa merangkul dan mengangkatnya dari bibir
sumur. Otot-otot Musa tampak menonjol saat memindahkan batu itu. Musa
adalah seorang lelaki yang kuat. Akhirnya, Musa berhasil mengambilkan air bagi
remaja puteri itu, dan kemudian ia mengembalikan batu itu ke tempatnya.
Musa kembali duduk di bawah naungan pohon. Saat itu Musa lupa untuk
minum. Perut Musa menempel ke punggungnya kerana saking laparnya. Musa
mengingat Allah s.w.t dan memanggil-Nya dalam hatinya:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan suatu kebaikan yang
Engkau turunkan kepadaku." (QS. al-Qashash: 24)
"Dan tatkala ia menghadap ke jurusan negeri Madyan ia berdoa (lagi):
'Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar.' Dan tatkala ia
sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang
yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita yang sedang menambat (ternaknya) Musa
berkata: 'Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?' Kedua wanita itu
menjawab: 'Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum
pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami
adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.' Maka Musa memberi minum
ternak itu untuk (menolong) keduanya, kemudian dia kembali ke tempat
yang teduh lalu berdoa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku sangat memerlukan
suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.'" (QS. al-Qashash: 22-24)
Marilah kita tinggalkan sejenak Nabi Musa yang sedang duduk di bawah
naungan pohon untuk kemudian kita melihat apa yang terjadi pada kedua gadis
itu. Kedua gadis itu kembali ke rumah ayahnya. Si ayah bertanya: "Hari ini
kalian kembali lebih cepat dari biasanya?" Gadis yang paling tua berkata:
"Sungguh hari ini kami sangat beruntung. Wahai ayah, kami bertemu dengan
seorang lelaki yang mulia yang mengambilkan air bagi haiwan kami sebelum
orang-orang lain mengambilnya." Si ayah berkata: "Alhamdulillah." Gadis yang
paling kecil berkata: "Saya kira wahai ayahku dia datang dari tempat yang jauh
dan tampak ia sedang lapar. Saya melihat dia dalam keadaan kecapaian
meskipun ia seorang lelaki yang kuat."
Si ayah berkata kepada anak perempuannya: Pergilah engkau padanya dan
katakan, sesungguhnya ayahku memanggilmu untuk memberimu upah atas
jasamu mengambilkan air untukku. Kemudian anak perempuan itu pergi
menemui Musa dalam keadaan hatinya berdebar-debar. Perempuan itu berdiri
di depan Musa dan menyampaikan surat dari ayahnya. Musa bangkit dari
tempat duduknya dan pandangannya tertuju ke bawah. Musa tidak bermaksud
mengambilkan air untuk mereka dengan tujuan mengharapkan upah dari
mereka. Beliau membantu mereka hanya semata-mata kerana Allah s.w.t.
Beliau merasakan dalam dirinya bahawa Allah s.w.t-lah yang mengarahkan
beliau untuk membantu mereka.
Gadis itu berjalan di depan Musa kemudian bertiuplah angin dan menyentuh
pakaiannya sehingga Musa menundukkan pandangan matanya kerana merasa
malu. Musa berkata kepadanya: "Saya akan berjalan di depanmu dan
tunjukkanlah jalan kepadaku." Mereka pun sampai di kediaman si ayah.
Sebahagian ahli tafsir mengatakan bahawa si ayah ini adalah Nabi Syu'aib.
Beliau memperoleh usia yang panjang setelah kematian kaumnya. Ada juga
yang mengatakan bahawa si ayah adalah putera dari saudara Syu'aib. Ada yang
mengatakan bahawa ia adalah anak dari pamannya, dan ada juga yang
mengatakan bahawa ia adalah seorang lelaki mukmin dari kaumnya. Yang
jelas, ia adalah seorang tua yang soleh. Orang tua itu menghidangkan kepada
Nabi Musa makanan siang dan bertanya kepadanya dari mana ia datang dan
kemudian ke mana ia akan pergi.
Musa mengungkapkan ceritanya. Orang tua itu berkata kepadanya, jangan
khuatir dan jangan takut. Engkau akan selamat dari orang-orang yang lalim.
Negeri ini tidak tunduk pada Mesir dan mereka tidak akan sampai di sini.
Mendengar ucapan itu, Musa menjadi tenang dan bangkit untuk pergi. Salah
seorang anak perempuan itu berkata kepada ayahnya dengan berbisik: "Wahai
ayahku, berilah dia upah." Sesungguhnya engkau akan memberikan upah
kepada seorang yang kuat dan jujur. Si ayah bertanya kepadanya: "Bagaimana
engkau mengetahui dia seorang lelaki yang kuat?" Anak perempuannya menjawab: "Saya lihat sendiri ia mengangkat batu yang tidak mampu diangkat
oleh sepuluh orang lelaki." Si ayah bertanya lagi: "Bagaimana engkau
mengetahui bahawa dia seseorang yang jujur." Perempuan itu menjawab: "Ia
menolak untuk berjalan di belakangku dan ia berjalan di depanku sehingga ia
tidak melihatku saat aku berjalan, dan selama perjalanan saat aku berbincang-
bincang padanya, dia selalu menundukkan matanya ke tanah sebagai rasa malu
dan adab yang baik darinya."
Kemudian orang tua itu memandangi Musa dan berkata padanya: "Wahai Musa,
aku ingin menikahkanmu dengan salah satu puteriku. Dengan syarat, hendaklah
engkau bekerja menggembala kambing bersamaku selama delapan tahun.
Seandainya engkau menyempurnakan sepuluh tahun maka itu adalah
kemurahan darimu. Aku tidak ingin menyusahkanmu. Sungguh insya-Allah
engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang saleh." Musa berkata: "Ini
adalah kesepakatan antar aku dan engkau dan Allah s.w.t sebagai saksi atas
kesepakatan kita, baik aku melaksanakan pekerjaan selama delapan tahun
mahupun sepuluh tahun. Setelah itu, aku bebas untuk pergi ke mana saja."
Allah s.w.t berfirman:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu
berjalan kemalu-maluan, ia berkata: 'Sesungguhnya bapakku memanggil
kamu agar ia memberi balasan terhadap (kebaikan) mu memberi minum
(ternak) kami.' Maka tatkala Musa mendatangi bapaknya (Syu'aib) dan
menceritakan kepadanya cerita (mengenai dirinya), Syu'aib berkata:
'Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang lalim itu.'
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: 'Wahai bapakku, ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), kerana sesungguhnya orang yang
paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat
lagi dapat dipercayai. Berkatalah dia (Syu'aib): 'Sesungguhnya aku
bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini,
atas dasar bahawa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu
cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka
aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya-Allah akan mendapatiku
termasuk orang-orang yang baik.' Dia (Musa) berkata: 'Itulah (perjanjian)
antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku
sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan
Allah adalah saksi atas apa yang aku ucapkan.'" (QS. al-Qashash: 25-28)
Ketika sampai pada kisah ini, banyak pena bertebaran untuk mendapatkan jawapan dari pertanyaan-pertanyaan yang mencuba menerobos kesamaran.
Mereka bertanya tentang anak perempuan yang menikahi Musa: apakah anak
perempuan yang paling besar ataukah anak perempuan yang paling kecil, dan
Musa memilih masa bekerja delapan tahun atau sepuluh tahun. Bahkan mereka
menyampaikan berbagai macam riwayat dan kisah yang mereka yakini
kebenarannya. Kami sendiri meyakini bahawa Musa menikah dengan salah satu
anak perempuan dari orang tua itu tetapi kita tidak mengetahui siapa dia dan
siapa namanya. Kami meyakini bahawa beliau menikah dengan gadis yang
memanggilnya untuk menemui ayahnya. Kemudian gadis itulah yang
menganjurkan ayahnya agar memberikan upah padanya.
Al-Quran al-Karim melalui konteks ayatnya menyingkap bentuk kekaguman
yang tersembunyi di balik gadis itu terhadap Musa. Barangkali orang tuanya
mengetahui bahawa anak perempuannya menaruh rasa cinta kepada Musa, dan
boleh jadi ketika berbicara tentang pernikahan kepada Musa, ia menyerahkan
sepenuhnya kebebasan Musa untuk memilih. Mungkin Musa memilih sendiri
gadis mana yang diminatinya. Tetapi, siapa gadis yang dipilih oleh Musa:
apakah gadis yang paling tua atau gadis yang paling kecil? Yang jelas Al-Quran
tidak menyebutkan hal tersebut, meskipun ia hanya memberikan isyarat
kepadanya dalam firman-Nya:
"Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu
berjalan kemalu-maluan. " (QS. al-Qashash: 25)
Begitu juga Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan waktu yang dihabiskan oleh
Musa saat ia bekerja: apakah sepuluh tahun atau beliau merasa cukup dengan
delapan tahun. Kami sendiri meyakini sesuai dengan kebiasaan Musa dan
kemurahannya serta kenabiannya serta kedudukannya sebagai salah satu nabi
ulul azmi bahawa beliau memilih masa yang paling lama, yaitu sepuluh tahun.
Pendapat itu juga didukung oleh hadis Ibnu Abas.
Demikianlah Nabi Musa mengabdi kepada orang tua itu selama sepuluh tahun
penuh. Pekerjaan Nabi Musa terbatas pada keluar dari rumah di waktu pagi
untuk menggembala kambing. Kami kira bahawa sepuluh tahun masa yang
dihabiskan oleh Nabi Musa di Madyan merupakan suatu ketentuan yang
dirancang oleh Allah s.w.t. Musa berdasarkan agama Yakub. Kakek beliau
adalah Yakub dan Yakub sendiri adalah cucu dari Ibrahim. Dengan demikian,
Musa adalah cucu dari Ibrahim dan setiap nabi yang datang setelah Ibrahim
berasal dari sulbinya. Maka dari sini kita memahami bahawa Musa berada di
atas agama ayah-ayahnya dan datuk- datuknya.
Nabi Musa berdasarkan Islam dan agama tauhid. Nabi Musa menghabiskan masa
sepuluh tahun itu dalam keadaan jauh dari kaumnya dan keluarganya. Masa
sepuluh tahun ini adalah masa yang paling penting dalam kehidupannya. Ia
merupakan masa persiapan yang besar. Pada setiap malam Musa merenungkan
bintang-bintang. Musa mengikuti terbitnya matahari dan tenggelamnya. Pada
setiap siang Musa memikirkan tumbuh-tumbuhan: bagaimana ia membelah
tanah dan mekar. Musa memperhatikan air: bagaimana ia menghidupkan bumi
setelah bumi itu mati, lalu bumi itu menjadi tempat yang indah dan subur.
Musa memperhatikan alam yang luas dan ia tampak tercengang dan kagum
dengan ciptaan Allah s.w.t.
Sebenarnya pemikiran-pemikiran dan perenungan-perenungan tersebut
jauh-jauh hari sudah tersembunyi di dalam dirinya dan menetap di dalam
jiwanya. Bukankah Musa telah terdidik di istana Fir'aun. Ini bererti bahawa
beliau menjadi seorang Mesir yang mempunyai wawasan yang luas; orang Mesir
yang menunjukkan kekuatan fizikalnya; orang Mesir dengan segala makanannya
dan minumannya. Jadi, segala hal yang ada pada Musa berbau Mesir. Musa
siap-siap untuk menerima wahyu Ilahi dari bentuk yang baru. Yaitu wahyu Ilahi
yang langsung datang tanpa perantara seorang malaikat di mana Allah s.w.t
akan berbicara dengannya tanpa perantara.
Oleh kerana itu, sebelum datangnya wahyu itu perlu adanya persiapan mental
dan moral, sedangkan persiapan fizik telah selesai dilaluinya di Mesir. Musa
tumbuh di istana yang paling besar yang dimiliki penguasa di bumi dan di suatu
pemerintahan yang paling kaya di bumi. Musa menjadi seorang pemuda yang
kuat di mana hanya sekadar memisahkan seseorang yang berkelahi, ia justru
membunuhnya. Setelah persiapan fizik yang sangat kuat, kini Musa harus
melewati persiapan mental yang seimbang. Yaitu persiapan yang dilakukan
melalui pengasingan yang sempurna di mana beliau hidup di tengah-tengah
gurun dan tempat penggembalaan yang beliau belum pernah menginjakkan
kakinya di sana. Beliau hidup di tengah-tengah orang asing yang belum pernah
beliau lihat sebelumnya.
Sering kali Musa mendapatkan kesunyian dan keheningan di balik pengasingan
itu. Allah s.w.t mempersiapkan hal tersebut kepada nabi- Nya agar setelah itu
beliau mampu memegang amanat yang besar dari Allah s.w.t. Datanglah suatu
hari atas Musa. Selesailah masa yang ditentukan. Kemudian Musa merasakan
kerinduan untuk kembali ke Mesir. Dengan berlalunya waktu, hukuman yang
harus dijalaninya dengan sendirinya gugur. Musa mengetahui hal itu, tetapi beliau juga mengetahui bahawa undang-undang di Mesir sebenarnya terletak
pada kekuatan penguasa; jika penguasa berkehendak maka Musa dapat
menerima hukuman dan jika tidak berkehendak maka dia akan memaafkannya,
meskipun yang bersangkutan berhak mendapatkan hukuman. Alhasil, Musa
menyedari hal itu, Musa tidak sepenuhnya yakin ia akan selamat ketika beliau
menginjakkan kakinya di Mesir seperti keyakinannya bahawa beliau selamat di
tempatnya sekarang. Meskipun demikian, rasa rindunya untuk melakukan
perjalanan kembali ke tempatnya mendorong Musa segera menuju ke Mesir.
Musa tepat mengambil keputusan.
Musa berkata kepada Isterinya: "Besok kita akan memulai perjalanan ke Mesir."
Isterinya berkata dalam dirinya: "Di dalam perjalanan terdapat seribu macam
bahaya tetapi ketenangan tetap menghiasai wajah Musa." Isteri Musa tetap
taat kepada Musa. Nabi Musa sendiri tidak mengetahui rahsia tentang
keputusannya yang cepat untuk kembali ke Mesir setelah sepuluh tahun beliau
pergi melarikan diri, lalu mengapa sekarang ia kembali ke sana? Apakah beliau
rindu kepada ibunya dan saudaranya? Apakah beliau berfikir untuk
mengunjungi Isteri Fir'aun yang telah mendidiknya layaknya ibunya dan sangat
mencintainya layaknya ibunya sendiri? Tidak ada seorang pun yang mengetahui
apa yang terlintas dalam diri Musa saat beliau berkeinginan untuk kembali ke
Mesir. Hanya saja, yang kita ketahui bahawa Nabi Musa terbimbing dengan
ketetapan- ketetapan Ilahi sehingga beliau tidak melangkahkan kakinya kecuali
berdasarkan ketetapan tersebut.
Musa keluar bersama keluarganya dan melakukan perjalanan. Bulan
bersembunyi di balik gumpalan awan yang tebal, dan kegelapan rnenyelimuti
sana-sini. Sementara itu, petir menyambar sangat keras dan langit menurunkan
hujan. Cuaca tampak tidak bersahabat. Di tengah- tengah perjalanannya, Musa
tersesat. Musa mendapatkan dua potongan batu kemudian beliau memukulkan
kedua-nya dan menggesek-gesekan keduanya agar mendapatkan api darinya
sehingga beliau dapat berjalan. Tetapi sayang, beliau tidak mampu melakukan
hal itu. Angin yang bertiup kencang memadamkan api kecil itu.
Nabi Musa berdiri dalam keadaaan bingung dan tubuhnya tampak menggigil di
tengah-tengah keluarganya. Kemudian Nabi Musa mengangkat kepalanya dan
menyaksikan sesuatu dari jauh. Sesuatu yang beliau saksikan adalah api yang
sangat besar yang menyala-nyala dari kejauhan. Maka hati Musa dipenuhi
dengan rasa gembira. Ia berkata kepada keluarganya: "Aku melihat api di
sana." Lalu beliau memerintahkan kepada mereka untuk tinggal di tempatnya sehingga beliau pergi ke api itu. Barangkali di sana beliau mendapatkan suatu
berita atau akan menemukan seseorang yang dapat memberinya petunjuk
sehingga beliau tidak tersesat, atau beliau dapat membawa sebahagian api
yang menyala sehingga tubuh mereka menjadi hangat.
Keluarganya melihat api yang diisyaratkan oleh Musa tetapi sebenarnya mereka
tidak melihat sesuatu pun. Mereka tetap mentaatinya dan duduk sambil
menunggu kedatangan Musa. Musa bergerak menuju ke tempat api. Musa
segera berjalan untuk menghangatkan tubuhnya, sementara tangan kanannya
memegang tongkatnya dan tubuhnya tampak basah kuyup kerana hujan. Nabi
Musa tetap berjalan sampai ia mencapai suatu lembah yang bernama Thua'.
Beliau menyaksikan sesuatu yang unik di lembah ini. Di lembah itu tidak ada
rasa dingin dan tidak ada angin yang bertiup. Yang ada hanya keheningan. Nabi
Musa mendekati api. Belum lama beliau mendekatinya sehingga beliau
mendengar suara panggilan:
"Maka tatkala dia tiba di (tempat) api itu, diserulah dia: 'bahawa telah
diberkati orang-orang yang berada di dekat api itu, dan orang-orang yang
berada di sekitarnya. Dan Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam." (QS.
an-Naml: 8)
Tiba-tiba Nabi Musa berhenti dan badannya menggigil. Suara itu tampak
terdengar dan datang dari segala tempat dan tidak berasal dari tempat
tertentu. Musa melihat api dan beliau kembali merasa menggigil. Beliau
mendapati suatu pohon hijau dari duri dan setiap kali pohon itu terbakar dan
berkobar api darinya maka pohon itu justru semakin hijau. Seharusnya pohon
itu berubah warnanya menjadi hitam saat terbakar, tetapi anehnya api justru
meningkatkan warna hijaunya. Musa tetap menggigil meskipun beliau
merasakan kehangatan dan tampak mulai berkeringat.
Lembah yang di situ Musa berdiri adalah lembah Thua'. Musa meletakkan kedua
tangannya di atas kedua matanya kerana saking dahsyatnya cahaya. Beliau
melakukan yang demikian itu sebagai usaha untuk melindungi kedua matanya.
Kemudian Musa bertanya dalam dirinya: Ini cahaya atau api? Tiba-tiba beliau
tersungkur ke tanah sebagai wujud rasa takut, lalu
Allah s.w.t memanggil:
"Wahai Musa." (QS. Thaha: 11)
Musa mengangkat kepalanya dan berkata: "Ya." Allah berkata:
"Sesungguhnya Aku adalah Tuhanmu." (QS. Thaha: 12)
Musa semakin menggigil dan berkata: "Benar wahai Tuhanku."
Allah s.w.t berkata: "Maka lepaskanlah kedua sandalmu sesungguhnya engkau
berada di lembah yang suci yang bernama Thua'." Musa tertunduk dan rukuk
sementara tubuhnya tampak gementar dan beliau mulai melepas sandalnya
Allah s.w.t berkata:
Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu berada di
lembah yang suci, Thuwa'. " (QS. Thaha: 12)
Musa rukuk dan melepas kedua sandalnya. Kemudian Allah s.w.t kembali
berkata:
"Dan Aku telah memilih kamu, maka dengarkanlah apa yang akan
diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada
Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat
untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang. Aku
merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa
yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh
orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa
nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa." (QS. Thaha: 13-16)
Musa semakin gementar saat beliau menerima wahyu Ilahi dan saat berdialog
dengan Allah s.w.t. Allah s.w.t yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
berkata:
"Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa?" (QS. Thaha: 17)
Bertambahlah kehairanan Nabi Musa. Allah s.w.t adalah Zat yang mengajaknya
berbicara dan tentu Dia lebih mengetahui daripada Musa tentang apa yang
dipegangnya, lalu mengapa Allah s.w.t bertanya kepadanya jika memang Dia
lebih mengetahui darinya. Tak ragu lagi bahawa di sana ada hikmah yang tinggi. Musa menjawab pertanyaan itu dengan suaranya yang tampak mengigil:
"Ini adalah tongkatku, aku bertelekan padanya, dan aku pukul (daun)
dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain
padanya." (QS. Thaha: 18)
Allah berfirman:
"Lemparkanlah ia, hai Musa!" (QS. Thaha: 19)
Musa melemparkan tongkatnya dari tangannya dan rasa hairannya semakin
menjadi-jadi. Tiba-tiba Musa dikejutkan ketika melihat tongkat itu menjadi
ular yang besar. Ular itu bergerak dengan cepat. Musa tidak mampu lagi
menahan rasa takutnya. Musa merasa tubuhnya bergetar kerana rasa takut.
