Kisah nabi Sulaiman As bagian 2
Di meja, makan itu terdapat burung, ikan laut dan berbagai macam daging
yang mereka tidak mampu lagi membezakannya. Sulaiman tidak, makan
bersama mereka tetapi beliau, makan dengan menggunakan piring yang
terbuat dari kayu. Beliau memakan roti yang kering yang dicampur dengan
minyak. Inilah, makanan yang dipilihnya.
Sulaiman, makan bersama mereka dalam keadaan diam. Mereka merasa
bahawa kehadiran Sulaiman menciptakan suatu kewibawaan yang luar biasa.
Selesailah jamuan, makan itu, lalu dengan sangat malu, mereka menyerahkan
hadiah ratu Balqis kepada Sulaiman. Hadiah itu berupa emas. Bagi mereka,
hadiah itu sangat bernilai tetapi di sini hadiah ini tampak kecil di hadapan
kekayaan yang sangat mengagumkan. Sulaiman memperhatikan hadiah ratu itu
dan berkata:
"Maka tatkala utusan itu sampai kepada Sulaiman, Sulaiman berkata:
'Apakah (patut) kamu menolong aku dengan harta?, maka apa yang
diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikan-Nya
kepadamu; tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu. (QS. an- Naml:
36)
Raja Sulaiman menyingkap - dengan kata-katanya yang singkat itu -
penolakannya terhadap hadiah mereka. Ia memberitahu utusan itu bahawa ia
tidak menerima hadiah tersebut. Ia tidak merasa puas dengan hadiah itu. Yang
membuatnya puas hanya: "Janganlah kalian berlaku sombong terhadapku dan
datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri. "
Lalu Sulaiman kembali berkata dengan pelan:
"Kembalilah kepada mereka. Sungguh kami akan mendatangi mereka dengan
bala tentera yang mereka tidak kuasa melawannya, dan pasti kami akan
mengusir mereka dari negeri itu (Saba') dengan terhina dan mereka menjadi
(tawanan-tawanan) yang hina dina." (QS. an- Naml: 37)
Sulaiman meninggalkan para utusan ratu itu setelah terlebih dahulu
mengancam mereka. Para utusan itu mengharap agar Sulaiman mau menunggu
kunjungan ratu Balqis sendiri yang akan membawa misi perdamaian. Akhirnya,
sampailah para utusan Balqis ke Saba' mereka segera menuju istana ratu.
Mereka memberitahu bahawa negeri mereka ada di hujung tanduk. Mereka
menceritakan kepada ratu kekuatan Sulaiman, dan tidak mungkin bagi mereka
mampu melawannya. Mereka meyakinkan Balqis bahawa ia harus
mengunjunginya dan melihat sendiri. Kemudian ratu menyiapkan dirinya untuk
pergi menuju kerajaan Sulaiman. Sulaiman duduk di kerusi kerajaan di
tengah-tengah para pembesarnya dan para menterinya serta para komandan
pasukan. Beliau berfikir tentang Balqis. Sulaiman mengetahui bahawa Balqis
menuju tempatnya. Balqis dikelilingi rasa takut. Sulaiman berfikir sejenak
tentang bagaimana matahari disembah. Ia memikirkan bagaimana informasi
yang diterima badan perisikannya tentang kemajuan kerajaan Balqis dalam
bidang kesenian dan ilmu pengetahuan. Sulaiman bertanya kepada dirinya
sendiri, apakah kemajuan menjadi penghalang untuk mengetahui kebenaran,
apakah ratu itu gembira dengan kekuatan yang dicapainya dan ia
membayangkan bahawa kekuatan adalah?
Dengan kemajuan yang dimilikinya, Sulaiman ingin membuat kejutan agar ratu
mengetahui bahawa Islam yang diyakini oleh Sulaiman adalah satu-satunya
yang mampu mendatangkan kemajuan dan kekuatan yang hakiki, sehingga ia
dapat membandingkan antara keyakinannya dalam menyembah matahari
berserta kemajuan yang dicapainya dan keyakinan Sulaiman juga berserta
kemajuan yang diraihnya.
