Mushola Al-Islah Jl leces no.7 Sonosari Kab.Malang kumpulan doa rezeki,kumpulan doa tasawuf,makrifat,bahasa arab,sejarah kerajaan islam,sejarah kerajaan indonesia,sejarah kebudayaan islam

Rabu, 27 Agustus 2025

Kisah Dakwah Nabi Muhammad SAW dan perintah Jihad

 Kisah Dakwah Nabi Muhammad SAW dan perintah Jihad

  Islam   tidak   menerima orang-orang       yang    mati    akalnya     atau   menga-lami       kemunduran;       Islam    pada    hakikatnya memperlakukan manusia dari sisi akal dan hati. "Adalah      untukmu, sedang    kamu     menginginkan       bahwa     yang    tidak   mempunyai       kekuatan senjatalah yang untukmu, dan Allah meng-hendaki untuk membenarkan yang benar dengan ayat- ayat-Nya   dan   memusnahkan   orang-orang   kafir."   (QS.   al-Anfal:   7)  

Kisah Dakwah Nabi Muhammad SAW dan perintah Jihad

Orang-orang   Islam   karena kekafiran   mereka   dan   kebutuhan   mereka   serta   situasi   ekonomi   yang   memburuk,   mereka   ingin bertemu dengan pasukan yang tidak bersenjata; mereka ingin bertemu dengan kafilah yang kaya, bukan     pasukan    yang    bersenjata;   mereka     membutuhkan       harta   untuk   menyebarkan       dakwah. Namun Allah SWT menginginkan mereka dengan keadaan seperti itu agar mereka berhadapan dengan     pasukan     kafir  dan   agar   mereka    mampu      memutus     tali  kekuatan  orang-orang     kafir sehingga kebenaran akan menang. Keluarlah orang-orang Muslim dalam peperangan Badar dengan membayangkan bahwa mereka akan   mendapatkan   keuntungan   dan   kesenangan   dengan   banyak   mengambil   ganimah.

    Namun Allah SWT menginginkan terjadinya peperangan yang berat, di mana itu berakibat pada jatuhnya tokoh-tokoh      kaum    kafir  Mekah     sebagai   korban    darinya    dan   agar  Madinah     dapat   menahan penderitaan   dan   kefakiran   yang  dialaminya.   Seharusnya   pengikut   Islam   tidak   membayangkan untuk mengambil keuntungan tetapi ia justru harus memberi kepadanya. Nabi mengetahui sebagai pemimpin pasukan ia harus mengingatkan pasukannya bahwa mereka akan    menemui      kesulitan   dan   penderitaan,    dan   bukan    masalah    sepele   seperti   yang   mereka bayangkan.   Nabi   bermusyawarah   dengan   sahabat-sahabat.   Beliau   berbincang-bincang   dengan Abu Bakar Shidiq, Umar bin Khattab, dan Miqdad bin Amr. Lalu mereka semua sepakat untuk terus melakukan peperangan apa pun hasilnya dan apa pun pengorbanan yang harus dilakukan. Kemudian   Rasulullah   saw   berkata:   "Wahai   para   sahabat,   tunjukkanlah   diri   kalian."  Rasulullah saw   mengisyaratkan   kepada   kaum   Anshar.   Rasulullah   saw   khawatir   jika   mereka   memahami bahwa baiat yang terjadi di antara mereka yang berisi agar mereka melindungi beliau jika beliau diserang di Madinah saja, dan memang pasal-pasal dari baiat itu mendukung hal itu. Tidakkah mereka      mengatakan      kepada    beliau:   "Ya   Rasulullah,    kami    tidak   akan   bertanggung      jawab kepadamu   sehingga   engkau   sampai   di   negeri   kami.   Jika   engkau   sampai   di   negeri   kami,   maka kami akan bertanggung jawab untuk melindungimu." Mayoritas   pasukan   terdiri   dari   orang-prang   Anshar,   maka   Rasulullah   saw   ingin   mengetahui keputusan mayoritas tentara sebelum dimulainya peperangan. Kaum Anshar mengetahui bahwa Rasul   saw   ingin   mengetahui   pendapat   kaum   Anshar.   Oleh   karena   itu,   Sa'ad   bin   'Auf   berkata: "Demi Allah, seakan-akan engkau menginginkan kami ya Rasulullah." Nabi menjawab, "benar." Kemudian kaum Anshar menyatakan apa yang mereka rasakan.

