Mushola Al-Islah Jl leces no.7 Sonosari Kab.Malang kumpulan doa rezeki,kumpulan doa tasawuf,makrifat,bahasa arab,sejarah kerajaan islam,sejarah kerajaan indonesia,sejarah kebudayaan islam

Jumat, 15 Agustus 2025

Terpilihnya Nabi Muhammad sebagai penutup Risalah (Utusan Terakhir)

 Terpilihnya Nabi Muhammad sebagai penutup Risalah (Utusan Terakhir)

Kehendak    Allah    SWT terlaksana dan Allah SWT telah memilih Nabi yang terakhir di muka bumi      Muhammad  bin  Abdillah   datang    untuk   menyerukan      bahwa    hanya   Allah   SWT     yang   patut disembah dan bahwa semua manusia adalah hamba-hamba-Nya. Dengan membebaskan manusia dari   menyembah   sesama   mereka,   maka   kebebasan   yang   hakiki   telah   dimulai.   Rasulullah   saw memberitahu bahwa kematian adalah perpindahan dari satu rumah ke rumah yang lain. Ia bukan akhiran    yang    misteri  dari  kehidupan     yang   tidak   dapat   dipahami,    tetapi  ia  hanya   sekadar perpindahan. Takut kepada kematian tidak akan   menyelamatkan dari kematian itu sendiri, dan cinta kepada kehidupan tidak akan memanjangkan ajal. Pada setiap ajal ada ketentuannya. Maka keberanian merupakan unsur dari unsur-unsur pembentukan kepribadian Islam dan bagian dari bagian-bagian sel yang ada dalam tubuh seorang Muslim.

nabi muhammad utusan terakhir

 Rasulullah saw juga menyatakan bahwa rezeki di dunia sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah SWT: "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya. " (QS. Hud: 6)v Jibril mewahyukan kepada Rasul saw bahwa suatu jiwa tidak akan memenuhi ajalnya sehingga rezekinya   disempurnakan.   Jika   demikian   halnya,   maka   tidak   ada   alasan   bagi   manusia   untuk khawatir   terhadap   rasa   lapar   dan   gelisah   terhadap   hari   esok.   Semua   ini   terjadi   dalam   ruang lingkup mengambil atau melalui jalanjalan menuju sebab. Yakni berusaha untuk mencapai rezeki yang merupakan kewajiban bagi orang Muslim dan percaya terhadap kedermawan Allah SWT yang juga merupakan suatu kewajiban bagi orang Muslim untuk mempercayainya. Allah SWT berfirman: "Dan     di  langit  terdapat   (sebab-sebab)     rezekimu     dan   terdapat   (pula)  apa   yang    dijanjikan kepadamu. " (QS. adz-Dzariat: 22) Allah    SWT     telah  menjamin     rezeki   di  dunia   dan   memerintahkan      manusia    untuk    berusaha mencapai      rezeki  di  akhirat.  Rezeki    di  dunia  adalah   sesuatu   yang   sudah    dijamin,   sehingga manusia   tidak   perlu   melakukan   usaha   yang   terlalu   sengit   untuk   mencapainya.   Cukup   baginya untuk berusaha secara benar dan seimbang. Sedangkan berkenaan dengan rezeki akhirat, Allah SWT memerin-tahkan manusia untuk berusaha mencapainya karena ia adalah rezeki yang Allah SWT tidak menjaminnya kecuali jika manusia berhasil melampaui dua jihad: jihad   yang besar dan jihad yang kecil. Jihad besar adalah jihad melawan hawa nafsu dan jihad kecil adalah jihad melawan musuh di medan perang.

