Mushola Al-Islah Jl leces no.7 Sonosari Kab.Malang kumpulan doa rezeki

Senin, 07 April 2025

Abul Mugits al-Husain bin Mansur al-Hallaj

 Abul Mugits al-Husain bin Mansur al-Hallaj

Nama lengkap Al-Hallaj adalah Abu al-Mughits al-Husain Bin Mansur bin Muhammad al-Baidhawi, tetapi kemudian lebih dikenal sebagai Al-Hallaj. Ia lahir pada tahun 244 H/ 858 M di Thur, salah satu desa sebelah Timur Laut Baidha’ di Persia. Mengenai sebab-sebabnya hukuman masih sekarang menjadi kontroversial. 

Abul Mugits al-Husain bin Mansur al-Hallaj

Kebanyakan orang mengemukakan bahwa sebab-sebab hukumannya dilaksanakan di karenakan ada perbedaan pemahaman dengan ulama fikih yang di lindungi oleh pemerintah. Dia dihukum bunuh dengan terlebih dahulu dicambuk, lalu disalib, kemudian dipotong kedua tangan dan kakinya, dipenggal lehernya, kemudian potongan-potongan tubuh itu dibiarkan beberapa hari, baru kemudian di bakar, serta abunya dihanyutkan di sungai Dajlah. Pada riwayat lain disebutkan bahwa saat digantung ia dipecut 1000 kali tanpa mengeluh, lalu tangan dan kakinya dipotong juga tanpa mengeluh, serta kepalanya dipancung.

Pemikiran Al-Hallaj yang sangat kontroversial yakni Hulul, Nur Muhammad, dan kesamaan semua agama. Hulul artinya Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu, yaitu manusia yang telah dapat melenyapkan sifat-sifat kemanusiaannya melalui fana. Ajaran Al-Hallaj yang lain adalah tentang haqiqah Muhammadiyah yakni kejadian alam ini yang berasal dari nur Muhammad, menurut Al-Hallaj, bahwa Nabi Muhammad SAW terjadi dari dua wujud yaitu wujud qadim dan azali serta sebagai manusia (Nabi) Al-Hallaj mengatakan bahwa agama-agama yang ada di dunia ini pada hakikatnya sama saja, maksudnya yang di sembah sama yaitu menuju Tuhan yang Maha Esa. Abul Abbas bin Atha’ Al-Bagdadi, Muhammad bin Khafif Asy Syairazi, Ibrahim bin Muhammad An Nazarbazi, semuanya membenarkannya

 

Al-Hallaj di lahirkan di kota Thur yang bercorak Arab di kawasan Baidhah, Iran tenggara, pada 866M. Berbeda dengan keyakinan umum, ia bukan orang Arab, melainkan keturunan Persia. Kakeknya adalah seorang penganut Zoroaster dan ayahnya memeluk islam.

Ketika al-Hallaj masih kanak-kanak, ayahnya, seorang penggaru kapas (penggaru adalah seorang yang bekerja menyisir dan memisahkan kapas dari bijinya). Bepergian bolak-balik antara BaidhahWasith, sebuah kota dekat Ahwaz dan Tustar. Dipandang sebagai pusat tekstil pada masa itu, kota-kota ini terletak di tapal batas bagian barat Iran, dekat dengan pusat-pusat penting seperti BagdadBashrah, dan Kufah. Pada masa itu, orang-orang Arab menguasai kawasan ini, dan kepindahan keluarganya berarti mencabut, sampai batas tertentu, akar budaya al-Hallaj.