Mendengar   pernyataan   kaum   Anshar   itu   hilanglah   kekhawatiran   dan   ketakutan   Nabi,   bahkan beliau bergembira dan wajahnya berseri-seri. Rasulullah saw telah mendidik mereka berdasarkan Islam    dan   Islam    tidak  mengenal     pasal-pasal    perjanjian    namun    ia  justru   tenggelam     dalam esensinya dan kedalamannya yang jauh. Kaum Anshar meyakinkan Nabi bahwa mereka benar- benar beriman kepadanya, mencintainya dan akan mendengarkan apa saja yang beliau katakan serta akan benar-benar menaati beliau. Sa'ad bin Mu'ad berkata: "Ya Rasulullah, lakukanlah apa yang engkau inginkan dan kami akan bersamamu.       Demi    Zat  yang    mengutusmu      dengan    kebenaran,     seandainya    engkau    membelah lautan lalu engkau menyelam di dalamnya niscaya kami akan menyelam bersamamu dan tidak ada seseorang pun di antara kami   yang akan meninggalkanmu." Demikianlah keteguhan kaum Anshar.   Kalimat   tersebut   menetapkan   peperangan   paling   penting   dan   paling   berbahaya   dalam sejarah Islam. Perasaan kaum Anshar dan Muhajirin dalam pasukan Rasul saw sangat berbeda dengan perasaan Nabi    Musa     ketika  mereka     mengatakan      kepadanya,    "pergilah    engkau    wahai    Musa    bersama Tuhanmu dan berperanglah, sesungguhnya kami di sini hanya duduk-duduk saja." Namun kaum Muslim menyatakan bahwa seandainya Rasul saw memerintahkan mereka untuk melalui lautan dengan     berjalan   kaki   di  atas  ombaknya     niscaya    mereka    akan   melakukan      hal  itu  walaupun berakibat   pada   tenggelamnya   mereka   dan   kematian   mereka   dan   tak   seorang   pun   yang   akan menentang perintah Rasul saw tersebut. Akhirnya, kaum Muslim bersiap-siap untuk memasuki kancah peperangan lalu mereka membuat kemah-kemah        yang    di  situ  ditentukan    tempat   peristirahatan    dan   pergerakan     tentara   Islam. Tempat itu ditentukan oleh Rasul saw. Allah SWT membiarkan Rasul-Nya melakukan kesalahan dalam   memilih   tempat   sehingga   itu   akan   dapat   menjadi   pelajaran   bagi   kaum   Muslim   dalam kaidah umum dari kaidah-kaidah peperangan   yaitu sikap pemimpin pasukan untuk mengambil suatu   kebijakan   yang   penting   yang   berdasarkan   pengalaman.   Kemudian   datanglah   Habab   bin Mundzir   kepada   Rasulullah   saw   dan   bertanya   kepadanya,   "apakah   tempat   yang   kita   jadikan sebagai pusat pergerakan tentara kita merupakan pilihan dari Allah SWT dan Rasul-Nya hingga kita tidak dapat mendahuluinya dan mengakhirinya yakni kita tidak dapat memberikan pendapat kita   ataukah   itu   hanya   masalah   yang   bersifat   tehnik   yakni   itu   terserah   pada   pendapat   kita   dan sesuai kebijakan saat perang dan ia merupakan tipu daya semata?"

