Mushola Al-Islah Jl leces no.7 Sonosari Kab.Malang kumpulan doa rezeki,kumpulan doa tasawuf,makrifat,bahasa arab,sejarah kerajaan islam,sejarah kerajaan indonesia,sejarah kebudayaan islam

Senin, 01 September 2025

Kisah Penaklukan kota Mekah

 Penaklukan kota Mekah

Saat   aktivitas   kaum   Quraisy  terhenti,   maka   kaum   Muslim   mengalami   peningkatan   aktivitas   di mana   mereka   berhasil   menarik   orang-orang   yang   masih   memiliki   kemampuan   untuk   melihat kebenaran.   Sejak   dua   tahun   dari   masa   penandatanganan   perjanjian   itu   jumlah   penganut   Islam semakin bertambah lebih dari jumlah sebelumnya. Bukti dari itu adalah, bahwa saat Rasul saw keluar  ke   Hudaibiyah   beliau   ditemani   dengan   seribu   empat   ratus   Muslim  namun   ketika   beliau keluar    pada    tahun    penaklukan     kota    Mekah     beliau   disertai   dengan     sepuluh    ribu   Muslim.

penaklukan kota mekkah


 Penaklukan kota Mekah terjadi setelah dua tahun dari perundingan tersebut. Penambahan jumlah kaum   Muslim   yang   luar   biasa   ini   adalah   dikarenakan   hikmah   sang   Nabi   saw   dan   kejauhan pandangannya.   Nabi   saw   keluar   sebagai   pemenang   dalam   pergulatan   politiknya,   dan   syarat- syarat   yang   tadinya   merugikan   kaum   Muslim   kini   telah   berubah   menjadi   syarat-syarat   yang merugikan kaum Quraisy. Barangsiapa murtad dari kaum Muslim dan pergi ke kaum Quraisy, maka hendaklah mereka melindunginya karena   Allah SWT telah memampukan   Islam darinya, dan barangsiapa yang masuk Islam dari kaum kafir dan pergi ke kaum Muslim, maka hendaklah mereka mengembalikannya ke kaum Quraisy di mana ia tinggal di dalamnya sebagai mata-mata dari pihak Islam atau ia dapat lari dari kaum Quraisy untuk menyatukan kelompok yang bertikai dan   ia   dapat   hidup   laksana   duri   di   tengah-tengah   kaum   Quraisy.   Belum   lama   waktu   berjalan sehingga   kaum   Quraisy   mengutus   utusannya   kepada   Nabi   saw   dan   mengharap   kepada   beliau agar melindungi orang Quraisy yang masuk Islam daripada membiarkan mereka sebagai panah yang terbang menuju kaum Quraisy. Demikianlah kaum Quraisy justru membatalkan syarat yang telah   mereka   diktekan   dan   Nabi   saw   pun   menerimanya   dengan   puas.   Perundingan   itu   justru menguatkan   barisan   Nabi   savv.   Demikianlah   Nabi   saw   terus   menjalani   mata   rantai   pergulatan yang   tiada   henti-hentinya   di   mana   kehidupan   beliau   yang   pribadi   sekali   pun   tidak   sunyi   dari penderitaan. Nabi saw menikahi sembilan orang istri. Perkawinan beliau dengan sembilan istri tersebut merupakan keistimewaan pribadi yang hanya beliau miliki karena berhubungan dengan sebab-sebab   dakwah   Islam.   Yaitu   suatu   dakwah   yang   membolehkan   para   pengikutnya   untuk menikahi empat orang istri dengan syarat jika yang bersangkutan mampu menciptakan keadilan di antara mereka, dan ia menganjurkan untuk hanya puas dengan satu istri jika seorang Muslim khawatir   tidak   dapat     berbuat   adil.   Kaum    orentalis   dan   musuh-musuh   Islam   mencoba   untuk menghina       Nabi   dan   memojokkannya,        dan   salah   satu   cela  yang    mereka    manfaatkan      adalah perkawinan       beliau   dengan    sembilan     wanita.   Kita   mengetahui     bahwa     pernikahan-pernikahan beliau    terlaksana    dengan     sebab-sebab     politik   atau  kemanusiaan       yang    berhubungan      dengan dakwah   Islam. Dan   yang terkenal dari sejarah Nabi saw adalah bahwa beliau menikah dengan Sayidah Khadijah saat beliau berusia dua puluh   lima tahun dan Khadijah berusia empat puluh tahun. Semasa hidup Khadijah beliau tidak menikahi istri yang lain sampai Khadijah mencapai usia enam puluh lima tahun. Saat Khadijah meninggal, Nabi berusia di atas lima puluh tahun. Beliau   menikahi   Khadijah   sebelum   beliau   diutus   untuk   menyebarkan   Islam.   Beliau   tetap   setia bersama      Khadijah    sampai     ia  meninggal     dan   beliau   diangkat    menjadi     Nabi.   Namun      beban kenabian dan beratnya jihad, kasih sayangnya kepada manusia, pengorbanannya terhadap Islam dan perintah Allah SWT semua itu memaksanya untuk menikah lebih dari satu orang istri sampai mencapai   sembilan   orang   istri.   Perkawinan   beliau   dengan   Aisyah   yang   saat   itu   masih   belia merupakan usaha untuk   menjalin ikatan dengan   Abu Bakar, ayah dari Aisyah dan perkawinan beliau    dengan     Hafshah    meskipun     ia  sedikit   kurang    cantik   merupakan      usaha   beliau   untuk menjalin ikatan dengan Umar, ayahnya. Beliau juga menikah dengan Ummu Salamah, janda dari pemimpin       pasukannya      yang    mati   syahid   di  jalan   Allah  SWT     dan   wanita    itu  merasakan penderitaan   bersama   beliau   saat   hijrah   di   Habasyah   dan   hijrah   ke   Madinah.

