Mushola Al-Islah Jl leces no.7 Sonosari Kab.Malang kumpulan doa rezeki,kumpulan doa tasawuf,makrifat,bahasa arab,sejarah kerajaan islam,sejarah kerajaan indonesia,sejarah kebudayaan islam

Minggu, 31 Agustus 2025

Perjanjian Hudaibiyah

 Perjanjian Hudaibiyah

Nabi saw kembali melanjutkan pergulatannya. Puncak dari perjuangan politiknya adalah   perjanjian   yang   beliau   lakukan   bersama   orang-orang   Quraisy.   Nabi   saw   berjalan   untuk melaksanakan umrah dan mengunjungi Baitul Haram. Beliau keluar bersama seribu empat ratus kaum lelaki yang bertujuan untuk berziarah ke Baitul Haram guna melaksanakan umrah. Ketika mereka   sampai      di  Hudaibiyah   pinggiran   kota    Mekah,   tiba-tiba   unta   yang   ditunggangi    Nabi duduk dan ia tidak mau melangkah menuju Mekah. 

Perjanjian Hudaibiyah

Melihat itu para sahabat berkata: "Oh unta itu malas." Nabi saw berkata: "Tidak Demikian namun ia ditahan oleh Zat yang menahan laju gajah menuju Mekah. Sungguh jika hari ini orang Quraisy membuat suatu rencana dan mereka meminta   agar   aku   menyambung   tali   silaturahmi   niscaya   aku   akan   menyetujuinya."   Nabi   saw memerintahkan para sahabat agar tetap tinggal di Hudaibiyah. Kaum Muslim beristirahat di sana dengan harapan mereka dapat memasuki Mekah di waktu pagi. Peristiwa itu bertepatan dengan bulan    Haram.     Mekah     telah  menetapkan      agar   tak  seorang    pun   dari  kaum     Muslim     dapat memasukinya.       Semua     kaum    Quraisy   telah  keluar   untuk   memerangi      kaum    Muslim.    Mereka mengutus utusan-utusan kepada Nabi saw lalu beliau memberitahu mereka bahwa beliau tidak datang untuk berperang namun beliau ingin melakukan umrah sebagai bentuk pujian dan syukur kepada   Allah   SWT   dan   mengagumkan   kemuliaan   rumah-Nya   yang   suci. 

 Mekah   menetapkan untuk melakukan perjanjian bersama kaum Muslim di mana mereka menginginkan agar jangan sampai   kaum   Muslim   memasuki   Baitul   Haram   pada   tahun   ini   kecuali   setelah   mereka   kembali pada   tahun   depan.   Datanglah   juru   runding   kaum   Quraisy   lalu   Rasul   saw   menyambutnya   dan mendengarkan ia menyampaikan syarat-syarat perjanjian   yang intinya pelaksanaan perdamaian dan   penarikan   mundur   pasukan   Muslim.   Nabi   saw   menyetujui   semua   syarat-syarat   perjanjian meskipun   tampak   bahwa   perjanjian   tersebut   tidak   menguntungkan   kaum   Muslim   di   mana   itu dianggap     sebagai   titik  kemunduran     politik  dan   militer  kaum    Muslim,    dan   yang   menambah kebingungan       kaum    Muslim    adalah   bahwa    Rasul    saw   tidak  melibatkan    seseorang    pun   dari kalangan     sahabatnya     untuk   bermusyawarah       dalam    hal  ini.  Tidak   biasanya   beliau   bersikap demikian. Para sahabat menyaksikan beliau pergi menemui kaum musyrik dan bersikap sangat lembut   kepada   mereka,   dan   beliau   tidak   kembali   kecuali   membawa   berita   persetujuan   dengan perjanjian yang di prakarsai orang-orang musyrik, dan beliau pun membubuhkan tanda tangan di atasnya.