Para perisik Sulaiman telah memberitahunya bahawa hal yang sangat disegani
dan dikagumi oleh kaum Balqis adalah kerajaan Saba', yaitu singgahsana ratu
Balqis. Singgahsana itu terbuat dari emas dan batu mulia; singgahsana tersebut
dijaga oleh para penjaga yang sangat disiplin di mana mereka tidak pernah
lalai sedikit pun. Oleh kerana itu, sangat tepat bila Sulaiman menghadirkan
singgahsana di sini, di kerajaannya sehingga ketika ratu tiba, maka ia dapat
duduk di atasnya. Sulaiman ingin membuat kejutan kepadanya dan
menunjukkan bahawa kemampuannya tersebut yang berlandaskan pada
keislamannya. Sulaiman melakukan yang demikian itu dengan harapan agar si
ratu tunduk kepadanya. Ide ini terlintas dalam diri Sulaiman, lalu ia
mengangkat kepalanya dan menoleh kepada anak buahnya:
"Berkata Sulaiman: 'Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu
sekalian yang sanggup membawa singgahsananya kepadaku sebelum mereka
datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.'" (QS. an-Naml: 38)
Perhatikanlah ungkapan fikiran Nabi Sulaiman tersebut. Semua pemikirannya
berkisar tentang keislaman, para penyembah matahari; tentang bagaimana
beliau dapat memberikan petunjuk kepada mereka di jalan Allah s.w.t. Yang
pertama menjawab pertanyaan Sulaiman itu adalah Ifrit dari kalangan jin yang
Allah s.w.t telah menundukkan mereka kepada Sulaiman:
"Berkata Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: 'Aku akan datang kepadamu
dengan membawa singgahsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari
tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya
lagi dapat dipercaya.'" (QS. an-Naml: 39)
Sulaiman berdiri dari tempat duduknya setelah satu jam atau dua jam, namun
jin itu berjanji kepadanya untuk menghadirkan singgahsana Balqis sebelum itu.
Istana Sulaiman di Palestina sedangkan istana Balqis terletak di Yaman. Jarak
antara singgahsana tersebut dan singgahsana Sulaiman lebih dari ribuan juta.
Barangkali pesawat yang cepat sekali pun yang kita kenal hari ini tidak akan
mampu membawa dan mendatangkan istana itu dalam waktu satu jam. Tetapi
masalahnya di sini berhubungan dengan kekuatan jin yang misteri.
Sulaiman tidak mengomentari sedikit pun terhadap apa yang dikatakan oleh
Ifrit dari kalangan jin. Tampak ia menunggu tanggapan lain yang mampu
menghadirkan singgahsana Balqis yang lebih cepat dari itu. Sulaiman menoleh
kepada seseorang di sana yang duduk di atas naungan:
"Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab: 'Aku akan
membawa singgahsana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.', maka
tatkala Sulaiman melihat singgahsana itu terletak di hadapannya, ia pun
berkata: 'Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencuba aku, apakah aku
bersyukur atau mengingkari (akan nikmat- Nya). Dan barang siapa yang
bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) diriku
sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha
Kaya lagi Maha Mulia." (QS. an-Naml: 40)
Belum lama seseorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab menyatakan
kalimatnya sehingga singgahsana itu bercokol di depan Sulaiman. Ia mampu
menghadirkan singgahsana itu lebih cepat atau lebih sedikit dari kedipan mata
ketika mata itu tertutup dan terbuka. Al-Quran al-Karim tidak menyingkap
keperibadian seseorang yang menghadirkan singgahsana itu. Al-Quran hanya
menggaris bahawa orang itu mempunyai ilmu dari al-Kitab. Al-Quran tidak
menjelaskan kepada kita, apakah ia seorang malaikat atau manusia atau jin.