Musa membalikkan tubuhnya kerana takut dan ia mulai lari. Belum lama ia lari,
belum sampai dua langkah, Allah s.w.t memanggilnya:
"Hai Musa, janganlah kamu takut, sesungguhnya orang yang menjadikan
rasul, tidak takut di hadapanku. " (QS. an-Naml: 10)
"Hai Musa datanglah kepada-Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya
kamu termasuk orang-orang yang aman. " (QS. al- Qashash: 31)
Musa kembali memutar badannya dan berdiri. Tongkat itu tampak bergerak
dan ular itu pun tetap bergerak.
Allah s.w.t berkata kepada Musa:
"Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada
keadaannya semula. " (QS. Thaha: 21)
Musa menghulurkan tangannya ke ular itu dalam keadaan menggigil. Musa
belum sempat menyentuhnya sehingga ular itu menjadi tongkat. Demikianlah
perintah Allah s.w.t terjadi dengan cepat. Kemudian Allah s.w.t
memerintahkan kepadanya:
"Masukanlah tanganmu ke leher bajumu, nescaya ia keluar putih tidak bercacat bukan kerana penyakit, dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)mu bila ketakutan. " (QS. al-Qashash: 32)
Musa meletakkan tangannya di kantongnya lalu ia mengeluarkannya dan
tiba-tiba tangan itu bersinar bagaikan bulan. Kembali rasa kagum Musa
bertambah. Lalu ia meletakkan tangannya di dadanya sebagaimana
diperintahkan Allah s.w.t padanya sehingga rasa takutnya benar-benar hilang.
Musa merasa tenang dan terdiam. Kemudian Allah s.w.t memerintahkan
kepadanya - setelah beliau melihat kedua mukjizat ini, yaitu mukjizat tangan
dan mukjizat tongkat - untuk pergi menemui Fir'aun dan berdakwah kepadanya
dengan penuh kelembutan dan kasih sayang dan Allah s.w.t memerintahkan
kepadanya untuk mengeluarkan Bani Israil dari Mesir. Musa menampakkan rasa
takutnya kepada Fir'aun. Musa berkata bahawa ia telah membunuh seseorang
di antara mereka dan beliau khuatir mereka akan membunuhnya dan
membalasnya. Musa meminta kepada Allah s.w.t dan memohon kepada-Nya
agar mengirim saudaranya Harun bersamanya. Allah s.w.t menenangkan Musa
dengan mengatakan bahawa Dia akan selalu bersama mereka berdua. Dia
mendengar dan menyaksikan gerak-geri dan perbuatan mereka. Meskipun
Fir'aun terkenal dengan kejahatannya dan kekuatannya, namun kali ini Fir'aun
tidak akan mampu mengganggu atau menyakiti mereka. Allah s.w.t
memberitahu Musa bahawa Dia-lah yang akan menang. Musa berdoa dan
memohon kepada Allah s.w.t agar melapangkan hatinya dan memudahkan
urusannya serta memberinya kekuatan dalam berdakwah di jalan-Nya.
Allah s.w.t berfirman:
"Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa ? Ketika ia melihat api, lalu
berkatalah ia kepada keluarganya: 'Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya
aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit darinya
kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu. Maka ketika
ia datang ke tempat api itu ia dipanggil: Hai Musa, sesungguhnya Aku adalah
Tuhanmu. Maka tinggalkanlah kedua terompahmu; sesungguhnya kamu
berada di lembah yang suci, Thuwa'. Dan Aku telah memilih kamu, maka
dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sesungguhnya Aku ini
adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku
dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu
akan datang. Aku merahsiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu
dibalas dengan apa yang diusahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu kamu
dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu binasa.
Apakah itu yang ada di tangan kananmu, hai Musa, 'Ini adalah tongkatku,
aku bertelehan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk
kambingmu, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.' Allah
berfirman: Lemparkanlah ia, hai Musa!' Lalu dilemparkanlah tongkat itu,
maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat.
Peganglah ia dan janganlah takut, Kami akan mengembalikannya kepada
keadaannya semula, dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, nescaya ia ke
luar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain
(pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebahagian dari tanda-tanda
kekuasaan Kami yang besar. Pergilah kepada Fir'aun; sesungguhnya ia telah
melampaui batas. Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku
dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan
dari lidah, supaya mereka mengerti perkataanku, dan jadikanlah untukku
seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku, teguhkanlah
dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya
kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau.
Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami.' Allah
berfirman: 'Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa.'
Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada kali yang
lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan,
yaitu: Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke
sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh
(Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya.' Dan Aku telah melimpahkan kepadamu
kasih sayang yang datang dari-Ku; dan supaya kamu diasuh di bawah
pengawasan-Ku. (Yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia
berkata kepada (keluarga Fir'aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu
orang yang akan memeliharanya?' Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah
membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan
Kami telah mencubamu dengan beberapa cubaan; maka kamu tinggal
beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang
menurut waktu yang ditetapkan hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk
diri-Ku. " (QS. Thaha: 9-41)
Kita tidak mengetahui apa yang kita akan katakan dan apa yang kita komentar
berkaitan dengan firman Allah s.w.t kepada salah seorang hamba-Nya: "Dan
Aku telah memilihmu untuk diri-Ku." Allah s.w.t telah memilih Musa. Itu adalah
salah satu puncak kemuliaaan di mana tidak ada seseorang pun di zaman itu
yang mampu mencapainya selain Musa. Nabi Musa kembali untuk menemui
keluarganya setelah Allah s.w.t memilihnya sebagai Rasul atau utusan untuk berdakwah ke Fir'aun. Akhirnya, Nabi Musa beserta keluarganya berjalan
menuju ke Mesir. Hanya Allah s.w.t yang mengetahui fikiran-fikiran apa yang
terlintas di dalam diri Musa saat beliau mengayunkan langkahnya menuju ke Mesir.
Selesailah masa-masa perenungan dan dimulailah hari-hari kedamaian dan
kebahagiaan, dan akhirnya datanglah hari-hari yang sulit. Demikianlah Nabi
Musa memikul amanat kebenaran dan pergi untuk menyampaikannya kepada
salah satu penguasa yang paling bengis dan paling kejam dan paling jahat di
zamannya. Nabi Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah orang yang jahat.
Fir'aun akan berusaha memberhentikan langkah dakwahnya dan Fir'aun akan
menentangnya tetapi Allah s.w.t memerintahkannya untuk pergi ke Fir'aun dan
berdakwah kepadanya dengan kelembutan dan kasih sayang. Allah s.w.t
mewahyukan kepada Musa bahawa Fir'aun tidak akan beriman tetapi Nabi Musa
tidak peduli dengan hal itu. Beliau diperintahkan untuk melepaskan Bani Israil
yang sedang diseksa oleh Fir'aun.
Allah s.w.t berkata kepada Musa dan Harun:
"Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah:
'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka." (QS. Thaha: 47)
Inilah tugas yang ditentukan, yaitu tugas yang akan berbenturan dengan ribuan
tantangan. Fir'aun menyeksa Bani Israil dan menjadikan mereka budak-budak
dan memaksa mereka untuk bekerja di luar kemampuan mereka. Fir'aun juga
menodai kehormatan wanita-wanita mereka dan menyembelih anak laki-laki
mereka. Nabi Musa mengetahui bahawa rejim Mesir berusaha untuk
memperbudak Bani Israil dan mengeksploitasi mereka di luar kemampuan
mereka demi kepentingan penguasa. Tetapi Nabi Musa tetap memperlakukan
dan menghadapi Fir'aun dengan penuh kelembutan dan kasih sayang
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah s.w.t padanya:
"Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui
batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang
lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut." (QS. Thaha: 43-44)
Musa bercerita kepada Fir'aun tentang siapa sebenarnya Allah s.w.t, tentang
rahmat-Nya, tentang syurganya, dan tentang kewajipan mengesakan-Nya dan
menyembah-Nya. Beliau berusaha mem-bangkitkan aspek-aspek kemanusiaan
Fir'aun melalui pembicaraan tersebut. Fir'aun mendengarkan apa yang
dikatakan oleh Musa dengan penuh kebosanan. Fir'aun membayangkan bahawa
seseorang yang di hadapannya adalah orang gila yang nekad untuk menentang
dan menggoyang kedudukannya. Kemudian Fir'aun mengangkat tangannya dan
berbicara: "Apa yang engkau inginkan, hai Musa?" Musa menjawab: "Aku ingin
agar engkau membebaskan Bani Israil." Fir'aun bertanya: "Mengapa aku harus
membebaskan mereka bersamamu sementara mereka adalah budak- budakku?"
Musa menjawab: "Mereka adalah hamba-hamba Allah s.w.t, Tuhan Pengatur
alam semesta." Dengan nada mengejek Fir'aun bertanya: "Bukankah engkau
mengatakan bahawa namamu Musa?" Musa menjawab: "Benar." Fir'aun berkata:
"Bukankah engkau yang kami temukan di sungai Nil saat engkau masih kecil
yang tidak mempunyai daya dan kekuatan? Bukankah engkau Musa yang aku
didik di istana ini, lalu engkau memakan makanan kami dan meminum air
kami, dan engkau menikmati kebaikan- kebaikan dari kami? Bukankah engkau
yang membunuh seseorang lalu setelah itu engkau lari? Tidakkah engkau ingat
semua itu? Bukankah mereka mengatakan bahawa pembunuhan merupakan
suatu kekufuran? Kalau begitu, engkau seorang kafir dan engkau seorang
pembunuh. Jadi engkau adalah Musa yang lari dari hukum Mesir. Engkau adalah
seseorang yang lari dan menghindari keadilan. Lalu sekarang engkau datang
kepadaku dan berusaha berbicara denganku. Engkau berbicara tentang apa hai
Musa. Sungguh aku telah lupa."
Musa mengerti bahawa Fir'aun mengingatkan padanya tentang masa lalunya
dan Fir'aun berusaha menunjukkan kepadanya bahawa ia telah mendidiknya
dan berlaku baik padanya. Musa juga memahami bahawa Fir'aun
mengancamnya dengan pembunuhan. Musa memberitahu Fir'aun, bahawa ia
bukan seorang kafir ketika membunuh seorang Mesir tetapi saat itu beliau
melakukannya dengan tidak sengaja. Musa memberitahu Fir'aun bahawa ia lari
dari Mesir kerana khuatir akan pembalasan mereka. Pembunuhan yang
dilakukan olehnya bersifat tidak sengaja. Musa tidak bermaksud untuk
membunuh seseorang. Musa telah memberitahu Fir'aun bahawa Allah s.w.t
telah memberinya hikmah dan menjadikannya salah seorang Rasul. Allah s.w.t
menceritakan sebahagian dialog antara Musa dan Fir'aun dalam surah as-Syuara'
sebagaimana firman-Nya:
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu menyeru Musa (dengan firman-Nya):
'Datangilah kaum yang lalim itu, (yaitu) kaum Fir'aun. Mengapa mereka tidak
bertakwa? Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku takut bahawa
mereka akan mendustakan aku. Dan (kerananya) sempitlah dadaku dan
tidak lancar lidahku maka utuslah (Jibril) kepada Harun. Dan aku berdosa
terhadap mereka, maka aku takut mereka akan membunuhku.' Allah
berfirman: 'Janganlah takut (mereka tidak akan dapat membunuhmu), maka
pergilah kamu berdua dengan membawa ayat-ayat Kami
(mukjizat-mukjizat); sesungguhnya Kami bersamamu mendengarkan
(apa-apa yang mereka katakan). Maka datanglah kamu berdua kepada
Fir'aun dan katakanlah: 'Sesungguhnya kami adalah Rasul Tuhan semesta
alam, lepaskanlah Bani Israil (pergi) beserta kami.' Fir'aun menjawab:
'Bukankah kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) kami, waktu kamu
masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari
umurmu, dan kamu telah berbuat suatu perbuatan yang telah kamu lakukan
itu dan kamu termasuk golongan orang-orang yang tidak membalas guna.'
Berkata Musa: 'Aku telah melakukannya, sedang aku di waktu itu termasuk
orang-orang yang khilaf. Lalu aku lari meninggalkan kamu ketika aku takut
kepadamu, kemudian Tuhanku memberikan kepadaku ilmu serta Dia
menjadikanku salah seorang di antara rasul-rasul. " (QS. as-Syu'ara: 10-21)
Kemudian bangkitlah emosi Nabi Musa ketika Fir'aun mengingatkan bahawa ia
telah berbuat baik kepada Musa. Musa bangkit dan berbicara kepadanya:
"Budi yang kamu limpahkan kepadaku itu adalah (disebabkan) kamu telah
memperbudak Bani Israil." (QS. asy-Syu'ara: 22)
Musa ingin berkata kepadanya, apakah engkau mengira bahawa nikmat yang
engkau berikan kepadaku lalu engkau merasa telah berbuat baik padaku, di
mana aku adalah salah seorang lelaki dari kalangan Bani Israil? Apakah nikmat
ini sebanding dengan cara-caramu memperlakukan bangsa yang besar ini di
mana engkau memperbudak mereka; engkau memperkerjakan mereka dengan
cara yang semena-mena. Jika ini memang demikian maka logik mengatakan
bahawa kita seimbang: tiada yang berhutang dan tiada yang meminjam. Jika
tidak demikian maka siapa yang memberikan bahagian yang lebih besar?
Alhasil masalahnya adalah dakwah di jalan Allah s.w.t, yaitu satu urusan yang
aku tidak membawa kepadamu dari diriku sendiri. Aku bukan utusan dari
bangsa Bani Israil. Aku bukan juga utusan dari diriku sendiri tetapi aku adalah
seorang utusan dari Allah s.w.t. Aku adalah utusan Tuhan Pengatur alam
semesta. Sampai pada tahap ini Fir'aun mulai memasuki pembicaraan lebih
serius:
Fir'aun bertanya:
"Siapakah Tuhan semesta alam itu?" (QS. asy-Syu'ara': 23) Musa Menjawab:
"Tuhan Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antaranya keduanya
(itulah Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya." (QS.
asy-Syu'ara': 24)
Berkata Fir'aun kepada orang-orang sekelilingnya: "Apakah kamu tidak
mendengarkan?" (QS. asy-Syu'ara': 25)
Musa berkata dan tidak mempedulikan ejekan Fir'aun itu:
"Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu. " (QS.
asy-Syu'ara': 26)
Fir'aun berkata kepada mereka yang datang bersama Musa dari Bani Israil:
"Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian benar- benar orang
gila." Musa kembali berkata dan tidak memperhatikan tuduhan Fir'aun dan
ejekannya:
"Tuhan yang menguasai timur dan barat dan apa yang ada di antara
keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu mempergunakan akal. " (QS.
asy-Syu'ara': 28)
Allah s.w.t menceritakan sebahagian dialog yang terjadi antara Fir'aun dan
Musa dalam surah as-Syu'ara':
"Fir'aun bertanya: 'Siapakah Tuhan semesta alam itu?' Musa Menjawab: 'Tuhan
Pencipta langit dan bumi dan apa-apa yang di antara keduanya (itulah
Tuhanmu), jika kamu sekalian (orang-orang) mempercayai-Nya.' Berkata Fir'aun
kepada orang-orang sekelilingnya: 'Apakah kamu tidak mendengarkan?' Musa
berkata: "Tuhan kamu dan Tuhan nenek-nenek moyang kamu yang dahulu.'
Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Rasulmu yang diutus kepada kamu sekalian
benar-benar orang gila.' Musa berkata: 'Tuhan yang menguasai timur dan
barat dan apa yang ada di antara keduanya: (Itulah Tuhanmu) jika kamu
mempergunakan akal.'" (QS. asy-Syu'ara': 23-28)
Allah s.w.t mengingatkan dalam surah Thaha sebahagian dari peristiwa
pertemuan antara Fir'aun dan Nabi Musa. Allah s.w.t berfirman:
"Maka datanglah kamu kedua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah:
'Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Israil bersama kami dan janganlah kamu menyeksa mereka. Sesungguhnya
kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami)
dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang
mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahawa
seksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling.'
Berkata Fir'aun: 'Maka siapakah Tuhanmu berdua, hai Musa.' Musa berkata:
'Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu
bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.' Berkata Fir'aun:
'Maka bagaimanakah keadaan-keadaan umat-umat yang dahulu? Musa
menjawab: 'Pengetahuan tentang itu ada di sisi Tuhanku, di dalam sebuah
kitab. Tuhan kami tidak akan salah dan tidak akan salah (pula) lupa.'" (QS.
Thaha: 47-52)
Kita perhatikan bahawa Fir'aun tidak bertanya kepada Nabi Musa tentang
Tuhan Pengatur alam atau Tuhan Musa dan Harun dengan maksud bertanya
sesungguhnya atau pertanyaan yang bermaksud untuk mengetahui kebenaran
tetapi perkataan yang dilontarkan Fir'aun semata- mata hanya untuk
mengejek. Nabi Musa as menjawabnya dengan jawapan yang sempurna dan
mengena. Nabi Musa berkata: "Sesungguhnya Tuhan kami adalah Dia yang
memberi sesuatu ciptaannya kemudian Dia membimbing ciptaannya. Dialah
sang Pencipta. Dia menciptakan berbagi macam makhluk dan Dia juga yang
membimbingnya sesuai dengan kebutuhannya sehingga makhluk-makhluk
tersebut dapat menjalani kehidupan dengan baik. Allah s.w.t-lah yang
mengarahkan segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang menguasai segala sesuatu;
Allah s.w.t-lah yang mengetahui segala sesuatu; Allah s.w.t-lah yang
menyaksikan segala sesuatu." Al-Quran al-Karim mengungkapkan semua itu
dalam ungkapan yang sederhana namun padat ertinya, yaitu dalam firman-Nya:
"Musa berkata: "Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan kepada
tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk."
(QS. Thaha: 50)
Kemudian Fir'aun bertanya, "lalu bagaimana keadaan manusia-manusia yang
hidup di abad-abad pertama di mana mereka tidak menyembah Tuhanmu ini?"
Fir'aun masih ingkar dan mengejek dakwah Nabi Musa. Nabi Musa menjawab:
"bahawa masa-masa yang dahulu di mana mereka tidak menyembah Allah s.w.t
adalah masalah yang semua itu berada di sisi Allah s.w.t. Atau dalam kata lain,
semua itu diketahui oleh Allah s.w.t. Keadaan di masa-masa yang dahulu
tercatat dalam kitab Allah s.w.t. Allah s.w.t menghitung apa yang mereka
kerjakan di dalam kitab. Allah s.w.t tidak pernah lupa." Jawapan Nabi Musa
tersebut berusaha menenangkan Fir'aun tentang orang-orang yang hidup di
masa-masa pertama. Jadi Allah s.w.t mengetahui segala sesuatu dan mencatat
apa saja yang dilakukan manusia dan Allah s.w.t tidak menyia-nyiakan pahala
mereka. Kemudian Nabi Musa kembali menyempurnakan dan menyelesaikan
pembicaraannya tentang sifat Tuhannya:
"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan yang telah
menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air
hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari
tumbuh-tumbuhan. Makanlah dan gembalakanlah binatang-binatangmu.
Sesungguhnya pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan
Allah bagi orang-orang yang berakal. Dari bumi (tanah) itulah Kami
menjadikan kamu dan darinya Kami akan mengembalikan kamu dan darinya
Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain. " (QS. Thaha: 53-55)
Nabi Musa menarik perhatian Fir'aun tentang tanda-tanda kebesaran Allah s.w.t di alam semesta. Nabi Musa menunjukkan kepadanya bagaimana gerakan
angin, hujan, dan tumbuh-tumbuhan. Kemudian Nabi Musa juga menunjukkan
bagaimana pengaruh semua itu pada bumi. Musa memberitahu kepada Fir'aun
bahawa Allah s.w.t menciptakan manusia dari tanah dan setelah itu Dia akan
mengembalikan padanya dengan kematian lalu mengeluarkan manusia darinya
di hari kebangkitan. Jadi, di sana terjadi hari kebangkitan dan pada hari
kiamat manusia akan menghadap kepada Allah s.w.t. Tidak ada seseorang pun
yang dikecualikan dari hal itu. Semua hamba Allah s.w.t akan berdiri
dihadapan-Nya pada hari kiamat, termasuk Fir'aun.