 Ketika   suaminya meninggal   dan   ia   sendirian   menghadapi   berbagai   persoalan   kehidupan,   maka  Nabi   saw   segera merangkulnya        di   rumah     kenabian.    Perkavvinan      beliau    dengan    Sawadah      sebagai    bentuk penghormatan        terhadap     keislaman     wanita    itu   dan   kemuliannya       dari   kaum     lelaki   serta kesendiriannya dalam menjalani kehidupan. Sementara itu, pernikahan beliau dengan Zainab bin Jahasy   merupakan   ujian   berat   bagi   beliau   di   mana   perintah   pernikahan   itu   datang   dari   Allah SWT untuk mengharamkan suatu tradisi yang terkenal di kalangan jahiliah yaitu tradisi adopsi. Zainab termasuk kerabat Rasul. Jadi ia termasuk dari kalangan bani Hasyim. Ia merasa bangga dengan     nasab    yang   dimilikinya    yang    karenanya    ia  menolak     ketika   ditawari   untuk   menikah dengan Zaid bin Harisah, seorang budak Nabi yang telah beliau bebaskan, bahkan nasabnya telah beliau nisbatkan kepada dirinya dan beliau telah mengadopsinya sehingga ia dipanggil dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Namun Zainab akhirnya menyetujui pendapat Nabi dan perintah Allah SWT sehingga ia menikah dengan Zaid: "Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak pula bagi perempuan yang mukimin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetaphan   suatu ketetapan, akan   ada bagi mereka pilihan yang   lain   tentang   urusan   mereka.   Dan   barangsiapa   mendurhahai   Allah   dan   Rasul-Nya,   maka sungguh dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata. " (QS. al-Ahzab: 36) Sejak semula tampak jelas bahwa pernikahan tersebut akan segera berakhir. Zainab tidak menyukai Zaid dan Zaid pun bukan tipe lelaki   yang   mampu menahan kehidupan bersama seorang   wanita   yang hatinya jauh darinya.   Zaid   datang   kepada   Nabi   saw   guna   mengadu   kepada   beliau   dan   meminta   izin   untuk menceraikan       istrinya.   Allah   SWT     mewahyukan        kepada    Rasul-Nya     agar   membiarkan       Zaid menceraikan   istrinya,   lalu   hendaklah   beliau   menikahinya.   Nabi   saw   merasakan   kesulitan   yang luar   biasa   dan   beliau   berbicara   kepada   Zaid   agar   ia   terus   melangsungkan   kehidupannya   dan bersabar. Nabi saw membayangkan apa yang dikatakan manusia kepadanya bahwa ia menikahi istri dari anaknya tetapi apa yang dikhawatirkan oleh Nabi saw justru merupakan sesuatu yang ingin dihapus oleh Allah SWT. Zaid bukanlah anaknya dan dalam Islam tidak ada sistem adopsi. Oleh     karena    itu,  Zaid   dapat    mencerai     istrinya   lalu  Nabi    dapat   menikahi     Zainab     untuk menetapkan apa yang diinginkan oleh Islam. Rasulullah saw mampu bersabar dan menahan diri saat   mendengar   berbagai   ocehan   yang   akan   dikatakan   oleh   manusia   kepadanya.   Ini   bukanlah pengorbanan pertama dan terakhir yang beliau persembahkan untuk Islam. Berkenaan dengan itu, Allah   SWT   berfirman:   "Dan   (ingatlah),   ketika   kamu   berkata   kepada   orang   yang   Allah   telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu   (juga) telah memberi nikmat   kepadanya:   'Tahanlah terus   istrimu   dan   bertakwalah   kepada   Allah,'   sedang   kamu   menyembunyikan   di   dalam   hatimu apa   yang   Allah akan menyatakannya, dan kamu   takut kepada manusia, sedang Allah-lah   yang