Begitu juga Al-Quran al-Karim sepertinya menyembunyikan kitab yang
dimaksud di mana darinya orang tersebut mempunyai kemampuan yang luar
biasa ini. Al-Quran sengaja tidak menyingkap hakikat kitab yang dimaksud.
Kita sekarang berhadapan dengan mukjizat yang besar yang terjadi dan
dilakukan seseorang yang duduk di tempat Sulaiman. Yang jelas, Allah s.w.t
menunjukkan mukjizat-Nya, adapun rahsia di balik mukjizat ini, maka tak
seorang pun yang mengetahuinya kecuali Allah s.w.t. Demikianlah, konteks
Al-Quran menyebutkan kisah tersebut untuk menjelaskan kemampuan Nabi
Sulaiman yang luar biasa, yaitu kemampuan yang menegaskan adanya
seseorang alim ini di majlisnya. Termasuk tindakan fudhul (sok mau tahu) jika
orang bertanya siapa yang memiliki ilmu dari al-Kitab ini: apakah Jibril atau
Ashif bin Barkhiya atau makhluk yang lain. Juga termasuk fudhul jika kita
bertanya tentang al- Kitab ini: apakah orang yang mengetahui isinya
menggunakan ismullah al- A 'dzham (nama Allah s.w.t yang agung) untuk
menghadirkan singgahsana.
Semua pembahasan seputar masalah ini dianggap fudhul. Betapa tidak,
Al-Quran sendiri tidak menerangkan hal itu sehingga rasa-rasanya kita tidak
perlu membahas terlalu jauh. Singgahsana itu tampak di depan Sulaiman.
Perhatikanlah tindakan Nabi Sulaiman setelah adanya mukjizat ini. Beliau tidak
merasa kagum terhadap kemampuannya yang luar biasa; beliau tidak
tercengang dengan kekuatannya; beliau mengembalikan keutamaan tersebut
kepada Penguasa para penguasa (Allah s.w.t) dan bersyukur kepada-Nya yang
telah mengujinya dengan kekuasaan ini agar ia dapat membuktikan apakah ia
bersyukur atau mengingkari. Setelah Sulaiman bersyukur kepada Penciptanya,
ia mulai memperhatikan singgasana si ratu. Singgasana tersebut merupakan
simbol pembangunan dan kemajuan tetapi tampaknya ia hanya sesuatu yang
biasa dibandingkan dengan kekuasaan dan kebesaran ciptaan yang dibikin oleh
manusia dan jin di kalangan istana Sulaiman. Sulaiman memikirkan dalam
tempo yang lama singgasana Balqis kemudian beliau memerintahkan agar
singgasana itu diperbaiki sehingga saat Balqis datang Sulaiman dapat
mengujinya, apakah Balqis dapat mengenali singgahsananya atau tidak:
Dia berkata: 'Ubahlah baginya singgahsananya;, maka kita akan melihat
apakah dia mengenal ataukah dia termasuk orang-orang yang tidak
mengenalnya.'" (QS. an-Naml: 41)
Sulaiman memerintahkan agar dibangun istana yang akan digunakan untuk
menyambut Balqis. Sulaiman memilih tempat di laut dan ia memerintahkan
agar dibangun suatu istana di mana sebahagian besarnya terdiri dari air laut.
Sulaiman memerintahkan agar tanah-tanah itu terbuat dari kaca yang tebal
dan kuat sehingga orang yang berjalan di atas istana itu akan membayangkan
bahawa di bawahnya ada ikan-ikan yang berwarna dan berenang dan ia melihat
rumput-rumput laut yang bergerak.
Akhirnya, selesailah pembangunan istana itu, dan saking bersihnya kaca yang
terbuat darinya tanah kamarnya sehingga tampak di sana tidak ada kaca.