Musa datang kepada Fir'aun sebagai pembawa berita gembira dan sebagai
pemberi peringatan, tetapi peringatan dari Musa ini tidak membikin Fir'aun
merenung dan mendapatkan pelajaran namun justru dialog antara dirinya dan
Musa semakin menajam. Bisa dikatakan bahawa dialog di antara mereka
menjadi pertentangan. Ketajaman dialog mulai menghangat. Kemudian
berubahlah bahasa dialog itu. Musa berusaha menyampaikan argumentasi yang
sangat kuat kepada Fir'aun. Musa berusaha membawa argumentasi rasional
tetapi Fir'aun berusaha keluar dari ruang lingkup dialog yang berdasarkan logik
yang sehat. Fir'aun berusaha menggunakan dialog dalam bentuk yang baru,
yaitu suatu cara yang Musa tidak mampu lagi melawannya. Ia mulai menyerang
Musa dan mengancamnya.
Fir'aun menunjukkan penentangannya kepada kebenaran yang dibawa oleh
Musa. Fir'aun acuh tak acuh terhadap dakwah Nabi Musa. Fir'aun mulai
menyerang peribadi Musa. Ia mulai mempersoalkan pakaian Musa dan
kedudukan sosialnya bahkan ia pun menyerang cara Musa berbicara. Setelah
menghina Musa sedemikian rupa, Fir'aun sengaja memakai metode kekuatan
mutlak. Fir'aun bertanya kepada Musa, bagaimana ia berani menentang
penyembahan terhadap dirinya; bagaimana Musa menyembah selain dirinya;
tidakkah Musa mengetahui bahawa Fir'aun adalah tuhan? Bagaimana Musa tidak
mengetahui hakikat ini padahal ia terdidik di istana Fir'aun dan sangat
mengenal lingkungan di sekitar Fir'aun? Setelah Fir'aun menyampaikan tentang
ketuhanan-nya secara mendasar, ia bertanya kepada Musa, bagaimana Musa
berani menyembah tuhan selain dirinya. Ini bererti bahawa Musa ingin
dimasukan ke dalam penjara. Tiada ketentuan di sisi kami bagi orang yang
menyembah selain Fir'aun kecuali penjara adalah tempatnya:
"Fir'aun berkata: 'Sungguh jika kamu menyembah Tuhan selain aku,
benar-benar aku akan menjadikan kamu salah seorang yang dipenjarakan.'"
(QS. asy-Syu'ara': 29)
Musa mengetahui bahawa argumentasi-argumentasi rasional tidak lagi
bermanfaat. Dialog yang tenang dan sehat berubah menjadi ejekan dan hinaan
serta pada akhirnya menjadi ancaman hukuman penjara. Musa mengetahui
bahawa telah tiba waktunya untuk menunjukkan mukjizat yang dibawanya.
Setelah diancam akan dimasukan ke dalam penjara, ia berkata kepada Fir'aun:
"Musa berkata: 'Dan apakah (kamu akan melakukan ini) kendatipun aku
tunjukkan kepadamu sesuatu (keterangan) yang nyata?'" (QS. asy- Syu'ara':30)
Musa menantang kepada Fir'aun dan Fir'aun menerima tantangannya. Fir'aun
ingin tahu sejauh mana kebenaran Musa.
"Fir'aun berkata: 'Datangkanlah sesuatu (keterangan) yang nyata itu, jika
kamu adalah termasuk orang-orang yang benar.'" (QS. asy- Syu'ara': 30-31)
Musa melemparkan tongkatnya di ruangan yang besar itu. Mula-mula Fir'aun
menganggap bahawa tongkat yang dibawanya jatuh kerana Musa gementar
menghadapinya. Setelah Fir'aun meminta padanya bukti atas kebenaran
dakwahnya, tiba-tiba tongkat yang menyentuh tanah itu berubah menjadi ular
yang besar yang bergerak dengan cepat dan gesit. Ular itu menuju ke arah
Fir'aun. Fir'aun tampak pucat kerana takut. Ia tampak gementar di kerusinya
kemudian ia berteriak agar mereka menjauhkan ular itu darinya. Nabi Musa
menghulurkan tangannya ke ular itu lalu ular itu kembali menjadi tongkat yang
ada di tangannya sebagaimana semula. Setelah peristiwa itu, keheningan
menyeliputi istana Fir'aun. Nabi Musa kembali menunjukkan kepada
orang-orang yang berdiri di sekitarnya, mukjizatnya yang kedua. Musa
memasukkan tangannya di sakunya lalu mengeluarkannya. Tiba-tiba tangan itu
menjadi putih seperti bulan; tangan itu tiba-tiba mengeluarkan cahaya yang
memenuhi penjuru istana. Akhirnya, semua orang yang hadir di situ merasakan
kekaguman yang luar biasa sedangkan Fir'aun wajahnya tampak menghijau
kerana saking takutnya.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka Musa melemparkan tongkatnya, yang tiba-tiba tongkat itu (menjadi)
ular yang nyata. Dan ia menarik tangannya (dari dalam bajunya), maka
tiba-tiba tangan itu jadi putih (bersinar) bagi orang- orang yang melihatnya."
(QS. asy-Syu'ara': 32-33)
Keheningan semakin menyelimuti istana Fir'aun. Pengaruh dua mukjizat yang
dibawa oleh Nabi Musa tertanam pada jiwa orang-orang yang hadir di situ.
Pertama-tama mereka merasakan ketakutan dalam diri mereka kemudian Nabi
Musa mengembalikan tangannya ke sakunya lalu tangannya kembali seperti
semula.
Fir'aun berkata: "Sekarang, pergilah kalian berdua. Nanti kita akan lanjutkan
perbincangan kita." Musa memalingkan wajahnya dan keluar dari istana. Fir'aun
tampak terpukul atas peristiwa itu. Fikirannya mulai berputar-putar. Ia
membayangkan apa yang terjadi di istananya dan di wilayah kekuasaannya
seandainya berita tentang dua mukjizat itu tersebar di tengah-tengah manusia,
lalu manusia mulai membicarakan tentang Musa dan Harun. Fir'aun
mengeluarkan perintahnya agar orang- orang yang melihat peristiwa itu tidak
membuka hal itu kepada masyarakat umum, tetapi para pembantu istana dan sebahagian dari Bani Israil menyaksikan dua peristiwa itu. Akhirnya, mulailah
terjadi perbincangan di tengah-tengah masyarakat ramai tentang dua mukjizat
itu. Fir'aun benar-benar terdiam ketika menghadapi dua mukjizat yang dibawa
oleh Nabi Musa. Ketika Musa keluar dari istana Fir'aun yang sebelumnya merasa
takut dan gementar, kini menjadi marah. Ia meluapkan kemarahan itu kepada
menterinya dan para pembantunya. Tiba-tiba ia bersikap kasar kepada mereka
tanpa sebab yang diketahui. Fir'aun memerintahkan mereka untuk keluar dari
ruangannya dan meningggalkan dirinya sendirian.
Fir'aun berusaha untuk menghadapi masalah itu dengan lebih tenang. Fir'aun
meminum beberapa gelas dari minuman keras tetapi rasa marahnya belum
hilang juga. Kemudian ia mengeluarkan perintah untuk mengumpulkan
orang-orang dekatnya dan semua para menteri di istana serta para pemimpin
di Mesir. Fir'aun mengeluarkan perintahnya kepada Haman salah satu ketua
para menterinya untuk mengepalai pertemuan tersebut. Kemudian para
pembesar dari kaum Fir'aun berkumpul. Fir'aun memasuki ruang pertemuan
dan wajahnya tampak emosi. Jelas sekali Fir'aun tidak mahu menerima dengan
mudah adanya tuhan lain yang disembah orang-orang Mesir selain dirinya.
Fir'aun cukup berbahagia ketika ia menguasai Mesir dari memerintah dengan
semahunya. Tiba-tiba, ia dikejutkan dengan kedatangan Musa yang ingin
menghancurkan apa saja yang telah dibangunnya. Musa mengatakan pada
dirinya bahawa di sana ada Tuhan yang Esa yang tiada Tuhan lain selain-Nya di
alam semesta. Ini bererti bahawa Fir'aun adalah seorang pembohong.
Pemikiran ini menghantui kepala Fir'aun sehingga Fir'aun menoleh kepada
ketua para menterinya yaitu Haman akhirnya pertemuan bersejarah itu
diadakan.
Tidak ada seorang pun yang berani membuka mulutnya. Fir'aun membuka
pertemuan itu dengan secara tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan kepada
Haman: "Apakah aku seseorang pembohong wahai Haman?" Haman menunduk
dan bertanya: "Siapa yang berani menentang Fir'aun?" Fir'aun berkata dengan
marah: "Musa." Bukankah ia mengatakan bahawa ada tuhan lain di langit."
Dengan mantap Haman menjawab: "Sungguh wahai tuanku, Musa berbohong."
Fir'aun berkata dalam keadaan memutar wajahnya ke arah yang lain: "Aku
mengetahui bahawa ia berbohong." Kemudian Fir'aun kembali menoleh ke
Haman:
"Dan berkatalah Fir'aun: 'Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan
yang tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu- pintu langit,
supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan sesungguhnya aku
memandangnya seorang pendusta.'" (QS. al-Mu'min: 36-38)
Fir'aun mengeluarkan perintah untuk membangun suatu bangunan yang kukuh
dan tinggi di mana ketinggiannya mampu mencapai langit. Perintah Fir'aun itu
berdasarkan peradaban Mesir yang lagi maju di mana mereka cenderung
membangun bangunan yang spektakuler. Namun Fir'aun lupa pada
aturan-aturan teknik pembangunan. Meskipun demikian, Haman bersikap
munafik, padahal ia mengetahui kemustahilan membangun sesuatu bangunan
semegah dan setinggi itu. Haman berkata: "Saya ingin melaksanakan perintah
untuk mendirikan bangunan itu sesegera mungkin, tetapi wahai tuanku dan
izinkanlah aku untuk pertama kalinva aku menentang perintahmu. Sungguh
engkau tidak akan mendapati sesuatu pun di langit. Tidak ada di sana Tuhan
selain dirimu." Fir'aun mendengar penolakan ketua para menterinya itu dengan
sangat puas, seakan-akan ia mendengarkan suatu hakikat yang ditetapkan.
Kemudian dalam perkumpulan yang terkenal itu, Fir'aun melontarkan
kata-katanya yang bersejarah:
"Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku."
(QS. al-Qashash: 38)
Semua yang hadir di tempat itu menundukkan kepala tanda setuju. Di antara
mereka terdapat dua orang atau tiga orang yang masih memiliki akal sehat.
Ketiga orang itu mengetahui bahawa sebenarnya Fir'aun adalah seorang
pembohong. Meskipun demikian, mereka membiarakan kebohongan itu dan
memilih apa yang disetujui oleh Fir'aun. Tentu persetujuan ini berakibat pada
masyarakat Mesir yang harus membayar mahal hasil dari persetujuan itu. Para
tentera Mesir, para pembesar istana, dan para dukun tunduk kepada kegilaan
Fir'aun. Fir'aun berkata dengan maksud bertanya kepada para penasihatnya:
"Apa yang kalian katakan tentang Musa?" Haman berkata: "Ia adalah seorang
yang pembohong."
Salah seorang menteri yang lain berkata: "Saya kira ia adalah seorang yang
gila." Sementara itu salah seorang dukun berkata: " - Tampaknya ia khuatir
mereka akan mencurigainya jika ia tidak mengatakan sesuatu pun kepada
mereka - saya kira ia terkena kegilaan." Fir'aun memutus pembicaraan mereka
dengan mengatakan: "Sungguh kalian menggambarkan Musa macam-macam,
namun kalian belum menjawab pertanyaanku. Apa sebenarnya maunya Musa?
Apa sebenarnya persekongkolan yang disembunyikannya." Para penasihat
terdiam kerana rasa takut dan sebagai bentuk kemunafikan terhadap Fir'aun.
Mereka hanya menunggu Fir'aun mengucapkan kalimat-kalimat tertentu lalu
mereka menirukannya dengan mulut-mulut mereka layaknya burung beo.
Setelah keheningan menyelimuti ruangan itu, Fir'aun berkata: "Aku kira bahawa
Musa adalah salah satu tukang sihir yang hebat. Ia ingin mengeluarkan kalian
dari negeri kalian dengan sihirnya. Lalu persekongkolan apa yang kalian
siapkan?"
Adalah hal yang maklum di rejim kekuasaan mutlak bahawa perkumpulan yang
dihadiri oleh para pembesar dan para menteri untuk mengeluarkan pendapat
sesama mereka bererti hanya sekadar untuk mengulang-ulang dan menerima
keputusan mutlak dari penguasa. Para penasihat berkata - setelah Fir'aun
memberi mereka kesempatan untuk mengutarakan pendapat: "Sungguh benar
apa yang dikatakan oleh Fir'aun. Musa adalah seorang tukang sihir. Kalau
begitu, masalahnya telah selesai. Kita akan mengembalikan Musa dan
saudaranya, dan kita akan menyebarkan perintah Fir'aun di Mesir untuk
menghadirkan tukang sihir. Jika para tukang sihir telah datang dan berdiri di
hadapan Musa, maka mereka akan dapat membuktikan bahawa Musa memang
tukang sihir dan mereka akan mampu mengalahkannya. Dengan cara demikian,
kita dapat memperdayanya di hadapan orang-orang Mesir dan anak-anak Bani
Israil." Perundingan bersejarah itu sepakat untuk melaksanakan hal itu.
Sepuluh orang dari pembantu Fir'aun keluar dari istana, Fir'aun dengan
menunggangi kenderaan mereka dan mereka segera berpencar di seluruh
penjuru Mesir. Kemudian diumumkan pada hari kedua di pasar-pasar Mesir
bahawa seluruh jago-jago sihir hendaklah menuju ke istana Fir'aun untuk
mendengarkan suatu perintah atau suatu urusan yang penting.
Fir'aun memanggil Nabi Musa dan berusaha mengancamnya dan menakut-
nakutkan tetapi Nabi Musa tampak tenang. Fir'aun berkata kepada Nabi Musa:
"Sesungguhnya engkau seorang tukang sihir, dan aku menetapkan untuk
menyingkap kedokmu di hadapan semua orang. Tidak lama lagi para tukang
sihir akan datang." Nabi Musa bertanya: "Kapan aku akan bertemu dengan
tukang sihir itu?" Fir'aun berkata: "Di sana terdapat suatu pertemuan atau
acara yang sebentar lagi akan dimulai yang dihadiri oleh banyak orang. Yaitu
hari di mana angin bertiup dengan sepoi-sepoi; hari di mana bumi berhias diri
menyambut kedatangan musim semi. Sungguh itu suatu pertemuan yang
menakjubkan dan engkau akan dikalahkan. Sekarang aku beri kesempatan
kamu untuk mencabut dakwahmu. Aku memberikan kesempatan yang terakhir
bagimu untuk menyelamatkan kehormatanmu."
Musa berkata dengan tidak memperhatikan perkataan Fir'aun yang terakhir:
"Kami sepakat atas pertemuan itu. Kami akan hadir di hari itu di mana manusia
akan berkumpul di pagi hari." Fir'aun bertanya: "Kapan engkau akan datang?"
Musa berkata: "Insya-Allah aku akan hadir di waktu fajar di permulaan siang."
Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah perlihatkan kepadanya (Fir'aun) tanda- tanda
kekuasaan Kami semuanya, maka ia mendustakan dan enggan (menerima
kebenaran). Berkata Fir'aun: 'Adakah kamu datang kepada kami untuk
mengusir kami dari negeri kami (ini) dengan sihirmu, hai Musa! Dan kami
pun pasti akan mendatangkan (pula) kepadamu sihir semacam itu, maka
buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami
tidak akan menyalahinya dan tidak (pula) kamu di suatu tempat yang
pertengahan (letaknya).' Berkata Musa: "Waktu untuk pertemuan (kami
dengan) kamu itu ialah di hari raya dan hendaklah dikumpulkan manusia
pada waktu matahari sepenggalah naik.'" (QS. Thaha: 56-59)
Nabi Musa pergi dalam keadaaan tenang. Kemudian para utusan tukang sihir
datang ke istana Fir'aun. Ketika semua berkumpul, Fir'aun memerintahkan agar
mereka semua menemuinya. Ketika masuk menemui Fir'aun, para tukang sihir
sujud kepadanya. Fir'aun memerintahkan mereka untuk berdiri, kemudian
Fir'aun mulai berjalan-jalan di antara mereka sambil mengamati wajah mereka
dan pakaian mereka. Fir'aun tampak terdiam memikirkan sesuatu dan tiba-tiba
ia berdiri dan berkata: "Wahai para tukang sihir, kami sekarang menghadapi
masalah yang kecil dan kami telah memerintahkan agar kalian dihadirkan
untuk memecahkan masalah itu." Para tukang sihir itu menundukkan kepalanya
dan mereka mendengarkan dengan hikmat. Fir'aun kembali berkata: "Salah
seorang lelaki datang kepada kami dan ia mengaku utusan Allah s.w.t; seorang
lelaki yang bernama Musa dan bersama saudaranya, Harun. Musa ini adalah
tukang sihir yang mahir, lebih tangkas dan lebih hebat dari Harun. Oleh kerana
itu, kalian harus mengalahkannya dengan kekalahan yang teruk sehingga ia
tidak mampu lagi mengangkat kepalanya kerana rasa malu." Para tukang sihir
tetap menundukkan kepalanya dan mereka terdiam. Fir'aun berkata: "Mengapa
seseorang di antara kalian tidak bertanya kepadaku tentang sihirnya Musa."
Salah seorang tukang sihir dengan tenang berkata: "Kami menunggu tuan yang
agung menceritakannya kepada kami. Kami tidak ingin memutus
pembicaraanmu wahai tuan."
Dengan nada marah, Fir'aun berkata: "Musa melemparkan tongkatnya dan
tiba-tiba tongkatnya itu menjadi ular yang sangat besar lalu ia mencabut
tangannya dan tiba-tiba tangannya menjadi putih yang menakjubkan
orang-orang yang melihatnya." Tampak senyum manis menghiasi wajah- wajah
para tukang sihir dan salah seorang mereka berkata: "Hendaklah hati Fir'aun
tenang. Ini adalah permainan kuno; permainan tongkat yang berubah menjadi
ular. Sesungguhnya itu hanya sekadar imaginasi yang menipu orang-orang yang
melihatnya, yang seakan-akan ia bergerak padahal ia tetap di tempatnya."
Fir'aun berkata: "Aku tidak ingin untuk memasuki perdebatan sekitar masalah
pembuatan sihir. Yang aku inginkan agar kalian mengalahkan Musa. Kami telah
sepakat untuk bertemu pada hari ketika musim semi akan tiba. Masyarakat
Mesir semuanya akan berkumpul. Mereka akan menyaksikan kalian saat kalian
mengalahkannya. Oleh kerana itu, kalian harus dapat mengalahkannya."
Selesailah perkataan Fir'aun. Ia menunggu para tukang sihir meninggalkannya
tapi mereka masih berdiri. Salah seorang mereka bertanya: "Mengapa tuan kita
Fir'aun tidak berbicara kepada kita tentang urusan yang lebih penting
seandainya kita dapat mengalahkan Musa?" Dengan kehairanan Fir'aun
bertanya: "Apa sesuatu yang lebih penting itu?" Salah seorang tukang sihir
berkata: "Tentu kami minta upah jika kami menang." Dengan tertawa, Fir'aun
berkata: "Jangan khuatir, aku akan memuaskan kalian. Kalian akan menjadi
orang-orang yang dekat. Kami akan mengadakan pekerjaan-pekerjaan baru di
istana bagi para tukang sihir. Kalian jangan khuatir. Tenanglah kerana kalian
akan menerima upah yang layak."
Fir'aun tertawa melihat kepercayaan para tukang sihir kepada diri mereka,
kemudian ia memerintahkan agar mereka meninggalkan tempatnya. Lalu ia
sendiri menuju ke meja makan siang. Fir'aun duduk sambil makan. Ia berkata
sambil menyantap paha kambing yang besar: "Semenjak Musa datang selera
makanku terganggu. Namun sekarang, kehancuran Musa sudah dekat."