 Para sahabat bergerak untuk menentang Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada beliau, "bukankah engkau utusan Allah SWT? Bukankah kita kaum Muslim? Bukankah musuh-musuh kita   kaum   musyrik?"   Nabi   saw   hanya   mengiyakan   pertanyaan-pertanyaan   tersebut.   Umar   bin Khatab kembali bertanya: "Mengapa kita harus menerima penghinaan dalam agama kita?" Umar ingin mengungkapkan sesuai dengan bahasa kita saat ini, "mengapa kita harus mundur kalau kita berada     di  atas   kebenaran?      Mengapa      kita  menerima      syarat-syarat     perjanjian    yang   justru menguntungkan         kaum    musyrik?     Apakah     kita  takut  terhadap    mereka?"     Mendengar      berbagai protes yang disampaikan para sahabatnya, Rasul saw justru menyampaikan jawaban yang unik bagi   mereka   di   mana   beliau   berkata:   "Aku   adalah   hamba   Allah   SWT   dan   Rasul-Nya   dan   aku tidak   mungkin   menentang   perintah-Nya   dan   Dia   tidak   mungkin   akan   menyia-nyiakan   aku." Makna       dari  kalimat     beliau   adalah,    "taatilah   apa   yang    telah   aku    lakukan    tanpa    perlu memperdebatkannya dan hendaklah kalian sedikit bersabar." Perjalanan hari menetapkan bahwa perjanjian   yang   menimbulkan   pro   dan   kontra   di   tengah-tengah   sahabat   itu   justru   membawa kemenangan politik paling gemilang yang pernah dicapai oleh umat Islam. Kemenangan tersebut diperoleh   sebagai   hasil   dari   kebijaksanaan   sang   Nabi   saw   yang   mengalahkan   kelihaian   politik kaum     Quraisy.    Kaum     Quraisy   telah   memfokuskan       semua    kelihaian-nya     agar   kaum    Muslim kembali ke tempat mereka tanpa memasuki Masjidil Haram pada tahun ini, namun hikmah Nabi saw    justru   mampu     mencapai     pengelihatan     yang   tidak   dapat   dijangkau    oleh   kaum    itu  yang berkenaan dengan masa depan. Jika saat ini perjanjian tersebut tampak membawa kekalahan bagi kaum   Muslim,   maka   setelah   berlangsung   beberapa   bulan   ia   justru   mendatangkan   kemenangan yang   spektakuler.   Suhail   bin   Amr   adalah   wakil   dari   delegasi   kaum   Quraisy   dan   Ali   bin   Abi Thalib adalah juru tulis dalam perjanjian itu dari pihak Nabi saw. Rasulullah saw berkata kepada Ali: "Tulislah dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang." Utusan Quraisy berkata,    aku   tidak  mengenal     ini.  Tapi   tulislah  dengan    nama-Mu,      ya  Allah.   Rasulullah     saw berkata kepada Ali: "Dengan nama-Mu, ya Allah." Sikap keras kepala utusan Quraisy itu tidak berarti sama sekali karena tidak ada perbedaan yang mencolok antara dengan namamu Allah dan dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang selain niat si pembicara. Nabi saw berkata kepada Ali: "Ini adalah perundingan antara Muhammad saw utusan Allah dan Suhail bin Amr." Mendengar itu dengan nada menentang Suhail bin Amr berkata: "Seandainya aku   bersaksi   bahwa   engkau   adalah   utusan   Allah   niscaya   aku   tidak   akan   memerangimu,   tetapi tulislah   namamu   dan   nama   ayahmu."   Nabi   berkata   kepada   Ali   tulislah:   "Inilah   kesepakatan antara Muhammad bin Abdillah dan Suhail bin Amr." Tampaknya itu adalah kemunduran yang kedua dan dengan pandangan yang sekilas tampak menjatuhkan kaum Muslim tetapi Nabi saw ingin mewujudkan suatu tujuan yang penting yaitu tujuan yang belum terungkap saat itu. Alhasil, semuanya   terjadi   dengan   ilham   dari   Allah   SWT.   Ali   kembali   menulis   bahwa   Muhammad   bin Abdillah     dan   Suhail   bin   Amr    sama-sama      sepakat    untuk   menghentikan       peperangan     selama sepuluh     tahun   di  mana     hendaklah    masing-masing       mereka     memberikan      keamanan      terhadap sesama mereka. Namun jika terdapat di antara orangorang Quraisy seseorang yang masuk Islam alu    ia  datang    kepada    Muhammad        saw    tanpa   izin  walinya     hendaklah     kaum    Muslim mengembalikannya kepada kaum Quraisy.