Rasulullah saw berkata: "Tetapi itu adalah pendapat pribadi, peperangan, dan tipu daya." Habab berkata: "Ya Rasulullah ini adalah tempat yang tidak tepat." Sahabat yang sarat pengalaman ini memilih   tempat   di   mana   pasukan   Madinah   dapat   minum   darinya   sedangkan   pasukan   Mekah tidak dapat mengambil darinya. Kemudian berpindahlah pasukan Muslim menuju tempat   yang telah ditentukan oleh pengalaman militer. Sampailah pasukan Mekah di mana jumlah mereka mendekati seribu tentara dan mereka   akan berhadapan   dengan   tiga   ratus   tujuh   belas   pasukan   Muslim.   Pasukan   Quraisy  berada   di   tempat yang jauh dari lembah. Pasukan kafir terdiri dalam perang Badar dari pemuka-pemuka Quraisy dan pahlawan-pahlawan mereka, sedangkan pasukan Muslim terdiri dari keluarga-keluarga, ipar- ipar   dan   keluarga   dekat   dari   pasukan   kafir.   Allah   SWT   telah   menentukan   agar   seorang   anak bertemu dengan ayahnya, saudara bertemu dengan sesama saudara dan sesama ipar bertemu di medan peperangan. Mereka semua dipisahkan dengan suatu prinsip di mana mereka ditentukan oleh    pedang.    Akhirnya,     peperangan     Badar    pun    terjadi  dan   kaidah    utama    adalah   kaidah persaudaraan sesama Muslim. Dan ketika pasukan Muslim berpegang teguh di atas dasar Islam, maka pasukan kafir mulai terpecah belah namun keadaan tersebut mereka sembunyikan. Lalu 'Utbah bin Rabi'ah berbicara di tengah-tengah pasukan Mekah dan mengajak mereka untuk menarik   kembali   dari   peperangan.   'Utbah   memberikan   pernyataan   sesuai   dengan   tuntutan   akal sehat, "wahai orang-orang Quraisy demi Allah, jika kalian harus memerangi Muhammad, maka kalian   akan   menyesal   karena   kita   berhadapan   dengan   saudara-saudara   kita   sendiri.   Boleh   jadi kita akan membunuh anak paman kita, atau salah seorang dari kerabat kita. Mengapa kalian tidak membiarkannya saja?" Kalimat     yang    rasional   tersebut   cukup   menggoncangkan         pasukan    Mekah.     Sebagian    tentara merasa     puas   dengan    pernyataan    tersebut   karena   mereka     melihat   bahwa    tidak   ada  gunanya peperangan   itu.   Namun   kebohohan   justru   memadamkan   kalimat   yang   rasional   itu.   Abu   Jahal menuduh bahwa yang mengucapkan kata-kata adalah orang yang penakut. Kemudian Abu Jahal lebih memilih pendapatnya untuk menetapkan terus memerangi kaum Muslim. Pemimpin pasukan kafir yaitu Abu Jahal mengetahui bahwa Muhammad tidak pernah berbohong. Kitab-kitab   sejarah   menceritakan   bahwa   Akhnas   bin   Syuraif   menyendiri   dalam   perang   Badar bersama   Abu   Jahal   sebelum   terjadinya   peperangan   tersebut   dan   bertanya   kepadanya,   "wahai Abul   Hakam,   tidakkah   engkau   melihat   bahwa   Muhammad   pernah   berbohong?   Abul   Hakam menjawab: "Bagaimana mungkin ia berbohong atas Allah, sedangkan kami telah menamainya al- Amin      (orang    yang   dapat    dipercaya)."    Peperangan     tersebut    bukan    sebagai    usaha   untuk mendustakan  Rasul   saw   tetapi   itu   hanya   semata-mata   untuk   menjaga   kepentingan-kepentingan sesaat dan keadaan ekonomi.