Dengan terbebasnya seorang Muslim dari kerisauan pada kematian, rezeki, dan rasa takut, maka Islam   memberi   seorang   Muslim   senjatanya   dan   alat-alatnya   dan   ia   memerintahkannya   untuk mulai   memerangi   kekuatan-kekuatan   kelaliman   di   muka   bumi.   Allah   SWT   berfirman   tentang umat Islam: "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali 'Imran: 110) Perhatikanlah,      bagaimana      Allah   SWT     menyebutkan       amal    makruf    nahi   mungkar     sebelum keimanan       kepada     Allah     SWT.     Ini   dimaksudkan        agar   akal    manusia      tergugah     akan pentingnyajihad   di   jalan   Allah   SWT.   Amal   makruf   dan   nahi   mungkar   tidak   terwujud   semata- mata   dengan   memegang   tongkat   dan   mencambukannya   kepada   punggung   orang-orang   Islam yang   tidak   salat;   ia   juga   tidak   berupa   usaha   untuk   menahan   orang-orang   Muslim   yang   tidak berpuasa.   Masalah   itu   lebih   penting   dan   lebih   besar   dari   sekadar   memperhatikan   hal-hal   yang bersifat lahiriah, sedangkan hal-hal yang bersifat batiniah tidak diperhatikan. Ayat tersebut berarti, hendaklah seorang Muslim membawa senjata dan berdakwah di jalan Allah SWT serta memerangi orang-orang lalim di muka bumi. Abu Bakar berkata: "Wahai manusia, kalian membaca ayat berikut ini:" "Hai   orang-orang   yang   beriman,   jagalah   dirimu.   Tiadalah   orang   yang   sesat   itu   akan   memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk," (QS. al-Maidah: 105) Dan aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Sesungguhnya ketika masyarakat melihat orang yang lalim dan mereka tidak menghentikannya, maka Allah SWT akan menimpakan azab kepada mereka semua." Penafsiran Abu Bakar terhadap ayat tersebut sangat jelas artinya. Yakni bahwa pelaksanaan ayat tersebut dapat diwujudkan dengan adanyajihad di jalan Allah SWT dengan mengangkat senjata sebagai usaha untuk menghentikan orang-orang yang lalim. Setelah itu, seorang Muslim dapat mengatakan: "Aku telah melaksanakan tugasku dan tidak akan berdampak kepadaku orang yang sesat setelah aku memberikan petunjuk." Demikianlah   pemahaman   orang-orang   Islam   yang   pertama. 

 Maka   bandingkanlah   pemahaman tersebut dengan pemahaman kita saat ini di mana kita telah kchilangan keberanian, dan rasa takut telah menghinggapi tubuh orang-orang Islam. Kaum Muslim lebih mengutamakan keselamatan diri mereka daripada memerangi orang-orang yang lalim. Muhammad   bin   Abdillah   datang   dengan   membawa   risalah   Islam   yang   di   dalamnya   terdapat perintah Ilahi untuk rnemerangi orang-orang yang lalim dan mempertahankan kehormatan orang- orang yang tertindas di muka bumi