lebih   berrhak   kamu    takuti.   Maka   tatkala   Zaid  telah   mengakhiri    keperluan   terhadap   istrinya (menceraikannya),   Kami   nikahkan   kamu   dengan   dia   supaya   tidak   ada   heberatan   bagi   orang- orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya dari istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. " (QS.     al-Ahzab:    37)   Pemikahan      beliau   dipenuhi    dengan    unsur   politik   dan   usaha    untuk menyebarkan        kebaikan     dan    rahmat     serta   penghormatan       nilai-nilai   yang     tinggi   dan menggabungkannya   di   rumah   kenabian.   Sementara   itu,   Ummu   Habibah   binti   Abu   Sofyan   bin Harb, pemimpin Quraisy dalam memerangi Islam, berhijrah bersama suaminya ke Habasyah. Ia berhadapan      dengan     keterasingan    dan   kekhawatiran      dalam    membela     agama     Allah   SWT. Kemudian   suaminya   mati   meninggalkannya   sendirian   dalam   menjalani   kehidupan.   Sikapnya yang mulia demi menegakkan ajaran Islam dan hanya menentang ayahnya merupakan nilai lebih yang menyebabkan Rasulullah saw tertarik untuk menggabungkannya di rumah kenabian. Pada suatu hari, Abu Sofyan menemuinya saat ia telah menjadi istri Rasulullah saw. Abu Sofyan ingin duduk di atas tempat tidur Nabi lalu Ummu Habibah berusaha menjauhkan tempt tidur itu dari ayahnya.     Melihat    sikap  anaknya    itu,  ayahnya    bertanya   kepadanya:     "Apakah     engkau    mulai membenciku?" Dengan penuh keberaniaan ia menjawab: "Ini adalah tempat tidur Rasulullah saw dan engkau adalah seorang musyrik, maka engkau tidak boleh menyentuhnya." Adapun Shofiyah binti   Huyay    adalah   anak   seorang   raja  Yahudi.    Sedangkan     Juwairiyah    binti  Haris,   ayahnya seorang pemimpin kabilah Bani Musthaliq. Bani Musthaliq menelan kekalahan saat berhadapan dengan kaum muslim lalu kedua anak perempuan raja dan pemimpin kabilah itu jatuh menjadi tawanan.   Pemikahan   Nabi   dengan   kedua   wanita   itu   terkesan   dipaksa   oleh   orang-orang   yang kalah   itu   dan   sebagai   ajakan   agar   kaum   Muslim   memperlakukan   mereka   dengan   baik.   Mula- mula kaum Muslim menolak untuk bersikap lembut terhadap ipar-ipar Nabi, namun Nabi dengan kelembutan   sikapnya   ingin   menyingkap   aspek   kemanusiaan   dalam   peperangannya   dan   beliau mengisyaratkan kepada kaum Muslim agar mereka menunjukkan persaudaraan sesama manusia. Peperangan itu sendiri bukan sebagai tujuan namun ia sebagai usaha mempertahankan Islam dan aspek tertinggi dari Islam adalah rahmat dan cinta. Jadi Nabi saw menikahi wanita-wanita dari orang-orang      yang   kalah   itu   dengan   maksud   agar   kebebasan   dan   kemuliaan   kembali   kepada keluarga   mereka   dan   mereka   dapat   masuk   Islam   secara   puas   dan   sukarela.   Kemudian   beliau menikah   dengan   Maryam   al-Qibtiyah.   Muqauqis   telah   memberikannya   kepada   Nabi   sebagai budak di mana itu merupakan simbol tali kasih yang diisyaratkan oleh   Al-Qur'an antara  Islam dan   Masehi   dan   sebagai   bentuk   hukum   bagi   kaum   Muslim   dengan   dihalalkannya   pernikahan dengan   wanita-wanita   ahlul   kitab.   Maryam   memberikan   anak   kepada   Nabi   saw   yang   bernama Ibrahim, nama dari kakeknya, bapak para nabi. Namun Ibrahim tidak hidup lama. Ia meninggal saat   masih   menyusu.   Kematiannya   merupakan   ujian   bagi   Nabi   dan   sebagai   isyarat   dari   Ilahi bahwa pewaris-pewaris Rasul dari kaum pria adalah para pengikut Al-Qur'an dan para pembawa Islam, bukan anak-anak dari sulbinya. Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw     mempunyai      banyak     waktu    untuk   mencari    kesenangan      meskipun     halal.  Kesenangan diperbolehkan bagi orang lain namun beliau lebih memilih untuk merasakan penderitaan berjihad, menegakkan hukum, dan kesabaran. Salah jika ada orang yang membayangkan bahwa Rasul saw