Demikianlah orang-orang kafir mempertahankan nilai yang paling rendah yang ada di muka bumi yang juga dipertahankan oleh binatang, sementara kaum Muslim justru mempertahankan nilai yang paling tinggi di bumi dan di langit yang ikut serta di dalamnya para malaikat. Kemudian   datanglah   waktu   malam   menyelimuti   dua   kubu.   Tiga   ratus   tentara   yang   mukmin sudah bersiap-siap dan mendekati seribu tentara musyrik. Orang-orang musyrik datang dengan menunggangi       tunggangan     mereka    dan   tampak    mereka    memiliki    persenjataan    yang   lengkap, sedangkan setiap orang Muslim datang di atas satu kendaraan. Pakaian yang dipakai orang-orang musyrik tampak masih baru dan pedang-pedang mereka tampak mengkilat serta baju besi yang mereka     gunakan     sangat   unggul   dan   kuat.  Alhasil,   mereka    memiliki    persiapan   yang   sangat mengagumkan   sedangkan   pakaian   yang   dipakai   orang-orang   Muslim   tampak   sudah   usang   dan pedang-pedang   kuno   pun   mereka   gunakan   dan   baju   besi   yang   mereka   gunakan   tampak   tidak sempurna.   Nabi   melihat   keadaan   pasukannya   lalu   hati   beliau   tampak   sedih   melihat   pasukan tersebut. Beliau berdoa kepada Tuhannya: "Ya Allah, Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang lapar, maka kenyangkanlah mereka. Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang   tanpa   alas   kaki,   maka   tolonglah   mereka.   Ya   Allah,   Sesungguhnya   mereka   adalah   orang- orang yang tidak berpakaian, maka berilah mereka pakaian." Kemudian   rasa   kantuk   menghinggapi   mata   kedua   pasukan   lalu   mereka   beristirahat   di   tengah- tengah    malam.     Jatuhlah   hujan   kecil  yang   membuat     tempat   itu  basah   sehingga    kelembaban mengitari kaum Muslim. Hujan tersebut membasuh tanah perjalanan dan menghilangkan debu- debu kepayahan serta menyucikan hati dan membangkitkan kepercayaan atas kemenangan dari Allah    SWT.     Allah  SWT     berfirman:    "(Ingatlah),   ketika  Allah   menjadikan     kamu    mengantuk sebagai suatu penenteram dari-Nya, dan Allah menurunkan hujan dari langit untuk menyucikan kamu   dengan   hujan   itu   dan   menghilangkan   dari   kamu   gangguan-gangguan   setan   dan   untuk menguatkan hatimu dan memperteguh dengannya telapak kaki(mu)." (QS. al-Anfal: 11) Datanglah waktu pagi di Badar lalu kaum Quraisy mulai menyerang, lalu Nabi memerintahkan pasukan Muslim untuk bertahan. Rasulullah saw bersabda: "Jika musuh mengepung kalian, maka usirlah    mereka     dengan    panah    dan   janganlah    kalian   menyerang      mereka    sehingga     kalian diperintahkan."

Demikianlah       ketetapan    militer   yang    sangat   jitu  yang    berarti   hendaklah    kaum     Muslim membentengi mereka di tempat-tempat mereka agar orang-orang musyrik mendapatkan kerugian dari serangan   yang mereka lakukan. Kita mengetahui dari ilmu militer saat ini bahwa seorang yang menyerang memerlukan tiga atau tiga kali lipat dari jumlah yang biasa dilakukan sehingga serangannya betul-betul efektif; kita mengetahui bahwa jumlah pasukan musyrik tiga kali lipat dibandingkan   dengan   tentara   Muslim.   Kaum   musyrik   dilihat   dari   segi   jumlah   sangat   memadai untuk memenangkan peperangan, dan persenjataan mereka lebih lengkap dari persenjataan kaum Muslim.   Jumlah   hewan   yang   mereka   miliki   pun   sama   dengan   jumlah   mereka,   sedangkan   tiap tiga orang Muslim berperang di atas satu tunggangan. Keadaan      saat  itu  sangat   menguntungkan       kaum    musyrik.   Tanda-tanda     kemenangan      tampak menyertai     bendera    kaum    musyrik,    tetapi  kemenangan      peperangan     bukan   karena   kebesaran jumlah pasukan dan persenjataan yang lengkap. Terkadang peperangan justru dimenangkan oleh unsur   spiritual   yang   tidak   kelihatan.   Spiritualitas   tentara   dan   keimanannya   tentang   persoalan yang dipertahankannya serta keinginannya untuk mendapatkan dua kebaikan: kemenangan atau kematian dan hasratnya yang tinggi untuk meneguk madu syahadah, semua itu dapat mengubah seorang tentara menjadi makhluk yang tidak terkalahkan. Boleh jadi ia akan merasakan kematian tetapi jauh dari kekalahan. Demikianlah keadaan pasukan Muslim. Sementara itu debu-debu berterbangan di atas kepala pasukan yang bertempur dan kaum Muslim mencurahkan tenaga yang keras dalam peperangan itu. Ketika dua pasukan saling bertemu dan bertempur, Nabi saw melihat mereka, lalu Nabi saw menyaksikan pasukannya terjepit. Pasukan yang berjumlah sedikit dengan persenjataan yang tidak lengkap itu kini ditekan oleh orang kafir. Dalam      keadaan    demikian,    Nabi    saw   meminta     pertolongan    kepada    Tuhannya:     'Ya   Allah, kirimkanlah bantuan dan pertolongan-Mu. Ya Allah, wujudkanlah janji-Mu kepadaku. Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi." Renungkanlah, bagaimana kesedihan Nabi saat terjadi peperangan itu. Oleh karena itu, kita dapat memahami mengapa Nabi saw meminta agar pasukannya dimenangkan. Pemimpin pasukan tertinggi Muhammad bin Abdillah keluar berperang di jalan Allah SWT dan saat ini kematian sedang mengitari kaum Muslim, lalu apa yang dipikirkan oleh Nabi saw pada keadaan yang sulit tersebut? Pemikiran Nabi saw melebihi hal yang sekarang dan menuju pada hal yang akan datang, dan yang menjadi fokus Nabi adalah penyembahan Allah SWT di muka bumi: "Ya Allah, jika kelompok ini dihancurkan, maka Engkau tidak akan disembah setelahnya di muka bumi."