Allah SWT berfirman: "Karena itu, hendaklah   orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang     di  jalan   Allah.  Barangsiapa     yang   berperang    di   jalan  Allah,   lalu  gugur   atau memperoleh       kemenangan,     maka    kelak   akan   Kami    berikan   kepadanya    pahala   yang   besar. Mengapa kamu tidak mau berperang dijalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki,    wanita-wanita     maupun     anak-anak     yang   semuanya      berdoa:   'Ya   Tuhan     kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang lalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi- Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu. " (QS. an-Nisa': 74-75) Muhammad         bin  Abdillah    membacakan      kepada    kaumnya     tentang   penafsiran    Allah   SWT berkenaaan dengan makna kejayaan yang besar: "Sesungguhnya   Allah   telah   membeli   dari   orang-orang   mukmin   diri   dan   harta   mereka   dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah?, maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah: 111) Bacalah ayat tersebut dua kali dan renungkanlah tentang kedermawan Allah SWT. Betapa tidak, Dia   membeli     jiwa  orang-orang   mukmin      dan  harta   mereka,  padahal   jiwa   tersebut  dan  harta tersebut pada hakikatnya adalah milik-Nya sendiri. Lihatlah bagaimana kemuliaan Allah SWT di mana   Dia   membeli   harta   milik-Nya       yang   khusus   dengan   surga   dan   bagaimana   Allah   SWT menganjurkan orang-orang Islam untuk berperang, dan Dia memberitahu mereka bahwa urusan memerangi orang-orang lalim dan orang-orang yang tersesat bukanlah hal yang baru atas orang- orang Islam. Allah SWT telah memerintahkan hal tersebut dalam Injil dan Taurat. Sebagaimana Nabi   Isa   diutus   dengan   pedang,   seperti   yang   disebutkan   dalam   lembaran-lembaran   atau   buku- buku orang-orang Nasrani, maka Nabi Musa pun diutus dengan membawa pedang. Dan ketika Bani   Israil   berkata   kepada   Nabi   Musa,   "pergilah   engkau   bersama   Tuhanmu   dan   berperanglah, dan   kami   hanya   di   sini   duduk-duduk   saja,",   maka   kehendak   Ilahi   menetapkan   agar   mereka mendapatkan kesesatan selama empat puluh tahun sebagai akibat dari perbuatan mereka itu, agar generasi   yang lemah dan hina itu hancur   yang mereka justru tidak memenuhi panggilan Allah SWT dan mereka membiarkan Nabi Musa bersama Tuhannya berperang, padahal peperangan itu merupakan       tanggung    jawab    mereka    dan   tugas   mereka    yang   harus   mereka     emban    sebagai pengikut Nabi Musa. Demikianlah esensi dari ajaran Islam sebagaimana yang dibawa oleh Muhammad bin Abdillah. Yakni     ajakan   untuk   membaca      dan   menggali    ilmu   serta  mendapatkan       kebebasan    dan   yang terpenting   adalah   usaha   melawan   kekuatan-kekuatan   lalim.   Suatu   ajakan   yang   universal   yang tidak   dikhususkan   untuk   kalangan   tertentu   atau   untuk   waraa   kulit   tertentu   atau   untuk   kaum tertentu atau untuk tempat tertentu; suatu ajakan kemanusiaan yang komprehensif yang universal yang   ingin   mengikat     ilmu   dan   kebebasan   dan    jihad   dengan   tujuan   yang   lebih   tinggi,  yaitu mencapai      tauhid   kepada    Allah    SWT     dan   menyucikan-Nya        serta  keimanan      terhadap   hari kemudian dan kebangkitan manusia semuanya di hadapan Allah SWT. Adalah salah jika ada orang yang menganggap bahwa Islam hanya memperhatikan aspek akhirat dan melupakan aspek duniawi. Menurut Islam dunia adalah lembar-lembar jawaban yang akan dikoreksi     di  hari  akhir.  Ia  adalah   ujian  dan   tempat   percobaan     bagi  manusia     agar  manusia mengetahui      apakah    ia  layak   untuk    menda-patkan      kemuliaan     dari   Allah   SWT     yang   telah diberikan kepada Adam. Atau apakah iajustru layak untuk jadi bagian dari tanah neraka Jahim dan batunya, sebagaimana firman Allah SWT: "Yang bahan bakarnya manusia dan batu. " (QS. al-Baqarah: 24) Rasulullah   saw   telah   menjelaskan   hikmah   dari   penciptaan   manusia,   penciptaan   kehidupan   dan kematian ketika beliau menyampaikan firman Allah SWT dalam surah al-Mulk:

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amabiya. " (QS. al-Mulk: 2) Dunia   adalah   rumah   pergulatan.   Dan   Allah   SWT   telah   menciptakan   kehidupan   dan   kematian agar   manusia   menyadari   siapa   di   antara   mereka   yang   terbai   amalnya.   Tentu   pengetahuan   ini tidak akan menambah kekuasaan Allah SWT. Pengetahuan itu justru dibutuhkan oleh manusia. Allah     SWT     menciptakan      manusia     agar   menusia     mengetahui,     danpengetahuan        yang   paling penting adalah pengetahuan atau pengenalan terhadap diri. Dan pada hari kiamat manusia akan mengenal dirinya secara sempurna dan ia akan mengenal balasan yang akan diterimanya secara sempurna. Dan   barangkali   mukadimah   yang   kami   sarikan   dari   hari   akhir   ini   mengharuskan   kehidupan   di atas   bumi   dipenuhi   dengan   kesucian   dan   kebersihan,   yaitu   diliputi   dengan   kemanusiaan   yang sempurna yang di dalamnya manusia layak untuk hidup. Demikianlah Islam yang dibawa oleh Muhammad   saw.   Inilah   asasnya   dan   hakikatnya.   Itu   adalah   pondasi   dan   hakikat   yang   tidak diciptakan oleh Muhammad saw dan tak didahului oleh rasul-rasul sebelumnya. Hakikat risalah- risalah    yang   dulu   semuanya      adalah   tauhid   dan   mempertahankan         kebenaran     serta  keimanan terhadap hari akhir dan menyerahkan jiwa dan anggota tubuh hanya kepada Allah SWT. Yang baru   dalam   Islam   adalah   ilmu,   kebebasan   dan   universalitas   ajaran   Islam   serta   warna   keadilan yang    sangat    kental,  sehingga     sangat   tepat  jika  dikatakan     bahwa    karakter   dari   Islam   adalah keadilan. Barangkali bagian ini perlu diperhatikan. Meskipun agama-agama samawi pada esensinya satu, tetapi kehendak Allah menuntut turunnya lebih dari agama dan lebih dari satu nabi. Kehendak tersebut menuntut agar pada setiap agama terdapat   karakter   yang   khusus   yang   menggambarkan   bentuk   yang   paling   tepat   sesuai   dengan kebutuhan   utama   yang   di   situ   agama   itu   diturunkan   dan   sesuai   dengan   waktu   saat   itu.   Orang- orang     Yahudi     misalnya,     mereka     hidup    di   tengah-tengah      suasana     penyembahan        berhala dikalangan      orang-orang      Mesir    kuno.    Yahudisme       diturunkan     pada    Bani   Israil  yang    suka membangkang dan karena itu, karakter utamanya adalah ketegasan (as-Sharamah) agar mereka tidak   terpengaruh   dengan   fenomena   berhalaisme   ala   Mesir   atau   mereka   terkena   pengaruh   dari tindakan     semena-mena       Fir'aun.   Dengan     ketegasan     inilah  agama     Yahudi    selamat    dan   dapat menjadi risalah penyelamatan dan pembebasan. Namun Bani Israil yang memperbudak manusia dan mempunyai hati yang keras pada saat yang sama   mereka   keluar   dari   Fir'aun   untuk   masuk   ke   cengkraman   orang-orang   Romawi   di   mana orang-orang Romawi justru lebih lalim dan lebih kuat dari orang-orang Mesir.