Sebaliknya, jika ada orang yang murtad dari sahabat Muhammad     saw,  maka   tidak  ada   keharusan    bagi  orang   Quraisy    untuk   mengembalikannya kepada   Nabi.   Syarat   tersebut   sangat   menyakitkan   kaum   Muslim.   Tampak   bahwa   orang-orang Quraisy     memaksakan      kehendaknya      dalam    syarat-syarat   perjanjian   yang   tidak  adil  itu.  Ali melanjutkan      tulisannya,   hendaklah    Nabi   saw   pulang   dari  Mekah    pada   tahun   ini  dan  tidak memasukinya dan jika pada tahun depan orang-orang Quraisy keluar darinya, maka beliau dapat memasukinya        untuk   melaksanakan      umrah    selama    tiga  hari  dan   setelah   itu  beliau   harus meninggalkannya. Persyaratan tersebut  sangat merugikan      kaum     Muslim     dan   terkesan membingungkan.   Di   tengah-tengah   perjanjian   tersebut   terjadi   suatu   peristiwa   yang   menambah penderitaan     dan   kebingungan     Muslimin    di  mana    anak   dari  juru  runding   Quraisy    meminta perlindungan   kepada   kaum   Muslim.   Ia   masuk   Islam   dan   ingin   bergabung   dengan   kelompok Islam     namun     ayahnya,     Suhail   segera    bangkit    menyusulnya      bahkan     memukulnya       dan mengembalikannya         kepada     kaumnya.     Orang    Mukalaf    itu  segera    berteriak   dan   meminta pertolongan kepada kaum Muslim agar mereka menyelamatkannya dari kejahatan kaum Quraisy sehingga mereka tidak mengubah agamanya. Rasulullah saw berbicara kepadanya dan meminta kepadanya   untuk   bersabar   dan   tegar   dalam   menanggung   penderitaan   karena   Allah   SWT   akan menjadikannya       dan   orang-orang    yang    sepertinya   suatu  jalan   keluar  dan   kelapangan.    Nabi memahamkannya   bahwa   beliau   telah   mengadakan   suatu   peijanjian   dengan   kaum   Quraisy   dan bahwa kaum Muslim tidak mungkin melanggar perjanjian mereka. Akhirnya, anak Muslim itu dikembalikan       ke  Mekah     dalam    keadaan     tersiksa.  Kemudian      Selesailah   penandatanganan perjanjian    antara   pihak   kaum    Muslim    dan   pihak   kaum    musyrik.   Setelah   penandatanganan perjanjian   itu,   Rasulullah   saw   memerintahkan   para   sahabatnya   agar   mereka   memotong   hewan kurban   dan   mencukur   rambut   mereka   (tahalul)   dari   umrah   mereka   dan   kembali   ke   Madinah. Namun       tak  seorang    pun   bangkit    menyambut      perintah   tersebut,   lalu  beliau   mengulangi perintahnya      ketiga  kali.  Di   tengah-tengah     kaum    Muslim     yang    tampak    membisu     karena ketegangan   dan   kesedihan,   beliau   menyembelih   unta   dan   memanggil   tukang   cukurnya   untuk mencukur      rambutnya     dan  beliau   tidak  berbicara   dengan    seorang   pun.   Ketika   para  sahabat mengetahui   bahwa   Nabi   saw   tampak   marah   dan   telah   mendahului   mereka   dengan   tahalul   dari umrahnya,   maka   mereka   bangkit   untuk   menyembelih   kurban   dan   memotong   rambut   mereka. Perjalanan hari menunjukkan bahwa perundingan tersebut tidak seperti yang dibayangkan oleh kaum Muslim. Ia justru membawa kemenangan dan bukan kekalahan. Persatuan kaum kafir di jazirah Arab mulai runtuh sejak mereka menandatangani perjanjian itu. Kaum Quraisy di anggap sebagai pimpinan kaum   kafir dan pembawa bendera penentangan terhadap   Islam, maka ketika tersebar   berita   perjanjian   mereka   bersama   kaum   Muslim,   maka   padamlah   fitnah-fitnah   kaum munafik yang bekerja untuk mereka dan bercerai-berAllah kabilah-kabilah penyembah patung di penjuru jazirah.

0 comments:

Posting Komentar