Nabi     tidak    terlalu   mengkhawatirkan        kehancuran      kaum     Muslim      karena    Nabi    justru mengkhawatirkan         sesuatu    yang   lebih   besar    dari  itu.  Yang     beliau   khawatirkan     adalah penyembahan kepada Allah SWT akan berhenti di muka bumi. Oleh karena itu, Nabi meminta tolong   kepada   Tuhannya   dan   mengingatkan   kembali   kepada   Tuhannya   dan   Allah   SWT   lebih tahu dari hal itu. Kemudian turunlah bala tentara malaikat yang dipimpin oleh Jibril. Allah SWT berfirman: "(Ingatlah),   ketika   kamu   memohon   pertolongan   kepada   Tuhanmu,   lalu   diperkenankankan-Nya bagimu:     'Sesungguhnya      Aku   akan   mendatangkan      bala  bantuan    kepada   kamu    dengan    seribu malaikat   yang   datang   berturut-turut.'   Dan   Allah   tidak   menjadikannya   (mengirim   bantuan   itu), melainkan      sebagai    kabar    gembira    dan   agar    hatimu    menjadi    tenteram    karenanya.     Dan kemenangan       itu  hanyalah    dari  sisi  Allah.   Sesungguhnya      Allah   Maha     Perkasa   lagi  Maha Bijaksana." (QS. al-Anfal: 9-10) Setelah itu Nabi saw menghampiri sahabat Abu Bakar dan berkata: "Sampaikan berita gembira wahai   Abu   Bakar,   sesungguhnya   telah   datang   kepadamu   bantuan   dari   Allah   SWT."   Turunnya para   malaikat   merupakan   cara   untuk   meneguhkan   kaum   Muslim   dan   berita   gembira   kepada mereka.   Mukjizat   itu   bukan   terletak   pada   penyertaan   para   malaikat   dalam   peperangan,   namun melalui   nas-nas   ditegaskan   bahwa   peranan   malaikat   tidak   lebih   dari   sekadar   membawa   berita gembira dan memberikan dukungan moril serta   memenuhi hati dengan ketenangan. Kami kira bahwa     Allah   SWT     ingin  agar   para  malaikat   menyaksikan      manusia-manusia       malaikat   yang mempertahankan akidah tauhid. Demikianlah      Allah   SWT     mewahyukan       kepada   malaikat    bahwa    Dia  bersama     mereka.   Oleh karena   itu,   hendaklah   orang-orang   yang   beriman   merasa   tenang   dan   kebenaran   akan   tertancap pada hati mereka sedangkan orang-orang kafir pasti akan merasakan ketakutan. Allah SWT berfirman: "(Ingatlah),   ketika   Tuhanmu   mewahyukan   kepada   para   malaikat:   'Sesungguhnya   Aku   bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman.' Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka. (Ketentuan) yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka menentang      Allah   dan   Rasul-Nya;    dan   barangsiapa    menentang     Allah   dan   Rasul-Nya,     maka sesungguhnya   Allah   amat   keras   siksaan-Nya.   Itulah   (hukum   dunia   yang   ditimpakan   atasmu), maka   rasakanlah   hukuman   itu. 