Oleh karena itu, orang-orang Masehi bertanggung jawab untuk melakukan pembebasan baru tetapi dengan cara yang berbeda sesuai dengan perubahan keadaan. Cara tersebut adalah menjauhkan penggunaan kekuatan   bersenjata   karena   kekuatan   orang-orang   Romawi   mengungguli   kekuatan   saat   itu   dan menguasai bumi secara  keseluruhan. Maka kemenangan   yang mungkin dapat diperoleh   adalah dengan cara menghindari tindak kekerasan dan lebih mengutamakan pendekatan cinta. Dan pada kali yang lain orang-orang Masehi memperoleh kemenangan melalui cara kedamaian dan cinta yang disebarkannya atas imperialisme Romawi dengan segala senjatanya dan kekuasaannya. Adapun Islam datang sebagai agama yang terakhir dan menyeluruh yang layak untuk diterapkan di   muka   bumi,   sehingga   Allah   SWT   mewariskan   bumi   dan   apa   saja   yang   ada   di   dalamnya kepada orang-orang   yang berhak mewarisinya.   Oleh karena itu, agama   yang terakhir ini harus mempunyai karakter khusus dan karakter itu adalah karakter keadilan. Ketegasan      hanya   cocok    untuk   zaman    tertentu  dan   kelompok     tertentu   dan  keadaan    tertentu, sedangkan cinta adalah contoh   yang tertinggi, tetapi ia tidak dapat menjadi sesuatu tolok ukur untuk     dibandingkan      dengan     tindakan-tindakan      tertentu   atau   untuk    dijadikan    alat  untuk melakukan   sesuatu.   Dan   jika   ia   menjadi   tolok   ukur   bagi   orang-orang   yang   memilki   perasaan yang tinggi atau budaya   yang tinggi, maka ia tidak dijadikan tolok ukur umum dan universal. Adapun keadilan, maka   ia menjadi karakter   Islam   yang berarti keseimbangan dalam sifat-sifat keutamaan       dan   meletakkan     segala   sesuatu    pada   tempatnya.     Ini  adalah    tolok   ukur   yang menyeluruh   dan   barometer   yang   akhir.   Dan   barangkali   kebesaran   keadilan   dan   pengaruhnya dalam pengaturan alam bersandarkan kepada firman Allah SWT: "Allah menyatakan bahwasannya tidak ada Tuhan melainkan Dia. Yang menegakkan keadilan. Para   malaikat   dan   orang-orang   yang   berilmu   (juga   menyatakan   yang   demikian   itu)."   (QS.   Ali 'Imran: 18) Apabila Allah SWT dalam Islam merupakan cermin   yang tertinggi, maka keadilan yang   disaksikan   oleh   Allah   SWT   terhadap   diri-Nya   sendiri   harus   menjadi   karakter   Islam   dan kaum Muslim. Keadilan dalam Islam bukan hanya keadilan ekonomi atau keadilan hukum atau keadilan   dalam   balasan,   tctapi   ia   mencakup   semuanya.   Sebelum   semua   ini   dan   sesudahnya, kcadilan dalam Islam merupakan suatu sistem dalam kehidupan dan metode utama dalam Islam. Ketika Anda memalingkan pandangan Anda dalam Islam, maka Anda akan menemukan keadilan menghiasi      seluruh   wajah   Islam.   Di  sana   terdapat   keadilan   antara   agama-agama       yang   dulu, keadilan antara individu dan masyarakat, keadilan antara dunia dan agama, keadilan antara pria dan wanita, keadilan untuk orang-orang yang fakir dan orang-orang yang kaya, keadilan antara para penguasa dan rakyat, bahkan dengan keadilan itu sendiri bumi dan langit ditegakkan dan Allah SWT menyebut diri-Nya sebagai al-'Adl (Yang MahaAdil). Selanjutnya, Islam adalah agama yang sudah lama sebagaimana lamanya kedatangan para nabi.

 Nabi Nuh as berkata dalam surah Yunus: "Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikit pun darimu. Upahku tidak   lain   hanyalah   dari   Allah   belaka   dan   aku   disuruh   supaya   aku   termasuk   golongan   orang- orang yang berserah diri (kepadanya)." (QS. Yunus: 72) Nabi   Ibrahim   dan   Nabi   Ismail   as   berkata   dalam   surah   al-Baqarah   saat   keduanya   membangun Ka'bah:   "Ya   Tuhan   kami,   terimalah   dari   kami   (amalan   kami),   sesungguhnya   Engkaulah   Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan Kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduh patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadat haji hami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Baqarah: 127-128) Nabi   Ibrahim   tidak   lupa   untuk   berwasiat   kepada   keturunannya   dan   di   antara   mereka   adalah Yakub agar mereka mati dalam keadaan Islam. Allah SWT berfirman: "Dan   Ibrahim   telah   mewasiatkan   ucapan   itu   kepada   anaknya,   Demikian   pula   Yakub.   (Ibrahim berkata):    'Hai   anak-anakku,      Sesungguhnya      Allah    telah  memilih     agama    ini  bagimu,    maka janganlah   hamu   mati   kecuali   dalam   memeluk        agama   Islam.'"   (QS.   al-Baqarah:   132)   Ketika kematian mendekati Yakub, beliau mengumpulkan anak-anaknya di sekelilingnya dan bertanya kepada mereka: "Apa yang kamu sembah sepeninggalku? Mereka menjawab: 'Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenak moyangmu, Ibrahim, Ismail, dan hhaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya   tunduk   patuh   kepadanya.'"   (QS.   al-Baqarah:   133)   Allah   SWT   memberitahu   kita   dalam surah Yunus tentang perkataan Nabi Musa kepada kaumnya: "Hai kaumku, jika kamu beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja, jika kamu benar-benar orang yang berserah diri." (QS. Yunus: 84)