hidup di rumahnya dengan keadaan ekonomi yang lebih baik daripada orang yang termiskin dari kalangan Muslim di zamannya. Kehidupan beliau di rumahnya penuh dengan kezuhudan   yang luar biasa sehingga sebagian istrinya mengeluhkan keadaan tersebut. Di antara mereka ada yang berasal dari keluarga yang kaya seperti keluarga Abu Bakar atau keluarga Umar bahkan sebagian istrinya   bersatu   untuk   meminta   kepada   beliau   agar   beliau   menambah   nafkah   mereka   sehingga Nabi     meninggalkan       istri-istrinya,  lalu  tersebarlah     isu  yang   menyatakan       bahwa     beliau   telah menceraikan   semua   istrinya.   Kemudian   turunlah   ayat   Takhyir   (yaitu   ayat   yang   memberikan pilihan kepada istri-istri Nabi untuk tetap menjadi istri beliau atau diceraikannya). Turunlah Al- Qur'an al-Karim memberikan pilihan pada istri-istri Nabi antara menjalani kehidupan di rumah kenabian dengan penuh   kesederhanaan atau menerima perceraian. Allah   SWT berfirman: "Hai Nabi,    katakanlah   kepada   istri-istrimu:      'Jika   kamu    sekalian   mengingini   kehidupan   dunia   dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara   yang   baik.   Dan   jika   kamu   sekalian   menghendaki   (keridhaan)   Allah   dan   Rasul-Nya   serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka Sesungguhnya Allah menyediakan siapa yang berbuat baik di   antaramu      pahala    yang    besar.   "  (QS.    al-Ahzab:     28-29)    Selesailah    fitnah.   Demikianlah pergulatan      di  rumah    Rasul    saw.   Akhirnya,     istri-istri  beliau   memilih     kehidupan     zuhud    dan bersabar serta akhirat daripada kehidupan dunia. Permintaan istri-istri nabi tidak melebihi hal-hal yang bersifat mubah, namun Rasul saw merupakan teladan bagi seluruh umat, karena itu beliau harus   menjadi   teladan   bagi   umat   sehingga   beliau   dapat   menjadi   cermin   tertinggi   yang   layak diemban   oleh   seorang       yang    memegang   tampuk   kepemimpinan   Muslimin.                Allah   SWT   telah membalas   pengorbanan   istri-istri   Nabi   saw   dalam   bentuk   mengangkat   kedudukan   mereka   dan menjadikan mereka sebagai ibu dari kaum mukmin. Allah SWT berfirman: "Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan istri- istrinya   adalah   ibu-ibu   mereka."   (QS.   al-Ahzab:   6)   Dan,   sebagai   penegasan   terhadap   keibuan spiritual   ini,   Islam   mewajibkan   hijab   yang   teliti   kepada   mereka,   yaitu   suatu   hijab   yang   tidak diberlakukan   seperti   itu   kepada   Muslimah-Muslimah   lain.   Nabi   saw   melanjutkan   dakwahnya. Beliau     mengirim     surat   ke   raja-raja  dan    para  penguasa      di  mana    beliau   ingin   menunjukkan universalitas   ajaran   Islam.   Nabi   saw   mengajak   Kaisar   Romawi   untuk   mengikuti   Islam,   lalu beliau   mengirim   utusan   ke   Amir   Damaskus   mengajaknya   untuk   memeluk   Islam,   dan   beliau mengutus       utusan    ke   Amir    Basrah    bagian     dari  wilayah     Romawi      dan   mengajaknya        untuk mengikuti   Islam,   dan   beliau   juga   mengirim   surat   ke   penguasa   Qibti   dan   mengajaknya   untuk masuk      Islam,   dan   beliau   juga   menulis    surat  ke   Kisra,   Raja   Persia   dan   mengajaknya   untuk mengikuti      Islam.    Beliau   juga    mengirim     utusan    ke   Amir    Bahrain    dan    mengajaknya       untuk mengikuti   Islam.   Lalu   berbagai   reaksi   disampaikan   berkenaan   dengan   surat-surat   Nabi   itu.   Di antara mereka ada yang berusaha menyampaikan kepada pembawa surat bahwa ia masuk Islam dan mengembalikannya dengan hadiah, dan di antara mereka ada yang merobek-robek surat itu dan   di   antara   mereka   ada   yang   membalas   surat   itu   dengan   jawaban   yang   baik,   dan   di   antara mereka   ada   yang   menerima   kebenaran.   Demikianlah   hari   berlalu   dalam   pergulatan   yang   tidak pernah padam, suatu pergulatan yang dipimpin oleh Nabi sehingga beliau menaklukkan Mekah dan    menyucikan       jazirah   Arab.  