Allah s.w.t berfirman:
"Dan Musa berkata: 'Hai Fir'aun, sesungguhnya aku ini adalah seorang utusan
dari Tuhan alam semesta, wajib atasku tidak mengatakannya sesuatu
terhadap Allah, kecuali yang hak. Sesungguhnya aku datang kepadamu
dengan membawa bukti yang nyata dari Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani
Israil (pergi) bersama aku.' Fir'aun menjawab: 'Jika benar kamu membawa
sesuatu bukti, maka datangkanlah bukti itu jika (betul) kamu termasuk
orang-orang yang benar.' Dan dia mengeluarkan tangannya, maka ketika itu juga tangan itu menjadi putih bercahaya (kelihatan) oleh orang-orang yang
melihatnya. Pemuka-pemuka kaum Fir'aun berkata: 'Sesungguhnya Musa ini
adalah ahli sihir yang pandai, yang bermaksud hendak mengeluarkan kamu
dari negerimu.' (Fir'aun berkata): 'Maka apakah yang kamu anjurkan?
Pemuka-pemuka itu menjawab: 'Beritahulah ia dan saudara-saudaranya
serta kirimlah ke kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan
(ahli-ahli sihir), supaya mereka membawa kepadamu semua ahli sihir yang
pandai.' Dan beberapa ahli sihir telah datang kepada Fir'aun mengatakan:
'(Apakah) sesungguhnya kami akan mendapat upah, jika kamilah yang
menang Fir'aun menjawab: 'Ya dan sesungguhnya kamu benar-benar akan
termasuk orang-orang yang dekat (kepadaku).'" (QS. al-A'raf: 104-114)
Kemudian datanglah hari yang dijanjikan. Orang-orang berbondong- bondong
keluar dari rumah. Mereka membicarakan tentang pertemuan antar Nabi Musa
dan Fir'aun. Mereka menuju ke tempat perayaan sejak pagi hari. Tidak ada
seorang pun di Mesir yang tidak mengetahui tentang peristiwa itu. Orang-orang
begitu gembira ketika para tukang sihir itu datang sebagaimana mereka juga
gembira ketika melihat Fir'aun datang, namun keheningan menyelimuti tempat
itu ketika Nabi Musa dan Nabi Harun datang. Tempat perayaan itu diadakan di
tempat terbuka yang hanya ditutupi oleh payung Fir'aun yang melindungi
kepalanya dari terik matahari. Fir'aun berdiri di tengah-tengah tenteranya. Ia
memakai emas dan permata. Sementara itu, Nabi Musa berdiri dengan
menundukkan kepalanya dalam keadaan mengingat Allah s.w.t.
Keadaan saat itu benar-benar hening. Kemudian para tukang sihir maju
menemui Musa. Mereka berkata kepada Musa: "Apakah engkau yang pertama
kali melempar atau kami yang pertama kali melempar." Musa berkata:
"Kalianlah yang pertama kali melempar." Para tukang sihir berkata: "Demi
kemuliaan Fir'aun, sesungguhnya kami akan menang." Musa berkata: "Celaka
kalian, janganlah kalian membuat dusta kepada Allah s.w.t nescaya Dia akan
mendatangkan seksa bagi kalian." Sebahagian ahli hakikat berkata: "Nabi Musa
menoleh dan kemudian ia melihat Jibril di sebelah kanannya." Jibril berkata
kepadanya: "Wahai Musa, hendaklah kamu bersikap sopan kepada wali-wali
Allah s.w.t." Musa berkata dalam dirinva: "Mereka para tukang sihir itu datang
dengan maksud menyimpangkan agama Fir'aun." Jibril kembali berkata:
"Bersikap lembutlah terhadap wali-wali Allah s.w.t. Mereka saat ini sampai
salat Ashar berada di sisimu dan setelah salat Ashar mereka akan berada di
syurga."
Para tukang sihir itu mulai melemparkan tongkat-tongkat mereka dan tali-tali
mereka. Tiba-tiba arena itu dipenuhi dengan ular-ular. Mereka menipu dan
menyihir pandangan orang-orang yang melihatnya. Orang- orang yang melihat
sihir itu merasa takut kerana mereka mendatangkan sihir yang besar.
Orang-orang merasa gembira dan Fir'aun pun menampakkan senyumnya. Ia
berkata dalam dirinya: Sungguh hari ini adalah hari pembalasan atas Musa.
Mukjizatnya berupa tongkat yang ada di tangannya yang dapat berubah
menjadi ular, sekarang Fir'aun menghadirkan kepadanya seluruh tukang sihir di
mana tongkat-tongkat dan tali-tali yang ada di tangan mereka pun berubah
menjadi ular. Senyuman Fir'aun pun semakin melebar.
Nabi Musa memperhatikan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka. Ia
merasa takut. Nabi Musa ingat apa yang dikatakan oleh Jibril dan ia mulai
merasakan ketakutan. Bagaimana mungkin para tukang sihir itu akan masuk
syurga dan mereka akan menjadi wali-wali Allah s.w.t? Nabi Musa merasakan
semua itu, namun tiada seorang pun yang mengetahui hakikat pemikiran yang
terlintas dalam benak Nabi Musa saat ia berdiri dengan bajunya yang
sederhana bersama saudaranya di hadapan kumpulan manusia yang banyak dari
para pengawal dan tentera Fir'aun. Ketika Musa merasakan ketakutan tersebut,
maka cahaya yang terang menembus dalam dirinya dan
Allah s.w.t berkata kepadanya:
"Kami berkata: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling
unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu,
nescaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat. Sesungguhnya apa yang
mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan
menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang." (QS.Thaha: 68-69)
Musa merasa senang ketika mendengar Allah s.w.t menenangkannya. Nabi Musa
dapat mengendalikan dirinya, kemudian beliau mengangkat tongkatnya dan
melemparkannya. Sebelum tongkat itu menyentuh tanah, tiba-tiba terjadilah
suatu mukjizat. Orang-orang dan para tukang sihir Fir'aun bahkan Fir'aun
sendiri menyaksikan sesuatu yang belum pernah mereka saksikan di dunia.
Biasanya seorang tukang sihir dapat menipu pandangan manusia dan
memperdaya mereka seolah-olah ada ular yang bergerak padahal ia tetap di
tempatnya. Tetapi apa yang terjadi saat itu adalah sesuatu yang benar-benar
berbeza. Belum sampai tongkat Nabi Musa menyentuh tanah sehingga ia
berubah menjadi ular yang besar dan sangat gesit.
Tiba-tiba ular ini menuju ke tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka
yang bergerak dan ia mulai memakannya satu persatu. Tongkat Nabi Musa
memakan tali-tali tukang sihir dan tongkat-tongkat mereka dengan cepat.
Belum berselang beberapa minit sehingga arena itu kosong dari tali-tali tukang
sihir dan tongkat-tongkat mereka. Tongkat-tongkat dan tali-tali tukang sihir
tersembunyi dalam perut tongkat Nabi Musa. Dan bergeraklah ular yang besar
menuju Nabi Musa lalu beliau menghulurkan tangannya dan tiba-tiba ular itu
berubah menjadi tongkat. Para tukang sihir mengetahui bahawa mereka bukan
di hadapan seorang penyihir. Mereka sebenamya adalah tokoh-tokoh sihir dan
para pakar dalam hal itu di zaman mereka, tetapi apa yang mereka saksikan
saat ini bukan termasuk sihir. Itu adalah mukjizat dari Allah s.w.t.
Akhirnya, para tukang sihir itu sujud di atas tanah. Mereka berkata: "Kami
beriman kepada Tuhan Pengatur alam semesta. Tuhan yang diyakini oleh Musa
dan Harun." Orang-orang Mesir dan anak-anak Bani Israil menyaksikan mukjizat
yang mengagumkan ini. Mereka melihat bagaimana tukang sihir-tukang sihir
Fir'aun sujud kepada Musa dan Harun. Fir'aun menyaksikan bahawa bola itu kini
berada di tangan Musa dan Harun. Lalu ia bangkit dari duduknya dan berteriak
di depan tukang sihir: "Bagaimana kalian beriman kepadanya sebelum aku
memberi izin kepada kalian." Para tukang sihir berkata: "Untuk beriman tidak
perlu izin." Fir'aun berkata: "Kalau begitu ini adalah persekongkolan yang jelas.
Sesungguhnya Musa adalah guru kalian yang mengajari kalian sihir. Sungguh
tangan-tangan kalian dan kaki-kaki kalian akan diputus dan kalian akan disalib
di pohon kurma. Sungguh ini adalah persekongkolan yang jelas."
Para tukang sihir berkata: "Lakukan apa saja yang engkau inginkan, hai Fir'aun.
Kami tidak memilihmu dan kami tidak mengutamakanmu atas mukjizat Ilahi
ini. Sesungguhnya kami beriman kepada Tuhan kami agar Dia mengampuni
kami dan menghapus kesalahan-kesalahan kami. Apa yang engkau berikan
terhadap kami adalah sesuatu yang sedikit, dan apa yang ada di sisi Allah s.w.t
lebih baik dan lebih abadi. Seandainya engkau menyeksa kami dan membunuh
kami dan menyalib kami, maka engkau hanya dapat menyeksa kami di
kehidupan dunia ini. Tentu kehidupan dunia tidak dapat dibandingkan dengan
kehidupan akhirat. Kami hanya ingin mendapatkan pengampunan dari Allah s.w.t dan memasuki syurga." Kemudian Fir'aun mengeluarkan perintahnya
untuk menyalib semua tukang sihir. Ketika menyaksikan peristiwa tersebut,
orang-orang menjadi ketakutan. Kemudian Nabi Musa dan Nabi Harun
meninggalkan tempat itu dan Fir'aun kembali ke istananya. Allah s.w.t
menceritakan dalam surah al-A'raf apa yang dialami tukang sihir dan Musa
dalam firman-Nya:
"Ahli-ahli sihir berkata: 'Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih
dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?' Musa menjawab:
'Lemparkanlah (lebih dahulu)! Maka tatkala mereka melemparkan, mereka
menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka
mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan Kami mewahyukan
kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekoyong-koyong tongkat itu
menelan apa yang mereka sulapkan. kerana itu nyatalah yang benar dan
gagallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan
jadilah mereka orang-orang yang hina. Dan ahli-ahli sihir itu serta merta
meniarapkan diri dengan bersujud. Mereka berkata: 'Kami beriman kepada
Tuhan semesta alam, (Yaitu) Tuhan Musa dan Harun. Fir'aun berkata:
'Apakah kamu beriman kepadanya sebelum aku memberi izin kepadamu?'
Sesungguhnya (perbuatan) ini adalah suatu muslihat yang telah kamu
rencanakan di dalam kota ini, untuk mengeluarkan penduduknya darinya;
maka kelah kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu ini); sesungguhnya
aku akan memotong tangan dan kakimu dengan bersilang secara bertimbal
balik, kemudian sungguh- sungguh aku akan menyalib kamu semuanya.
Ahli-ahli sihir itu menjawab: 'Sesungguhnya kepada Tuhanlah kami kembali.
Dan kamu tidak membalas dendam dengan menyeksa kami, melainkan
kerana kami telah beriman kepada ayat-ayat Tuhan kami ketika ayat-ayat
itu datang kepada kami.' (Mereka berdoa): 'Ya Tuhan kami, limpahkanlah
kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri
(kepada-Mu).'" (QS. al-A"raf: 115-126)
Para tukang sihir Mesir berubah menjadi Muslim dan mempercayai ajaran yang
dibawa oleh Nabi Musa. Mereka beriman kepada Allah s.w.t. Akhirnya, mereka
dinaikkan di batang-batang pohon kurma untuk disalib dan dipotong
tangan-tangan mereka dan kaki-kaki mereka. Mereka meminta kepada Allah s.w.t agar mereka dimatikan sebagai orang-orang Muslim.
Kemudian Musa memahami apa yang diucapkan oleh Jibril as: Mereka sejak
saat ini sampai salat Ashar di sisimu dan setelahnya mereka berada di syurga.
Ketika memasuki waktu Ashar tubuh para tukang sihir itu berlumuran darah.
Mereka disalib oleh para tentera Fir'aun. Fir'aun menghadapi masalah baru.
Fir'aun mengadakan serangkaian pertemuan- pertemuan penting di istananya.
Fir'aun memanggil penanggung jawab tentera dan pasukan. Fir'aun juga
memanggil apa saat ini dinamakan dengan kepala intelejen. Bahkan Fir'aun
juga memanggil para menteri dan para penjabat serta tukang-tukang dukun.
Jadi, Fir'aun memanggil semua yang mempunyai kekuatan untuk mengubah
jarum sejarah.
Fir'aun bertanya kepada kepala intelejennya: "Apa yang dikatakan orang-
orang?" Ia berkata: "Anak buahku telah kusebar di antara khalayak dan mereka
mendapat informasi bahawa Musa dapat memenangkan perlumbaan itu kerana
ia berhasil membikin suatu konspirasi bersama para tukang sihir." Kemudian
Fir'aun bertanya kepada salah seorang ketua keamanan: "Apa yang terjadi pada
jasad-jasad tukang sihir?" Ia berkata: "Anak buahku menggantunginya di tempat
umum dan di pasar-pasar untuk menakuti manusia dan kami sebarkan berita
bahawa Fir'aun akan membunuh setiap orang yang memiliki persekongkolan."
Lalu Fir'aun bertanya kepada komandan pasukan: "Apa yang dikatakan oleh
pasukan?" Ia menjawab: "Mereka menginginkan agar mendapatkan perintah
untuk bergerak di tempat mana pun yang ditentukan oleh Fir'aun." Fir'aun
berkata: "Belum datang giliran pasukan maka akan datang gilirannya."
Fir'aun kemudian terdiam. Lalu Haman salah seorang ketua para menteri
bergerak dan mengangkat tangannya dan ia mulai meminta untuk berbicara,
dan Fir'aun mengizinkan kepadanya. Haman berkata: "Apakah kita akan
membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerosakan di muka bumi dan
mereka mengalihkan ibadah kepada selainmu?" Fir'aun berkata: "Sungguh
engkau dapat membaca fikiranku wahai Haman. Kita akan membunuh
anak-anak mereka dan akan mempermalukan perempuan-perempuan mereka.
Aku memiliki kekuasaan di atas mereka."
Pasukan Fir'aun pergi untuk membunuh anak-anak laki dari Bani Israil dan
menodai kehormatan wanita-wanita mereka, serta memenjarakan siapa pun
yang menentang. Musa berdiri menyaksikan apa yang terjadi tanpa mampu
turut campur dan tanpa mampu mencegahnya. Yang beliau lakukan hanya
memerintahkan kaumnya untuk bersabar. Beliau memerintahkan mereka untuk
meminta pertolongan kepada Allah s.w.t dan bersabar atas segala ujian. Beliau
menjadikan para tukang sihir sebagai teladan bagi mereka di mana tukang sihir
Mesir itu mampu menahan derita di jalan Allah s.w.t tanpa berkeluh kesah.
Nabi Musa memberitahu mereka bahawa tentera-tentera Fir'aun berbuat
aniaya di muka bumi yang seakan-akan bumi adalah milik khusus mereka.
Sebenarnya Allah s.w.t akan mewariskan bumi kepada orang-orang yang
bertakwa.
Kemudian intimidasi yang dilakukan Fir'aun sangat mempengaruhi jiwa Bani
Israil sehingga mereka merasakan kekalahan dan pesimis. Mereka berkata
kepada Musa: "Wahai Musa kami sangat menderita sebelum kedatanganmu dan
sesudah kedatanganmu, anak-anak dibunuh sebelum kedatanganmu dan sesudah kedatanganmu." Seakan-akan mereka berkata kepada Musa bahawa
keberadaanmu tidak memberikan manfaat sedikit pun. Kami tetap merasakan
kesendirian. Musa menolak kebodohan mereka ini. Ia memberitahu mereka
bahawa Allah s.w.t akan menghancurkan musuh-musuh mereka, kemudian
Allah s.w.t akan menjadikan bumi dikuasai oleh mereka. Tetapi lagi-lagi
mereka tetap mengadu kepada Musa dan tampak bahawa mereka tidak kuat
lagi menahan penderitaan yang mereka alami.
Musa menghadapi keadaan yang sulit. Beliau berusaha melawan kemarahan
Fir'aun dan konspirasinya. Pada saat yang sama, Nabi Musa mendengar keluhan
kaumnya. Di tengah-tengah keadaan yang demikian, Qarun bergerak. Qarun
adalah seorang putera Bani Israil. Ia berasal dari kaum Musa tetapi ia justru
menentang Musa. Kekayaannya dan status sosialnya menjadikannya lebih dekat
kepada rejim Fir'aun. Allah s.w.t menceritakan kepada kita tentang kekayaan
Qarun. Allah s.w.t berkata kepada kita bahawa kunci-kunci kamar yang
menyimpan kekayaannya sangat sulit dipikul oleh sekelompok laki-laki yang
kuat sekalipun. Seandainya kita ingin mengetahui kunci-kunci kekayaan ini
yang sedemikian rupa, maka kita dapat membayangkan kekayaan itu sendiri.
Qarun memiliki berbagai macam kekayaan dan dalam jumlah yang banyak.
Bahkan saking kayanya, pelana kudanya terbuat dari kulit yang dihiasi oleh
perak dan emas.
Jika Qarun keluar dengan membawa pesona dunia yang diikuti oleh
rombongannya dan disinari oleh matahari, maka emas-emas yang dibawanya
tampak menyala di bawah sengatan matahari. Pemandangan demikian sangat
mengagumkan bagi orang-orang yang mencintai dunia. Kekayaan yang dimiliki
Qarun membuatnya bersikap angkuh sehingga tidak mudah baginya untuk
menerima nasihat. Tampak bahawa kekayaannya dan kesombongannya
membuatnya merasa bergembira, sehingga tertawanya Qarun menjadi tertawa
yang paling terkenal di kalangan Bani Israil, dan kebenarannya menyaingi
kebenaran Fir'aun dan Haman. Kedua orang itu (Fir'aun dan Haman) menguasai
Mesir secara keseluruhan, sedangkan Qarun hanya mengusai sebahagian dari Mesir.
Orang-orang yang berakal dari kaumnya menasihatinya agar ia berfikir sejenak
tentang akhiratnya, dan barangkali mereka berkata kepadanya: "Sesungguhnya
tak seorang pun menasihatimu untuk meninggalkan dunia secara keseluruhan
dan menempuh jalan orang-orang yang zuhud tetapi mereka menasihatimu
agar engkau tidak melupakan bahagianmu dari dunia. Sebagaimana mereka
menasihatimu agar jangan sampai engkau melupakan bahagianmu dari akhirat."
Qarun hanya merasa puas dengan bahagiannya dari dunia. Imaginasi akalnya
mengatakan bahawa kekayaan ini datang kerana usaha kerasnya sebagaimana
ia menduga kekayaannya adalah tanda bahawa Allah mencintainya. Bahkan ia
mengira bahawa ia lebih utama dan lebih mulia dari Musa. Musa adalah
seorang yang fakir sedangkan Qarun adalah seorang yang kaya, maka
bagaimana seorang yang fakir yang tidak memakai satu pun gelang dari emas
dapat memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah dibandingkan dengan
seorang yang kaya yang mampu membuat pelana kudanya dari emas.
Demikianlah pandangan Qarun dan Fir'aun terhadap Musa.
Allah s.w.t berfirman:
"Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir
tidak dapat menjelaskan (perkataannya)?" (QS. az-Zukhruf: 52)
Demikianlah pernyataan Fir'aun kepada Musa. Terdapat kesesuaian antara
pendapat Fir'aun dan Qarun terhadap Musa. Sesuai dengan kedudukan sosial
dan kekayaannya, Qarun menjadi sahabat Fir'aun dan mendukung rejim
kekuasaannya. Bukan hanya Qarun, Fir'aun dan Haman yang menjadi tawanan
khayalan ini, bahkan kaum Fir'aun pun memiliki pendapat yang sama. Yakni,
bagi orang-orang Mesir, Musa hanya sekadar seorang tukang sihir yang
mengalahkan jaguh-jaguh sihir lainnya. Namun ini tidak bererti bahawa
masyarakat Mesir tidak memiliki keutamaan sedikit pun. Di tengah-tengah
masyarakat Mesir masih terdapat orang yang beriman kepada Nabi Musa namun
ia menyembunyikan keimanannya kerana khuatir terhadap kejahatan Fir'aun.