Sementara      itu,  Nabi   Sulaiman    adalah    seorang   Muslim     sesuai   dengan    nas  ayat-ayat    yang menceritakan tentang kisahnya bersama Ratu Saba' ketika Ratu tersebut berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam." (QS. an-Naml: 44) Demikian   juga   Nabi   Yusuf,   beliau   berdoa   kepada   Allah   SWT   dan   meminta   kepadanya   agar mematikannya   sebagai   orang   Muslim   dan   memasukannya   dalam   kelompok   orang-orang   yang saleh.   Allah   SWT   berfirman   dan   bercerita   tentang   Yusuf   dalam   surah   Yusuf:   "Ya   Tuhanku, sesungguhnya        Engkau     telah   menganugerahkan        kepadaku     sebagaian     kerajaan    dan    telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh." (QS.Yusuf: 101) Sementara itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada   kaum Hawariyin agar mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka berkata: "Kami telah beriman dan saksikanlah   (wahai   rasul)   bahwa   Sesungguhnya   kami   adalah   orang-orang   yang   patuh   (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111) Jadi,   Nabi   Nuh,   Nabi   Ibrahim,   Nabi   Ismail,   Nabi   Yakub,   Nabi   Musa   Harun,   Nabi   Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas ayat-ayat tersebut. Maka seluruh   nabi   adalah   orang-orang   Muslim,   lalu   bagaimana   Nabi   Muhammad   saw   sebagai   Nabi yang terakhir dikatakan sebagai orang Muslim yang pertama? Allah SWT berfirman dalam surah al-An'am     yang   ditujukan    kepada   Nabi   yang   terakhir:   "Katakanlah:    'Sesungguhnya      shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan   demikian   itulah   yang   diperintahkan   kepadaku   dan   aku   adalah   orang   yang   pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163) Maka, bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan umat beliau dengan     sebutan    al-Muslimin     adalah   penamaan      yang   sebenarnya     sudah   dahulu    dikenal   di kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud dan penamaan agamanya dengan sebutan al-Islam sebenarnya berhutang kepada kakeknya yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah al-Hajj:

"Dan   Dia   sekali-kali   tidak   menjadikan   untuk   kamu   dalam   agama   suatu   kesempitan.   (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78) Tidak   ada   pertentangan   dalam   pendahuluan   para   nabi   dengan   sebutan   al-Muslimin   daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama. Tentu kata al-Awwal (yang    pertama)    di  sini  tidak   dipahami    dari  sisi  waktu    atau  masa    kemunculan,     tetapi  yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah akmalul muslimin (orang yang paling sempurna di antara orang-orang Muslim). Suatu kali Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia menjawab dengan kalimatnya yang singkat: "Akhlak beliau adalah Al-Qur'an." Kita   mengetahui   bahwa   Al-Qur'an   al-Karim   menetapkan   akhlak   yang   mulia   meskipun   dalam batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan keutamaan akhlak dalam tingkatannya yang tinggi.

 Oleh karena itu, akhlak seperti apa yang dimiliki oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki akhlak   yang sifatnya tengah-tengah, atau apakah beliau mendahului dalam kebaikan, atau apakah beliau termasuk ashabul   yamin (orang-orang   yang berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau termasuk al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)? Rasulullah saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut tersebut, bahkan kedudukan beliau lebih   dari   itu   semua.   Beliau   berada   di   puncak   dari   segala   puncak   keutamaan   akhlak,   sehingga beliau berhak untuk mendapatkan sebutan dari Allah SWT: "Dan sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-Qalam: 4) Para Mufasir berbeda pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti yang agung). Sebagian     mereka     mengatakan     bahwa     yang   dimaksud     adalah   Al-Qur'an.    Sebagian     yang   lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah SWT. Dalam Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang derajat beliau yang tinggi dalam dua ayat yang    mulia.   Ayat    yang   pertama    adalah   firman-Nya:      "Katakanlah:     'Sesungguhnya      Shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan   demikian   itulah   yang   diperintahkan   kepadaku   dan   aku   adalah   orang   yang   pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)

0 comments:

Posting Komentar