Akhirnya,     manusia     masuk    dalam    agama     Allah   SWT     dalam keadaan berbondong-bodong, dan Allah SWT menyempurnakan agama bagi kaum Muslim dan Nabi   saw   melaksanakan   haji   wada'   (haji   yang   terakhir)   dan   turunlah   kepada   beliau   wahyu   di Arafah sebagaimana firman-Nya:   "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan   untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. " (QS.   al-Maidah:   3)   Ayat   tersebut   dibacakan   kepada   Abu   Bakar   sehingga   ia   menangis.   Allah SWT   merasa   bahwa   telah   tiba   waktunya   untuk   mengakhiri   misi   Rasul-Nya.   Aisyah   berkata kepada   anak-anak       yang   berteriak   dan   bermain-main   di   luar   rumah:   "Diamlah   kalian   karena Rasulullah saw sedang sakit." Anak-anak itu pun terdiam dan mereka merasakan ketakutan yang luar    biasa.   Pada    hari-hari    terakhir,   Rasulullah     saw    tidak   lagi   bercanda     dengan     mereka sebagaimana   yang   biasa   beliau   lakukan.   Mereka   memperhatikan   bahwa   kepucatan   yang   aneh menyelimuti Nabi saw yang biasanya wajah beliau dipenuhi dengan senyuman hingga wajahnya laksana lempengan emas. Nabi saw yang terakhir masuk dalam rumahnya dan hampir saja beliau tidak kuat menahan langkah kedua kakinya. Beliau memasuki rumahnya dan bersandar kepada tangan   Fadl   bin   Abbas   dan   Ali   bin   Abu   Thalib.   Beliau   merasakan   keletihan   dan   kesakitan. Kemudian   Aisyah   menidurkan   beliau   di   atas   ranjangnya   yang   kasar   dan   Aisyah   meletakkan tangannya   di   atas   kening   beliau.   Kepala   beliau   tampak   panas   karena   saking   hebatnya   demam. Aisyah berkata dalam keadaan kedua matanya mengucurkan air mata, "demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah apakah engkau merasakan sakit?" Nabi saw tersenyum untuk menenangkan Aisyah lalu   beliau   tertidur.   Kemudian   mengalirlah   dalam   memori   Nabi   saw   berbagai   gambar   hidup: Jibril   turun   kepada   beliau   dengan   membawa   wahyu   di   gua   Hira.   Beliau   telah   melewati   waktu yang diberkati selama dua puluh tiga tahun, yang sekarang tampak seperti mimpi. Bahkan empat puluh   tahun     yang   mendahuluinya   tampak   seperti   gambar          yang   hanya    dilukis   sesaat.   Segala sesuatu   menjadi   mudah   bagi   Allah   SWT   dan   Rasulullah   saw   telah   berhasil   melalui   berbagai penderitaan dengan penuh kesabaran, bahkan beliau tidak pernah mengeluh sekali pun. Beliau mengajarkan       akidah    kepada     para   pengikutnya     dengan     penuh    kemantapan.      Akhirnya,     Islam menjadi     mulia    dan   benderanya      semakin    berkibar.    Kemudian      beliau   bangun     karena    melihat tangisan   yang   tersembunyi   dari   Aisyah.   Beliau   membuka   kedua   matanya   dan   melihat   wajah Aisyah      sambil    beliau    sendiri    berusaha     melawan      rasa   pusing,    demam,      dan    sakit   yang dirasakannya.       Beliau    kembali    tersenyum      untuk    menenangkan        Aisyah    dan    beliau   kembali memejamkan         matanya     dan    tidak  sadarkan     diri.  Apa    gerangan     yang    menyebabkan       Aisyah menangis?   Tidakkah   Allah   SWT   memahkotai   jihad   Nabi   saw   yang   berat   dengan   penaklukan Mekah dan penyucian Baitul Haram? Berbagai gambar hidup dan aktual melayang-layang dalam memori   Nabi   saw.   Beliau   mengingat   bagaimana   tindakan   orang   Quraisy  ketika   membantalkan perjanjian   Hudaibiyah   dan   mereka   memerangi   Khaza'ah   yang   saat   itu   bersekutu   dengan   kaum Muslim      dan    akhirnya    mereka     membunuh        semua    sekutu    kaum     Muslim     di  Baitul    Haram. Kemudian beliau berjalan bersama pasukan yang berjumlah sepuluh ribu di mana semua pasukan telah   siap,   dan   tentara   Muslim   turun   dari   gunung   Mekah   laksana   air   bah   yang   tidak   berhenti sedikit pun. Telah lewatlah masa para pembawa tombak, panah, dan pedang; telah lewatiah masa di   mana   Rasulullah   saw   memimpim   pasukan   yang   di   dalamnya   terdapat   kaum   Muhajirin   dan Anshar.