Di sana juga ada orang yang bertanya-tanya dengan kebodohan: Jika Allah s.w.t memang mencintai Musa lalu mengapa ia dijadikan seorang yang fakir
Qarun menjadi fitnah atau cubaan di tengah-tengah kaumnya dan juga bag
orang-orang Mesir. Ketika Qarun keluar dengan membawa pesona dunianya
maka orang-orang yang menginginkan kehidupan dunia berkata:
"Maka keluarlah Qarun kepada kaumnya dengan kemegahannya. Berkatalah
orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: 'Moga- moga kiranya kita
mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia
benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar." (QS. al-Qashash: 79)
Sedangkan orang-orang yang berakal sehat - biarpun jumlah mereka sedikit -
mereka memandang bahawa kekayaan Qarun yang begitu luar biasa tidak
bererti sedikit pun di sisi Allah s.w.t. Allah s.w.t tidak memandang kekayaan
yang banyak jika jiwa manusia menjadi gelap kerananya. Di tengah-tengah
keadaan yang demikian sulit, Nabi Musa menghadapi Qarun yang
menentangnya. Musa sebagai seorang Nabi mesti menunjukkan sikap yang baik
dan kesucian yang agung. Tampaknya Qarun sepakat dengan Fir'aun untuk
berusaha menjatuhkan Musa di depan pengikutnya dengan tuduhan yang
berlawanan dengan kesuciannya.
Akhirnya, pada suatu hari Nabi Musa dikejutkan dengan suatu tuduhan di mana
ada seorang wanita yang menuduhnya berbuat tidak senonoh kepadanya dan
mengatakan bahawa Musa pernah tidur bersamanya kelmarin. Kami kira Nabi
Musa sangat kaget dengan tuduhan ini dan beliau tidak mengetahui apa yang
dikatakannya atau bagaimana beliau membela dirinya menghadapi tuduhan
seperti itu. Kemungkinan besar beliau salat dan menghadap Allah s.w.t.
Kemudian beliau menemui wanita itu dan bertanya, mengapa ia menuduhkan
padanya sesuatu yang tidak benar. Tiba-tiba wanita itu menangis dan meminta
ampun kepada Musa. Ia memberitahu Musa bahawa Qarun memberinya wang
sebagai imbalan atas fitnah yang ditebarkannya terhadap Musa. Mendengar itu,
Musa mendoakan buruk buat Qarun. Kemudian Allah s.w.t berkehendak untuk
mendatangkan mukjizat di saat yang tepat yang menjelaskan kepada manusia
bahawa Dia Maha kuasa, Maha kuat, dan Maha Perkasa, dan bahawa harta
hanya sebahagian ujian dan fitnah, bukan sebagai suatu keutamaan yang
dengannya manusia dapat dinilai.
Mukjizat yang Allah s.w.t turunkan adalah membinasakan Qarun dan
menenggelamkan rumahnya dan hartanya. Qarun keluar untuk menemui
kaumnya dengan menampakkan pesona dunianya. Lalu bumi terbelah di bawah
kakinya dan Qarun pun tersungkur di bumi. Kami tidak mengetahui apakah itu
gempa yang pertama kali terjadi atau itu adalah gempa yang Allah s.w.t
perintahkan kepada bumi untuk terjadi. Yang kita ketahui adalah bahawa bumi
terbelah dan ia menelan Qarun. Bumi menenggelamkan istana-istana Qarun,
hewan-hewan ternaknya, emasnya, peraknya dan semua kekayaannya serta
orang dekatnya.
Sebahagian dongeng mengatakan bahawa itu terjadi di Fuyum, dan danau
Qarun adalah yang dikenal orang-orang Mesir dengan nama ini. Ia adalah
tempat yang dihuni oleh Qarun dan menjadi tempat istananya dan tempat
menyimpan hartanya. Alhasil, Al-Quran al-Karim tidak menentukan tempat
datangnya azab ini dan tidak juga menyebut kapan itu terjadi. Al-Quran hanya
menceritakan apa yang terjadi. Tentu penentuan tempat dan waktu bukan
sesuatu yang penting tetapi yang penting adalah pelajaran yang terjadi itu.
Allah s.w.t berfirman dalam surah al-Qhashash:
"Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya
terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya
perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh
sejumlah orang yang kuat-kuat. (Ingatlah) ketika kaumnya berkata
kepadanya: 'Janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.' Dan carilah pada
apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka) bumi.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan.
Qarun berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, kerana ilmu yang
ada padaku.' Dan apakah ia tidak mengetahui, bahawasanya Allah sungguh
telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya,
dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidakkah perlu ditanya kepada
orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka. Maka keluarlah
Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang
menghendaki kehidupan dunia: 'Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti
apa yang telah diberikan kepada Qarun; sesungguhnya ia benar-benar
mempunyai keberuntungan yang besar. Berkatalah orang-orang yang
dianugerahi ilmu: 'Kecelakaan yang besarlah bagimu, pahala Allah adalah
lebih baik bagi orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan tidak
diperoleh pahala itu, kecuali orang- orang yang sabar.' Maka Kami
benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada
baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah, dan
tiadalah ia termasuk orang- orang (yang dapat) membela (dirinya). Dan
jadilah orang-orang yang kelmarin mencita-citakan kedudukan Qarun itu,
berkata: "Aduhai benarlah Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia
kehendaki dari hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya; kalau Allah tidak
melimpahkan kurnia-Nya atas kita benar-benar Dia telah membenamkan kita (pula). Aduhai benarlah, tidak beruntung orang- orang yang mengingkari
(nikmat Allah).' Negeri akhirat itu. Kami jadikan untuk orang-orang yang
tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerosakan di (muka) bumi. Dan
kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa. " (QS.al-Qashash: 76-83)
Orang-orang dahulu banyak membicarakan ilmu ini yang Qarun mengklaim
bahawa ia diberi ilmu itu. Sebahagian mereka mengatakan bahawa itu adalah
ilmu kimia yang dengannya Qarun mampu mengubah tembaga menjadi emas.
Sebahagian lagi mereka mengatakan bahawa Qarun mengetahui ismullah
al-A'zham (nama Allah yang agung) lalu ia menggunakannya untuk mengubah
bahan-bahan itu menjadi emas. Tetapi orang-orang yang berakal dari kalangan
orang-orang dahulu membantah hal itu. Menurut mereka, Qarun tidak
mengetahui ismullah al-A'zham. Qarun adalah seorang munafik. Mereka juga
tidak percaya bahawa Qarun dapat membuat racikan kimia.
Kami kira, ini semua adalah dongengan semata yang tidak layak untuk
menjelaskan sebab-sebab kekayaannya. Menurut hemat kami, Qarun adalah
seorang yang lalim di mana ia melakukan pekerjaan yang tidak sehat. Dan
boleh jadi ia memanfaatkan persahabatan dengan Fir'aun untuk mendapatkan
fasiliti-fasiliti dari Fir'aun. Dan kerana persahabatan itu, ia berani menentang
Musa. Qarun melakukan kejahatan di sana-sini dan kerananya ia mengatakan
bahawa harta yang diperolehnya adalah hasil dari kerja kerasnya dan ilmunya.
Qarun telah membuat kebohongan dan kelaliman dan ia mendapatkan
kekayaan dengan cara-cara yang tidak sehat.
Penyimpangan dari keimanan kepada Allah s.w.t meskipun sehujung rambut
pada akhirnya menyeret manusia kepada sikap kesombongan. Manusia itu akan
menentang kebenaran dan ia tidak mampu lagi mengikuti kebenaran sehingga
pada gilirannya sesuatu yang bohong pun akan menjadi laksana sesuatu yang
realistik dan tidak perlu lagi dipersoalkan. Belum lama Qarun mendapatkan
seksa sehingga orang- orang mukmin yang mengikuti Nabi Musa merasakan
kelapangan yang sebelumnya mereka merasa tertindas. Orang-orang Mesir dan
anak-anak Israil menyaksikan mukjizat ini.
Akhirnya, pertentangan antara Fir'aun dan Nabi Musa mencapai puncaknya.
Fir'aun meyakini bahawa Musa sangat mengancam kekuasaannya. Musa -
sebagaimana nabi-nabi yang lain - membawa ajarannya dengan penuh
kelembutan tetapi ketika ia berhadapan dengan puncak kejahatan dan
sumber-sumber yang lalim maka ia tidak segan- segan untuk
menghancurkannya. Nabi Musa menantang sumber kejahatan di zamannya,
yaitu Fira'un. Kemudian Fir'aun melontarkan ide untuk membunuh Musa. Fir'aun
mengira bahawa membunuh Musa adalah cara satu-satunya untuk menyelesaikan masalahnya:
"Dan berkata Fir'aun (kepada pembesar-pembesarnya): 'Biarkanlah aku
membunuh Musa dan hendaklah ia memohon kepada Tuhannya, kerana
sesungguhnya aku khuatir dia akan menukar agamamu atau menimbulkan
kerusakan di muka bumi.'" (QS. al-Mu'min: 26)
Kita perhatikan bahawa Fir'aun berusaha untuk mencegah orang-orang yang
menuju kebenaran; Fir'aun berusaha memberhentikan tugas para nabi; ia
berusaha menyesatkan manusia dengan mengatakan bahawa justru Musa yang
ingin menyesatkan mereka; ia mengusulkan kepada para menterinya dan para
pembesarnya untuk membiarkannya membunuh Musa. Tentu ia tidak
membunuh Musa dengan tangannya sendiri tetapi ia hanya sekadar
melontarkan fikiran untuk membunuhnya di depan mereka dan yang
melaksanakan hal tersebut adalah para pejabat istana. Kami kira Haman
sangat berperan dalam pelaksanaan ide ini. Kemudian terbentuklah kelompok
orang-orang munafik yang mendukung ide Fir'aun ini.
Ide tersebut hampir segera dibenarkan kalau tidak ada seorang dari keluarga
Fir'aun. Ia adalah seorang lelaki dari kalangan pejabat negara yang terpandang.
Al-Quran tidak menyebutkan namanya kerana namanya tidak begitu penting
dan begitu juga ia tidak menyebutkan sifatnya kerana sifatnya tidak begitu
penting. Al-Quran hanya menceritakan keadaan lelaki ini yang
menyembunyikan keimanannya. Ia berbicara di tengah-tengah perkumpulan
yang di situ disampaikan ide untuk membunuh Musa. Kemudian ia
menghentikan ide gila itu dan berusaha meruntuhkan ide itu. Ia berkata
bahawa Musa hanya mengatakan bahawa Allah s.w.t adalah Tuhannya, lalu
untuk mendukung penyataannya itu ia membekali dirinya dengan bukti-bukti
yang jelas yang menunjukkan bahawa ia benar-benar seorang rasul. Kemudian
ada dua kemungkinan dan tidak ada kemungkinan ketiga: pertama bahawa
Musa adalah seorang pembohong, kedua ia seorang yang benar. Jika ia seorang
pembohong maka kebohongannya itu akan kembali kepada dirinya sendiri dan
ia tidak melakukan sesuatu yang kerananya ia harus dibunuh. Namun jika ia
benar lalu kita membunuhnya maka gerangan apa yang akan menjamin kita
dari keselamatan terhadap azab yang dijanjikannya? Seorang mukmin yang
menyembunyikan keimanannya itu berkata kepada kaumnya: "Sesungguhnya
hari ini kita berada di tempat-tempat kekuatan sebagaimana yang dialami oleh
Qarun di mana ia memiliki kekayaan dan kekuatan kemudian terjadilah apa
yang terjadi padanya. Siapakah yang akan menyelamatkan kita dari azab Allah
s.w.t ketika datang? Siapakah yang dapat menolong kita dari seksaan-Nya jika
menimpa kita? Tindakan melampaui batas kita dan usaha kita untuk
membohongkan kebenaran telah membuat kita rugi."
Perkataan lelaki mukmin itu memuaskan para hadirin. Orang lelaki itu adalah
seseorang yang tidak begitu menampakkan loyalitinya kepada Fir'aun. Ia bukan
dari kalangan pengikut Musa. Tampaknya ia berbicara dengan motivasi untuk
mempertahankan kekuasaan Fir'aun, dan menurutnya tidak ada sesuatu yang
dapat menjatuhkan kekuasaan Fir'aun seperti kebohongan dan tindakan yang
melampaui batas dan membunuh jiwa-jiwa yang tidak berdosa.
Dari sinilah kata-kata lelaki mukmin itu memancarkan kekuatannya yang cukup
mempengaruhi Fir'aun, para menterinya, dan anak buahnya. Meskipun ide
Fir'aun untuk membunuh Musa digagalkan oleh lelaki mukmin itu, namun
Fir'aun mengatakan kata-kata bersejarahnya yang kemudian menjadi contoh
dari sikap orang-orang yang lalim:
"Fir'aun berkata: Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa yang
aku pandang baik; dan aku tiada menunjukkan kepadamu selain jalan yang
benar.'" (QS. al-Mu'min: 29)
Demikianlah pernyataan para penguasa yang lalim ketika mereka menghadapi
masyarakat mereka. Aku tidak melihat pendapatku kecuali sesuai dengan apa
yang aku pertimbangkan. Ini adalah pendapat kami yang khusus. Ia merupakan
pendapat yang membimbing kalian menuju jalan petunjuk, sedangkan
pendapat lainnya salah. Oleh kerana itu, kita harus tetap melawannya dan
membinasakannya. Allah s.w.t menceritakan sikap demikian ini dalam surah
Ghafir:
"Dan seorang laki-laki yang beriman di antara pengikut-pengikut Fir'aun
yang menyembunyikan imannya berkata: 'Apakah kamu akan membunuh
seorang laki-laki kerana dia menyatakan: 'Tuhanku ialah Allah,' padahal dia
telah datang kepadamu dengan membawa keterangan-keterangan dari
Tuhanmu. Dan jika ia seorang pendusta maka dialah yang menanggung
(dosa) dustanya itu; dan jika ia seorang yang benar nescaya sebahagian
(bencana) yang diancamkannya kepadamu akan menimpamu.' Sesungguhnya
Allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui batas lagi pendusta.
(Musa berkata): 'Hai kaumku, untukmu lah kerajaan pada hari ini dengan
berkuasa di muka bumi. Siapakah yang akan menolong kita dari azab Allah
jika azab itu menimpa kita!' Fir'aun berkata: 'Aku tidak mengemukakan kepadamu, melainkan apa saja yang aku pandang baik; dan aku tiada
menunjukkan kepadamu selain jalan yang benar.'" (QS. al-Mu'min 28-29)
Perdebatan tersebut tidak berhenti pada batas ini. Fir'aun mengutarakan
kata-katanya tetapi seorang mukmin itu tetap tidak puas dengannya, kemudian
lelaki mukmin itu kembali berbicara:
"Dan orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, sesungguhnya aku
khuatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti kehancuran golongan yang
bersekutu. (Yakni) seperti keadaan kaum Nuh, Ad Tsamud dan orang-orang
yang datang sesudah mereka. Dan Allah tidak akan menghendaki berbuat
kelaliman terhadap hamba-hamba-Nya. Hai kaumku, sesungguhnya aku
khuatir terhadapmu akan seksaan hari panggil-memanggil, (yaitu) hari
(ketika) kamu (lari) berpaling ke belakang, tidak ada bagimu seorang pun
yang menyelamatkan dirimu dari (azab) Allah, dan siapa yang disesatkan
Allah, nescaya tidak ada baginya seorang pun yang akan memberi petunjuk.
Dan sesungguhnya telah datang Yusuf kepadamu dengan membawa
keterangan- keterangan, tetapi kamu senantiasa dalam keraguan tentang
apa yang dibawanya kepadamu, hingga ketika dia meninggal, kamu berkata:
'Allah tidak akan mengirimkan seorang (rasul pun) sesudahnya. Demikianlah
Allah menyesatkan orang-orang yang melampaui batas dan ragu-ragu. (Yaitu)
orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah tanpa alasan yang
sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah
dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati
orang yang sombong dan sewenang-wenang." (QS. al-Mu'min: 30-35)
Kita perhatikan dalam pembicaraan tersebut terdapat perbezaan dengan
pembicaraan sebelumnya. Lelaki mukmin itu berusaha menguraikan pada
pembicaraan akhirnya tentang bukti-bukti sejarah. Ia menyampaikan kepada
Firaun dan kaumnya argumentasi-argumentasi yang cukup untuk menunjukkan
kebenaran Musa. Ia memperingatkan mereka agar jangan sampai mengganggu
Musa. Sebelum masa mereka, terdapat umat-umat yang menentang rasul-rasul
yang dikirim oleh Allah s.w.t, lalu Allah s.w.t menghancurkan mereka. Mereka
adalah kaum Nuh, kaum 'Ad, dan kaum Tsamud. Zaman mereka tidak terlalu
jauh dengan zaman sekarang.
Sejarah Mesir menunjukkan bukti kebenaran ucapannya di mana Nabi Yusuf
datang dengan membawa bukti yang jelas kemudian terdapat orang-orang yang
merugikan dakwahnya lalu mereka beriman padanya setelah keselamatan
hampir saja tercabut dari mereka. Lalu apa keanehan di balik pengutusan para
rasul dari Allah s.w.t? Sejarah masa lalu harus menjadi bahan renungan.
Bukankah kelompok minoriti orang- orang mukmin memperoleh kemenangan
ketika mereka benar-benar beriman atas kelompok majoriti yang kafir?
Bukankah Allah s.w.t telah menghancurkan orang- orang kafir? Allah s.w.t
menenggelamkan mereka dengan taufan dan Allah s.w.t menghancurkan
mereka dengan kilat atau Allah s.w.t menenggelamkan mereka dalam bumi.
Apa yang kita tunggu sekarang dan dari mana kita tahu bahawa usaha kita
membela Fir'aun mati-matian akan membawa keuntungan bagi kita semua?
Pembicaraan lelaki mukmin yang intelektual itu mengandung beberapa
peringatan yang mengerikan. Tampaknya ia berhasil memuaskan para hadirin
bahawa ide membunuh Musa adalah ide yang tidak aman. Atau dengan kata
lain, itu adalah ide yang tidak menjamin keselamatan mereka. Oleh kerana itu,
ide tersebut hendaklah ditinggalkan. Setelah itu, lelaki mukmin itu berusaha
untuk menunjukkan kepada mereka kebenaran yang dibawa oleh Musa. Ia yang
semula menggunakan bahasa isyarat, kini berusaha untuk menggunakan bahasa
yang terang dan gamblang. Ia telah berani menampakkan kebenaran:
"Orang yang beriman itu berkata: 'Hai kaumku, ikutilah aku, aku akan
menunjukkan kepadamu jalan yang benar. Hai kaumku, sesungguhnya
kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya
akhirat itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat,
maka dia tidak akan dibalas melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan
barang siapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki mahupun
perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk
syurga, mereka diberi rezeki di dalamnya tanpa hisab.'" (QS. al-Mu'min:
38-40)
Akhirnya, keimanan lelaki mukmin itu pun tersingkap. Ia diketahui sebagai
seorang mukmin yang tidak lagi menyembunyikan keimanannya. Pada akhir
pembicaraannya, ia menegaskan:
"Hai kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan,
tetapi kamu menyeru aku ke neraka? (Mengapa) kamu menyeruku kafir kepada
Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak aku ketahui padahal
aku menyeru kamu (beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun? Sudah pasti bahawa apa yang kamu seru supaya aku (beriman)
kepadanya tidak dapat memperkenankan seruan apa pun baik di dunia
maupun di akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan
sesungguhnya orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni
neraka. Kelak kamu akan mengingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu.
Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Melihat akan hamba-hamba-Nya." (QS. al-Mu'min: 41-44)
Lelaki mukmin itu mengakhiri pembicaraan dengan kata-kata yang berani ini.
Kami kira, Allah s.w.t telah mengirim lelaki mukmin ini dari kalangan Fir'aun
agar Fir'aun melupakan Musa. Konteks Al-Quran menyingkap bahawa lelaki ini
merupakan salah seorang intelektual Mesir yang mengetahui sejarah dan
mampu menganalisis serta memiliki kemampuan untuk menghubungkan satu
peristiwa dengan peristiwa yang lain sehingga ia mengetahui sebab-sebab dan
akhir dari suatu peristiwa.
Orang yang beriman itu mampu menggiring akal mereka menuju kebenaran.