Hud-hud memberitahu Sulaiman bahawa Balqis telah sampai di dekat
kerajaannya. Kemudian Balqis datang. Al-Quran tidak menyebutkan keadaan
Sulaiman saat menyambut Balqis, namun Al-Quran justru menunjukkan dua
sikap Balqis: pertama, bagaimana sikap Balqis ketika pertama kali melihat
singgahsananya yang datang mendahuluinya, padahal ia telah meninggalkan
pengawalnya untuk tetap setia menjaga singgasana itu; kedua keadaannya di
depan tanah istana yang penuh dengan permata yang berenang di bawahnya
ikan-ikan:
"Dan ketika Balqis datang, ditanyakanlah kepadanya: 'Serupa inikah
singgahsanamu?' Dia menjawab: 'Seakan-akan singgasana ini singgahsanaku,
kami telah diberi pengetahuan sebelumnya dan kami adalah orang-orang
yang berserah diri.'" (QS. an-Naml: 42)
Ayat tersebut menggambarkan kondisi dialog antara Sulaiman dan Balqis.
Balqis melihat singgahsananya dan ia tercengang saat mengetahui bahawa itu
adalah singgahsananya, namun ia kemudian mulai ragu kerana melihat tidak
sepenuhnya itu singgahsananya. Jika itu benar-benar singgahsananya, lalu
bagaimana ia datang mendahuluinya dan bila bukan singgahsananya, maka
bagaimana Sulaiman dapat meniru se persis dan se teliti ini. Sulaiman berkata
saat melihat Balqis mengamati singgahsananya: "Apakah ini singgahsanamu?"
Setelah mengalami kebingungan sesaat Balqis menjawab: "Sepertinya benar."
Sulaiman berkata: "Kami telah diberi ilmu sebelumnya dan kami sebagai orang-
orang Muslim."
Melalui penyataannya itu, Sulaiman ingin mengisyaratkan kepada Balqis agar ia
membandingkan antara keyakinannya berserta ilmu yang dicapainya dan
keyakinan Sulaiman yang Muslim berserta pengetahuan yang diraihnya.
Penyembahan terhadap matahari dan pencapaian ilmu yang dicapai oleh Balqis
tampak tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu Sulaiman dan
keislamannya. Sulaiman telah mendahuluinya dalam bidang ilmu kerana
keislamannya. kerana itu, sangat mudah baginya untuk mengungguli Balqis
dalam ilmu-ilmu yang lain.
Demikianlah yang diisyaratkan pernyataan Sulaiman kepada Balqis. Ratu Saba'
itu mengetahui bahawa ini adalah singgahsananya di mana singgasana itu
datang lebih dahulu daripada dirinya. Beberapa bahagian dirinya telah diubah.
Saat Balqis masih berjalan menuju tempat Sulaiman, ia berfikir: kemampuan
apa yang dimiliki oleh Nabi Sulaiman? Balqis tercengang melihat apa yang
disaksikannya yang merupakan buah dari keimanan Sulaiman dan hubungannya
dengan Allah s.w.t. Sebagaimana Balqis tercengang ketika melihat
kemajuannya dalam bidang pembangunan seni dan ilmu, maka ia lebih kagum
lagi saat melihat hubungan yang kuat antara keislaman Sulaiman dan ilmunya
serta kemajuannya:
"Dan apa yang disembahnya selama ini selain Allah, mencegahnya (untuk
melahirkan keislamannya) kerana sesungguhnya dia terdahulu termasuk
orang-orang yang kafir." (QS. an-Naml: 43)
Bergoncanglah dalam benak Balqis ribuan hal. Ia melihat keyakinan kaumnya
runtuh di hadapan Sulaiman; ia menyedari matahari yang disembahnya
merupakan ciptaan Allah s.w.t di mana Dia menggerakkannya untuk
hamba-hamba-Nya. Lalu terbitlah matahari kebenaran pada dirinya. Hatinya
diterangi oleh cahaya baru yang tidak akan tenggelam seperti tenggelamnya
matahari. Masa keislamannya hanya menunggu waktu. Balqis memilih waktu
yang tepat untuk mengumumkan keislamannya. Allah s.w.t berfirman:
"Dikatakan kepadanya: 'Masuklah ke dalam istana.', maka tatkala dia melihat
lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua
betisnya. Berkatalah Sulaiman: 'Sesungguhnya ia adalah istana licin yang
terbuat dari kaca.' Berkatalah Balqis: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah
berbuat lalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman
kepada Allah, Tuhan semesta alam.'" (QS. an-Naml: 44)
Dikatakan kepada Balqis masuklah ke dalam istana. Ketika ia masuk, maka ia
tidak menyaksikan adanya kaca tetapi ia melihat air sehingga ia mengira akan
bersinggungan dengan air laut lalu ia menyingkap sedikit bajunya agar bajunya
tidak basah. Sulaiman mengingatkannya - tanpa melihat - agar ia tidak khuatir
terhadap pakaiannya kerana pakaiannya tidak akan basah, sebab di sana tidak
ada air. Ia sekadar kaca yang halus yang saking halusnya hingga ia tidak
tampak. Pada kesempatan itulah Balqis mengumumkan keislamannya. Ia
mengakui kelaliman dirinya dan ia menyatakan penyerahan diri kepada
Sulaiman dan kepada Allah s.w.t Tuhan alam semesta. Lalu kaumnya pun
mengikutinya dan mereka memeluk Islam. Balqis menyedari ia berhadapan
dengan penguasa yang terbesar di bumi dan salah satu Nabi Allah s.w.t yang
mulia. Untuk pertama kalinya wajah Sulaiman tampak dihiasi dengan senyuman
yang menunjukkan kepuasannya sejak Balqis mengunjunginya. Demikianlah,
Sulaiman mewujudkan kejayaannya yang hakiki dan menyebarkan cahaya Islam
di muka bumi.
Al-Quran tidak menyebutkan kisah Balqis setelah keislamannya. Para ahli tafsir
mengatakan bahawa ia menikah dengan Sulaiman. Selain itu, ada yang
mengatakan bahawa ia menikah dengan salah satu orang dekat Sulaiman. Ada
juga yang mengatakan bahawa sebahagian raja Habsyah adalah keturunan dari
buah perkahwinan ini. Kami tidak sependapat dengan semua itu kerana
Al-Quran al-Karim tidak menyebutkan semua perincian tersebut. Oleh kerana
itu, kami tidak merasa penting untuk menyelami sesuatu yang tidak diketahui
oleh seseorang pun.
Sulaiman hidup di tengah-tengah kejayaan dan kemuliaan di muka bumi,
kemudian Allah s.w.t menetapkan kematian baginya. Sebagaimana kehidupan
Sulaiman berada di puncak kemuliaan dan kejayaan yang penuh dengan
keajaiban yang luar biasa, maka kematiannya pun merupakan tanda-tanda
kebesaran Allah s.w.t yang penuh dengan keajaiban. Demikianlah bahawa
kematiannya sesuai dengan kehidupannya, sesuai dengan kejayaannya. Allah
s.w.t berfirman tentang kematian Sulaiman:
"Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang
menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan
tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin bahawa kalau
sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap
dalam seksa yang menghinakan. " (QS. Saba': 14)
Kemampuan Nabi Sulaiman untuk menundukkan jin dan memperkerjakan
mereka serta hubungan mereka dengannya, semua ini menimbulkan fitnah di
tengah-tengah manusia dalam hal tertentu, dan kematian Sulaiman merupakan
batasan (jawapan) terhadap fitnah ini. Kami tidak mengetahui siapa yang
mengklaim bahawa jin mengetahui hal yang ghaib, apakah itu syaitan yang
terkutuk atau jin yang bodoh atau manusia yang tertipu. Kami tidak
mengetahui siapa yang bertanggungjawab terhadap tersebarnya isu yang keliru
ini. Yang kita ketahui adalah, bahawa hal tersebut tersebar dan mempengaruhi
sebahagian manusia dan jin. Barangkali manusia berkata kepada diri mereka:
Selama jin melakukan perbuatan yang luar biasa ini, maka apa gerangan yang
menjadikan mereka tidak mengetahui hal yang ghaib itu.