 Di  tengah-tengah pasukan besar tersebut yang berhasil menaklukkan Mekah, Nabi saw menunggangi untanya dan beliau menundukkan kepalanya dengan penuh rendah diri di hadapan Allah   SWT   sampai-sampai   kepalanya   hampir   menyentuh   punggung   unta   yang   dinaiki.   Pintu Mekah     terbuka    untuk   pasukan   ini.  Para  pemimpin     Mekah     dan   pengikut-pengikut     mereka menyerahkan   diri.   Kalimat   Allah   SWT   semakin   meninggi   di   dalamnya.   Nabi   saw   memasuki Baitul Haram lalu beliau berkeliling di sekitar Ka'bah. Beliau menghancurkan berbagai patung yang   berbaris   di   sekitarnya,   lalu   beliau   memukulnya   dengan   kampaknya.   Kemudian   patung- patung itu berjatuhan dan hancur. Setelah beliau membersihkan masjid dari berbagai patung dan mengembalikannya   sebagaimana   yang   diciptakan   oleh   Allah   SWT   sebagai   rumah   tauhid   yang mutlak,   beliau   menoleh   kepada   orang   Quraisy   dan   memaafkan   mereka   dan   mengajak   mereka untuk    kembali   ke  jalan  Allah   SWT.    Kemudian     tibalah  waktu   salat,  lalu  Bilal  naik  di  atas punggung   Ka'bah   dan   mengumandangkan   Azan.   Penduduk   Mekah   mende-ngarkan   panggilan baru ini di mana gemanya berputar-putar di antara gunung: "Allah    Maha    Besar.   Aku   bersaksi   bahwa    tiada  Tuhan    selain  Allah.   Aku   bersaksi   bahwa Muhammad   utusan   Allah.   Marilah   melaksanakan   salat.   Marilah   menuju   keberuntungan.   Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah." Akhirnya, rumah itu dikembalikan kehormatannya dan kemuliannya.      Kemudian     lagi-lagi  arus  berbagai   gambar    terlintas  dalam   memorinya:      itulah peperangan   Hunain   dengan   kekalahannya,   kemenangannya,   dan   ganimahnya;   Itulah   Nabi   saw yang memberikan ganimah terhadap orang-orang yang bergabung dengan Islam hanya dua hari dari   penduduk   Mekah,   dan   mencegah   untuk   memberi   ganimah   Hunaian   kepada   kaum   Anshar yang telah memberikan segalanya untuk Islam. Salah seorang di antara mereka berkata: "Demi Allah, Rasulullah saw telah menemui kaumnya." Sa'ad bin 'Ubadah berjalan ke arah Rasulullah saw   dan   memberitahunya   bahwa   kaum   Anshar   sedang   marah.   Rasul   saw   bertanya:   "Mengapa marah?" Sa'ad menjawab: "Mereka protes saat engkau membagikan ganimah ini pada kaummu dan    pada  seluruh   orang   Arab   namun    mereka    tidak  mendapatkan     apa-apa."   Rasulullah    saw bertanya kepada Sa'ad bin Ubadah: "Kamu sendiri bagaimana pendapatmu wahai Sa'ad?" Sa'ad berkata:    "Aku     tidak   lain   kecuali   seseorang     dari  kaumku."      Rasulullah    saw    berkata: "Kumpulkanlah        kepadaku    kaummu     untuk   masalah    yang   penting   ini  dan  jika  kalian   telah berkumpul,      maka    beritahulah   aku."   