Fir'aun tersibukkan dengan lelaki mukmin ini hingga beberapa saat ia lupa
untuk memikirkan Musa. Lelaki mukmin itu berasal dari keluarga Fir'aun. Ia
adalah kerabat dekatnya dan salah seorang pejabat negaranya. Keimanannya
terhadap kebenaran menjadikan istana Fir'aun terbagi menjadi dua kubu: kubu
pro Musa dan kubu anti Musa. Ini bererti kemenangan yang besar bagi Musa.
kerana itu, membunuh lelaki mukmin itu akan mengganggu atau
menggoyangkan keberadaan cendekiawan Mesir di mana ia adalah salah
seorang dari mereka.
Demikianlah, Fir'aun menghadapi masalah yang rasa-rasanya sulit atau mustahil
untuk terpecahkan. Membunuh lelaki mukmin itu tidak akan memberikan
dampak yang baik, begitu juga membiarkannya hidup juga tidak memberikan
dampak yang baik. Akhirnya, mereka membikin suatu konspirasi untuk
menyingkirkannya. Kemudian di sinilah bimbingan Allah s.w.t diturunkan:
"Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka, dan Fir'aun
beserta kaumnya dikepung oleh azab yang amat buruk." (QS. al-Mu'min: 45)
Untuk beberapa saat, Fir'aun disibukkan dengan masalah baru ini, tetapi
Fir'aun adalah Fir'aun. Ia tetap memakai busana kesombongannya; ia tetap
menyeksa Bani Israil, menghina mereka dan menodai kehormatan
wanita-wanita serta membunuh anak-anak. Akhirnya, tibalah waktunya bagi
Allah s.w.t untuk bersikap keras kepada keluarga Fir'aun. Allah s.w.t
menurunkan bencana kepada mereka dan menakut-nakuti mereka dengan azab
sehingga mereka mengurungkan niat untuk menghancurkan Musa dan laki-laki
mukmin itu, dan sebagai pembuktian atas kebenaran kenabian Musa. Allah s.w.t menurunkan tahun-tahun yang kering dan tandus kepada orang-orang
Mesir di mana bumi tampak kering kontang dan sungai Nil pun mengering
hingga buah-buahan jarang sekali ditemukan dan harga semakin mencekik
leher. Akibatnya, kelaparan melanda di sana-sini. Dalam keadaan demikian,
orang-orang Mesir menganggap bahawa kehidupan mereka terancam. Adalah
hal yang maklum bahawa seksa yang seperti ini akan selalu menimpa manusia
ketika mereka berpaling dari keimanan dan takwa.
Allah s.w.t berfirman:
"Jikalau sekitarnya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi
mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami seksa mereka
disebabkan perbuatannya." (QS. al-A'raf: 96)
Hukum yang lama diperlakukan atas penduduk Mesir kerana dua sebab:
pertama, sikap dingin mereka terhadap pembunuhan yang dilakukan Fir'aun
kepada para tukang sihir, kedua, sikap dingin mereka terhadap kelaliman
penguasa mereka. Aneh sekali ketika kaum Fir'aun mengembalikan masa
paceklik ini dan musibah kelaparan ini pada suatu sebab yang sangat
menghairankan. Mereka mengatakan bahawa apa yang menimpa mereka
kerana kesialan yang dibawa oleh Musa. Kelaparan yang melanda mereka,
kefakiran, dan kekurangan buah-buahan yang mereka rasakan saat ini adalah
disebabkan oleh adanya Musa di tengah-tengah mereka.
Kemudian kefakiran mereka semakin meningkat dan mereka semakin menjauh
dari kebenaran. Mereka meyakini bahawa sihir Musa adalah yang
bertanggungjawab terhadap apa yang menimpa mereka pada musim paceklik
ini. Mereka mengira dengan kebodohan mereka bahawa kekeringan yang
melanda negeri mereka adalah sebagai alat atau kekuatan yang digunakan oleh
Musa untuk menyihir mereka. Namun perlu diperhatikan bahawa pemikiran
demikian tidak mewakili pemikiran umumnya masyarakat saat itu, tetapi
pemikiran ini datang dan dihembuskan oleh kelompok-kelompok yang
berkuasa. Akhirnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lebih keras kepada
mereka.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir'aun dan) kaumnya dengan
(mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan, supaya mereka mengambil pelajaran. Kemudian apabila
datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: 'Ini adalah kerana
(usaha) kami.' Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab
kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah,
sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi
kebanyakan neraka tidak mengetahuinya. Mereka berkata: 'Bagaimanapun
kamu mendatangkan keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan
keterangan itu maka, kami sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.' Maka
Kami kirimkan kepada mereka taufan, belalang, kutu, katak dan darah
sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan
mereka adalah kaum yang berdosa. (QS. al-A'raf: 130-133)
Allah s.w.t mengirimkan berbagai macam azab dengan harapan agar mereka
kembali kepada Allah s.w.t dan melepaskan Bani Israil serta membiarkan
mereka pergi bersama Musa. Allah s.w.t mengirim taufan kepada mereka.
Setelah masa paceklik, datanglah tahun yang penuh dengan air sehingga bumi
pun tenggelam dengan air sehingga mereka tidak dapat bercucuk tanam.
Setelah mereka diseksa dengan sedikitnya air maka kali ini mereka
mendapatkan limpahan air yang luar biasa. Mereka segera datang kepada Nabi
Musa sambil berkata:
"Dan ketika mereka ditimpa azab (yang telah diterangkan itu) mereka pun
berkata: 'Hai Musa, mohonkanlah untuk kami kepada Tuhanmu dengan
(perantaraan) kenabian yang diketahui Allah ada pada sisimu. Sesungguhnya
jika kamu dapat menghilangkan azab itu dari kami, pasti kami akan beriman
kepadamu dan akan kami biarkan Bani Israil pergi bersamamu.'" (QS.
al-A'raf: 134)
Kemudian Nabi Musa berdoa kepada Tuhannya sehingga azab disingkirkan dari
mereka. Air yang memancar dengan dahsyat itu berhenti dan bumi kembali
mengambil air yang cukup sehingga layak untuk dibuat bercucuk tanam. Nabi
Musa meminta kepada mereka untuk mewujudkan janji mereka, yaitu
melepaskan tawanan Bani Israil. Tapi mereka tidak memenuhinya. Kemudian
datanglah tanda kebesaran yang lain yaitu dalam bentuk turunnya belalang.
Allah s.w.t mengirim sekawanan belalang yang memenuhi tanaman dan
buah-buahan. Ketika belalang- belalang itu terbang maka tanaman-tanaman
mereka dan buah-buahan mereka tersembunyi dari pandangan kerana saking
banyaknya belalang- belalang itu. Belalang itu memakan makanan orang-orang
Mesir.
Melihat keadaan demikian, mereka pun pergi ke Musa dan meminta kepadanya
agar berdoa kepada Tuhannya agar menyingkirkan seksaan ini dari mereka dan
mereka berjanji untuk melepaskan padanya Bani Israil. Nabi Musa pun lagi-lagi
berdoa kepada Tuhannya sehingga Allah s.w.t menyingkirkan azab itu dari
mereka. Dan belalang-belalang itu kembali ke tempat asalnya. Mereka dapat
menanami kembali bumi dengan baik. Lalu Nabi Musa meminta kepada mereka
untuk melepaskan Bani Israil namun mereka menunda-nundanya sehingga Nabi
Musa mengetahui bahawa sebenarnya mereka tidak serius untuk memenuhi
janji mereka.
Kemudian datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain, yaitu dikirim-Nya berbagai
macam hama. Tersebarlah hama yang membawa penyakit. Lagi- lagi mereka
datang kepada Nabi Musa dan mengulangi janji mereka dan Nabi Musa pun
berdoa kepada Allah s.w.t. Kali ini mereka pun tetap mengingkari janji
mereka. Lalu datanglah seksaan Allah s.w.t yang lain dalam bentuk dikirim-Nya
katak di mana bumi dipenuhi dengan katak. Katak itu melompat-lompat ke
sana-sini dan memenuhi makanan orang- orang Mesir serta berada di rumah
mereka sehingga mereka sangat terganggu dengan kehadiran katak-katak liar
itu. Lagi-lagi mereka menemui Nabi Musa dan kembali mengulangi janji mereka
dan meminta padanya agar ia berdoa kepada Tuhannya agar Allah s.w.t
menyingkirkan azab dari mereka. Tetapi mereka pun tetap mengingkari janji
mereka.
Selanjutnya, Allah s.w.t menurunkan azab yang lain yaitu darah di mana sungai
Nil berubah menjadi darah sehingga tidak seorang pun dapat meminumnya.
Kita ketahui bahawa mukjizat-mukjizat pertama berupa sesuatu yang biasa
terjadi pada tanaman. Berkurangnya air Nil atau bertambahnya air tersebut
atau serangan belalang atau hama dan katak, semua ini adalah bukan hal baru
bagi orang-orang Mesir. Yang baru adalah kejadian ini terjadi dengan sangat
tiba-tiba dan sangat mencekam. Sedangkan mukjizat atau azab yang lain
adalah azab yang tidak biasa terjadi di daerah Mesir, yaitu azab yang belum
pernah terjadi sebelumnya di mana air sungai Nil berubah menjadi darah.
Perubahan sungai itu menjadi darah hanya terjadi di kalangan orang- orang
Mesir sedangkan Musa dan kaumnya dapat meminum airnya seperti biasanya.
Namun ketika seorang Mesir memenuhi tempat gelasnya dengan air maka ia
akan mendapati bahawa gelasnya penuh dengan darah. Melihat peristiwa
tersebut, orang-orang Mesir tergoncang sebagaimana istana Fir'aun juga
tergoncang melihat seksa yang mengerikan dan baru ini. Lagi-lagi mereka
menuju ke Nabi Musa dan meminta kepadanya agar berdoa kepada Tuhannya
dan mereka berjanji pada kali ini untuk membebaskan orang-orang Bani Israil.
Nabi Musa pun berdoa kepada Tuhannya sehingga azab itu disingkirkan dari
orang-orang Mesir. Meski demikian. istana Fir'aun tidak mengizinkan Musa
untuk menemui kaumnya dan pergi bersama mereka. Lalu bagaimana sikap
Fir'aun sendiri? Fir'aun tetap menunjukkan pembangkangnya dan
kesombongannya. Fir'aun mengumumkan di tengah-tengah kaumnya bahawa
dia tuhan. Bukankah - kata Fir'aun - dia memiliki kerajaan Mesir dan
sungai-sungai ini mengalir di bawah kekuasaannya? Fir'aun memberitahu
bahawa Musa adalah tukang sihir yang bohong dan ia hanya seorang fakir yang
tidak mampu menggunakan satu kalung emas dan satu gelang emas.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Musa dengan membawa
mukjizat-mukjizat Kami kepada Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya.
Maka Musa berkata: 'Sesungguhnya aku adalah dari utusan Tuhan seru
sekalian alam. Maka tatkala dia datang kepada mereka dengan membawa
mukjizat-mukjizat Kami dengan serta merta mereka mengetawakannya. Dan
tidakkah Kami perlihatkan kepada mereka sesuatu mukjizat kecuali
mukjizat itu lebih besar dari mukjizat-mukjizat sebelumnya. Dan Kami
timpakan kepada mereka azab supaya mereka kembali (kejalan yang benar).
Dan mereka berkata: 'Hai ahli sihir berdoalah kepada Tuhanmu untuk
(melepaskan) kami sesuai dengan apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu;
sesungguhnya kami (jika doamu dikabulkan) benar-benar akan menjadi
orang yang mendapat petunjuk. Maka tatkala Kami menghilangkan azab itu
dari mereka, dengan serta merta mereka memungkiri (janjinya). Dan Fir'aun
berseru kepada kaumnya (seraya) berkata: 'Hai kaumku, bukankah kerajaan
Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di
bawahku; maka apakah kamu tidak melihat(nya)?' Bukankah aku lebih baik
dari orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat dijelaskan
(perkataannya)? Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau
malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya.' Maka Fir'aun
mempengaruhi kaumnya dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh
kepadanya. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang fasik." (QS. az-Zukhruf:
46-54)
Perhatikanlah ungkapkan Al-Quran: Maka Fir'aun mempengaruhi kaumnya
dengan (perkataannya itu) lalu mereka patuh kepadanya. Fir'aun memenjara
akal mereka, membelenggu kebebasan mereka, dan menutup masa depan
mereka yang cerah. Fir'aun menodai kemanusiaan mereka sehingga mereka
mentaatinya. Bukankah ketaatan ini aneh? Namun keanehan ini hilang ketika
kita mengetahui bahawa mereka adalah orang- orang yang fasik. Kefasikan
menjadikan seseorang tidak peduli dengan masa depannya dan kepentingannya
serta urusannya. Pada akhirnya, ia akan mendapati kehancuran. Demikianlah
yang terjadi pada kaum Fir'aun.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka membuat Kami murka, Kami menghukum mereka lalu
Kami tenggelamkan mereka semuanya (di laut), dan Kami jadikan mereka
sebagai pelajaran dan contoh bagi orang-orang yang kemudian." (QS.
az-Zukhruf: 55-56)
Tampak jelas bahawa Fir'aun tidak beriman kepada Musa. Fir'aun tidak
menghentikan usaha untuk menyeksa Bani Israil dan ia tetap merendahkan
kaumnya. Maka melihat kenyataan yang demikian, Musa dan Harun berdoa
buruk untuk Fir'aun:
"Musa berkata: 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau telah memberi kepada
Fir'aun dan pemuka-pemuka kaumnya dengan perhiasan dan harta kekayaan
dalam kehidupan dunia, ya Tuhan kami, akibatnya mereka menyesatkan
(manusia) dari jalan Engkau. Ya Tuhan kami, binasakanlah harta benda
mereka, dan kunci matilah hati mereka, maka mereka tidak beriman hingga
mereka melihat seksaan yang pedih.' Allah berfirman: 'Sesungguhnya telah
diperkenankan permohonan kamu berdua, sebab itu tetaplah kamu berdua
pada jalan yang lurus dan janganlah sekali-kali mengikuti jalan orang-orang
yang tidak mengetahui.'" (QS. Yunus: 88-89)
Kemudian datanglah izin kepada Nabi Musa untuk meninggalkan Mesir dengan
disertai oleh kaumnya yang mengikutinya. Sikap kaum Nabi Musa sangat aneh.
Tidak semua kaumnya beriman kepadanya. Allah s.w.t berfirman:
"Maka tidak ada yang beriman kepada Musa, melainkan pemuda- pemuda
dari kaumnya (Musa) dalam keadaan takut bahawa Fir'aun dan
pemuka-pemuka kaumnya akan menyeksa mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu
sewenang-wenang di muka bumi. Dan sesungguhnya dia termasuk
orang-orang yang melampaui batas." (QS. Yunus: 83)
Selesailah urusan. Allah s.w.t telah menetapkan untuk membuat suatu
keputusan hukum terhadap Fir'aun. Allah s.w.t memerintahkan kepada Musa
untuk keluar dan mengizinkan Bani Israil untuk pergi. Mereka bersiap-bersiap
untuk keluar dan pergi bersama Musa. Mereka membawa perhiasan-perhiasan
mereka lalu datanglah malam kepada mereka. Nabi Musa berjalan bersama
mereka dan menyeberangi Laut Merah dan menuju ke negeri Syam. Sementara
itu, utusan Fir'aun dan intelejennya bergerak. Sampailah berita kepada Fir'aun
bahawa Musa telah pergi beserta kaumnya. Fir'aun mengeluarkan perintahnya
di segenap penjuru kota agar pasukan yang besar berkumpul. Fir'aun
menyampaikan alasan yang aneh di balik pengumpulan tentera itu
sebagaimana disampaikan oleh Al-Quran:
"Dan sesungguhnya mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah
kita. " (QS. asy-Syu'ara': 55)
Fir'aun telah naik pitam melihat aksi Musa. "Secara peribadi aku telah marah
padanya. Jumlah mereka sedikit namun kemarahan kita terhadap mereka
sungguh banyak. Kalau demikian, ini adalah peperangan." Fir'aun benar-benar
seorang penjahat kelas kakap. Ia tidak berusaha menyembunyikan niatnya di
balik kata-kata besarnya. Misalnya, secara diplomasi ia dapat mengatakan
bahawa keamanan kerajaan terancam atau sistem ekonomi akan hancur jika
para pekerja ini yang digaji dengan sangat murah ini akan keluar. Fir'aun tidak
mengatakan semua itu tetapi ia hanya menyatakan bahawa ia sedang emosi.
Nabi Musa membuatnya naik pitam dan ini sudah cukup untuk mengeluarkan
perintah agar para tentera dikumpulkan. Manusia membenarkan tindakan
Fir'aun untuk seribu kalinya setelah membohongkannya. Tiada seorang pun
yang menentangnya dan tidak ada seorang pun yang mempersoalkan sebab
kenapa di balik pengumpulan tentera itu.
Akhirnya, bergeraklah tentera Fir'aun dengan membawa persenjataan yang
lengkap dan mereka berusaha mengejar Nabi Musa. Fir'aun duduk di atas
kenderaan perangnya dan mengawasi tentera di sekitamya sambil tersenyum.
Barangkali ia membayangkan, jika sejak semula ia melakukan itu maka
gerak-geri Musa akan dapat dipatahkannya dan ia dapat membunuhnya.
Alhasil, ia sekarang berada di jalan untuk menangkap Musa dan membunuhnya
dan menyelesaikan masalah seluruhnya.
Nabi Musa berdiri di depan Laut Merah. Tampak dari kejauhan bahawa debu
yang ditebarkan oleh tentera Fir'aun mulai mendekat. Lalu setelah itu tampak
panji-panji tentera. Melihat hal itu, kaum Nabi Musa merasakan ketakutan.
Mereka menghadapi situasi sangat sulit dan berbahaya: di depan mereka ada
laut sementara di belakang mereka ada musuh. Mereka tidak memiliki
kesempatan sedikit pun untuk berperang dengan pasukan Fir'aun kerana
mereka hanya terdiri dari wanita-wanita, anak-anak kecil, dan orang-orang
lelaki yang tidak bersenjata. Fir'aun akan menyembelih mereka semuanya.
Tiba-tiba terdengarlah teriakan dari kaum Nabi Musa: "Fir'aun akan menyusul
kita dan menangkap kita." Nabi Musa berusaha menenangkan mereka sambil
berkata: "Tidak. Sesungguhnya Tuhanku bersamaku dan Dia pun akan
membimbingiku." Kita tidak mengetahui bagaimana perasaan Nabi Musa saat
itu atau apa yang difikirkannya. Yang jelas, ia tidak mendapat kepercayaan
seperti ini kecuali setelah Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia
memukulkan tongkatnya ke lautan itu. Kemudian Nabi Musa pun memukulkan
tongkat yang dibawanya kepada lautan itu.
Demikianlah bahawa kehendak Allah s.w.t pasti terlaksana meskipun harus
bertentangan dengan logik manusia. Allah s.w.t ingin menunjukkan mukjizat,
kemudian Allah s.w.t mewahyukan kepada Musa untuk memukulkan tongkatnya
kepada lautan. Pemukulan tongkat terhadap lautan hanya sekadar sebab yang
kemudian diikuti dengan terbelahnya lautan. Belum sampai Nabi Musa
mengangkat tongkatnya sehingga malaikat Jibril turun ke bumi lalu Nabi Musa
memukulkan tongkatnya ke lautan. Tiba-tiba laut itu terbelah menjadi dua
bahagian: satu bahagian menjadi kering kontang di mana di sebelah kanannya
terdapat ombak dan di sebelah kirinya juga terdapat ombak. Nabi Musa
bersama kaumnya berjalan sehingga mereka dapat melewati lautan. Ini adalah
mukjizat yang sangat besar. Ombak bergelombang: meninggi dan menurun
sehingga tampak ada tangan tersembunyi yang mencegahnya agar jangan
sampai menenggelamkan Nabi Musa atau bahkan membasahinya sekalipun.
Demikianlah Nabi Musa dan kaumnya berhasil melewati lautan. Sementara itu,
Fir'aun sampai ke lautan. Ia menyaksikan mukjizat ini. Ia melihat lautan
terdapat jalan kering yang terbelah menjadi dua. Fir'aun saat itu merasakan
ketakutan tetapi lagi-lagi keras kepalanya dan pembangkangnya tetap
menyalakan api peperangan sehingga ia menyuruh pasukannya untuk maju.