Menjadi guru

Usai membahas pemikirannya dengan sufi-sufi lain, banyak reaksi baik positif maupun negatif yang diterima oleh Al-Hallaj yang kemudian memberinya keputusan untuk kembali ke Bashrah. Ketika al-Hallaj kembali ke Bashrah, ia memulai mengajar, memberi kuliah, dan menarik sejumlah besar murid. Namun pikiran-pikirannya bertentangan dengan ayah mertuanya. Walhasil, hubungan merekapun memburuk, dan ayah mertuanya sama sekali tidak mau mengakuinya. Ia pun kembali ke Tustar, bersama dengan istri dan adik iparnya, yang masih setia kepadanya. Di Tustar ia terus mengajar dan meraih keberhasilan gemilang. Akan tetapi, Amr al-Makki yang tidak bisa melupakan konflik mereka, mengirimkan surat kepada orang-orang terkemuka di Ahwaz dengan menuduh dan menjelek-jelekkan nama al-Hallaj, situasinya makin memburuk sehingga al-Hallaj memutuskan untuk menjauhkan diri dan tidak lagi bergaul dengan kaum sufi. Sebaliknya ia malah terjun dalam kancah hingar-bingar dan hiruk-pikuk duniawi.

Al-Hallaj meninggalkan jubah sufi selama beberapa tahun, tetapi tetap terus mencari Tuhan. Pada 899M, ia berangkat mengadakan pengembaraan apostolik pertamanya ke batasan timur laut negeri itu, kemudian menuju selatan, dan akhirnya kembali lagi ke Ahwaz pada 902M. Dalam perjalanannya, ia berjumpa dengan guru-guru spiritual dari berbagai macam tradisi di antaranya, Zoroastrianisme dan Manicheanisme. Ia juga mengenal dan akrab dengan berbagai terminologi yang mereka gunakan, yang kemudian digunakannya dalam karya-karyanya belakangan. Ketika ia tiba kembali di Tustar, ia mulai lagi mengajar dan memberikan kuliah. Ia berceramah tentang berbagai rahasia alam semesta dan tentang apa yang terbersit dalam hati jamaahnya. Akibatnya ia dijuluki Hallaj al-Asrar (kata Asrar bisa bermakna rahasia atau kalbu. Jadi al-Hallaj adalah sang penggaru segenap rahasia atau Kalbu, karena Hallaj berarti seorang penggaru) ia menarik sejumlah besar pengikut, namun kata-katanya yang tidak lazim didengar itu membuat sejumlah ulama tertentu takut, dan ia pun dituduh sebagai dukun.

Setahun kemudian, ia menunaikan ibadah haji kedua. Kali ini ia menunaikan ibadah haji sebagai seorang guru disertai empat ratus pengikutnya. Sesudah melakukan perjalanan ini, ia memutuskan meninggalkan Tustar untuk selamanya dan bermukim di Baghdad, tempat tinggal sejumlah sufi terkenal, ia bersahabat dengan dua diantaranya mereka, Nuri dan Syibli.

Pada 906M, ia memutuskan untuk mengemban tugas mengislamkan orang-orang Turki dan orang-orang kafir. Ia berlayar menuju India selatan, pergi keperbatasan utara wilayah Islam, dan kemudian kembali ke Bagdad. Perjalanan ini berlangsung selama enam tahun dan semakin membuatnya terkenal di setiap tempat yang dikunjunginya. Jumlah pengikutnya makin bertambah.

Akulah Kebenaran! dan hari-hari terakhir

Tahun 913M adalah titik balik bagi karya spiritualnya. Pada 912M ia pergi menunaikan ibadah haji untuk ketiga kalinya dan terakhir kali, yang berlangsung selama dua tahun, dan berakhir dengan diraihnya kesadaran tentang Kebenaran. Di akhir 913M inilah ia merasa bahwa hijab-hijab ilusi telah terangkat dan tersingkap, yang menyebabkan dirinya bertatap muka dengan sang Kebenaran (Al-Haqq). Di saat inilah ia mengucapkan, "Akulah Kebenaran" (Ana Al-Haqq) dalam keadaan ekstase. Perjumpaan ini membangkitkan dalam dirinya keinginan dan hasrat untuk menyaksikan cinta Allah pada menusia.

Di jalan-jalan kota Baghdad, dipasar, dan di masjid-masjid, seruan aneh pun terdengar: "Wahai kaum muslimin, bantulah aku! Selamatkan aku dari Allah! Wahai manusia, Allah telah menghalalkanmu untuk menumpahkan darahku, bunuhlah aku, kalian semua bakal memperoleh pahala, dan aku akan datang dengan suka rela. Aku ingin si terkutuk ini (menunjuk pada dirinya sendiri) dibunuh." Kemudian, al-Hallaj berpaling pada Allah seraya berseru, "Ampunilah mereka, tetapi hukumlah aku atas dosa-dosa mereka."