Sa'ad   mengumpulkan       seluruh   kaum     Anshar    lalu  ia memberitahu Rasul saw bahwa ia telah mengumpulkan mereka. Rasulullah saw keluar menemui mereka     dan  berdiri  di  hadapan   mereka    sambil   memuji    Allah   SWT    dan  kemudian     berkata: "Wahai orang-orang Anshar, tidakkah aku datang kepada kalian saat kalian dalam keadaan sesat lalu Allah SWT memberikan petunjuk kepada kalian, dan kalian menjadi orang-orang yang fakir lalu Allah SWT memampukan kalian,   dan kalian dalam keadaan bermusuhan lalu Allah SWT menyatukan hati kalian?" Mereka menjawab: "Benar." Rasulullah saw berkata: "Mengapa kalian tidak   menjawab   wahai   kaum   Anshar?"   Mereka   berkata:   "Apa   yang   kita   akan   katakan   wahai Rasulullah dan dengan apa kita akan menjawabnya. Sungguh segala karunia hanya milik Allah SWT   dan   Rasul-Nya."   Rasulullah   saw   berkata:   "Demi   Allah,   seandainya   kalian   mau   niscaya kalian akan mengatakan dan benar apa yang kalian katakan: Engkau datang kepada kami sebagai seorang yang terusir, maka kami melingdungimu dan engkau datang dalam keadaan miskin lalu kami menghiburmu dan   engkau datang dalam keadaaan ketakutan lalu kami mengamankanmu dan engkau datang dalam keadaan teraniaya lalu kami menolongmu." Mereka berkata: "Segala puji dan karunia bagi Allah SWT dan Rasul-Nya." Rasulullah saw berkata: "Wahai kaum Anshar, apakah   kalian   akan   marah   terhadap   harta   yang   telah   aku   berikan   kepada   suatu   kaum   dengan harapan   agar   keimanan   meresap   dalam   hati   mereka   dan   kalian   justru   melupakan   karunia   yang telah   Allah   SWT   berikan   kepada   kalian   dalam   bentuk   nikmat  Islam.

  Tidakkah   kalian   wahai kaum   Anshar   merasa   puas   ketika   manusia   pergi   untuk   melakukan   perjalanan   di   musim  dingin sedangkan   kalian   pergi   dengan   Rasulullah   saw.   Maka   demi   Zat   yang   jiwaku   di   tangan-Nya, seandainya manusia melalui suatu jalan dan kaum Anshar melalui jalan yang lain niscaya aku akan   melalui    jalan   kaum    Anshar.   Ya   Allah,   rahmatilah    kaum    Anshar    dan   anak-anak     kaum Anshar dan cucu kaum Anshar." Mendengar doa itu, kaum tersebut menanggis sehingga jenggot mereka terbasahi dengan air mata dan mereka berkata: "Kami rela dengan Allah SWT sebagai Tuhan      dan   sangat    puas   dengan     pembagian      Rasulullah    saw."    Kemudian      Nabi    saw    pun meninggalkan mereka dan mereka pergi dalam   keadaan puas. Orang-orang Anshar memahami bahwa Muslim yang hakiki di dunia adalah seorang yang datang di dunia untuk memberi, bukan untuk mengambil.

0 comments:

Posting Komentar