Ketika Musa selesai menyeberangi lautan, ia menoleh ke lautan dan ia ingin
memukulkan dengan tongkatnya sehingga kembali sebagaimana mestinya,
tetapi Allah s.w.t mewahyukan kepadanya agar ia membiarkan lautan seperti
semula. Seandainya ia memukulkan tongkatnya kepada lautan dan laut itu
kembali seperti semula nescaya Nabi Musa akan selamat dan Fir'aun pun akan
selamat, sedangkan Allah s.w.t telah berkehendak untuk menenggelamkan
Fir'aun. Oleh kerana itu, Musa diperintahkan untuk membiarkan lautan seperti
semula. Allah s.w.t mewahyukan kepadanya:
"Dan biarlah laut itu tetap terbelah. Sesungguhnya mereka adalah tentera
yang akan ditenggelamkan." (QS. ad-Dukhan: 24)
Fir'aun bersama tenteranya sampai di tengah lautan. Ia sudah melewati
separuhnya dan ia akan sampai ke tepi yang lain. Kemudian Allah s.w.t
memerintahkan kepada Jibril. Lalu Jibril menggerakkan ombak sehingga ombak
itu menerpa Fir'aun dan menenggelamkannya beserta tenteranya. Fir'aun dan
tenteranya tenggelam. Pembangkang telah tenggelam sedangkan keimanan
kepada Allah s.w.t telah selamat.
Ketika tenggelam, Fir'aun melihat tempatnya di neraka. Kini. ia sedar dan tabir
telah terkuak di depannya. Fir'aun telah menjemput sakaratul maut. Ia telah
menyedari bahawa Musa adalah seorang yang benar dan ia telah
menyia-nyiakan dirinya dengan menentangnya dan berusaha memeranginya.
Fir'aun berusaha menunjukkan keimanannya.
"Hingga bila Fir'aun itu hampir tenggelam berkatalah dia: 'Saya percaya
bahawa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil,
dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).'" (QS.
Yunus: 90)
Taubat Fir'aun tidak berguna dan tidak diterima; taubat yang justru
disampaikan ketika ia menyaksikan azab dan akan memasuki pintu kematian.
Jibril berkata kepadanya:
"Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah
durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan." (QS. Yunus: 91)
Yakni, tidak ada taubat bagimu. Sungguh telah selesai waktu taubat bagimu
dan engkau telah binasa. Selesailah urusan ini dan tiadalah keselamatan
bagimu. Yang selamat hanyalah tubuhmu dan engkau akan dilemparkan oleh
ombak ke tepi sehingga tubuhmu sebagai bukti kebesaran Allah s.w.t bagi
orang-orang yang hidup sesudahmu:
"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
peringatan bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya
kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami." (QS.
Yunus: 92)
Apa yang terjadi pada Fir'aun merupakan sunatullah yang abadi yang terjad
sebagai pelajaran bagi hamba-hamba Allah s.w.t.
Allah s.w.t berfirman:
"Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata: 'Kami beriman
hepada Allah saja dan kami kafir kepada sembahan- sembahan yang telah
kami persekutukan dengan Allah.'" (QS. al- Mu'min: 84)
Allah s.w.t menceritakan sikap Fir'aun bersama Musa dalam firman-Nya:
"Dan Kami wahyukan (perintahkan) kepada Musa: 'Pergilah di malam hari
dengan membawa hamba-hamba-Ku (Bani Israil), kerana sesungguhnya kamu
sekalian akan disusuli. Kemudian Fir'aun mengirimkan orang yang
mengumpulkan (tenteranya) ke kota-kota. (Fir'aun berkata): 'Sesungguhnya
mereka (Bani Israil) benar-benar golongan kecil-kecil, dan sesungguhnya
mereka membuat hal-hal yang menimbulkan amarah kita, dan sesungguhnya
kita benar-benar golongan yang selalu berjaga-jaga.' Maka Kami keluarkan
Fir'aun dari kaumnya dari taman-taman dan mata air, dan (dari)
perbendaharaan dan kedudukan yang mulia, demikianlah halnya dan Kami
anugerahkan semuanya (itu) kepada Bani Israil. Maka Fir'aun dan bala
tenteranya dapat menyusuli mereka di waktu matahari terbit. Maka setelah
kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut- pengikut Musa:
'Sesungguhnya kita benar-benar akan disusul.' Musa menjawab: 'Sekali-kali
kita tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan
memberi petunjuk kepadaku.' Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang
lain. Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya
semuanya. Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar
(mukji- zat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman. Dan
sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang." (QS. asy-Syu'ara': 52-68)
Tersingkaplah kejahatan dan kelaliman Fir'aun. Ombak lautan menggiring
tubuhnya ke tepi. Kami tidak mengetahui tepi mana yang dimaksud, yang
menggiring tubuh seseorang yang mengaku dirinya sebagai tuhan; seseorang
yang tidak ada seorang pun yang berani menentangnya. Diduga kuat bahawa
ombak menggiring jasadnya ke tepi barat lalu orang-orang Mesir melihatnya
dan mengetahui bahawa tuhan mereka yang mereka sembah, yang mereka
taati adalah sekadar seseorang yang tidak mampu menjauhkan kematian dari
lehernya.
Setelah itu, orang-orang Mesir mengetahui kebenaran secara sempurna.
Al-Quran al-Karim tidak menceritakan kepada kita apa yang mereka perbuat
setelah jatuhnya rejim Fir'aun dan setelah tenteranya tenggelam; Al-Quran
tidak menceritakan kepada kita bagaimana reaksi mereka setelah Allah s.w.t
menghancurkan apa yang diperbuat oleh Fir'aun dan kaumnya dan apa yang
mereka bangun; Al-Quran tidak menyinggung semua itu; Al-Quran justru
memfokuskan keadaan Musa dan Harun dan bagaimana peristiwa yang dialami
Bani Israil bersama kedua nabi itu.
Fir'aun Mesir telah mati. Ia tenggelam di hadapan mata orang-orang Mesir dan
Bani Israil. Meskipun ia telah mati, tetapi pengaruhnya tetap membekas pada
jiwa orang-orang Mesir dan Bani Israil. Sungguh sangat sulit untuk
menghilangkan pengaruh kehinaan yang sekian lama atau sekian tahun
tertanam dalam jiwa dan kemudian jiwa itu menjadi mulia. Fir'aun telah
menanamkan pada jiwa Bani Israil sesuatu yang akan kita ketahui dari
ayat-ayat Al-Quran. Fir'aun telah membiasakan mereka untuk mendapatkan
kehinaan. Fir'aun telah menghancurkan jiwa mereka dari dalam. Fir'aun telah
merusak suasana rohani mereka yang bersih. Fir'aun telah merosak fitrah
mereka sehingga mereka menyeksa Musa dan menyakiti Musa dengan sikap
penentangan dan kebodohan.
Mukjizat pembelahan lautan masih segar di fikiran mereka. Pasir-pasir laut
yang basah masih membekas dan masih terdapat dalam sandal- sandal Bani
Israil ketika mereka lewat di depan kaum yang menyembah berhala.
Seharusnya mereka menampakkan kemarahan mereka atas kelaliman terhadap
akal, dan mereka memuji kepada Allah s.w.t kerana mereka mendapatkan
petunjuk pada jalan keimanan dan kebenaran. Tetapi mereka justru menoleh
kepada Musa dan meminta kepadanya agar menjadikan tuhan lain bagi mereka
yang dapat mereka sembah seperti orang-orang itu. Mereka merasa cemburu
ketika melihat orang-orang yang menyembah berhala itu dan mereka pun
menginginkan hal yang sama. Mereka merasakan kerinduan kepada hari-hari
syirik yang lalu yang mereka dapati di bawah naungan Fir'aun. Nabi Musa
mengetahui betapa bodohnya mereka.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan Kami seberangkan Bani Israil ke seberang lautan itu, maka setelah
mereka sampai pada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka,
Bani Israil berkata: 'Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala)
sebagaimana mereka mempunyai beberapa tuhan (berhala).' Musa
menjawab: 'Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui
(sifat-sifat Tuhan).' Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan
kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka
kerjakan. Musa menjawab: 'Patutkah aku mencari Tuhan untuk kamu yang
selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah melebihkan kamu atas
segala umat. Dan (ingatlah hai Bani Israil), ketika Kami menyelamatkan
kamu dari (Fir'aun) dan kaumnya, yang mengazab kamu dengan azab yang
sangat jahat, yaitu mereka membunuh anak-anak lelakimu dan membiarkan
hidup wanita-wanitamu. Dan pada yang demikian itu cubaan yang besar dari
Tuhanmu. " (QS. al-A'raf: 138-141)
Musa berjalan bersama kaumnya di Saina', yaitu suatu gurun yang di dalamnya
terdapat pohon yang dapat melindungi dari sengatan matahari dan di dalamnya
terdapat makanan dan air. Kemudian rahmat Allah s.w.t turun kepada mereka
di mana mereka mendapatkan al-Manna dan Salwa dan mereka dinaungi oleh
awan. Al-Manna adalah makanan yang rasanya mendekati manis dan ia
dihasilkan oleh sebahagian pohon-pohon yang berbuah di mana angin
membawa kepada mereka rasa demikian ini dari daun-daun pohon. Allah s.w.t
juga mengirim kepada mereka as-Salwa, yaitu salah satu burung yang bernama
as-Saman.
Ketika mereka merasakan kehausan yang sangat saat di Saina' tidak ada setitis
air pun maka Nabi Musa memukulkan dengan tongkatnya kepada batu sehingga
batu itu memancarkan dua belas mata air. Bani Israil terbagi menjadi dua
belas cucu maka Allah s.w.t mengirim air tersebut kepada setiap kelompok.
Meskipun mereka mendapatkan kemuliaan dan kehormatan yang sedemikian
rupa, tetapi lagi-lagi jiwa mereka yang sakit tidak dapat menyedarkan mereka
untuk mensyukuri nikmat-nikmat ini. Mereka justru mendebat Nabi Musa dan
mengatakan bahawa mereka bosan dengan makanan ini dan mereka ingin
memiliki bawang merah dan bawang putih serta kacang-kacangan. Semua
makanan ini adalah makanan tradisional Mesir. Bani Israil meminta kepada
Nabi mereka untuk berdoa kepada Allah s.w.t dan mengeluarkan dari bumi
makanan- makanan ini. Nabi Musa melihat bahawa mereka menganiaya diri
mereka sendiri, dan Nabi Musa menyedari betapa mereka merindukan kehinaan
mereka saat mereka bersama Fir'aun. Mereka berani menolak makanan-
makanan yang baik dan makanan-makanan yang mulia, dan sebagai gantinya,
mereka malah menginginkan makanan-makanan yang rendah mutunya.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan ingatlah ketika kamu berkata: 'Hai Musa, kami tidak bisa sabar (tahan)
dengan satu macam makanan saja. Sebab itu, mohon-kanlah untuk kami
kepada Tuhanmu, agar Dia mengeluarkan bagi kami dari apa yang
ditumbuhkan bumi, yaitu: 'Sayur-sayuran, ketimunnya, bawang putihnya,
kacang adasnya, dan bawang merahnya.' Musa berkata: 'Maukah kamu
mengambil sesuatu yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik? Pergilah
kamu ke suatu kota, pasti kamu memperoleh apa yang kamu minta.' Lalu
ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat
kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) kerana mereka selalu mengingkari
ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan.
Demikianlah itu (terjadi) kerana mereka selalu berbuat derhaka dan
melampaui batas. " (QS. al-Baqarah: 61)
Nabi Musa berjalan bersama kaumnya menuju Baitul Maqdis. Nabi Musa
memerintahkan kaumnya untuk memasukinya dan memerangi siapa pun yang
ada di dalamnya serta berusaha menguasai tempat itu. Demikianlah telah
datang ujian terakhir kepada mereka setelah mereka menyaksikan mukjizat
dan ayat-ayat Allah s.w.t serta hal-hal yang luar biasa. Telah datang saat ujian
kepada mereka untuk berperang - kerana mereka sebagai orang-orang mukmin
- melawan kaum penyembah berhala. Namun kaum Nabi Musa menolak untuk
memasuki tanah suci. Nabi Musa berusaha menyedarkan mereka dengan
menceritakan bagaimana nikmat Allah s.w.t yang turun kepada mereka;
bagaimana Allah s.w.t menjadikan di tengah-tengah mereka para nabi dan
menjadikan mereka raja-raja yang mewarisi kerajaan Fir'aun; dan bagaimana
mereka diberi suatu kekayaan dan anugerah yang tidak dapat didapatkan oleh
seseorang pun di dalam dunia.
Kaum Nabi Musa takut kepada peperangan dan beralasan bahawa di dalamnya
terdapat kaum yang perkasa dan mereka tidak akan masuk ke tanah suci
sehingga orang-orang yang kuat itu keluar darinya. Kitab-kitab kuno
mengatakan bahawa mereka keluar dalam jumlah enam ratus ribu. Nabi Musa
tidak dapat mendapatkan seseorang pun di antara mereka yang siap melakukan
peperangan kecuali dua orang. Kedua orang ini berusaha untuk menyedarkan
kaum agar mereka memasuki tanah suci itu dan berperang. Mereka berdua
berkata: "Sungguh hanya sekadar kalian memasuki pintu darinya maka kalian
akan mendapatkan kemenangan." Tetapi Bani Israil menampakkan ketakutan
dan tubuh mereka tampak gementar.
Pada kali yang lain - sesuai dengan tabiat mereka - mereka merindukan
menyembah berhala ketika melihat ada kaum yang menyembah berhala.
Mereka telah rosak dan mereka telah kalah dari dalam diri mereka; mereka
telah biasa mendapatkan kehinaan sehingga mereka tidak mampu berperang.
Yang tersisa hanyalah, mereka mampu untuk bersikap tidak sopan pada Nabi
Musa as dan kepada Tuhannya. Kaum Nabi Musa berkata kepadanya dalam
kalimat yang terkenal:
"Pergilah kamu bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua,
sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja." (QS. al-Maidah: 24)
Mereka mengucapkan kata-kata tersebut dengan lantang dan jelas serta tanpa
rasa malu. Nabi Musa mengetahui bahawa kaumnya sangat jauh dari kebaikan.
Fir'aun telah mati tetapi pengaruhnya tetap tertanam dalam jiwa mereka di
mana untuk mengubatinya memerlukan waktu yang lama. Nabi Musa kembali
kepada Tuhannya dan memberitahu-Nya bahawa ia tidak memiliki sesuatu pun
kecuali dirinya dan saudaranya. Nabi Musa berdoa buruk kepada kaumnya agar
Allah s.w.t memisahkan antara dirinya dan mereka. Allah s.w.t menurunkan
keputusan-Nya kepada generasi ini yang telah rosak fitrahnya. Yaitu keputusan
yang berupa: mereka disesatkan selama empat puluh tahun sehingga generasi
ini mati atau mereka mencapai usia senja dan kemudian akan lahir generasi
yang baru; generasi yang belum rosak jiwanya dan mereka akan dapat
berperang dan memperoleh kemenangan.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: 'Hai kaumku, ingatlah
nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan
dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikannya kepadamu apa
yang belum pernah diberikan-Nya kepada seseorang pun di antara
umat-umat yang lain.' Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang
telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (kerana
takut kepada musuh) maka kamu menjadi orang-orang yang rugi. Mereka
berkata: 'Hai Musa, sesungguhnya di dalam negeri itu ada orang-orang yang
gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya
sebelum mereka keluar darinya. Jika mereka keluar darinya, pasti kami
akan memasukinya.' Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut
(kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: 'Serbulah
mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu
memasukinya nescaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah
hendaklah kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.'
Mereka berkata: 'Hai Musa, kami sekali-kali tidak memasukinya
selama-lamanya selagi mereka ada di dalamnya, kerana itu pergilah kamu
beasama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami
hanya duduk menanti di sini saja.' Berkata Musa: 'Ya Tuhanku, aku tidak
menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah
antara kami dengan orang-orang yang fasik itu. 'Allah berfirman: '(Jika
demikian), maha sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama
empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan
di bumi (padang Tiih) itu. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan
nasib) orang-orang yang fasik itu." (QS. al-Maidah: 20-26)
Dimulailah hari-hari kesesatan. Mereka melewati tempat yang tertutup.
Mereka memulai dari tempat yang mereka akhiri dan sebaliknya. Alhasil,
mereka berjalan tanpa tujuan sepanjang siang-malam, pagi-sore. Mereka
memasuki daratan di daerah Saina'. Nabi Musa kembali ke tempat yang beliau
bertemu di dalamnya untuk pertama kalinya dengan kalimat- kalimat Allah s.w.t. Bani Israil turun dari at-Thur, dan Nabi Musa mendaki gunung sendirian.
Di sana diturunkan Taurat dan Tuhannya berdialog dengannya. Sebelum Nabi
Musa naik untuk bertemu dengan Tuhannya, ia menjadikan saudaranya, Harun,
sebagai khalifahnya untuk kaumnya. Harun diangkatnya sebagai wakilnya yang
bertanggungjawab untuk mengurus kaumnya. Dan Musa pun pergi menuju Tuhannya.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan telah Kami jadikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu
waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan
sepuluh (malam lagi), maka sempurnakanlah waktu yang telah ditentukan
Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu
Harun: 'Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan
janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerosakan'" (QS
al-A'raf: 142)
Orang-orang dahulu mengatakan bahawa Nabi Musa berpuasa selama tiga puluh
hari sepanjang malam dan siang tanpa mencecah makanan sedikit pun
kemudian Nabi Musa tidak ingin untuk berdialog kepada Tuhannya sementara
mulutnya dalam keadaan seperti mulut orang yang berpuasa. Lalu beliau
memakan sedikit dari tanaman bumi dan beliau mengunyahnya. Tuhannya
berkata kepadanya: "Mengapa engkau berbuka?" Musa menjawab: "Ya Tuhanku,
aku tidak ingin berbicara denganmu kecuali mulutku dalam keadaan baik
baunya." Allah s.w.t menjawab: "Tidakkah engkau mengetahui wahai Musa
bahawa mulut orang yang berpuasa di sisi-Ku lebih baik daripada bau misik.
Kembalilah engkau berpuasa selama sepuluh hari kemudian datanglah
kepada-Ku." Nabi Musa as pun melaksanakan perintah-Nya.
Kami tidak mengetahui secara pasti, mengapa Nabi Musa berpuasa selama
empat puluh malam, bukan tiga puluh hari. Yang kita ketahui
bahawa Allah s.w.t menambah sepuluh hari yang lain. Setelah itu, turunlah Taurat; turunlahkepadanya sepuluh wasiat:
1. Perintah untuk hanya menyembah kepada Allah s.w.t dan tidak menyekutukan-Nya.
2. Larangan untuk bersumpah bohong atas nama Allah s.w.t.
3. Menjaga kehormatan pada hari Sabtu. Dengan pengertian, memfokuskan hari Sabtu sebagai hari ibadah.
4. Perintah untuk menghormati ayah dan ibu.
5. menyedari bahawa Allah s.w.t yang dapat memberi dan membagi.
6. Janganlah engkau membunuh.
7. Janganlah engkau berzina.
8. Janganlah engkau mencuri.
9. Janganlah memberikan kesaksian yang palsu.
10. Jangan engkau merasa tertipu atau terpikat kepada rumah temanmu
atau Isterinya atau budaknya atau sapinya atau keledainya.
Para ulama salaf mengatakan bahawa kandungan sepuluh wasiat ini telah
terdapat dalam dua ayat dalam Al-Quran, yaitu dalam firman-Nya:
"Katakanlah: 'Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh
Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,
berbuat baiklah terhadap kedua ibu dan bapakmu, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu kerana takut kemiskinan. Kami akan memberi
rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati
perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya mahupun
yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.'
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu
memahaminya. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali
dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan
sempurnakan takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan dengan kesanggupannya. Dan apabila
kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah
kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan
Allah kepadamu agar kamu ingat. " (QS. al-An'am: 151- 152)
Allah s.w.t menceritakan kepada kita bagaimana keadaan Musa ketika ia perg
untuk menemui janji dengan Tuhannya. Musa ketika berpuasa selama empat
puluh malam bermaksud untuk lebih mendekat kepada Tuhannya. Ketika
Allah s.w.t berdialog dengannya, maka Musa merasakan cinta yang semakin
bergelora kepada Tuhannya. Kami tidak mengetahui perasaan apa yang ada d
hati Musa ketika ia meminta kepada Tuhannya agar dapat melihatnya.