 Sesungguhnya   bagi   orang-orang   yang   kafir   itu   ada   (lagi)   azab neraka." (QS. al-Anfal: 12-14) Lalu   orang-orang   kafir   pun   mengalami   kekalahan.   Setelah   peperangan   itu,   terbunuhlah   tujuh puluh     kafir  dan   tujuh   puluh   tawanan     dari  mereka     dan   sebagian    pasukan     melarikan    diri. Runtuhlah tokoh-tokoh kebencian dan kelaliman di peperangan tersebut. Hancurlahlah Abu Jahal, pemimpin pasukan, dan pahlawan-pahlawan Mekah kini terkapar. Rasulullah saw berdiri di depan bangkai-bangkai orang-orang kafir dan berkata: "Wahai Utbah bin Rabi'ah, wahai Syaibah bin Rabi'ah, wahai Umayah bin Khalf, wahai Abu Jahal bin Hisam, apakah   kalian   menemukan   apa   yang   dijanjikan   oleh   tuhan   kalian   kepada   kalian.   Sungguh   aku telah menemukan apa yang dijanjikan Tuhanku." Orang-orang Muslim berkata: "Ya Rasulullah, apakah      engkau    memanggil       kaum    yang    sudah    mati?"    Rasulullah     berkata:   "Kalian    tidak mengetahui      apa   yang    aku   katakan   kepada    mereka,    tetapi   mereka    tidak   mampu     menjawab perkataanku." Rasulullah saw tinggal tiga malam di Badar kemudian beliau kembali ke Madinah. Di depan beliau terdapat tawanan-tawanan perang dan ganimah. Kaum Muslim sangat menanggung beban berat dengan banyaknya tawanan perang. Mula-mula Rasulullah saw bermusyawarah dengan sahabat Abu Bakar dan Umar. Abu Bakar berkata: "Ya Rasulullah, mereka adalah keturunan dari saudara-saudara dan keluarga, dan aku melihat lebih baik engkau mengambil fidyah (tebusan) dari mereka sehingga apa yang engkau ambil tersebut merupakan   kekuatan   bagi   kita   terhadap   orang-orang   kafir,   dan   mudah-mudahan   Allah   SWT memberi petunjuk kepada mereka sehingga mereka menjadi tulang punggung kita." Kemudian Rasulullah   saw   menoleh   kepada   Umar   bin   Khattab   sambil   berkata,   "bagaimana   pendapatmu wahai Ibnul Khattab?" Lelaki itu berkata: "Demi Allah, aku tidak sependapat dengan apa yang dikatakan   Abu   Bakar   tetapi   aku   berpendapat,   seandainya   aku   mampu   untuk   bertemu   dengan salah seorang kerabatku, maka aku akan memukul lehernya, dan seandainya Ali mampu bertemu dengan keluarganya, maka ia pun akan memukul lehernya begitu Hamzah sehingga Allah SWT mengetahui bahwa tidak ada di hati kita kelembutan kepada kaum musyrik." Pasukan   Madinah   dan   pasukan   Mekah   terdiri   dari   keluarga-keluarga   yang   terikat          hubungan kekerabatan, namun kehendak Allah SWT menetapkan terjadinya peperangan sesama keluarga: antara    anak   dan   orang   tuanya.   Umar     menginginkan      agar   keadaan    demikian     terus  berlanjut sehingga     orang-orang      musyrik    mengetahui      bahwa    Islam    tidak   ingin   berdamai.    Kemudian Selesailah   urusan   itu   dan   terjadi   peperangan   di   jalan   Allah   SWT   dan   mengangkat   senjata   dan berperang adalah suatu kewajiban yang tiada keraguan di dalamnya. Nabi saw menoleh kepada kaum   Muslim   dan   mendapati   sebagian   besar   mereka   cenderung   kepada   pendapat   Abu   Bakar. Nabi saw mengikuti pendapat mayoritas saat itu. Pendapat mayoritas salah dan hanya Umar yang benar.