Tetapi, kata-kata ini justru mengilhami orang-orang untuk menuntut adanya perbaikan dalam kehidupan dan masyarakat mereka. Lingkungan sosial dan politik waktu itu menimbulkan banyak ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Orang banyak menuntut agar khalifah menegakkan kewajiban yang diembannya. Sementara itu, yang lain menuntut adanya pembaruan dan perubahan dalam masyarakat sendiri.

Tak pelak lagi, al-Hallaj pun punya banyak sahabat dan musuh di dalam maupun di luar istana khalifah. Para pemimpin oposisi, yang kebanyakan adalah murid al-Hallaj, memandangnya sebagai Imam Mahdi atau juru selamat. Para pendukungnya di kalangan pemerintahan melindunginya sedemikian rupa sehingga ia bisa membantu mengadakan pembaruan sosial.

Pada akhirnya, keberpihakan al-Hallaj berikut pandangan-pandangannya tentang agama, menyebabkan dirinya berada dalam posisi berseberangan dengan kelas penguasa. Pada 918M, ia diawasi, dan pada 923M ia ditangkap.

Al-Hallaj dipenjara selama hampir sembilan tahun. Selama itu ia terjebak dalam baku sengketa antara segenap sahabat dan musuhnya. Serangkaian pemberontakan dan kudeta pun meletus di Baghdad. Ia dan sahabat-sahabatnya disalahkan dan dituduh sebagai penghasut. Berbagai peristiwa ini menimbulkan pergulatan kekuasaan yang keras di kalangan istana khalifah. Akhirnya, wazir khalifah, musuh bebuyutan al-Hallaj berada di atas angin, sebagai unjuk kekuasaan atas musuh-musuhnya ia menjatuhkan hukuman mati atas al-Hallaj dan memerintahkan agar ia dieksekusi.

Akhirnya, al-Hallaj disiksa di hadapan orang banyak dan dihukum di atas tiang gantungan dengan kaki dan tangannya terpotong. Kepalanya dipenggal sehari kemudian dan sang wazir sendiri hadir dalam peristiwa itu. Sesudah kepalanya terpenggal, tubuhnya disiram minyak dan dibakar. Debunya kemudian dibawa ke menara di tepi sungai Tigris dan diterpa angin serta hanyut di sungai itu.

Karya-karya Al-Hallaj

 

Al-Hallaj banyak meninggalkan karya-karyanya dalam beberapa bidang namun semuanya hilang, yang tinggal hanya kepingan-kepingan posa dan syair yang berserekah, ibn Nadhim sebagai seorang ahli riwatat telah mencatat karya-karya tulis (kitab-kitab), hanya 46 buah yang ditemukan, diantaranya :

Al-Ahruf al-Muhaddatsah wal al-Azaliyah wa al-Asma al-Kulliyah

Kitab Al-Wa al-Tauhid

Kitab Madh al Nabi wa al Hatsal al-A’la

Kitab Al-Abl wa al-Fana

Kitab Al-Ushul wa al-Furu’[11]

kitab Al-Shaihur Fi Naqshid Duhur,

Kita Al-Abad wa Ma’bud,

Kitab Kaifa Kana wa Kaifa Yakun,

Kitab Huwa Huwa,

Kitab Sirru al-Alam wa al-Tauhid,

Kitab Thawasin al-Azal, dan lain-lain.

Kitab-kitab itu hanya tinggal catatan, karena ketika hukuman dilaksanakan, kitab-kitab itu juga ikut di musnahkan, kecuali sebuah yang disimpan pendukungnya, yaitu Ibnu Atha’ dengan judul Thawasin al-Azal. Dari kitab ini dan sumber-sumber muridnya dapat diketahui tentang ajaran-ajaran Al-Hallaj dalam tasawuf.

 

0 comments:

Posting Komentar