Seringkali cinta yang ada di dalam manusia mendorong dirinya untuk meminta
sesuatu yang mustahil. Lalu bagaimana bayangan Anda terhadap cinta yang
berhubungan dengan cinta kepada Allah s.w.t. Ia adalah hakikat cinta.
Kedalaman perasaan Nabi Musa kepada Tuhannya dan kecintaannya kepada
sang Pencipta, semua ini mendorongnya untuk meminta kepada Allah s.w.t
agar dapat melihatnya.
Allah s.w.t berfirman:
"Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang
telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya,
berkatalah Musa: 'Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar
aku dapat melihat kepada Engkau.'" (QS. al- A'raf: 143)
Demikianlah dorongan cinta dari para pencinta sejati. Musa bertanya dan
meminta kepada Tuhannya sesuatu yang menakjubkan tetapi Allah s.w.t
menjawabnya:
"Tuhan berfirman: 'Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku." (QS. al-A'raf:
143)
Seandainya Allah s.w.t hanya mengatakan demikian maka ini pun sebagai
bentuk keadilan dari-Nya, tetapi keadaan di sini adalah keadaan cinta Ilahi
dari Musa. Dorongan cinta yang dibalas dengan dorongan cinta. Demikianlah
Nabi Musa mendapatkan rahmat dari Tuhannya. Allah s.w.t memberitahunya
bahawa ia tidak akan mampu melihat-Nya kerana tak satu pun dari makhluk
yang tidak dapat "menangkap cahaya" dari Allah s.w.t. Allah s.w.t
memerintahkannya agar melihat gunung, dan jika gunung itu masih menetap di
tempatnya maka ia akan dapat melihat Tuhannya.
Allah s.w.t berfirman:
"Tetapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagai
sediakala) nescaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan
diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun
jatuh pengsan. (QS. al-A'raf: 143)
Tiada seorang pun yang dapat "menangkap" cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa
mengetahui hakikat ini dan menyaksikan sendiri. Ash'aq adalah al-Maut
(kematian) atau al-Ighma' (keadaan tidak sedarkan diri atau pengsan). Kami
tidak mengetahui bagaimana keadaan yang dialami Nabi Musa ketika ia
kehilangan kehidupannya atau kesedarannya.
"Maka setelah Musa sedar kembali, dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku
bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.'" (QS.
al-A'raf: 143)
Para mufasir klasik cukup serius meneliti dan memperbincangkan ayat- ayat
ini. Misalnya, mereka bertanya-tanya: bagaimana Nabi Musa meminta kepada
Allah s.w.t agar dapat melihat-Nya, padahal ia tahu bahawa itu adalah hal
yang tidak mungkin atau mustahil. Mereka berselisih pendapat dalam hal itu
dan saling adu argumentasi. Mu'tazilah memiliki pendapat yang lain dan
Ahlusunah pun memiliki pendapat yang lain lagi. Pokok pembicaraan semuanya
berkisar pada: bagaimana seorang nabi tidak mengetahui - padahal ia adalah
makhluk Allah s.w.t yang paling dekat dengan-Nya - bahawa melihat
Allah s.w.t adalah hal yang sangat mustahil?
Kami kira bahawa sikap Nabi Musa tersebut menggambarkan puncak cinta dan
kedalaman dari hatinya, yang ini merupakan gambaran yang tinggi dari sejarah
yang dilalui oleh Nabi Musa. Kita sekarang berada di hadapan puncak cinta
kepada Allah s.w.t. Dan seorang pencinta tidak menginginkan selain melihat
"wajah" kekasihnya. Menurut logik akal bahawa melihat Allah s.w.t adalah hal
yang mustahil, tetapi kapan cinta pernah peduli dengan logik itu. Nabi Musa
terdorong untuk mendapatkan pengalaman baru yaitu suatu pengalaman yang
kayaknya ia sengaja melakukannya untuk mewakili kita semua. Nabi Musa
nekad dan mendorong kita untuk meminta. Ia lebih dahulu merasakan keadaan
tidak sedarkan diri dan ia telah membuktikan kepada kita dengan tubuhnya
yang mulia dan rohnya yang suci bahawa tak seorang pun dapat "menangkap"
cahaya Allah s.w.t. Nabi Musa dalam keadaan tak sedarkan diri lalu ketika
bangun ia memuja-muja Allah s.w.t dan bertaubat serta meminta ampun
kepadaNya:
"Dia berkata: 'Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau.'" (QS.
al-A'raf: 143)
Mengapa Nabi Musa bertaubat? Orang-orang sufi berkata: Ia bertaubat dari
dorongan cinta yang besar di mana ia meminta sesuatu yang mustahil, padahal
ia menyedari itu adalah mustahil. Ini adalah tafsiran yang memuaskan yang
didukung oleh konteks ayat-ayat tersebut. Perhatikanlah ayat-ayat
(tanda-kebesaran) Allah s.w.t dan bagaimana Dia mengingatkan Musa terhadap
apa-apa yang diterimanya dari berbagai macam nikmat. Allah s.w.t berkata
kepada Musa:
"Hai Musa, sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang
lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung
dengan-Ku. Sebab itu, berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan
kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur. Dan
telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai
pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman):
'Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang
kepada (perintah-perintahnya) dengan sebaik-baiknya.'" (QS. al-A'raf:144-145)
Ahli tafsir memperhatikan firman Allah s.w.t kepada Musa: "Sesungguhnya Aku
memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk
membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku."
Kemudian dilakukanlah perbandingan antara Nabi Musa dan nabi-nabi yang
lain. Dikatakan bahawa pemilihan ini dikhususkan hanya kepadanya dan di
zamannya saja, dan tidak berlaku di zaman sebelumnya kerana ada Nabi
Ibrahim di zaman itu, sedangkan Nabi Ibrahim lebih baik dari Nabi Musa. Begitu
juga pemilihan ini tidak berlaku pada zaman setelahnya kerana ada Nabi
Muhammad bin Abdullah saw dan ia lebih baik dari mereka berdua.
Kami ingin menghindari perdebatan ini, bukan kerana kami percaya bahawa
semua nabi sama. Memang Allah s.w.t memberitahu kita bahawa Dia
mengutamakan sebahagian nabi atau sebahagian yang lain dan mengangkat
darjat sebahagian mereka atau sebahagian yang lain, tetapi pengutamaan ini
adalah hal yang tidak boleh kita sentuh. Hendaklah kita beriman kepada
seluruh nabi dan kita harus menunjukkan penghormatan kita kepada mereka
semua. Adalah bukan hal yang sopan jika kita mencuba
membanding-bandingkan di antara para nabi. Yang utama adalah, hendaklah
kita meyakini dan mengimani mereka semua. Akhirnya, selesailah perjumpaan
Musa dengan Tuhannya. Kemudian Nabi Musa kembali kepada kaumnya dalam
keadaan marah dan jengkel. Di alam wujud tidak ada seorang manusia yang
memiliki kelembutan dan kerelaan hati yang begitu besar seperti Nabi Musa,
tetapi ia diberitahu oleh Tuhannya bahawa kaumnya telah menyimpang dari
jalannya. Oleh kerana itu, ia kembali dalam keadaan marah dan jengkel
kepada mereka. Allah s.w.t berfirman:
"Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata
Musa: 'Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu,
ya Tuhanku, agar supaya Engkau redha (kepadaku). Allah berfirman: 'Maka
sesungguhnya, Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan
mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada
kaumnya dengan marah dan bersedih hati. " (QS. Thaha: 83-86)
Musa turun dari gunung dan membawa papan Taurat. Rasa-rasanya hatinya
mendidih dan jengkel. Kita dapat membayangkan bagaimana emosi yang
membakar Nabi Musa saat ia mengayunkan langkahnya menuju kaumnya.
Betapa tidak, belum lama Nabi Musa meninggalkan kaumnya dan menemui
Tuhannya, mereka mendapatkan fitnah melalui Samiri. Fitnah ini adalah,
bahawa Bani Israil - ketika keluar dari Mesir - membawa banyak dari harta
perhiasan orang-orang Mesir dan emas-emas mereka. Mereka mengambilnya
untuk mereka memanfaatkan dalam pesta perayaan mereka. Kemudian mereka
selamat kerana mukjizat pembelahan lautan di mana lautan menenggelamkan
Fir'aun dan tenteranya sehingga harta mereka yang berupa emas dimiliki oleh
Bani Israil.
Harun mengetahui bahawa emas tersebut bukan milik mereka lalu Harun
memintanya dari mereka dan menimbunnya di tanah. Bani Israil tidak
memerlukannya kerana saat ini mereka sedang tersesat. Mereka berjalan di
tengah-tengah gurun sehingga tidak bermanfaat bagi mereka emas- emas itu.
Harun, saudara kandung Musa, menggali tanah dan meletakkan emas-emas itu
lalu menimbunkan di atasnya tanah. Samiri melihat apa yang dilakukan oleh
Harun. Setelah itu, dia mengeluarkannya dan membuat sebuah patung sapi
yang menyerupai sapi Ibis sesembahan orang-orang Mesir. Samiri adalah
seorang pemahat yang mahir. Dia mampu membuat anak sapi yang menarik di
mana ketika dia meletakkannya di arah angin maka akan masuk darinya udara
dari celah bahagian belakangnya lalu keluar dari hidungnya. Samiri membuat
suara yang menyerupai suara sapi yang sebenamya.
Konon, rahsia kehebatan sapi ini adalah kerana Samiri telah mengambil
segenggam tanah yang dilalui Jibril ketika ia turun ke bumi dalam peristiwa
mukjizat pembelahan laut. Yakni Samiri melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh
kaum Nabi Musa. Kemudian dia mengambil segenggam tanah dari bekas yang
dilalui seorang utusan (Jibril) dan meletakkannya bersama emas. Samiri
membuat darinya anak sapi. Jibril as tidak berjalan di atas sesuatu kecuali
sesuatu itu menjadi hidup. Ketika Samiri menambahkan tanah itu ke emas lalu
membuat darinya anak sapi maka anak sapi itu dapat bersuara seperti anak
sapi yang sebenarnya. Demikianlah kisah Samiri. Kita mengetahui sekarang
bahawa jika tanah ditambahkan ke emas dan melebur maka tanah itu akan
terpisah dari emas dan akan meninggalkan bekas (lubang) di tempat
terpisahnya itu. Diduga kuat bahawa Samiri menggunakan tanah itu seperti
tanah yang lain dalam usaha untuk mengeringkan bahagian dalam dari anak
sapi di mana patung itu berubah menjadi patung yang mempunyai suara.
Setelah itu, Samiri keluar menemui Bani Israil dengan membawa apa yang
dibuatnya. Mereka bertanya kepadanya: "Apa ini, hai Samiri?" Ia menjawab: "Ini
adalah tuhan kalian dan tuhan Musa." Mereka berkata: "Bukankah Musa sedang
menemui Tuhannya?" Samiri menjawab: "Musa telah lupa ia pergi untuk
menemui tuhannya di sana, padahal sebenarnya tuhannya ada di sini."
Akhirnya, Bani Israil menyembah anak sapi ini.
Barangkali pembaca akan merasa hairan terhadap fitnah ini. Bagaimana akal
kaum itu dapat tunduk sampai pada keadaan seperti ini? Bukankah mereka
telah menyaksikan mukjizat yang besar? Bagaimana mereka dengan mudah
menyembah berhala? Kebingungan tersebut segera hilang ketika kita lihat
keadaan kejiwaan kaum yang menyembah anak sapi itu. Mereka telah terdidik
di Mesir pada saat mereka menyembah berhala dan sangat mengkultuskan anak
sapi Ibis. Mereka terdidik di bawah kehinaan dan perbudakan sehingga jiwa
mereka menjadi ternoda dan fitrah mereka menjadi tercemar. Mereka
menyaksikan mukjizat-mukjizat dari Allah s.w.t tetapi mukjizat itu
berbenturan dengan jiwa-jiwa yang putus asa. Mukjizat ini tidak mampu
memuaskan mereka untuk mempercayai kebenaran. Mereka masih saja
dihinggapi keinginan untuk menyembah berhala. Mereka adalah para
penyembah berhala seperti tokoh-tokoh Mesir yang dahulu. Oleh kerana itu,
mereka menyembah anak sapi. Sikap mereka ini tidak terlalu mengagetkan
kita. Sebab, setelah mereka menyaksikan mukjizat pembelahan lautan, mereka
melihat suatu kaum yang menyembah berhala, lalu mereka minta kepada Nabi
Musa agar menjadikan tuhan bagi mereka seperti kaum yang menyembah
berhala itu.
Jadi, masalahnya adalah masalah klasik. Pada hakikatnya, hasrat untuk
menyembah berhala bererti menyembah berhala itu sendiri. Apa yang
dilakukan Samiri adalah, ia memanfaatkan kerinduan kaum untuk menyembah
berhala. Kemudian Samiri memilih agar anak sapi yang diciptakannya
berbentuk emas kerana ia mengetahui bahawa umumnya Bani Israil lemah
(mudah terpedaya) pada emas. Akhirnya, fitnah yang ditimbulkan oleh Samiri
tersebar di sana sini. Harun sangat terpukul ketika mengetahui Bani Israil
menyembah anak sapi dari emas. Mereka terbagi menjadi dua kelompok:
minoriti dari mereka beriman dan mengetahui bahawa ini adalah tipu daya dan
kebohongan semata, sedangkan majoriti mereka mengingkari Harun dan tetap
melampiaskan kerinduan mereka untuk menyembah berhala. Harun berdiri di
tengah- tengah kaumnya dan mulai menasihati mereka. Ia berkata kepada
mereka: "Sesungguhnya kalian tertipu dengannya. Ini adalah fitnah (godaan).
Samiri telah memanfaatkan kebodohan kalian dengan menciptakan anak sapi
itu. Lembu itu bukan tuhan kalian dan bukan juga tuhan Musa:
"Dan sungguh, sebelumnya Harun telah berkata kepada mereka, "Wahai kaumku! Sesungguhnya kamu hanya sekedar diberi cobaan (dengan patung anak sapi) itu dan sungguh, Tuhanmu ialah (Allah) Yang Maha Pengasih, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku!"(QS. Thaha: 90)
Para penyembah anak sapi menolak nasihat Harun. Kelompok orang- orang
yang bodoh itu tidak mahu lagi menerima nasihat. Harun kembali
memperingatkan mereka dan menceritakan kembali kepada mereka bagaimana
mukjizat-mukjizat Allah s.w.t dapat menyelamatkan mereka, dan bagaimana
Allah s.w.t memuliakan dan menjaga mereka. Tetapi mereka menutup telinga
dan menolak segala nasihatnya. Mereka justru melemahkan posisi Harun dan
nyaris saja membunuhnya. Adalah jelas bahawa Harun lebih lemah daripada
Musa, sehingga para kaum tidak takut lagi. Harun khuatir jika ia menggunakan
kekuatan dan menghancurkan berhala-berhala yang mereka sembah, maka
akan terjadi fitnah di tengah-tengah kaum dan akan tercipta perang saudara.
Akhirnya, Harun memilih untuk menunda hal itu sampai kedatangan Musa.
Harun mengetahui bahawa Musa seorang yang kuat yang mampu mengatasi
fitnah ini tanpa harus menumpahkan darah. Sementara itu, Bani Israil terus
menari di sekitar anak sapi. Samiri - mudah-mudahan Allah s.w.t melaknatnya -
adalah penyebab fitnah ini, dan ia menari-nari serta berputar-putar di
sekeliling berhala.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya pada juz kesebelas menyebutkan fitnah yang
timbulkan oleh Samiri. Qurthubi berkata: "Imam Abu Bakar at-Thurthusi
ditanya: "Apa yang dikatakan oleh pemimpin kita al-Faqih tentang kelompok
lelaki yang memperbanyak zikrullah dan menyebut Muhammad saw.
Sebahagian mereka menari-nari sehingga pengsan. Mereka menghadirkan
sesuatu dan memakannya. Apakah hadir bersama mereka boleh atau tidak?
Berilah kami fatwa, mudah-mudahan engkau diberi pahala." Qurthubi
menjawab pertanyaan ini dengan menukil penjelasan gurunya: "Mazhab sufi
(yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang menari-nari yang
dipraktikkan oleh sebahagian aliran sufi untuk mengekspresikan zikir)
berdasarkan kebodohan dan kesesatan serta sesuatu yang sia-sia. Islam hanya
berdasarkan Kitab Allah s.w.t dan sunah Rasul-Nya. Praktik tari-tarian seperti
itu adalah sesuatu yang pertama kali diciptakan oleh pengikut-pengikut Samiri
ketika mereka menjadikan anak sapi sebagai tuhan mereka. Mereka
menari-nari di sekitarnya dan berkumpul di situ. Itu adalah agama kekufuran
dan penyembahan terhadap anak sapi."
Nabi saw duduk bersama sahabatnya dan seakan-akan di atas kepala mereka
terdapat burung, kerana saking hormatnya mereka terhadap beliau. Hendaklah
penguasa dan wakilnya mencegah orang-orang itu untuk hadir di masjid dan selainnya. Dan tidak diperkenankan bagi seorang pun yang beriman kepada
Allah s.w.t dan hari kemudian untuk hadir bersama orang-orang itu atau
membantu kebatilan mereka. Ini adalah pendapat mazhab Malik, Abu Hanifah,
Syafi'i, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain dari para imam kaum Muslim.
Demikianlah pernyataan al-Qurthubi berkaitan dengan masalah tersebut. Anda
dapat membayangkan sejauh mana kecemerlangan fikirannya dan sejauh mana
ketakwaannya. Selanjutnya, kita kembali kepada kisah Nabi Musa. Nabi Musa
turun dari gunung untuk kembali menemui kaumnya. Kemudian ia mendengar
teriakan kaum saat mereka menari-nari di sekitar anak sapi. Kaum itu berhenti
ketika melihat Nabi Musa muncul di depan mereka. Dan tiba-tiba keheningan
menyelimuti mereka. Nabi Musa berteriak dan berkata:
"Dan tatkala Musa telah kembali kepada kaumnya dengan marah dan sedih
hati, berkatalah dia: 'Alangkah buruknya perbuatan yang kamu kerjakan
sesudah kepergianku!'" (QS. al-A'raf: 150)
Musa berjalan menuju ke Harun, lalu ia meletakkan papan Taurat dengan
tangannya di atas tanah. Tampaknya api kemarahan telah membakamya. Musa
memegang Harun dari rambut kepalanya sampai rambut janggutnya sambil
berkata:
"Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah
sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah
(sengaja) menderhakai perintahku?" (QS. Thaha: 92-93)
Musa bertanya, "Apakah Harun tidak mentaati perintahnya, bagaimana ia
mendiamkan fitnah ini; bagaimana ia tetap bersama mereka dan tidak
meninggalkan mereka serta berlepas diri dari perbuatan mereka; bagaimana ia
tetap diam dan tidak berusaha melawan mereka, bukankah orang yang diam
atau membiarkan suatu kesalahan itu bertanda bahawa ia merestuinya atau
bahagian dari kesalahan itu?" Keheningan semakin meningkat ketika gelora api
kemarahan Musa semakin membara. Harun berbicara kepada Musa dan
meminta kepadanya untuk melepaskan kepalanya dan janggutnya kerana
mereka berdua berasal dari ibu yang satu. Harun mengingatkan Musa akan
kedekatan hubungannya melalui ibu, bukan melalui ayah agar hal itu lebih
dapat membuat Musa merasa kasihan kepadanya:
"Harun menjawab: 'Hai putera ibuku, janganlah kamu pegang janggutku dan
jangan (pula) kepalaku.'" (QS. Thaha: 94)
Harun memberi pengertian kepada Musa bahawa ia sama sekali tidak
bermaksud menentang perintahnya, dan ia pun tidak menunjukkan sikap
merestui penyembahan anak sapi, tetapi ia khuatir jika ia meninggalkan
mereka dan pergi lalu Musa bertanya kepadanya, mengapa ia tidak tetap
tinggal bersama mereka? Mengapa seorang yang bertanggungjawab kepada
mereka justru meninggalkan mereka? Di samping itu, ia juga khuatir jika ia
memerangi mereka dengan kekerasan maka terjadi peperangan di antara
mereka. Lalu Musa akan bertanya kepadanya, mengapa ia membikin
perpecahan di antara mereka dan mengapa ia tidak menunggu kembalinya
Musa
0 comments:
Posting Komentar