Ini   adalah    peperangan      pertama    yang    dilalui  oleh    Islam.   Hendaklah      kaum    Muslim     harus meninggalkan        dorongan     kemanusiaan      mereka,    yakni    orang-orang     kafir  harus   dibunuh     agar musuh-musuh   Allah   SWT   mengetahui   bahwa   Islam   telah  memilih    darah.   Allah   SWT   telah mendukung   Umar   bin   Khattab   dalam   Al-Qur'an   sehingga   Nabi   saw   dan   Abu   Bakar   menangis ketika    keduanya     menyadari     kesalahan     mereka    pada   hari   berikutnya,    lalu  Umar    memergoki mereka dalam keadaan menangis dan ia bertanya, "apa yang menyebabkan Rasulullah saw dan temannya di gua menangis?" Kemudian Rasulullah saw membaca Al-Qur'an: "Tidak patut bagi seorang   Nabi   mempunyai   tawanan   sebelum   ia   dapat   melumpuhkan   musuhnya   di   muka   bumi. Kamu      menghendaki       harta   benda    duniawi     sedangkan     Allah    menghendaki       (pahala)    akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang hamu ambil." (QS. al-Anfal: 67-68) Kedua   ayat   itu   mengatakan   bahwa   ini   bukan   saatnya   melindungi   para   tawanan   dan   berusaha untuk menebus mereka. Waktu Demikian belum saatnya. Nabi tidak berhak memiliki tawanan kecuali    jika  ia  telah  melakukan      banyak    peperangan      dan  banyak     berjihad   dan   telah  banyak membunuh        dan   dakwahnya      telah   mapan.    Kedua     ayat  tersebut   menyingkap       tujuan   di  balik penebusan   tawanan:   "Kamu   menghendaki   harta   benda   duniawi   sedangkan   Allah   menghendaki (pahala) akhirat (untukmu)." Demikianlah pemikiran yang mempertimbangkan keadaan-keadaan aktual   yang   sulit.   Itu   adalah   pemikiran   yang   bersifat   taktik   sebagaimana   yang   kita   ungkapkan dalam   istilah   modern   dan   bukan   pemikiran        yang   bersifat   strategis.  Kemudian   para   tawanan tersebut   bukan   tawanan   biasa   tetapi   menurut   istilah   modern   mereka   adalah   penjahat-penjahat perang.     Oleh   karena    itu,  nyawa    mereka     harus   ditumpahkan      saat  mereka     dapat   ditangkap, meskipun   mereka   memiliki   kekayaan   yang   banyak   atau   kedudukan   yang   tinggi.   Islam   tidak mengakui kekayaan atau kedudukan, yang diakuinya adalah keimanan, sedangkan pertimbangan- pertimbangan duniawi lainnya tidak dihiraukan oleh Islam. Nas    Al-Qur'an     memperingatkan        orang-orang      yang    menang     bahwa     kesalahan    mereka     bisa berakibat   pada   datangnya   siksaan   yang   bakal   mereka   terima   tetapi   Allah   SWT   mengampuni mereka dan menurunkan rahmat-Nya: "Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil."

Siksaan   tersebut   memang   lebih   dekat   daripada   pohon   yang   dekat   ini,   kemudian   Allah   SWT mengampuni mereka dan Allah SWT mengampuni sahabat-sahabat yang terjun di perang Badar, baik   dosa   yang   lalu   maupun   dosa   mereka     yang   akan   datang.   Demikianlah   Al-Qur'an   ingin mendidik   kaum   Muslim  agar   mereka   tidak   banyak   mempertimbangkan   urusan   manusiawi   saat berperang. Jadi, Islam memulai peperangannya   yaitu peperangan yang hanya ditujukan kepada Allah   SWT   dan   hendaklah   peperangan   tersebut   dihilangkan   dari   pertimbangan-pertimbangan yang sulit sehingga sahabat-sahabat Nabi mengetahui bahwa kecenderungan kepada kesenangan duniawi akan berakibat pada kekalahan mereka.

0 comments:

Posting Komentar