Manusia itu lupa bahawa kunci keghaiban berada di tangan Allah s.w.t. Masalah
ilmu ghaib tidak akan mampu dikuasai oleh jin, manusia, para nabi, dan semua
makhluk. Hanya Dia yang mengetahuinya. Allah s.w.t telah merencanakan
bahawa kematian Sulaiman pun bertujuan untuk menghancurkan pemikiran ini,
yaitu pemikiran bahawa jin mengetahui hal yang ghaib. Jin bekerja untuk Nabi
Sulaiman selama beliau hidup, dan tatkala beliau meninggal, maka tugas
mereka menjadi bebas. Nabi Sulaiman meninggal tanpa diketahui oleh jin
sehingga mereka tetap bekerja untuknya. Mereka tetap mengabdi kepada
Sulaiman. Seandainya mereka mengetahui hal yang ghaib nescaya mereka tidak
meneruskan pekerjaan mereka.
Pada suatu hari Sulaiman memasuki mihrabnya untuk i'tikaf, ibadah, dan solat.
Tak seorang pun berani mengganggu khalwatnya di mihrabnya. Mihrab
Sulaiman terletak di puncak gunung dan dindingnya terbuat dari permata. Pada
suatu hari Sulaiman duduk bersandar pada tongkatnya dan ia tampak
tenggelam dalam tafakur. Beliau berzikir kepada Allah s.w.t hingga rasa kantuk
menguasainya lalu setelah itu malaikat maut menemuinya di mihrabnya.
Sulaiman pun meninggal. Beliau bersandar kepada tongkatnya. Jin melihatnya
dan mengira bahawa beliau sedang solat sehingga mereka pun terus
melanjutkan pekerjaannya.
Berlalulah hari-hari yang panjang. Kemudian datanglah rayap, yaitu semut
kecil yang memakan kayu. Haiwan itu pun mulai memakan tongkat Sulaiman.
Rayap-rayap itu tampak lapar. Sebahagian dari tongkat Sulaiman dimakan
beberapa hari oleh rayap-rayap itu. Ketika yang dimakannya semakin
bertambah, maka tongkat itu pun menjadi rosak dan jatuh dari tangan
Sulaiman. Tubuh mulia itu kehilangan keseimbangan dan terhempas di bumi.
Tatkala tubuh suci itu tersungkur, maka manusia segera menuju ke sana.
Mereka menyedari dan mengetahui bahawa Nabi Sulaiman telah meninggal
dalam waktu yang lama. Jin menyedari bahawa mereka tidak mengetahui hal
yang ghaib dan manusia pun mengetahui hakikat ini. Seandainya jin
mengetahui hal yang ghaib, nescaya ia tidak akan meneruskan seksa yang hina,
mereka tidak akan bekerja.
Demikianlah Nabi Sulaiman meninggal dalam keadaan duduk dan solat di
mihrabnya. Lalu berita itu tersebar bagaikan api di bumi. Manusia, burung, dan
binatang buas menghantarkan jenazah Nabi Sulaiman. Sekawanan burung
tampak sedih dan menangis. Semua makhluk bersedih. Akhirnya, tak seorang
pun mengetahui bahasa burung di bumi. Meninggallah seseorang yang
memakami pembicaraan burung. Burung- burung itu berkata: "Betapa beratnva
kehidupan di tengah-tengah orang yang tidak mengetahui pembicaraan kita."
0 comments:
Posting Komentar